Happy Reading 💗💗💗💗💗💗💗💗💗
Seorang gadis tengah menatap pantulan dirinya didepan cermin. Gaun indah itu melekat dengan sempuran ditubuh rampingnya. Mahkota indah juga tertanam dikepala nya. Dia sangat cantik dengan rambut yang sengaja digerai indah. Beberapa jepit rambut ikut melekat dirambutnya. Anting, gelang dan juga kalung menghiasi bagian tubuhnya. Sehingga membuat kecantikan nya seribu kali lipat lebih cantik.
Namun, anehnya air mata justru berjatuhan dipipi cantiknya hingga membuat bedak-bedak itu terkikis oleh air mata. Semua orang pasti bahagia dihari pernikahan nya. Namun tidak dengan gadis yang masih menatap dirinya dicermin sambil menangis. Dia menangis tertahan dan menggeleng tak percaya jika sebentar lagi dia akan menjadi seorang istri dari pria yang sama sekali tidak dia kenal.
"Ayo cepat. Jangan macam-macam. Aku bisa menghabisi orang-orang yang kau sayangi". Bisik seorang wanita paruh baya sambil memperbaiki gaunnya yang terlihat bergeser.
"Baik". Dia menyeka air matanya dengan pelan takut jika makeupnya luntur.
Gadis itu keluar dari ruang rias. Dia berjalan dengan gontai tatapannya kosong. Kedua tangannya mengangkat ujung gaunnya yang kepanjangan.
Disana dia sudah ditunggu oleh beberapa orang terutama Ayah dan Ibu nya yang menatapnya dengan sinis. Gadis itu menghela nafas pelan, ingin rasanya dia kabur tapi dia tidak mau akan banyak yang tersakiti karena dirinya.
Dia berjalan menuju altar pernikahan. Disana seorang pria tengah duduk dikursi roda dengan tuxedo mahal yang melekat ditubuh kekarnya, memakai kacamata hitam. Wajahnya sangat tampan dan juga dingin tanpa ekspresi. Bahkan dia sama sekali tak melihat gadis yang berdiri disampingnya dan siap untuk mengucapkan janji suci.
Acara pernikahan sederhana yang hanya dihadiri oleh beberapa orang saja. Tidak ada teman atau sahabat yang mendampinginya. Dia benar-benar merasa terbuang dari keluarga jahat yang selalu menjadikan dirinya sebagai korban.
Setelah selesai mengucapkan janji suci dan pemasangan cincin. Kedua pengantin yang tidak saling kenal itu segera meninggalkan gereja yang menjadi saksi tempat mereka menyatukan kasih hingga sah menjadi sepasang suami istri.
Tidak ada acara yang meriah atau sekedar makan-makan. Setelah acara selesai semua bubar, tidak ada juga ucapan selamat dari kedua orangtuanya atau ucapan perpisahan karena setelah ini dia akan mengikuti sang suami.
Lagi-lagi gadis kecil itu merasa hidupnya tak berharga sama sekali. Namun dia berusaha menguatkan hatinya untuk menerima takdir yang sudah membawanya sejauh ini. Dia yakin jika pria itu adalah jodoh yang sudah Tuhan pilihkan untuknya. Tugasnya adalah menjadi istri dan Ibu terbaik untuk suami dan anak-anak nya kelak.
"Maaf Nona anda tidak bisa satu mobil dengan Tuan". Cegah asissten suaminya ketika dia hendak masuk kedalam mobil yang sama dengan sang suami.
"Kenapa?". Kedua alisnya saling bertaut heran.
"Karena Tuan tidak ingin satu mobil dengan anda". Gadis itu terdiam mendengar jawaban aissten suaminya. Pria lumpuh itu saja menolaknya apalagi keluarga nya.
"Lalu bagaimana denganku? Aku harus kemana?". Tanyanya bingung.
"Nanti akan ada anak buah Tuan yang menjemput anda".
"Baiklah". Dia menjauh dari mobil suaminya.
Tidak lama kemudian datang mobil berwarna hitam dengan merk Lamborghini. Beberapa pria berbaju hitam keluar dari mobil dan langsung menghampirinya.
"Silahkan masuk Nona".
"Terima kasih Paman". Dia tersenyum hangat.
Gadis itu masuk kedalam mobil mewah yang harganya milyaran rupiah itu. Dia menatap kearah jendela menikmati pemandangan malam kota itu. Dia masih merasa tak percaya jika sekarang dia adalah seorang istri dari pria yang tidak dia kenal apalagi mencintainya.
Gadis itu adalah Eidra, atau Eidra. Baru satu bulan yang lalu dia menyelesaikan strata satu nya di ilmu kedokteran penyakit tulang. Usianya 20 tahun. Dia adalah lulusan termuda. Berkat kegigihan dan otaknya yang cerdas menjadikan dia lulusan termuda dan terbaik dikampus ternama. Dia langsung ditawarkan untuk bekerja dirumah sakit Negeri yang memiliki kapasitas lengkap. Namun semua itu sirna ketika dia dipaksa menikah dengan pria lumpuh demi melunasi hutang keluarga nya. Dia di ancam jika sampai menolak maka orang-orang yang dia sayangi akan dilukai.
Eidra sempat berpikir jika dia bukan anak kandung kedua orangtuanya. Dia diperlakukan seperti anak tiri dan selalu disalahkan dan menjadi korban. Selama dua puluh tahun dia hidup, dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Bahkan untuk bisa menyelesaikan pendidikannya saja dia harus bekerja paruh waktu dan membanting tulang.
Eidra adalah gadis periang dan juga ceria. Dia sangat cantik dengan rambut poni yang membuatnya terlihat imut dan menggemaskan. Dikampus dia menjadi salah satu mahasiswi yang banyak digilai oleh kaum adam dan juga para dosen single. Namun dia tak pernah mau dekat dengan siapapun. Dia ingin fokus pada sekolahnya agar cepat mendapat pekerjaan dan bisa lolos dari siksaan keluarganya.
Namun takdir berkata lain dia yang belum pernah pacaran harus menikah di usia yang masih sangat muda yang seharusnya masih fokus mengejar cita-cita nya.
Saking lamanya melamun Eidra tidak sadar jika mobil yang membawanya berhenti didepan sebuah villa mewah yang cukup jauh dari kota. Villa itu didesain dengan dekorasi ala-ala orang barat. Suasannya dingin dan juga sejuk.
"Selamat datang Nona Muda". Sapa para pelayan menyambutnya
"Terima kasih Bi". Ucapnya memberi hormat kepada yang lebih tua dari nya.
"Mari Nona saya antar ke kamar anda. Tuan sudah menunggu disana". ajak asissten sang suami
"Baik Kak".
Eidra mengikuti langkah kaki asisten suaminya itu. Dia terkagum-kagum melihat interior mewah villa milik suaminya. Sungguh bangunan indah yang baru pertama kali dia lihat selama dia hidup. Apakah suaminya benar-benar kaya?
"Silahkan masuk Nona".
"Terima kasih Kak".
Eidra masuk kedalam kamar suaminya. Lagi-lagi dia dibuat kagum ketika masuk kedalam kamar mewah sang suami. Kamar yang memiliki interior permandangan laut itu membuatnya lupa berkedip.
"Apa kau akan terus berdiri disitu?". Sindir seorang pria yang duduk dikursi roda dia menatap Ei dengan jijik dan juga benci.
"Maaf Tuan". Ei menunduk ketika tatapan suaminya terarah padanya.
"Baca". Pria itu melemparkan map yang diyakini berisi sebuah berkas atau kertas.
Untung Eidra segera menyambar maff itu jika tidak sudah dipastikan berkas-berkas itu akan berserakkan dilantai.
Mata Eidra membulat sempurna saat membaca isi dari surat itu, didepannya tertulis surat perjanjian.
"Apa maksudnya Tuan?".
"Kalau kau bisa membaca pasti kau paham apa isinya".
Eidra menghela nafas pelan "Tapi aku istrimu aku bukan pembantu mu Tuan". Bantah Eidra tak terima.
"Aku tidak ingin mendengar ucapan mu. Kau mau atau tidak. itu bukan urusanku. Tugas mu adalah merawatku dan mengikuti semua kemauan ku". Tintahnya tanpa menatap Eidra
"Baiklah". Eidra pasrah terhadap hidupnya.
"Bagus". Pria itu tersenyum smirk. Dia akan melihat sekuat apa gadis kecil yang ada didepan ini menghadapi sifatnya. Dia akan menyiksa gadis ini, karena dia yakin gadis ini menikah dengannya karena dibeli dengan uang bukan karena cinta. Mana ada wanita mau mencintai pria lumpu seperti nya?
**Bersambung......
Hai hai guys....
Episode pertama sudah berjalan ya**.
Happy Reading 🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Eidra terbangun dari tidurnya. Dia duduk dilantai tanpa alas. Suami lumpuhnya itu menyuruh nya tidur dilantai tanpa alas. Sedangkan sang suami dengan nyaman berbaring di kasur king size ukuran mewah itu.
Eidra menatap pria yang tengah terlelap dengan damai. Pria itu tampan sekali, meski pun lumpuh dan karakternya jahat, namun tak mengurangi kadar ketampanan pria itu. Wajahnya tegas, rahangnya keras, hidung mancung, alis tebal bulu mata lentik, tubuhnya atletis dengan roti sobek dengan jumlah cukup hanya. Membuat pria itu menjadi tampan berkali-kali lipat, mungkin suaminya adalah pria tertampan yang pernah Eidra temui.
Eidra tersenyum kecut. Dia masih ingat dengan bentakan suaminya tadi malam. Malam pengantin yang seharusnya menjadi malam pertama sebagai sepasang suami istri, namun tidak untuk Eidra. Suaminya menuduhnya yang tidak-tidak. Menuduh nya menikahi sang suami hanya karena uang, itu memang benar tapi Eidra sama sekali tidak melihat dan memakan uang itu.
Eidra melipay selimut yang sempat menghangatkan tubuhnya tadi malam. Dia membereskan semua nya dengan rapih. Tak lupa dia menyiapkan baju ganti untuk sang suami, serta air panas sesuai dengan surat perjanjian yang dia tandatangani.
Lagi-lagi Eidra hanya tersenyum kecut. Pria lumpuh seperti suaminya saja tidak menerima kehadiran nya apalagi orang-orang normal seperti keluarga yang takkan pernah menerima kehadiran dirinya.
Eidra keluar dari kamar dia harus menyiapkan sarapan untuk sang suami. Meski dia tahu bahwa suami itu takkan mau memakan makanan buatannya.
"Selamat pagi Nona". Sapa asissten suaminya.
"Pagi Kak". Senyum manis Eidra
"Panggil saya Julio Nona. Saya asisten Tuan. Anda tidak perlu memanggil saya Kakak, karena anda majikkan saya. Panggil saja dengan nama". Imbuh Julio merasa tak nyaman dipanggil kakak.
Eidra tersenyum hangat "Kakak lebih tua dariku. Tidak apa-apa aku panggil Kakak saja. Itu lebih sopan". Sanggah Eidra "Ohh ya Kak, dimana dapurnya. Aku ingin memasak untuk Tuan?".
"Maaf Nona, sebaiknya anda tidak perlu menyiapkan sarapan untuk Tuan. Karena Tuan tidak akan memakannya". Cegah Julio merasa tak nyaman mengucapkan itu takut jika Nona Muda nya ini tersinggung.
Kening Eidra berkerut. Manusia macam apa yang tidak mau makan sarapan pagi yang dibuat oleh orang lain? Apa dia tidak tahu car menghargai.
"Tunjukkan saja dimana dapur nya Kak. Dia harus sarapan. Bagaimana mau sembuh, maka saja tidak mau?". Celetuk Eidra setengah kesal. Bukan apa jika suaminya tidak makan artinya dia akan sakit dan tidak sembuh. Jika suaminya mau makan setidaknya ada usaha untuk sembuh, jika suaminya sembuh kan dia bisa lari dari pernikahan gila ini.
Julio tersenyum mendengar gadis yang baru saja sah menjadi istri Tuan-nya itu
"Mari Nona, ikut saya".
Eidra mengikuti Julio. Disana para pelayan sudah melakukan tugas mereka masing-masing. Entah masak untuk siapa mereka? Padahal penghuni villa ini hanya ada suami dan assisten suaminya. Kedua orang itu pun takkan mampu menghabiskan makanan itu hingga habis.
"Pagi Nona Muda". Mereka semua menyambut kedatangan istri dari Tuan mereka.
"Pagi juga Bi, Paman". Balas Eidra tersenyum ramah. Dia memang gadis yang ramah dan juga mudah akrab dengan orang.
"Bi Kim, Nona Muda ingin memasak. Bisa bantu dia mengeluarkan bahan-bahan masakkannya?". Perintah Julio.
"Baik Tuan".
"Tidak perlu Kak. Biar aku masak sendiri saja. Biar mereka melanjutkan tugas mereka". Tolak Ei halus.
Julio dan pelayan lain mengangguk paham. Mereka membiarkan saja apa yang akan dilakukan oleh Nona Muda mereka didapur.
Didalam kamar, seorang pria mengeliat dari bawah selimut tebalnya. Segera dia duduk dan mengumpulkan nyawanya yang sempat hilang kealam mimpi.
Dia terkejut saat melihat baju gantinya sudah disiapkan "Ternyata gadis itu benar-benar melakukan tugasnya. Dasar gadis bodoh". Ledek nya menggeleng tapi tersenyum.
Dia mengambil tongkat nya agar bisa menggapai kursi roda yang jaraknya tidak jauh dari ranjang tidur miliknya.
"Arghhh, kenapa susah sekali". Pekiknya kesakitan saat kakinya digerakkan sementara tangannya ingin meraih kursi roda itu.
Brakkkkkkkkkkk
"Tuan".
Eidra meletakkan nampannya dan menghampiri sang suami.
"Apa kau baik-baik saja?". Cecar Eidra terlihat khawatir
"Jangan sentuh aku". Pria itu menghempaskan tangan Eidra secara kasar, dia menatap benci gadis itu.
Bukannya sedih, Eidra malah menggeleng melihat tingkah sombong pria ini. Sudah lumpuh masih saja syok merasa kuat.
"Pejamkan saja matamu Tuan. Jika tak ingin menatapku. Bukankah katamu aku ini pelayanmu? Jadi tolong izinkan aku merawatmu. Jangan keras kepala". Sergah Eidra membantu pria itu duduk dikursi rodanya tanpa memperdulikan tatapan tajam dari pria yang berstatus suaminya.
Pria itu menatap Eidrabdengan tajam. Dia heran kenapa gadis ini tidak takut padanya? Malah gadis ini santai saja saat menghadapi sifatnya yang keras.
"Ayo". Eidra mendorong kursi roda pria itu menuju kamar mandi.
"Apa yang kau lakukan ke kamar mandi bersamaku?". Pria itu menatap tajam kearah Eidra yang membawanya masuk kedalam kamar mandi berdua.
"Aku akan memandikanmu Tuan". Ucap Eidra santai sambil memasang stek kursi roda supaya tidak bergerak. Dia mengambil handuk dan mengisi bathup dengan air panas.
"Tidak perlu aku bisa mandi sendiri. Aku bukan pria lemah yang harus kau urus". Tolak pria keras kepala itu.
"Jangan keras kepala Tuan. Aku tidak suka mendengar ocehan mu terus. Jika tidak ingin menganggapku sebagai istri, setidaknya anggaplah aku sebagai pengasuh yang merawatmu". Eidra membantu pria itu masuk kedalam buthup yang sudah dia isi dengan air.
"Kau.......".
Pria itu terdiam saat Eidra membuka bajunya tanpa izin. Sungguh gadis yang ada didepannya ini sangat berani. Apa gadis ini tidak takut jika dia mengapa-apakan dirinya?
Eidra mengosok punggung suaminya dengan telaten membersihkan seluruh tubuh suaminya. Dia tidak peduli jika suaminya itu jijik padanya. Eidra ingin membuktikan bahwa dia menikahi pria itu bukan karena uang tapi takdir. Dia juga sudah menerima kenyataan dan keadaan tentang hidupnya.
Eidra juga menggosok rambut suaminya dengan lembut dengan telaten. Menaburkan shampoo yang tersedia dan sabun-sabun mahal milik suaminya.
Pria itu menatap istrinya dengan intens. Betapa seriusnya istrinya membersihkan tubuhnya. Selama ini tidak ada yang memperlakukan nya lembut, setelah dia dinyatakan lumpuh total sepuluh tahun silam semua hal dalam hidupnya ikutan melumpuh.
"Ayo Tuan". Eidra membantu pria itu untuk kembali duduk dikursi rodanya.
Eidra membawa suaminya keluar. Lalu dia mengeringkan rambut suaminya dengan hairdryer agar cepat mengering.
"Pakailah bajumu Tuan". Suruh Eidra memberikan baju lengkap pada suaminya.
Pria itu mengambilnya lalu memakainya dengan susah payah. Melihat hal itu Eidra kembali membantu, tanpa ada rasa malu atau jijik mengurus pria lumpuh.
"Ini sarapanmu Tuan". Eidra membawa nampan yang dia letakkan tadi kepada suaminya.
"Aku tidak mau". Tolaknya tegas.
"Ayolah". Paksa Eidra
"Aku tidak mau". Tolaknya lagi..
"Ayolah". Eidra masih memaksa
Pranggggggggggggg
Pria itu melempar nampan yang berisi masakkan itu kelantai. Dia tidak suka dipaksa.
"Aku bilang tidak mau ya tidak mau". Bentaknya kasar menatap Eidra dengan benci "Keluar". Usirnyaa menunjuk pintu kamarnya
Eidra menghela nafas berat. Tak ada raut kesedihan diwajah gadis berusia dua puluh tahun itu. Seperti katanya dia sudah menerima kenyataan hidupnya.
"Jika ingin sembuh makanlah setidaknya sedikit. Tapi jika tak ingin sembuh. Jangan makan sekalian". Celetuk Eidra bergegas pergi dari sana.
Pria itu menatap punggung Eidrayang menghilang dibalik pintu. Baru satu hari gadis itu bersama nya sudah membuatnya kacau. Dia tidak suka gadis itu yang suka membantah nya dan berani pada dirinya.
Pria itu adalah Edgar Keizo Bagara 35 tahun. Kecelakaan yang dia alami sepuluh tahun silam membuatnya lumpuh permanen. Dia sudah menjalani berbagai macam terapi dan pengobatan namun tetap kakinya takkan bisa berjalan kembali. Kelurganya membuangnya ke tempat terpencil, karena malu memiliki putra yang lumpuh dan tidak bisa apa-apa. Tunangannya menikah dengan sahabatnya sendiri meninggalkannya dan bahkan menghina nya sebagai pria yang tak berguna.
Bersambung.....
Happy Reading 💗💗💗💗💗💗💗💗
Eidra keluar dari kamar suaminya dengan mulut komat Kamit seperti dukun baca mantra. Ditangannya membawa nampan kosong yang dia bawa masuk tadi.
"Kenapa Nona?". Julio yang melihat istri Tuan-nya itu terheran-heran melihat Eidra seperti sedang kesal keluar dari kamar suaminya
"Tuan menyebalkan mu itu, menolak ku beri makan". Celetuk Eidra kesal. Tangannya kembali mengambil piring dan mengisinya dengan makanan.
"Saya sudah mengatakan pada Nona, bahwa Tuan tidak akan mau makan". Seru Julio sedikit menunduk memberi hormat.
Eidra memincingkan mata kesal "Ck, Tuan-mu itu sangat payah sekali. Bagaimana mau sembuh makan saja tidak mau. Dia pikir tubuhnya robot apa? Yang bisa tahan tanpa dikasih makan. Robot saja dikasih baterai biar bisa berfungsi". Omel Eidra tangan nya masih mengambil makanan dalam piringnya.
"Nona mau kemana?". Tanya Julio melihat Eidra kembali membawa nampan berisi makanan.
"Memberi Tuan-mu itu makan. Aku tidak mau dia sakit. Nanti aku yang repot. Aku ini dokter tulang bukan penyakit dalam". Tungkas Eidra meninggalkan Julio.
"Nona.....".
Julio menghela nafas berat. Baru kali ini ada orang yang berani mengomeli Tuan-nya. Semua pelayan tunduk dan takut kepada Tuan lumpuh itu. Siapa saja yang berani memaksanya maka akan menjadi amukkan dari pria yang duduk dikursi roda itu.
Eidra masuk kembali kedalam kamar Edgar. Edgar yang tengah memainkan ponselnya terkejut melihat istrinya masuk dengan kembali membawa nampan. Sementara dilantai makanan dan bekas piring pecah masih berserakkan
"Apa yang kau lakukan?". Tanya Edgar menatap istrinya. Dia tidak suka pada orang yang masuk kamarnya sembarangan "Kau tahu kan dikamar ini ada peraturan? Tidak boleh masuk tanpa mengetuk?". Edgar mengintrogasi istrinya.
"Sudahlah Tuan, jangan marah terus. Sebaiknya kau makan saja, jangan banyak protes. Aku tidak mau tahu kau harus habiskan makanan ini". Tegas Eidra meletakkan nampan itu diatas nakas. Dia mengambil ponsel suaminya secara paksa.
"Kau..........". Baru saja ingin protes Eidra sudah memasukkan nasi itu kedalam mulut Edgar hingga membuat pria itu terdiam.
"Makan yang banyak Tuan. Kau tahu, tubuhmu butuh energi. Kau tahu juga kan makanan adalah bagian terpenting dari hidup kita. Jadi makanlah sebanyak mungkin supaya tubuhmu sehat dan tidak sakit". Celetuk Eidra sambil menaik turunkan alis nya menggoda sang suami.
"Kau.........". Kembali Eidra menyuapi suaminya tanpa memberi kesempatan untuk pria itu protes.
"Jangan bicara sambil makan Tuan, nanti kau terselek". Sindir Eidra
Uhuk Uhuk Uhuk Uhuk
"Minum". Eidra membantu suaminya minum. Dia tersenyum kemenangan saat suaminya tak berkutip.
"Buka mulutmu Tuan". Eidra menyuapi lagi suaminya. Edgar tak bisa membantah dia membuka mulutnya agar makanan itu bisa masuk kedalam perutnya. Makanan enak yang baru pertama kali Edgar rasakan. Bahkan makanan ini lebih lezat dari masakkan koki andalannya.
"Hebat Tuan, kau mampu menghabiskan makanan ini". Eidra bertepuk tangan senang.
"Minum dulu". Dia kembali membantu Edgar minum.
"Sekarang minum obatmu". Senyum Eidra. Dia tahu pria didepannya ini marah dan emosi tapi dia tidak mau tahu.
"Tunggu dulu Tuan". Cegah Eidra
"Kenapa?". Edgar mengerjitkan dahi nya heran.
Eidra melihat obat yang biasa dikonsumsi suaminya itu. Keningnya berkerut ketika melihat obat yang diminum suaminya.
"Tuan, dari mana kau dapat obat ini?". Tanya Eidra, tangannya masih memegang butir obat itu.
"Dokter".
"Ckk, dasar dokter gadungan". Cibir Eidra Membuat Edgar bingung "Tuan, kau tahu? Obat ini bukan untuk menyembuhkan lumpuhmu. Tapi ini malah membuat syaraf tulangmu mati". Jelas Eidra membuang obat itu ke tong sampah "Aku akan meracikkan obat untukmu. Sebaik kau istirahat saja Tuan". Seru Eidra berdiri dan membereskan piring bekas suaminya.
Edgar terdiam. Pantas saja sudah lebih dari sepuluh tahun dia mengkonsumsi obat itu tidak ada perubahan sama sekali di kakinya. Ketika dia terapi, dokter mengatakan ada racun yang bersarang ditulangnya. Apa obat itu?
Edgar menatap sang istri yang tengah membersihkan pecahan gelas dan juga piring dilantai. Entah kenapa hatinya merasa bersalah saat melihat wajah polos itu?
"Suruh pelayan saja yang bersihkan". Ucap Edgar tak tega melihat istrinya seperti pembantu. Padahal dia juga yang menginginkan istrinya jadi pembantu.
Eidra malah tersenyum "Tidak Tuan. Tidak sembarangan orang bisa masuk kedalam kamar kita. Itu privasi".
Edgar terdiam ketika Ei mengatakan kamar kita. Entah kenapa hatinya tiba-tiba menghangat. Sesuatu yang tidak pernah Edgar rasakan.
"Istirahat lah Tuan. Aku akan membersihkan semuanya. Jika kau butuh apa-apa, panggil saja aku". Eidra berlalu meninggalkan Edgar yang tak ada niat merespon ucapannya.
Edgar masih terdiam, dia mencerna ucapan istrinya. Obat yang dia konsumsi menyebabkan lumpuhnya permanen.
"Julio, ke kamarku". Perintahnya melalui intercom.
Tidak lama kemudian Julio masuk dengan sedikit tergesa-gesa.
"Ada yang bisa saya bantu Tuan?". Tanya Julio
"Siapa yang meresepkan obat untukku?".
Julio menautkan kedua alisnya "Dokter Susi Tuan". Sahut Julio
"Siapa yang menyuruhnya?".
"Tuan Besar dan Nyonya Besar Tuan".
Edgar tersenyum sinis. Dia yakin jika kedua orangtuanya lah yang merencanakan ini. Edgar tahu jika orangtuanya tak ingin dia sembuh dan menjadi penerus bisnis EKB Corp. Padahal perusahaan itu miliknya.
"Baik kau boleh keluar".
"Saya permisi Tuan". Julio berlalu.
"Julio?". Langkah Julio terhenti
"Iya Tuan. Ada yang bisa saya bantu?". Tanya Julio.
"Siapkan pakaian terbaik dan terbagus untuk istriku. Pastikan tidak ada yang terbuka, karena aku tidak suka melihatnya". Tintah Edgar
Julio terkesiap, dia menatap bingung kearah Tuan-nya "Baik Tuan". Meski bingung dan dipenuhi dengan tanda tanya namun Julio tetap mengikuti perintah sang Tuan.
Edgar menarik nafas. Dia menyenderkan punggungnya dikursi roda. Sepuluh tahun lamanya dia duduk dikursi roda dan hidup terasingkan. Semua orang menghina dan mencacinya, dia bahkan dibuang ke villa yang jauh dari perkotaan.
Sejak kecelakaan itu. Hidup Edgar tak lagi seperti dulu. Kaki nya yang lumpuh permanen dan tidak ada harapan untuk sembuh. Uang berlimpah dan harta yang tak bisa dihitung dengan jari tetap tak bisa membuatnya berjalan kembali.
Edgar membenci kedua orangtuanya. Setelah kecelakaan itu, kedua orangtuanya tak pernah menjengguk atau sekedar menanyakan kabar dirinya. Hidupnya sungguh miris. Hanya Julio dan beberapa pelayan lainnya yang setia menemani pria tampan berusia 35 tahun itu. Meski usianya sudah matang, namun Edgar tetap lah pria tampan dengan sejuta pesona.
Bersambung.....
Ed & Ei
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!