15 November 2009. Adalah hari ulang tahunku yang ke-10.
Ulang tahunku diadakan pada siang hari di rumah kakek yang berada di Kyoto, Jepang. Rumahnya berada di daerah pedalaman pegunungan, jadi tak ada satupun pemukiman lain di sekitar, hanya ada rumah kakek dan nenek saja. Orang tua, kakek, nenek, paman, bibi, kakak, sepupu, dan beberapa temanku datang di sana untuk merayakan ulang tahunku.
Namaku Takagi Kazuya. Aku merupakan seorang anak yang cukup mandiri, di usia 8 tahun aku mulai melakukan apapun sendiri, contohnya seperti mandi, cuci piring, mencuci pakaianku sendiri dan beberapa hal mendasar lainnya.
Ini semua berkat didikan orang tuaku yang senantiasa mengajariku dan kedua kakakku untuk bisa melakukan sesuatu sendiri tanpa terus dimanjakan.
Bukan berarti mereka tidak menyayangi kami, mereka hanya ingin membuat kami menjadi anak-anak yang rajin. Mereka selalu memberi kasih sayang kepada kami, karena itulah kami tidak membenci mereka ataupun bersikap egois.
"Nee ... Misa-nee, kuenya mana?"
"Tunggu sebentar ya~ Kuenya lagi diantar, sabar ya~" ucap Misa-nee dengan tersenyum sambil mengelus kepalaku.
"Ya! Ayo main game Maera-kun!" seruku kepadanya dengan nada antusias.
"Memangnya di sini ada konsol game?" jawab Maera dengan mengangkat alisnya ke atas.
"Bukan! Maksudku main Shogi!" jawabku dengan rasa percaya diri.
"Memangnya kau bisa main begituan?" tanya Maera dengan nada ragu.
"Hehe, gini-gini aku pemain pro loh!" jawabku dengan bangga sembari mengepalkan tanganku ke dadaku.
"Main ini saja ya, Kazuya. Kalian masih tidak pantas main Shogi."
"Eh?! Membosankan ... baiklah main Kendama aja!"
Pada akhirnya aku dan Maera memainkan Kendama di ruang tamu. Para gadis seperti Yusa-neesama, Lisa, dan Miku-neesan sedang bermain di teras.
Akihiko-nii, Saburo-nii, Haru-san pergi ke ruang makan untuk membantu nenek dan bibi mempersiapkan meja dan hal-hal lain. Ibu, ayah, paman, dan kakek berada di kebun. Misa-nee sedang menunggu tukang antar kue ulang tahun di teras.
"Haha, ada apa Kazuya? Daritadi tidak akurat."
Maera malah membuatku terlihat seperti orang bodoh. Ya ya jika aku memang buruk, lagipula aku tidak begitu suka permainan tradisional seperti ini.
"Aku berhenti~" ucapku, aku benar-benar bosan sekarang.
"EH? Terserahlah, aku pun juga sudah bosan. Oke Kazuya, aku mau bantu-bantu saja. Sampai nanti!"
Maera pergi dari hadapanku, dia pergi ke arah dapur untuk membantu nenek dan bibi.
Sekarang apa yang harus kulakukan? Lihat televisi saja ah.
Aku pun duduk di sofa dan mengambil remot yang diletakkan di meja di sebelah kiri sofa, aku menyalakan televisi dan saat ini tengah menonton anime.
****
Akhirnya persiapan sudah selesai dan kue ulang tahun juga sudah tiba. Semuanya berkumpul di ruang makan untuk mengucapkan ulang tahun kepadaku.
Mereka semua duduk di kursi masing-masing, sedangkan aku berdiri di depan kue ulang tahun yang terletakkan di meja makan. Mereka melihat ke arahku.
"Kazuya? Ada apa Nak?" tanya ibu.
"Sini kemarilah! Inikan ulang tahunmu, jangan ragu-ragu mengeluarkan rasa senangmu."
Ayah tersenyum ke arahku.
Selain ayah, yang lainnya juga tersenyum kepadaku dan menungguku untuk duduk.
Ya, benar. Ini adalah ulang tahunku. Lagipula ini juga pertama kalinya untukku, karena ... mereka sebelumnya belum pernah mengadakan pesta ulang tahun untukku.
Aku senang. Ini akan menjadi kenanganku yang paling berharga!
"Ya!" jawabku dengan nada senang sembari duduk di kursi.
Aku yang tadinya masih ragu-ragu kini menjadi lega, sekarang aku hanya ingin bersenang-senang.
*Ring*
Tiba-tiba suara bel pintu berbunyi.
"Biar aku saja yang membuka pintu," ucap ibu yang segera berjalan ke arah pintu masuk.
Keadaan yang tadinya tengah penuh kebahagiaan, sekarang menjadi tegang. Kami semua menjadi terdiam dan khawatir.
Karena ... memangnya siapa yang mau berkunjung di tempat terpencil di atas gunung ini? Kata kakek dan nenek, mereka hampir tidak pernah mendapatkan kunjungan selain dari keluarga sendiri. Warga yang ada di kota di bawah gunung, nampaknya juga tidak ada yang mengetahui keberadaan rumah ini.
Aneh … bahkan anak kecil sepertiku tahu bahwa ini aneh.
"Ibu kok lama sekali?"
"Tunggu Kazuya, ayah akan melihat keadaan ibumu dulu. Jadi tetaplah di sini dengan yang lain," ucap ayah yang terlihat khawatir.
Kini giliran ayah yang pergi.
Aku khawatir. Jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi!?
"Aku mau menyusul mereka!" seruku yang berdiri dari kursi.
"Jangan Kazuya!" seru bibi yang membuat ekspresi khawatir.
"Kenapa?" tanyaku dengan polos.
"Benar, ada apa? Apa jangan-jangan ini karena kasus yang diberitakan di televisi waktu itu?!"
Paman sepertinya tahu sesuatu.
"Ini memang tentang para penculik terkenal itu. Tapi semoga saja itu tidak terjadi kita."
"Kamu dengar 'kan? Mari kita tunggu mereka hingga kembali dan kita akan melanjutkan pesta."
Walaupun begitu aku tetap khawatir.
Aku beranjak pergi dari kursi dan membelakangi mereka semua.
"Sepertinya aku memang tetap harus pergi! Ayah, ibu ... aku akan datang!"
Aku pun berjalan lurus menuju pintu keluar ruang makan.
"Oi tunggu!"
"Kazuya!"
Ada dua suara yang sepertinya mengikutiku.
Setelah tiba di luar ruang makan, aku pun berbelok ke kanan lalu ke kiri dan ke kanan lagi untuk menuju pintu keluar dari rumah ini.
Aku pun berbalik ke belakang untuk melihat siapa yang ikut.
"Misa-nee! Saburo-nii! Kenapa kalian mengikutiku?!" tanya dengan nada terkejut.
"Hah? Kau bicara apa? Tentu saja kami juga khawatir dengan mereka," jawab Saburo-nii.
"Kita semua 'kan adalah anak mereka, jadi wajar 'kan kalau kita khawatir bahkan sampai-sampai seperti ini!" ucap Misa-nee.
"Hehe benar juga. Ayo kita keras kepala bersama-sama!"
"Ya!" jawab mereka berdua.
Benar, memang sejak dulu kami bertiga selalu keras kepala. Sekalinya khawatir, langsung meninggalkan apa yang dikerjakan dan pergi mengurusi sesuatu yang dikhawatirkan. Saat membantu orang pun kami juga keras kepala, kami selalu terus membantu orang itu hingga masalahnya benar-benar selesai.
Hehe dengan itu para tetangga dan mereka yang ada di distrik toko, menjadi menyukai kami.
Kami bertiga pun membuka pintu menuju ke luar.
Setiba di luar, terlihat ada beberapa jejak kaki yang terlihat di tanah.
"Oi, ada jejak kaki di sini!" seruku memanggil mereka berdua yang sempat terpisah sedikit jauh karena memeriksa beberapa tempat.
Misa-nee dan Saburo-nii segera datang ke sini.
"Ah, kau benar! Memang ada jejak kaki di sini. Terlebih lagi jumlahnya banyak sekali, satu dua- tidak tujuh!" respon Saburo-nii sembari berjongkok memperhatikan ketujuh jejak kaki itu.
"Hmm semuanya adalah jejak orang dewasa. Salah dua di antaranya adalah ayah dan ibu," ucap Misa-nee yang membuat wajah orang yang yakin.
"Benarkah? Misa-neesan?" tanya Saburo-nii.
"Pokoknya ... ayo kita periksa saja!" seruku yang maju terlebih dulu dan berhenti sejenak untuk menoleh ke arah mereka berdua.
"Ayo." Misa-nee melihat ke arah Saburo-nii.
Saburo-nii membalas dengan anggukan.
Dengan ini kami bertiga mengikuti sekumpulan jejak kaki itu.
Sepertinya jejak kaki mereka mengarah ke kebun milik nenek. Kebun milik nenek sendiri berjarak 200 meter dari rumah naik ke atas gunung.
Sesampai di sana. terlihat 5 orang pria sedang mengerubungi seseorang, namun tidak begitu kelihatan karena tertutupi oleh beberapa tanaman sayur-sayuran.
Kami pun mendekat dan ternyata....
"UH! UH! H-Hentikan!...," teriak ibu dengan lemah sembari terlihat menangis.
"HAH?! DIAM KAU DASAR JALANG!" seru seorang dari mereka dengan bengis memukul ibuku dan terus mempermainkan tubuh ibuku.
"IBU!!" seru kami dengan keras setelah melihat hal itu.
"HAH? Target kita malah datang dengan sendirinya, langsung saja culik mereka!"
"Kazuya! Pergilah! Beritahu yang lainnya, kami berdua akan menghajar mereka!" ucap Misa-nee dengan tegas dan rasa takut yang tergambarkan di wajahnya.
"Tapi-" jawabku dengan ragu.
"Cepat!" seru Saburo-nii dengan serius.
"Kalian semua pergilah! Tinggalkan ibu saja!" teriak ibu dengan lemah sembari meronta-ronta melawan orang yang memperkosanya.
"SUDAH KUBILANG DIAM!" seru seorang dari mereka dengan nada kasar sembari menusuk ibuku dengan pisau miliknya karena terus meronta-ronta ketika tubuhnya dipermainkan.
"Bodoh! Kenapa kau malah menusuknya! Lupakan saja, segera habisi dia," seru seorang yang terlihat sebagai pemimpin mereka kepada temannya yang menusuk ibu tadi lalu dia menyuruh seseorang untuk menghabisi ibu.
"Ya, baiklah!" ucapnya sembari mengambil kapak besar miliknya yang ia letakkan di tanah.
"IBU!" seru kedua kakakku yang langsung berlari ke arah ibu namun mereka dihalangi oleh dua orang di antara mereka.
Aku sendiri tidak bisa apa-apa, hanya bisa berlutut ketakutan.
Mereka pun juga membawa senjata tajam seperti golok dan membawa pistol, membuat kedua kakakku tidak bisa berbuat apapun.
Mereka semua mengikat ibu secara menyilang, kemudian si pembawa kapak besar itu mendaratkan kapaknya ke arah tepat di bagian tengah tubuh ibu secara vertikal yang menyebabkan tubuhnya terbelah menjadi dua.
Selain mengeluarkan darah, organ tubuh milik ibuku banyak yang ke luar. Pada akhirnya ia meninggal dalam keadaan seperti itu.
Selain itu ternyata ayah juga berada di sana dan mati dalam keadaan yang sama pula seperti ibu.
"I-Ibu...," ucap Misa-nee yang langsung berlutut dan mulai menangis histeris.
"I-"
Saburo-nii terlihat tertegun dan tatapan wajahnya terlihat kosong sembari mengeluarkan air mata.
"Ng! HUEK! Uhuk! Uhuk!" responku yang melihat hal itu muntah sembari membuat wajah ketakutan.
Aku dengan ketakutan cepat berlari menuju ke rumah untuk memberi tahu yang lainnya tentang hal ini, selagi mereka berdua menahan orang-orang itu.
Maafkan aku Misa-nee, Saburo-nii!
"WOI! BOCAH!" seru salah satu dari mereka yang melihatku lari ke arah rumah dengan ketakutan.
"Biarkan saja, lagipula percuma dia memberitahu keluarganya."
****
Saat tiba di ruang tamu, ternyata yang lainnya terkapar di lantai dengan keadaan tak bernyawa dan kehilangan beberapa bagian tubuh mereka, seperti kepala dan tubuh bagian atas. Namun sepupu dan teman-temanku tidak ada di sekitar.
"A-apa ini?! Kenapa? kenapa? Mereka SEKEJAM INI!!" teriakku dengan sangat keras sembari berteriak menangis dan ketakutan sembari muntah kembali.
"Teman-teman ... YA! Masih ada mereka!" gumamku dengan merasa masih punya harapan dan kemudian aku mencari mereka di seluruh seluk beluk rumah ini.
Tetapi mereka tak kunjung kutemukan.
Selanjutnya aku pergi ke luar lagi untuk melihat apakah mereka berada di luar.
Setiba di sana, mereka terlihat sudah dalam keadaan kedua tangan terikat terikat dan sedang dibawa pergi oleh banyak pria yang memakai topeng, jumlah mereka adalah sepuluh.
Dengan cepat aku berlari menuju mereka untuk menyelamatkan mereka semua.
Usahaku digagalkan oleh seorang di antara mereka, dengan sebuah pukulan telak yang membuatku jatuh tergeletak di tanah kemudian aku mengerang kesakitan. Karena aku begitu banyak melawan, akhirnya mereka menangkapku dan membuangku di dalam rumah. Kemudian mereka membakar rumah Kakek.
Orang-orang yang membawa yang lainnya telah pergi meninggalkanku, dalam keadaan terikat di dalam rumah yang sedang terbakar.
"Hmph! Hmph! HMPH!"
Aku hanya bisa berteriak sembari menangis ketakutan dengan mulutku yang diselotip dan badanku yang terikat oleh tali.
Di saat atap rumah mulai roboh, aku menutup mataku dan merasa pasrah.
Aku tarik ucapanku ... bodohnya aku mengatakan ini akan menjadi kenangan berharga!
Ini ... mimpi buruk.
TO BE CONTINUED....
Note :
#Shogi merupakan catur Jepang yang populer. Berbeda dengan catur kebanyakan, Shogi memainkan kembali bidak lawan yang sudah ditangkap.
#Kendama adalah mainan yang terdiri atas bola yang terhubung dengan tali. Dipercaya ada lebih dari 1.000 lebih teknik untuk memainkannya.
Pandangan mataku terlihat tidak jelas, semuanya terlihat putih.
Ahh ... apakah ini dunia akhirat? Begitu ya ... aku sudah mati. Jauh lebih baik....
Tak lama kemudian pandanganku mulai jelas dan hal yang pertama kali kulihat adalah sebuah langit-langit.
Tiba-tiba terdengar suara sahutan lirih.
"Hei nak! Apa kau baik-baik saja?!"
Sahutan tersebut datang dari seorang kakek tua yang melihatku sembari melepaskan ikatan tali yang mengikat tanganku dengan erat dan melepas selotip di mulutku.
Aku pun langsung berdiri dan pergi menjauh darinya.
Kakek itu sempat memanggiliku beberapa kali, namun aku mengabaikannya dan terus berjalan ke arah sebuah pintu di sebelah kiri tempat aku berada tadi. Aku pun masuk ke sana dan mengunci pintunya.
Setiba di dalam, aku mulai duduk dipojokan dan mulai menangis sembari berteriak-teriak dengan keras.
Aku terus menerus menangis dan teriak sembari melontarkan kata-kata kotor. Tangisan demi tangisan, teriakan demi teriakan, aku terus melakukannya secara bergantian.
Waktu terus berjalan dan aku terus menangis, berteriak. Lagi-lagi tangisan dan teriakan keputusasaan. Aku bahkan sudah tidak ingat berapa lama aku berada di sini.
Ayah ... ibu ... paman ... bibi ... kakek ... nenek ... Misa-nee ... Saburo-nii ... Maera ... Aki-nii ... Miku-neesan ... Yusa-neesama ... Haru-san ... Lisa-chan ... semuanya. Kalian di mana?
"Hue hue hue!"
"Woa woa woa Kazuya, kamu tidak apa-apa?"
"A-ayah?"
"Sini berdirilah! Jangan duduk menempelkan kedua lututmu dan menyembunyikan wajahmu seperti itu."
"Tapi-"
"Kazuya ... anak laki-laki tidak boleh cengeng, jika ada yang mengganggumu langsung hajar saja. Jangan takut, anak ayah kuat!"
"Ya! Akan kucoba!"
"Hehe begitu dong, ini baru anak ayah!"
"Tapi, aku tetap tidak suka berkelahi. Aku akan mencoba berbaikan dengan mereka! Sampai nanti ayah!"
"Hehe ayah lebih bangga lagi kepadamu."
Tiba-tiba aku mengingat kembali tentang itu.
Waktu itu sejak tahun pertama aku selalu diganggu, aku pun selalu pulang dengan keadaan menangis.
Ayah selalu datang menghiburku, dia selalu bilang bahwa aku jauh lebih baik dari mereka. Terakhir kali, ia menyuruhku untuk menghajar siapa pun yang menggangguku. Hanya kata-kata sederhana, bisa membuatku kembali ceria.
Hehe semenjak aku mengikuti saran ayah, aku sudah tidak pernah diganggu lagi. Bahkan sekarang aku punya banyak teman~
Tapi ... tidak ada gunanya. Semuanya sudah menghilang, aku sudah tidak punya lagi....
Setelah itu aku teringat kenangan lain.
"Kazuya ... apa yang kamu lakukan?"
"Ibu. Aku hanya menyiram tanaman."
Saat itu aku sedang menyiram tanaman yang beberapa minggu lalu di tanam oleh ibu, lebih tepatnya tiga tahun yang lalu.
Aku hanya penasaran bagaimana rasanya menyiram tanaman, sepertinya ada sesuatu yang membuat ibu sampai-sampai terlihat kaget seperti itu.
"Tidak boleh! Kamu tidak menaburkan air terlalu banyak kepada satu tanaman! Nanti bisa layu lho!"
"Maaf, ibu! A-aku hanya ingin mencoba."
Aku meletakkan kembali penyiram tanaman ke tanah.
Ibu pasti marah, tadinya itu yang kupikirkan.
"Kazuya, sini ibu ajari caranya menyiram tanaman dengan benar."
Eh? Dia sama sekali tidak marah. Dia sekarang malah terlihat senang.
Ia mengambil penyiram tanaman itu dan memperlihatkan kepadaku cara menyiram yang benar.
"Setiap tanaman itu memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda, jadi pastikan jangan memberikan air berlebih ataupun sedikit air. Tapi berikanlah dengan pas, lihat! Mereka masih terlihat lemas seperti itu bukan? Terus siram mereka hingga mereka benar-benar tidak haus lagi. Cobalah!"
Ibu memberikan penyiram tanaman kepadaku.
Aku pun menerimanya dan mengikuti arahan ibu.
"Hore! Lihat ibu! Aku akhirnya bisa~"
"Ibu bangga denganmu Nak...."
Ibu berjongkok dan mengelus kepalaku sembari menunjukkan ekspresi tulus senang.
"Jika kamu ingin belajar hal lain, minta ibu saja ya? Ibu akan pastikan mengajarimu sampai paham."
"Ya!" jawabku dengan senang.
Mulai dari saat itulah dikala aku ingin mencoba sesuatu, aku selalu mencari ibu untuk memintanya mengajariku. Selama tiga tahun aku jadi belajar banyak hal.
Tapi ... itu sudah tidak berguna ... dia sudah tidak ada lagi....
Air mata ini tidak mau berhenti keluar, perasaanku benar-benar sakit sekarang.
Ahh ... lagi-lagi kenangan lain muncul.
"Haha boodoh!"
"Yusa-neesama mu takkan datang. Booodoh!"
"Hweek!"
Ingatan ini 'kah? Kalau tidak salah ini pada saat aku masih diganggu. Taman ini 'kah....
Biasanya Saburo-nii atau Yusa-neesama yang datang menolongku, hari itu mereka berdua sedang mendapat kelas khusus. Karena nilai mereka yang selalu jelek.
"Hmm ada apa semuanya?"
Semuanya berubah saat orang itu datang.
"Gawat!"
"Itu adalah Aoki-senpai!"
"Kabuurrr!"
Pada akhirnya mereka kabur akibat kedatangan Haru-san.
"Ehhh? Malah pergi."
Dia terlihat kecewa.
Jika kau bertanya apa alasannya, alasannya hanyalah satu. Dia terlalu aneh.
Yusa-neesama dan Saburo-nii memiliki nilai yang selalu rendah, bahkan mereka terlalu bodoh. Yah ... walaupun aku juga sama seperti mereka, p-paling tidak aku lebih baik dari mereka. Walau hanya sedikit.
Nah ... dibandingkan dengan mereka, Haru-san jauh lebih baik dari mereka. Meskipun Haru-san memiliki kepribadian yang tergolong cukup aneh, karena dia tidak bersikap seperti anak kecil pada umumnya.
Dia selalu mendapat nilai sempurna pada setiap pelajaran, bahkan dia dapat memecahkan teka-teki dengan cepat. Tapi caranya untuk melakukan semua itu tidak seperti cara yang normal, entah bagaimana caraku mengucapkannya. Pokoknya cara belajar dan isi pikirannya tidak jelas, dia seperti monster.
Karena keanehannya itu, dia tidak memiliki satu pun seorang teman. Yang mau mendekatinya hanyalah aku, Saburo-nii, Misa-nee, Lisa-chan, Aki-nii, Miku-neesan, Yusa-neesama, Maera. Selain itu, tidak ada yang mau berteman dengannya.
Aku pun merasa kasihan sekaligus iri dengannya, maksudku iri dengan kemampuannya.
"Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Haru-san yang membantuku untuk berdiri.
"Ya...."
"Tadi ada apa?" tanyanya sekali-lagi dengan menunjukkan raut wajah penasaran.
"T-tidak ada apa-apa, mereka hanya sedang bermain denganku kok! Ahaha haha."
Jika aku memberitahunya, pastinya dia akan mengocehkan beberapa hal yang tidak kumengerti dan bersifat aneh. Bisa-bisa aku kelelahan hanya dengan berada di sini.
"Mmmm ... aneh."
Seperti yang kuduga, dia sulit untuk ditipu.
"Oiiii! Haru! Ternyata kamu di sini- Oh Kazuya! Kamu tidak apa-apa?! Kenapa kamu kelihatan lecet-lecet sepert itu?"
Dari belakang datanglah Miku-neesan bersama Aki-nii dan Lisa-chan. Miku-neesan langsung datang menghampiriku dan memegangi tanganku yang lecet.
"Tenang saja, Miku-neesan. Mereka sudah pergi, berkat Haru-san yang datang kemari."
Miku-neesan dan mereka berdua melihat ke arah Haru-san sejenak, setelah itu mereka mengalihkan pandangan mereka dan membuat wajah orang yang mengerti apa penyebabnya
"Ahh ... aku paham," ucap Miku-neesan.
"Seperti yang diharapkan dari Haru," ucap Aki-nii.
"Mmmm mmm!"
Lisa hanya bisa mengangguk setuju dengan senang.
Haru-san hanya bisa terlihat bingung, dia menggaruk-garuk kepala dan membuat wajah bodoh.
Berteman dengan mereka sangatlah menyenangkan....
Tapi tetap saja itu sudah tidak berguna ... lagipula mereka sudah tidak bersamaku lagi....
Dan kenangan-kenangan sudah tidak teringat lagi ... kini aku hanya duduk di pojokan sendirian di tempat yang cukup gelap ini.
Sudah berapa lama aku di sini? Mungkin satu atau dua hari? Seminggu? Aku sendiri tidak tahu. Tubuh ini juga tidak bisa kugerakkan, aku hanya bisa mempertahankan posisi ini. Tubuhku bau, aku pun juga lapar.
Sudahlah ... lebih baik mati dengan cara seperti ini.
Diriku yang sekarang tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong mereka, aku terlalu lemah.
*Dok* *Dok* *Dok*
Ada seseorang yang mengetuk pintu itu dengan keras.
"Hei bocah! Keluarlah!"
Kakek itu 'kah ... aku sama sekali tidak peduli.
Aku pun mengabaikannya dan terus meratapi kesedihanku.
"Heiii!! Kau dengar??"
Diam kau tua bangka ... aku hanya mau mati di sini!
Setelah aku berpikir seperti itu, kakek itu tidak mengetuk pintu lagi.
Sepertinya dia sudah menyerah.
Oh ya ... kalau lebih diperhatikan, ternyata tempat ini adalah ruangannya seorang pendeta. Aku tidak menyadari sekitar karena terlalu sedih dan putus asa.
Berkat kakek itu, aku menjadi cukup terganggu dan membuatku tersadarkan dengan sekitar.
Jika mereka ada di posisi seperti ini, apa yang akan mereka lakukan ya? Hatiku masih sakit, air mata masih keluar, bahkan aku sudah tidak bisa berpikir lagi. Hanya ada keputusasaan.
"Kazuya ... jadilah anak yang kuat!"
"Kalau ada apa-apa, konsultasikan kepada ibu ya?"
"Hahaa! Kau masih belum bisa menandingi Tuan Saburo yang hebat ini! Sini! Jadilah muridku, Kazuya!"
"Kamu anak yang baik sekali ya ... Kazuya?"
"J-jangan salah paham ya?! A-aku membantumu bukan berarti aku suka denganmu!"
"Tch, seperti biasa kau menyebalkan!"
"Ya, aku akan menunggumu menjadi pria terkuat di dunia. Aku tidak sabar menantikannya~"
"Kazuya onii-chan~"
"Kau tahu mekanika kuantum? Mekanika kuantum, termasuk teori medan kuantum, adalah cabang dasar fisika yang menggantikan mekanika klasik pada tataran sistem atom dan subatom."
Pada akhirnya aku mengingat mereka lagi ... itu semua adalah kata-kata mereka yang paling tergiang-giang di kepalaku, entah kenapa di bagian terakhir aku mengingat kata-kata Haru-san. Dia mengatakan hal-hal yang rumit, lagipula ... mekanika kuantum itu apa??!! Kenapa aku sampai mengingatnya?
Seperti biasa Miku-neesan dengan sikap Tsundere, lalu Aki-nii yang sebal denganku, Saburo-nii dengan kebanggaannya yang tinggi, Misa-nee yang sangat cantik, ayah dan ibu yang selalu mendukungku, Lisa-chan memang imut sekali ya? Sayang sekali dia bukan adik kandungku.
Apa Yusa-neesama masih ingat janji itu ya? Janji itu benar-benar memalukan, aku pun baru menyadarinya di usia ini.
Ah ... entah kenapa aku menjadi tenang ketika mengingat semua itu. Memang benar keluargaku baru saja mati, tapi setidaknya aku masih memiliki mereka.
Apa aku harus berdiri dan menemui kakek itu? Aku tidak tahu, walau pikiranku ingin, hatiku tidak menginginkannya.
Aku harus apa...?
Ya, aku tahu ... jawabannya adalah mati. Lupakan keoptimisanku yang tadi, tidak ada gunanya mengharapkan mereka masih hidup.
Aku sendirian.
TO BE CONTINUED....
Pada akhirnya aku tidur dan berhenti memikirkan hal yang tidak berguna. Tidur dan bangun serta tak melakukan apa pun, satu-satunya hal yang bisa kulakukan.
"Bocah...."
Ada suara yang memanggilku.
"Bocah...."
Suara itu lagi.
"BANGUN BOCAH TOLOL!"
"WOOAAA!"
Karena dia tiba-tiba begitu kasar, dengan spontan aku membuka kedua mataku.
"Ini di mana?"
Aku hanya bisa melihat pemandangan langit senja, terlebih lagi ... aku di udara?! Kenapa aku tidak jatuh?
"Ini adalah dunia mimpi."
Setelah mendengar suara itu lagi, aku pun melihat ke arah sumbernya.
"B-burung?!"
Burung? Kenapa ada burung raksasa di sini?!
"AKU BUKAN BURUNG! Aku Abaddon!"
Makhluk seperti manusia raksasa berkepala burung itu marah. Ngomong-ngomong apa tubuhnya itu termasuk tubuh manusia? Aku benar-benar bingung.
"Abaddon?" tanyaku dengan bingung.
Abaddon? Apa itu Abaddon?
"Itu adalah namaku, dengar ... mungkin ini bersifat tiba-tiba untukmu tapi sebenarnya aku adalah seorang iblis."
Huh?
"Iblis katamu? Mana mungkin burung besar sepertimu adalah iblis!" seruku dengan nada meragukan Abaddon.
Tiba-tiba ia mengeluarkan sesuatu seperti kain yang ujungnya terdapat benda lancip berasal dari punggungnya, jumlahnya banyak sekali. Dengan cepat semua benda itu meluncur ke arahku dan berhenti tepat di hadapan leher, wajah, dan kepalaku.
A-ampun! Aku tidak akan mengulanginya lagi!
"Baguslah jika kamu mengerti."
Abaddon menjauhkan benda-benda itu dan mengembalikannya ke punggungnya.
EH? Bagaimana dia bisa tahu kalau tidak ingin mengulanginya?
"Mudah saja, karena aku bisa membaca pikiranmu."
"Pikiranku?!"
Lagi-lagi sesuatu yang tidak kumengerti.
"Hmm sebenarnya aku bisa tahu semua isi pikiran, keinginan, dan isi hatimu. Semuanya dapat kuketahui. Jika kau bertanya bagaimana bisa, jawabannya adalah karena aku menyatu denganmu."
HUH? Menyatu? Hal bodoh macam apa lagi ini?
"INI BUKAN BODOH, AKU SERIUS. Sebenarnya kau sudah mati, kau bisa hidup kembali karena aku merasuki tubuhmu. Karena itulah kau masih hidup, ngomong-ngomong kau bukanlah manusia normal lagi. Kau adalah manusia setengah iblis, jangan sia-siakan hidupmu oke?"
Mendengar itu aku hanya bisa tercengang dan tak satupun dari perkataannya yang bisa kumengerti, semuanya terlalu rumit dan tiba-tiba. Tapi satu hal yang kumengerti adalah sebuah fakta bahwa aku masih bisa hidup. Itu saja.
Jadi aku tidak mati saat tertimbun rumah yang terbakar itu?!
"Kau mati kok."
Burung itu langsung menjawab keraguanku. Tapi apa maksudnya bahwa aku mati? Bukankah aku masih hidup dan sempat bertemu kakek itu?
"Sebenarnya ini cukup rumit, sebenarnya aku tidak berencana merasuki tubuhmu. Bahkan aku tidak tahu dari mana asalmu!?"
"Jadi, bagaimana kau menemukanku?"
"Aku hanya kebetulan menemukanmu di pintu masuk menuju dunia ini, kebetulan aku juga sedang sekarat. Jadi aku langsung memasuki tubuhmu tanpa pikir-pikir dulu, karena hal itulah yang membuat kita berdua masih hidup."
"Pintu masuk dunia ini?"
"Sepertinya ada suatu pihak yang memanggilmu ke dunia ini, tapi mereka terlambat karena kau telah mati. Sepertinya mereka beruntung karena aku kebetulan ada, mereka pasti memiliki rencana yang sama sepertiku."
Abaddon yang tadinya terus melayang di udara, kini mendaratkan kakinya ke awan di bawahnya yang merupakan tempatku berpijak.
Kurasa awan ini cukup keras.
Dia pun langsung duduk bersila sama sepertiku.
Aku sudah benar-benar tidak tahu lagi ... ini dan itu datang begitu saja, hanya membuat kepalaku pusing saja.
"Jadi apa yang sebenarnya kau inginkan? Tentu aku juga penasaran dengan pihak yang membawaku. Untuk sekarang aku ingin tahu tujuanmu, Abaddon-san."
"Nah ... kau baru memanggilku dengan benar, baiklah akan kuberitahu."
Abaddon-san terdiam sejenak sembari melihat langit senja yang ada di hadapan kami.
"Sebenarnya aku telah dikhianati oleh temanku sendiri. Dia adalah Lucifer, yang merupakan Raja Iblis Besar. Aku sendiri juga merupakan Raja Iblis Besar, hanya kami berdua yang memiliki gelar itu. Suatu hari ia menjebakku hingga akhirnya membuatku terpaksa kabur dari dimensi iblis dan aku pun berakhir terjebak di persimpangan dunia. Dan pada saat itulah aku menemukannya tengah lewat dari pintu dunia satu ke pintu dunia ini, dengan cepat aku merasukimu agar bisa kabur."
"Jadi kau hanya memanfaatkanku?" tanyaku kepadanya dengan nada meragukan dan aku pun bersiap-siap untuk pergi.
Walaupun aku tidak tahu mau pergi ke mana.
"Tidak bukan begitu. Hei bocah ... mari kita membuat kesepakatan."
"Kesepakatan?"
Jangan-jangan?! Sebuah kontrak terlarang?!
"Bukan woi!"
Mendengarnya berteriak, aku menjadi terkagetkan dan membuang jauh-jauh pikiranku yang sebelumnya.
"Begini ... kau harus membantuku memusnahkan semua iblis yang ada di seluruh dunia, sebagai gantinya aku akan membantumu menangani masalah apa pun itu. Tapi maaf, aku harus hibernasi untuk sementara waktu demi memulihkan kondisiku. Jadi aku takkan muncul dipikiranmu maupun mimpimu. Jika saat itu telah tiba, aku akan bangun dan mulai berbicara denganmu lagi di dunia mimpi ini. Jangan ceritakan kepada siapapun dengan diriku, bersikaplah seperti tidak pernah menemuiku!"
Aku akhirnya mengerti, pada dasarnya dia ingin berubah.
"Baiklah! Akan kubantu."
"Terima kasih, Kazuya."
Walaupun aku tidak begitu tahu ekspresi seperti apa yang ia tunjukkan kepadaku, tapi aku tahu dia sekarang sedang senang. Baru kali ini aku mendengar ada seorang iblis yang ingin kembali ke jalan cahaya, hmmm bagaimana istilahnya ya?
"Memang benar, tidak normal seorang iblis kembali ke jalan yang benar. Yang ada hanyalah malaikat yang jatuh ke jalan kegelapan, itulah yang disebut Fallen Angel. Hmm untuk kasusku, kurasa sebutan yang pas adalah Rising Demon."
"Jadi kau benar-benar akan kembali ke jalan yang benar?"
Aku meragukannya karena ia pada dasarnya adalah iblis.
"Ya, aku benar-benar akan berubah haluan. Mungkin Tuhan akan sulit menerima iblis yang penuh dosa sepertiku, tapi aku akan berusaha agar diterima!"
Aku pun berpikir ... jadi tidak semua iblis itu jahat 'kah? Jika ada sesuatu yang terjadi kepada kehidupan mereka, maka mereka akan berubah. Ternyata sama saja seperti manusia.
"Bukankah ini saatnya untukmu agar segera bangun?"
"Bangun? Untuk apa aku melakukan itu? Lagipula aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi."
"Kau masih punya."
Huh? Apa maksudmu?
Aku berdiri dan melompat menjauh darinya dengan posisi langsung berbalik pada saat melompat menjauh. Aku merasa tidak mempercayainya lagi.
"Ketika tubuhmu mulai masuk ke dunia, aku merasakan banyak sekali jiwa yang masuk dalam waktu bersamaan denganmu. Tapi semuanya terpencar di tempat yang berbeda-beda."
Aku terkejut ... jadi apa ada kemungkinan besar bahwa mereka bernasib sama sepertiku?
"Ya, kemungkinan besar keluargamu ada di dunia ini. Jadi bangkitlah dan jangan terlalu lama menetap di tempat itu dengan menyedihkan seperti itu!"
Benar ... aku harus bangkit. Terlebih lagi, aku tahu bahwa aku masih tidak sendiri. Masih ada mereka! Aku tidak boleh membuang-buang waktuku di tempat kumuh itu! Terima kasih Abaddon-san ... mataku telah terbuka sekarang.
Aku pun mulai berdiri dengan tegak dan penuh rasa percaya diri, sudah tidak ada lagi keraguan dan kesedihan yang mengganjal di hatiku. Sebenarnya memang masih ada banyak, hanya saja dengan ini aku masih bisa bangkit.
"Kalau begitu aku mau bangun dulu, Abaddon-san."
"Ya, seperti kataku tadi. Akan kupanggil kau lagi ketika aku benar-benar pulih, baiklah aku mau tidur dulu."
Abaddon-san langsung tidur begitu saja di atas awan ini.
Ya sudahlah, terima kasih Abaddon-san.
Dan pada akhirnya aku mulai membuka mataku dan mencoba berdiri.
Haha tidak bisa 'kah ... kucoba merangkak saja!
Aku pun mulai keluar dari tempat ini dengan merangkak sekuat tenaga dan ternyata....
Ah, kakek itu.
"Hah ... akhirnya kamu keluar juga Nak. Apa kamu sudah mulai lega?" tanya kakek itu dengan nada biasa seakan-akan tidak terjadi apapun.
Sebelum menjawabnya, aku melihat sekitar sejenak dan ternyata tempat ini adalah sebuah gereja. Namun gereja ini terlihat kumuh dan tak terawat, sepertinya tempat ini sudah ditinggalkan.
"Kakek ... kenapa kau menungguku?" tanyaku dengan suara serak.
"Aku di sini bukan untuk menunggumu selama seminggu, tapi aku hanya mencari suatu barang di sini!"
Tsundere kah? Tapi yang terpenting adalah makanan. Ya, saat ini aku membutuhkannya dan kurasa juga mandi?
"Kakek ... apa kau punya makanan?"
"Huh?"
Haha benar juga ya, mana mungkin dia mau memberiku makanan.
"Ikutlah denganku."
"Eh? Tapi-"
"Kau mau makan atau tidak? Karena itu ikut saja denganku, selain itu segera mandilah, aku tak tahan terus bicara denganmu kalau badanmu bau. Sini kemarilah, akan kugendong kau."
Walaupun aku merasa tidak enak, tapi tidak ada pilihan lain selain mematuhinya dan menjalankan perintahnya.
Setiba di luar, aku melihat sebuah lahan yang besar dan di sekitarnya ada 2 bangunan. Satunya terlihat seperti Dojo dan yang satunya lagi adalah sebuah rumah, selain itu di belakangnya terdapat sebuah sungai.
Kakek ini pun membawaku ke dalam rumahnya.
****
Setelah tiba di dalam rumah, kakek itu meletakkanku di lantai.
"Maaf menumpang...," gumamku.
"Duduklah di sana, aku akan membawakan makanan untukmu."
Kakek itu menyuruhku duduk di meja makan.
Aku pun mulai merangkak menuju meja makan.
Meja makan itu diletakkan di atas lantai kayu dan tidak ada satupun kursi di sini, kurasa aku harus duduk di lantai.
Tak lama kemudian dia kembali dengan membawa beberapa ubi kukus dalam piring dan aku pun dengan segera memakannya.
Setelah selesai dia menyuruhku mandi, kemudian menyuruhku tidur.
Dia terus memberiku makanan gratis selama seminggu tanpa berkata apa-apa kepadaku. Setelah tubuhku mulai sehat kembali, dia pun mulai bertanya kepadaku.
"Pertama, namaku adalah Don Rosei. Aku adalah seorang Master Karate dan juga pemilik dojo yang ada di sebelah rumah ini. Namamu siapa Nak?"
"Aku Kazuya, Takagi Kazuya."
"Hmm ... nama yang aneh tapi terserahlah."
Setelah itu dia mulai menanyaiku tentang keluargaku, asal usulku dan sebagainya. Semua kujawab dengan sejujur-jujurnya tanpa berniat untuk membohonginya karena aku tahu bahwa dia adalah orang baik.
Responnya terlihat biasa, namun yang kutahu dia merasa bersimpati kepadaku.
"Hmm ... jujur saja aku belum begitu mengerti tentang alasan dirimu yang tiba-tiba berada di gereja itu. Tapi yang kutahu, kau terpanggil oleh sesuatu. Sesuatu yang sangat membutuhkan bantuanmu sampai-sampai menunggu saat yang tepat untuk memanggilmu."
"Sesuatu?"
"Entahlah...."
Ahh ... pihak yang dimaksud Abaddon-san tadi. Hmm tunggu dulu ... jika kakek ini adalah seorang guru bela diri, bukankah ini adalah kesempatan?! Jika aku berlatih, maka paling tidak aku bisa melindungi diriku di luar sana.
"Kakek ... apa kau mau menjadikanku sebagai muridmu?"
"Muridku? Boleh-boleh saja, alasannya apa?"
"Paling tidak yang kuiginkan adalah kekuatan untuk melindungi orang yang kusayangi. Apakah boleh?" ucapku dengan bersemangat dan penuh dengan tekad.
"Pfft Hahahaha!"
Kakek itu malah tertawa terbahak-bahak, tentunya aku merasa sangat heran dengan perilakunya bahkan aku pun mulai merasa kesal.
"Baru kali ini aku menemukan seorang anak menarik sepertimu, kukira kau hanyalah bocah manja ... ternyata aku salah! Aku suka tekadmu Nak!"
Aku tidak tahu apakah ini pujian atau bukan.
"Ha ha ... jadi?"
Aku hanya tertawa dengan pahit, kemudian menanyai kepastiannya.
"Jadi ... apa?"
Mendengar itu, aku secara reflek langsung jatuh dengan ekspresi konyol kemudian langsung berdiri lagi dan mulai mengomelinya.
"Aku bercanda kok~ Datanglah ke dojo besok...."
"Benarkah?!"
"Untuk sekarang tolong bersihkan tempat ini, masa aku yang harus selalu melakukannya!"
"Hehe, iya iya Master."
Pada akhirnya aku mulai tinggal di sini.
Mungkin masih ada sedikit perasaan sedih dan marah yang terjanggal di hatiku ini, tapi sekarang yang kutahu adalah aku ini masih hidup dan masih punya kesempatan untuk menyelamatkan semuanya.
Baiklah! Aku akan menyelamatkan kalian! Tunggu saja!
TO BE CONTINUED....
Note :
Abaddon adalah iblis terkuat di dunia setelah Lucifer. Julukannya memiliki arti kebinasaan atau si penghancur. Ia sering disetarakan dengan Asmodeus yang merupakan salah satu raja neraka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!