"Mba Dewi di sini, diantar siapa mba?" tanya Marwa pada Dewi kakak sepupunya. Dewi tersenyum lega mendapati Marwa yang baru datang dari ujung jalan menuju rumahnya.
"Ini, Mba tadi habis dari acara nikahan teman mba. Kamu bisa nggak anter mba kesana?" tadi mba diantar Rani mba panggil-panggil lagi Rani udah keburu jauh." terang Dewi panjang lebar berharap Marwa adik sepupunya bisa mengantarnya.
Marwa nampak celingak-celinguk melihat teras dan pintu belakang. Seperti mencari sesuatu.
"Mba, kayaknya nggak bisa deh! Motornya di pakai bang Tama" sambung Marwa lagi yang menyesalkan keadaan yang tak berpihak pada kakak sepupunya.
"Gawat..!! Kalo hapeku hilang semua data pentingku juga ikut hilang!" ujar Dewi merutuki kecerobohan dirinya. Ia nampak bingung menggigit bibir bawahnya kesal. Nampak senyum mengulas di bibir Marwa seperti mendapat wangsit. Dengan sigap Marwa meraih ponselnya menekan ikon hijau dengan kontak nama Candra Permana my love.
Terdengar dari seberang telfon Marwa meminta seseorang untuk datang ke rumahnya.
"Mas, tolong ke rumah sebentar aku tunggu!" ucap Marwa mengakhiri sambungan telfonnya. Tak lama terdengar suara motor dari ujung jalan gang menuju rumah Marwa. Nampak pria tampan kira-kira 21 tahun menurut prediksi Dewi, jika dilihat dari posture tubuh serta wajahnya.
Marwa yang mendengar suara mesin motor yang sudah sangat ia hafal di luar kepala, berhenti tepat di depan rumahnya. Marwa secepatnya keluar meletakkan ponselnya di atas lemari es setelah membasahi tenggorokan nya dengan segelas air.
"Sayang, baru tadi ketemu udah kangen lagi aja!" goda Permana dengan senyum mautnya. Yang tak menyadari ada orang lain selain Marwa dan dirinya. Membuat Dewi terkekeh geli pada sepasang sejoli yang sedang kasmaran.
Mas, aku mau minta tolong! Ini ada kakak sepupuku hapenya ketinggalan bisa minta tolong anterin nggak?" menatap Dewi dan Permana dengan nada manjanya. Sekilas Permana melirik wanita yang duduk di pojok ruang tamu menyapa Dewi dengan menganggukan kepalanya sopan.
"Maaf, dek, Mba jadi ngerepotin kamu dan Marwa" ucap Dewi malu dan tak enak hati.
"Bisa...ko'...bisa! Santai aja mba!" ujar Permana dengan kedipan mata genitnya pada Marwa. Permana yang telah siap bertengger di atas motor machonya nampak gagah dengan kaca mata hitamnya.
"Iiisstt....Gak usah tengil deh gayanya!" ucap Marwa mencubit pinggang pria yang telah satu tahun ini dipacarinya.
"Ya udah, mba pamit. Sekalian pulang salam buat bibi terima kasih Marwa sebelumnya. Pamit Dewi yang di balas dengan ancungan jempol dari adik sepupunya, Dewi sedikit kesulitan naik ke atas motor Permana yang sedikit tinggi. Marwa melambaikan tangan pada keduanya dan masuk kedalam setelah motor yang di kendarai kekasihnya menghilang dari pandangannya.
*
*
*
Di perjalanan Dewi memberi komando pada Permana mengintruksi jalan menuju rumah temannya yang telah melangsungkan acara pernikahan.
"Habis ini belok mana mba?" tanya Permana pada kakak sepupu kekasihnya.
" Belok kiri lurus terus sampai ada janur kuning di pertigaan jalan." jawab Dewi mengarahkan. Akan tetapi cuaca nampak tak mendukung, angin berhembus agak kencang diikuti langit mendung yang menandakan hujan akan segera turun. Angin berhembus kencang hingga membuat rambut Dewi berantakan, daun-daun yang gugur sedikit mengacaukan pandangan Permana yang fokus pada jalanan di depannya.
Rintik-rintik gerimis mulai turun tak beraturan titik-titik air mulai membasahi jalanan beraspal semakin lama air turun semakin intens dan mulai deras. "Sebaiknya kita berteduh dulu dek, hujan makin deras dan gelap" tawar Dewi pada Permana yang kemejanya mulai basah.
Permana mulai menepikan motornya di bengkel pinggir jalan yang sudah tutup karena hari sudah sore di tambah cuaca mendung di jam empat sore terlihat lebih gelap. Dewi dengan pakaian yang telah basah membuat tubuhnya sedikit menggigil efek dingin karena hujan semakin deras dan angin berhembus kencang. Melihat Dewi yang nampak kedinginan serta tubuhnya yang gemetar dan menggigil, Permana melepas jaket kulitnya dan memberikannya pada Dewi.
Awalnya Dewi menolak tawaran Permana, karena dingin semakin menyerang hingga ke tulang akhirnya Dewi menerima dan memakai jaket pemberian kekasih Marwa.
"Sekali lagi mba minta maaf dek, gak seharusnya mba menyusahkan mu." ucap Dewi menyesalkan.
"Gak papa mb, namanya juga alam. Gak bisa di prediksi kapan datangnya." ujar Permana bijak. Dengan bibir gemetarnya menahan rasa dingin yang semakin menusuk hingga ke tulang.
Hampir satu jam mereka bediri saling menyilangkan tangan ke dada untuk menghalau rasa dingin pada diri mereka masing-masing. Dewi menerawang ke atas memastikan hujan sedikit reda meski masih menitikkan rintikan gerimis yang tidak begitu intens.
"kayanya lumayah reda, Kita lanjutin sekarang?" ucap Permana mengintrupsi. Mereka segera bersiap melanjutkan perjalanan menuju rumah Aqila.
*
*
Sedangkan di seberang sana Marwa nampak gelisah menatap jalanan luar dari balik jendela kamarnya. Ia berharap tidak terjadi sesuatu pada Dewi serta Permana di jalan mengingat cuaca sangat tak bersahabat, hujan begitu lebat, angin kencang, serta mendung yang membuat langit menjadi gelap meski jam masih menunjukkan pukul lima sore. Hatinya terus saja ber'doa berharap keduanya selamat sampai tujuan, dan kekasihnya Permadi pulang dalam keadaan baik-baik saja. Untuk menghalau rasa cemasnya Marwa mensecroll ponselnya kembali.
Setibanya di tempat pesta yang nampak lenggang karena hujan cukup membuat acara pesta sedikit kacau. para tamu undangan yang terjebak hujan terpaksa ikut berjubel di panggung dan sebagian di dalam rumah. Dewi terkejut saat mengibas-ngibaskan tangannya mengusap rambut juga bajunya yang basah kuyup di kejutkan oleh sapaan pria yang menyentuh pundaknya. " Dewi, kau ke sini lagi bersama pacarmu?" tanya Akbar asal, dengan sorot mata menatap Permana penuh selidik
Ternyata selera Dewi pria muda? mana mungkin dia akan menyukaiku sedang usiaku sangat matang di usiaku yang hampir mendekati 40 tahun.
"Hay....Mas Radit Aqila masih dirumah kan?" Gantian Dewi yang mengejutkan Radit dalam lamunannya. Radit sedikit gugup menjawab pertanyaan Dewi gadis yang ia suka sejak awal Aqila mengenalkannya saat mereka masih sama-sama sekolah di bangku SMA.
"Eh....Ehh... Iya Masih ada di kamarnya mungkin sama suaminya juga. Harusnya mereka tadi berangkat ke rumah mempelai pria karena hujan jadi di tunda." ujarnya sedikit terbata. Akbar meminta Bi, isah memanggilkan adiknya Aqila. Aqila pun turun menemui sahabatnya Dewi, heran pasalnya siang tadi ia sudah bertemu dengannya ada apa? pikirnya bingung. Mereka saling bertemu pandang menatap ke arah Dewi dan pria yang sama-sama basah kuyup sama sepeti sahabatnya.
" Dewi?" sapa Aqila heran yang Masih mengenakan gaun pengantin lengkap. " Bukannya tadi kau sudah menemuiku? Ohh, aku tau kau sengaja datang lagi mau mengenalkanku pada pacarmu kan?" goda Aqila pada mereka berdua yang saling berpandangan satu sama lain.
"Ngaco! dia itu kekasih adik sepupuku. Aku ke sini mau ambil handphoneku ketinggalan di kamarmu, sebelum kamu turun acara ijab qabul tadi siang." ujar Dewi tak enak hati pada Permana yang di sangka pasangan kekasih. Aqila tersenyum lucu pada mimik wajah Dewi yang segera berjalan menuju kamar atas di mana tadi Aqila di rias untuk mengambil ponselnya yang tertinggal.
Setelah mendapatkan benda pipihnya Dewi segera pamit pada Aqila dan orang sekitar yang mengenalnya.
"Romantis banget ya bang, mereka sampe ujan-ujanan?" ucap Aqila dengan gelak tawanya. yang di balas kesal oleh Akbar dengan tatapan sinisnya.
"Gak tau ahh, bodo amat!" Aqila mengernyitkan dahinya bingung. Kenapa dengan sikap aneh abangnya? mungkin efek jonesnya yang bikin moodnya tiba-tiba buruk. Mereka berlalu pada tujuan mereka masing-masing.
Dalam perjalanan pulang Permana mengantarkan Dewi ke rumahnya tentunya yang diberi arahan oleh Dewi dimana arah jalan rumahnya. Tidak ada rasa canggung yang mereka rasakan satu sama lain. Dewi melihat Permana sama seperti adiknya begitu juga Permana melihat dari segi usia jika Dewi sama seperti kakaknya. Dewi mengajak Permana mampir untuk memberikan baju ganti Permana yang telah basah dan membuatkan minuman hangat untuk Permana sebelum ia pulang.
"Dek, mampir dulu itu baju kamu basah!" Takut nanti masuk angin." ucap Dewi menawarkan. Beberapa detik berpikir Permana turun dari motornya duduk di kursi teras, Dewi segera masuk ke dapur selang lima menit. Dewi membawa nampan berisi dua mangkuk mie instan, satu gelas capucino hangat, satu lagi satu gelas teh untuknya sendiri. Dewi juga memberikan baju ganti pada Permana, baju kerah milik kakaknya yang masih tersisa di lemari.
Hardian kakak pertama Dewi merantau di Palembang menikah dan mentap di sana. Dewi tinggal bersama adik laki-lakinya Widyanto yang masih duduk di bangku 3 SMP. Ibunya meninggal saat kecelakaan di tempat kerja ayahnya. Setelah ibunya meninggal ayah Dewi menikah dengan seorang janda kaya dan entah tinggal dimana, karena istri barunya tidak mengizinkan Dewi juga adiknya tinggal bersama ayahnya.
Mereka pun makan dalam hening tak ada obrolan hanya dentingan sendok yang saling berbenturan dengan mangkok. Diam-diam Permana mencuri pandang sesekali menyuap mie kedalam mulutnya dengan mata melirik Dewi. Permana menjadi salting kedapatan dirinya diam-diam melirik Dewi dengan tatapan penuh arti.
Anak ini kenapa lagi? Liatin aku terus, bikin gerogi aja!!
Gumam Dewi dalam hatinya. Yang tidak ingin berlama-lama duduk bersama pacar adik sepupunya, kalau bukan karena dia telah menolongnya. Mengantar mengambilkan handphonenya yang tertinggal mana mungkin Dewi mau ujan-ujanan bareng, disangka pacaran lagi, sama dia yang notabennya adalah kekasih Marwa. Putri dari adik almarhum ibunya Tante Safana. ,
Ternyata, kakak sepupu Marwa cantik juga. Bahkan lebih cantik dari Marwa meski usinya lebih dewasa.
Gumam Permana dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Permana berpikir bagaimana jadinya jika dirinya menikahi wanita yang lebih dewasa? dalam benaknya ia berpikir hidupnya akan bahagia, merasa di sayangi diperhatikan, bahkan bisa melayani kebutuhannya tanpa diminta atau diperintah.
Itulah yang Permana pikirkan saat ini dalam khayalannya. Tidak terpikirkan ke depannya seperti apa, apa resikonya menikah dengan Wanita yang lebih dewasa atau sebaliknya.
"Kamu kenapa dek,? tanya Dewi membuyarkan Permana yang sedang halu tentang dirinya.
"Eh....Anu..Itu mba, Saya mau ganti baju dimana ya, toiletnya?! ucap Permana gugup dengan sikap salah tingkahnya.
"Kamu lurus aja dari sini belok kiri ada dapur nah di situ toiletnya," jelas Dewi menunjukkan letak kamar mandi.
Setelah Permadi mengganti bajunya yang basah, ia keluar dan melipat baju basahnya menyelipkan di depan diantara kaca spedometer motor mogenya.
"Terima kasih banyak mba udah bikin perut saya kenyang plus kopinya. Dapet baju juga," Melirik baju yang telah di pakainya. Permadi pun terkekeh dengan ucapannya sendiri dengan senyum jenakanya.
"Kamu tu, nyindir atau gimana? Harusnya saya yang berterima kasih," ucap Dewi tersenyum.
"Kamu humoris juga! Marwa pasti betah pacaran sama kamu." ujar Dewi lagi mengeluarkan isi pikirannya. Permana kembali terkekeh, belum ada sehari Permana dan Dewi sudah saling akrab seperti sudah mengenalnya lama.
Permadi pun segera pamit pada tuan rumah, mengenakan jaket kulitnya yang sore tadi Dewi pakai. "Saya pamit mba," ucap Permana mengangguk sopan. Memundurkan motornya menjauh dari pekarangan rumah Dewi. Ia pun masuk ke dalam setelah suara motor itu terdengar samar-samar dari kejauhan.
"Tadi siapa mba? Pacar mba Dewi?" tanya yanto polos. Yang baru saja pulang dari rumah temannya, numpang neduh setelah main bola dan terjebak hujan.
"Bikin mba kaget aja!, kemana aja jam segini baru pulang? cepetan ambil wudhu kita berjama'ah!"
perintah Dewi mengalihkan pertanyaan adiknya, takut merembet kemana-mana jika sudah bertanya.
*
*
*
"Mba, tadi siapa, pacar?" tanya yanto lagi yang masih penasaran. Yang Yanto tahu kakanya tidak punya pacar tidak pernah melihat kakaknya jalan berdua dengan laki-laki.
"Sembarangan aja kalo ngomong. Tadi itu pacarnya Marwa bukan pacar mba." ucap Dewi jujur. Seraya melipat sajadah dan menaruhnya ke tempat semula.
"Ganteng mba, motornya juga keren. Yanto juga mau kalo di ajak naik motornya," selorohnya dengan asal mengekori Dewi menuju dapur. Menyiapkan makan malam untuk Yanto adik bungsunya. Membuatkan nasi goreng dan telur dadar kesukaan Yanto. Tiba-tiba saja ponsel Dewi begetar dengan nama Marwa tertera pada layar ponselnya. Dewi segera menggeser layar hapenya menerima panggilan telpon dari Marwa.
~ Hallo, Marwa
~ Mba, udah sampe rumah?
~ Iya, Mba udah di rumah, ini mb lagi masakin Yanto nasi goreng. Ada apa Marwa?
~Ya udah, Mba lanjutin lagi aja. Aku mau telpon mas Permana mba.
~ Oke, makasih Marwa buat bantuannya tadi sore.
~ Ok, Mba
Marwa mengakhiri panggilan telponnya, dan beralih melakukan panggilan telpon pada Permana. Sudah tiga kali Marwa menghubungi kekasihnya tapi tidak juga mendapat jawaban Marwa mulai kesal. Sekali lagi ia tekan kontak nama Permana namun kini panggilannya berubah menjadi calling yang menandakan Whatsappnya tidak aktif.
"Ihh.... Pasti sengaja kan, kamu matiin hapenya? Sengaja bikin aku khawatir. Awas aja kamu mas!!" Marwa melempar ponselnya kesal ngedumel nggak jelas, rasa marah masih saja menyelimuti hatinya.
Jangan-jangan mas Permana berubah haluan lagi, habis nganterin mba Dewi!
"Ah...hh... nggak mungkin, nggak mungkin." Marwa menggelengkan kepalanya cepat. "Lagian mba Dewi lebih pantes jadi kakanya secara umurnya lebih dewasa." ucap Dewi lirih dengan rasa cemasnya. Hawa dingin setelah hujan membuat para penghuni bumi malas melakukan aktifitas apapun, terlebih di malam hari. Dengan segala rasa jengkel serta dongkolnya perlahan Marwa di serang rasa kantuk dan akhirnya ia pun tertidur.
*
*
Lain halnya dengan Permana yang masih mengingat moment sore tadi, setelah mengantar saudara sepupu pacarnya. Hujan-hujanan bareng ke tempat pesta pernikahan yang dia sendiri tidak tahu. Yang jelas kejadian tadi membuat hatinya bergetar, menatap wajah Dewi sekali biasa saja, kedua kali malu, ketiga kalinya ada rasa ingin kembali melihatnya lagi dan lagi.
Aneh hampir satu tahun pacaran sama Marwa rasanya biasa saja seperti teman. Jalan bareng pun Tuhan belum pernah kasih moment romantis. Kaya tadi kehujanan bareng bikin dag, dig, dug aja!.
Hati dan pikirannya bermonolog memikirkan wanita yang baru saja dikenalnya beberapa jam yang lalu.
"Permana, kamu tidak makan, nak?" tanya Mama Yuli pada putra keduanya. Sejak kepulangnnya tadi Permana belum juga turun untuk bergabung makan malam bersama, akhirnya mama Yuli naik ke lantai atas memanggilnya.
"Eh, Mama, Permana tadi sudah makan ma, di rumah teman. Permana mau langsung tidur aja!" ucap Permana jujur dengan senyum tersungging.
"Ya sudah, mama turun! Selamat malam Sayang!"
"Malam, ma" ucap Permana sopan. Sebelum tidur Permana meraih ponselnya yang ternyata mati, ia pun menghubungkan ponselnya dengan kabel charge dan meletakkannya di atas nakas. Menarik selimut mencari kehangatan di dalamnya dan segera tidur.
Pagi hari Permana bangun dengan tubuh sedikit gemetar, dan lunglai ia merasakan ada hawa panas yang menjalar di tubuhnya. Ia mencoba untuk bangkit dari ranjang tapi kepalanya terasa berputar-putar. Dan ia memutuskan untuk kembali tidur merebahkan tubuhnya kembali di kasur.
Tok...Tokkk....
"Permadi dari semalam kamu tidak turun nak,? Ayo turun kita sarapan bareng!!" karena tidak mendapat jawaban dari dalam. Mama Yuli membuka pintu kamar Permadi, yang mendapati putranya masih dalam gelungan selimut.
Mama Yuli duduk di tepi ranjang menepuk pelan pipi kanan putranya, sontak mama Yuli kaget merasakan panas saat kulitnya bersentuhan. Mama Yuli membuka selimut yang menutup tubuh Permana.
"Sayang, kamu demam,nak?" Mama Yuli bergegas memberi tahu suaminya jika putranya demam.
"Pah, cepat hubungi Dokter Seno! Permana demam. Badannya panas, Pah!. ucap mama Yuli panik setengah berlari menuruni anak tangga.
"Mama, hati-hati!, nanti jatuh ingat umur, ma!" ucap Baskoro memperingatkan pada istrinya yang panik. Seraya meraih handphone di meja secepatnya Baskoro menelpon dokter Seno untuk datang memeriksa Permana. Dan kembali melanjutkan sarapan paginya sambil menunggu dokter keluarga yang biasa menangani keluarganya
"Papa ko, nggak khawatir? Permana sakit pah!" ujar mama Yuli pada sikap suaminya yang teramat santai.
"Terus papa harus gimana ma,? ke atas, terus papa harus gendong Permana?" ucapan Baskoro hanya membuat istrinya menjadi keki.
"Sarapan dulu ma, nanti mama Ikut sakit lagi! terus siapa nanti yang manjain papa?!" sambungnya lagi membuat mama Yuli semakin kesal, Baskoro menatap mama Yuli gemas.
Bagas yang baru saja keluar dari kamarnya menatap heran pada dua orang tua yang begitu ia hormati. "Mama, sama Papa kenapa? Heboh banget kayanya," tanya Bagas bingung melihat mamanya cemberut. Mama Yuli melirik sekilas pada langkah Bi Isah yang mendekati meja makan, seperti ingin memberi tahu sesuatu.
"Dokter Seno sudah datang, Bu," ucap Bi Isah memberitahu. Mama Yuli meminta dokter Seno langsung ke atas menuju kamar Permana.
"Bi, Isah tolong buatkan minum untuk dokter Seno!" Pinta mama Yuli sebelum menyusul langkah dokter Seno.
" Baik, Bu," ucap bi Isah pada mama Yuli.
pandangan Bagas mengekor pada langkah mereka yang menuju lantai atas, Bagas menggeleng ringan mengerti akan sesuatu. "Dari dulu mama kalo udah berhubungan sama Permana, lebay deh pah," kata Bagas pada papanya. Yang mendapat kekehan dari papanya.
*
*
*
"Mba,Yanto berangkat sekolah!" seru Yanto di meja makan. Setelah menghabiskan sarapannya, sambil menggendong tasnya ke punggung.
"Iya, sebentar, Yanto kamu nggak salim dulu sama mba? jawab Dewi yang tak kalah kecang dengan suara adiknya. Dewi pun keluar dari kamar setelah siap dengan setelan baju kerjanya.
Yanto meraih tangan Dewi dan mencium punggung tangannya sopan, seraya meraih uang saku dari tangan Dewi.
"Assalamu'alaikum," ucap Yanto
"Wa'alaikumsalam, hati-hati bawa sepedanya!!" ujarnya mengingatkan. Yang mendapat ancungan jempol dari adiknya tanpa lagi menoleh
Dewi berjalan kaki menuju halte kurang lebih satu kilometer Dewi berjalan kaki setiap harinya menunggu angkot. Sementara Bagas melihat sosok wanita yang mengenakan seragam biru laut dan celana bahan dengan warna yang sama di pinggir halte. Bagas ingin memastikan apakah wanita berseragam itu benar -benar karyawannya. Bagas mengemudikan mobilnya mendekat ke arah Dewi berdiri ternyata benar dari logo seragam yang Bagas lihat itu seragam CS (cleaning service) dari perusahaannya.
BBG logo yang tertulis di setiap seragam karyawan outsourcing, Baskoro group perusahaan yang bergerak di bidang industri pangan dan minuman kemasan. Bagas membuka kaca jendela mobilnya menatap Dewi dan bertanya padanya apakah benar dia salah satu karyawannya.
"Hai, Nona, apa kau karyawan Baskoro group? tanya Bagas sedikit menunduk melihat ke arah dewi berdiri.
"Ya, benar saya karyawan Baskoro group. Ada yang bisa saya bantu?" Dewi justru bertanya balik pada Bagas, yang jelas-jelas putra dari pemilik perusahaan tempat dia bekerja.
Justru aku yang akan membantumu, dasar Bodo*!
gumam Bagas mengumpat pada wanita di depannya. Dan memintanya masuk ke dalam mobilnya berpura-pura tidak tahu di mana alamat perusahaan Baskoro group berada.
"Masuklah, mungkin kau bisa tunjukkan di mana arah perusahaan itu?" ucap Bagas berpura-pura.
"Perusahaan itu cukup di kenal dan itu perusahaan besar, Anda bisa jalan terus dari sini...!" belum tuntas Dewi menjelaskan Bagas telah memotong ucapannya.
"Masuklah Nona, tunjukkan yang benar! Jangan membuatku bingung!" ujar Bagas yang diiringi senyum liciknya.
Bahkan ini sudah hampir pukul tujuh tapi kenapa dia masih berdiri di halte? Menunggu angkot yang sejak tadi tidak terlihat sama sekali melintasi jalan ini. Apa dia setiap hari seperti ini, datang terlambat ke tempat kerja?
Bagas melirik wanita di sampingnya dengan sorot mata tajamnya.
"Anda tidak seperti orang yang tersesat, ini sudah benar tinggal sedikit lagi masih lurus. Nanti ada perempatan jalan belok kanan ada gedung yang paling besar, dan gudang besar nah, itu perusahaan BBG group." panjang lebar Dewi menjelaskan pada pria di sampingnya. Tanpa Dewi tahu jika Bagas sedang menatapnya penuh selidik.
"Iya, terima kasih. Saya sudah tahu sekarang," ucap Bagas datar, yang fokus pada jalanan di depannya. Mereka pun sampai tepat di depan gedung, Dewi meminta pada Bagas untuk menurunkannya di depan gedung saja tidak perlu sampai parkiran.
Mungkin Dewi takut jika ada yang memergokinya turun dari mobil, ia takut di sangka menjadi simpanan pria kaya atau pria hidung belang. Karena hampir semua temannya tahu jika Dewi belum punya pacar alias jomblo, berkali-kali menjalin cinta selalu saja kandas di tengah jalan. Setelah tahu Dewi hanya seorang perempuan miskin yang masih memiliki satu adik laki-laki yang masih sekolah. Pria yang menjalin hubungan dengannya, pergi tanpa berita lenyap begitu saja dari kehidupannya.
*
*
Marwa yang telah siap dengan motor maticnya siap melaju ke rumah Permana, setelah tahu kekasih hatinya sakit. Ia segera mandi dan tidak lupa sebelum ke rumahnya, Marwa mampir ke toko membawakan kue juga buah untuk Permana dan mamanya. Dan'z bakery adalah toko kue langganan tante Yuli, ya begitulah Marwa memanggil mama dari kekasihnya dengan sebutan tante Yuli. Yang biasa memesan kue di sana jika ada acara keluarga atau pun arisan. Marwa pun selalu mencari tahu apa saja yang disukai calon mertuanya itu, selalu up to date yang berhubungan tentang keluarga Permana.
"Assalamualaikum,"
"wa'alaikumsalam," jawab mama Yuli dari dalam.
Marwa masuk setelah mendapat jawaban salam dari mama Yuli, Ia melihat pria tampan yang duduk bersama mama Yuli yang sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang serius.
"Marwa kau langsung saja ke atas! Permana baru saja di periksa dokter Seno." papar mama Yuli pada Marwa. Marwa meletakkan barang bawaannya di atas meja tamu yang di sambut ramah oleh mama Yuli.
"Baik,Tante, Marwa mau liat keadaan mas Permana?" langkah Marwa menaiki anak tangga tak luput dari pandangan dokter Seno.
"Jangan diliatin terus! Udah ada yang punya!" seru mama Yuli membuat dokter muda itu terkekeh.
Dokter Suseno Harmoko, dokter muda yang banyak di gandrungi kaum hawa pada umumnya karena memiliki wajah tampan campuran Jawa dan Belanda, merupakan dokter generasi ke tiga setelah ayahnya.
Yang biasa menangani masalah kesehatan keluarga Baskoro ketika kakek Bagas dan Permana masih ada.
"Sayang, kamu demam? Pasti karna kemarin kehujanan kan? Tanya Marwa yang menyentuh kening Permana dengan punggung tangannya.
"Aku nggak papa Marwa!!", kata Permana sembari menyandarkan tubuhnya di kepala Ranjang.
"Sayang, ko, manggilnya gak mesra sih...?!"
"Setiap hari juga mesra, Sayang! Baru absen sekali udah di protes." ucapnya yang sedikit jengah. Efek pusing di kepalanya dan juga obat yang baru saja di minum membuat moodnya menurun.
"Sayang, kamu kaya gini pasti karna mba Dewi. Aku akan paksa mba Dewi kesini biar dia tahu kalo kamu sakit karena habis mengantarnya." ucap Marwa memanyunkan bibirnya.
" Jadi, Permana sakit karena mengantar siapa tadi?" suara mama Dewi dari balik pintu mengejutkan keduanya. Yang membuat mereka terkejut akan kedatangan mama Yuli secara tiba-tiba.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!