Jangan Membaca Saat Waktu Shalat
Coment dong tentang cerita ini?
.
Raut
wajah gusar terpancar dari diri Arka. Dia mengasingkan diri keperdesaan
yang berada disudut kota Bandung. Desa tersebut masih arsi dan sangat
tinggi nilai tata kramanya. Arka mengetahuinya dari banyak orang berlalu
lalang dengan menggunakan pakaian sopan. Selama perjalanan Arka tidak
mendapati seorang pun yang terbuka auratnya.
Arka
berada disini bukan suatu kebetulan, tetapi atas keinginannya sendiri.
Desa tersebut dia dapatkan dari pencarian di mbah google.
Sedari
tadi Arka menjadi pusat perhatian, karena penampilannya yang memang
terkesan berbeda. Beberapa hari yang lalu dia mengganti warna rambutnya
dengan warna coklat.
Dia berjalan tanpa memperdulikan tatapan orang lain, yang dia cari hanya ketenangan.
Semilar angin membuat perasaannya sedikit membaik, dia nyaman dengan tempat yang masih jauh dari kesan kekotaan.
Sejenak
dia duduk disebuah pondok yang ada dipertengahan sawah. Pondok tersebut
sangat nyaman meskipun hanya terbuat dari kayu-kayu bekasan.
Pandangannya
mengarah pada langit yang biru. Senyum yang cerah terbit begitu saja,
berusaha untuk mengikhlaskan segala takdir yang membuat hatinya
terjepit.
"Ya
Allah, gue ikhlas kalau memang mereka mau nikah. Tapi kok sakit ya
Allah" lirihnya pelan. Pandangan yang awalnya merekah kembali meredup.
Setelah menghabiskan 1 puntung rokok, Arka kembali melanjutkan perjalanannya. Dia ingin mencari tempat tinggal sementara.
Matanya
menangkap bangunan kuno diseberang bukit. Dia yang awalnya ingin
melihat keindahan alam dari bukit menjadi membatalkan niatnya karena
melihat bangunan yang belum pernah dilihat sekalipun.
Arka
mengambil ponselnya untuk mengambil gambar dari beberapa sudut
bangunan, tidak lupa dia juga selfie untuk menunjukkan kepada sahabatnya
bagaimana suksesnya acara liburan mendadaknya atau bisa dikatakan
menenangkan diri.
"Kakak kok jahat, aku salah apa"
"Salah
lo banyak, pertama lo bukan anak Ayah Ibu. Lo ngerebut perhatian mereka
dari gue dan adik gue. Lo sok pinter, ngambil cowok yang gue suka dan
lo ikut ikutan sekolah dikota. Seharusnya lo sadar, lo cuma anak haram
yang di pungut sama Ayah gue. Gak usah pakai jilbab, gue jijik liatnya
munafik"
"Kak udah yuk, nanti ada yang liat kita"
"Bentar lagi dek, kakak belum puas nyiksa dia"
Plakk
Plakk
Plakk
"Sakit,
iya sakit? Lebih sakit mana dari pada kami yang mau serumah sama lo
selama 17 tahun. Gak tau diuntung lo. Setelah ini masa depan lo
berhenti, kodrat lo itu cuma jadi ibu desa yang ngurus cuci piring.
Dasar anak haram"
"Stopp
bilang aku anak haram kak, aku gak pernah mau terlahir jadi anak yang
kakak bilang haram. Kalau aku bisa milih aku juga gak mau masuk kedalam
rumah Ayah Ibu. Aku juga gak mau kak hiks hiks"
"Hahaha
Salahnya lo gak bisa milih. Seharusnya lo ikut mati sama Ibu lo yang
pelacur itu. Gak nyadar apa keluarga lo nyusain ayah gue"
"Dek buka jilbabnya, robek bajunya"
"Jangan Dek, kakak mohon"
"Diam gue bilang, kan gini keren lo. Rambut lo keren juga gue warnain kemaren hahaha. Ayo dek"
"Kak kita beneran ninggalin disini?"
"Iyalah,
bentar lagi preman desa yang mau sama tu anak haram bakal kesini.
Sesuai rencana kita jalankan biar dia segera hidup sensara hahaha"
"Kak Dek hiks jangan tinggalin disini. Astagfirullah ya Allah ampuni dosa hamba"
Sayup
sayup Arka mendengar obrolan seperti didrama televisi. Dia tidak begitu
ambil pusing, lebih baik tidak terlalu ikut campur pada urusan orang
lain. Bunyi pintu membuat Arka menyembunyikan dirinya dibalik pohon
besar. Dia melihat 2 orang wanita yang masih muda sedang mengobrol.
"Mana si Jarwo itu, lama amat"
"Sabar kak, Coba ditelpon aja kak"
"Woi Lo dimana ha, gue udah siapin mangsa buat lo"
"..."
"Iya cepetan, gue mau lapor sama warga biar kalian nikah"
"..."
"Oke gue cabut, awas aja lo telat"
Arka melihat kedua orang didepannya menjauh pergi. Otaknya sangat lambat mencerna sebenarnya situasi apa ini?
Tanpa disangka langkah kakinya mengarah ke arah gudang. Dia mendengar tangisan orang yang meminta pertolongan.
"Ngeri
gue dengarnya" lirih Arka pelan. Dia mengurungkan niat untuk melangkah
ke arah gudang. Kakinya perlahan menjauh dan kupingnya serasa tuli
mendengan jeritan orang yang meminta pertolongan.
Beberapa langkah sudah menjauh, tetapi jeritan itu terasa semakin kuat dipendengarannya.
"Ampun dah, Bismillah aja Ka" ucapnya untuk menyemangati diri.
"Akhhhhh"
"Astagfirullah, hantu" Arka ingin segera pergi dari sana.
"Aku bukan hantu, hiks Kamu orang jahat kan"
Tangisnya
membuat Arka sedikit ya ingat sedikit kasihan. Perempuan didepannya ini
sungguh mengenaskan. Kupingnya yang salah mendengar atau dirinya yang
banyak mengkhayal sehingga perempuan didepannya ini menganggap dirinya
orang jahat.
"Woii, gue bukan orang
jahat. Gak ada kerjaan banget gue culik lo. Cantik juga enggak" Arka
melepaskan kemeja nya dan memperlihatkan badan atletisnya.
"Ngapain kamu buka baju, akhhhh pergi sana hiks"
"Diam cewek gila, lihat badan lo tu tambah dosa gue aja. Cih ni pakai" Arka memberikan kemejanya.
"Hiks Makasih, tolongin aku" Suara penuh kepedihan itu membuat Arka blank seketika.
"Lo pakai jilbab" Arka melihat kain yang sudah tercabik-baik dilantai.
"Hiks Iya huaaa, Allah pasti marah"
Menyebalkan itu yang
Arka pikirkan tentang sosok didepannya ini. Dia mengambil sarung yang
kebetulan ada didalam tas dan memberikannya kepada perempuan malang itu.
"Ni pakai, Sial apa gue bisa ketemu cewek kayak lo. Lemah gini lagi" cerocos Arka.
Pintu gudang terbuka dengan lebarnya. Disana ada 2 orang laki-laki dengan tampang berantakan.
"Eh siapa Lo"
"Gue, lo gak usah tau siapa gue. Bisa jadi malaikat maut buat lo" Arka tertawa didalam hati memikirkan ucapannya sendiri.
"Siniin cewek dibelakang lo, dia calon istri gue"
"Hahahaha Gue gak bodoh kali. Lo suruhan 2 cewek udik itu kan. Mirip drama banget mha ini"
"Diam lo, jangan banyak
bacot" Bogeman mendarat pada wajah Arka. Senyum miringnya terbit, dia
sudah berjanji tidak akan berkelahi lagi tetapi dia hanya membela diri.
Tangannya terasa gatal karena sudah lama tidak melayangkan pukulan pada
orang.
Arka membalasnya dengan
sangat lihai. Beberapa menit kemudian kedua laki-laki itu terkapar tidak
berdaya. Senyum bangga Arka terbit begitu saja.
"Gue hitung sampai 3 ni ya kalau lo gak pergi jangan harap bisa bernafas lagi. 1.. 2.. "
Kedua preman yang menjadi sasaran empuk tinju Arka lari terbirit-birit.
"Udah kan lo bisa pulang sekarang"
"Eh sarung sama kemejanya gimana"
"Bisa lo bakar atau buang" Arka membawa kembali ranselnya dan berniat untuk pergi.
Namun suara bising perlahan membuat kakinya terhenti.
Pikirannya kacau ketika obrolan 2 perempuan didepan gudang tadi berputar pada otaknya.
"Ayo kita lihat, Siapa yang buat mesum dikampung kita"
Arka terlambat, dia tertangkap basa bersama perempuan yang tidak dikenalnya.
"Astagfirullah. Apa yang
kalian lakukan. Ayo kita bawa mereka berdua kebalai desa" Kedua tangan
Arka dipegang erat oleh bapak-bapak.
"Pak saya gak buat mesum, ini salah paham pak" bela Arka.
"Maling mana mau ngaku, kalau ngaku penjara penuh"
Arka memejamkan matanya berharap mimpi buruk ini segera berakhir.
.
.
.
Jangan lupa baca Al-qur'an every time guys💕💕
Hehe Masih part awal, akan banyak kejutan yang mengejutkan.
Happy reading guys
.
.
Peluh keringat membasahi
seluruh tubuh Arka, dia merasa tidak seharusnya berada pada posisi
ini. Pertanyaan-pertanyaan bagai bom menerjangnya. Dari segala macam
kata yang tersusun menjadi kalimat untuk memojokkan dirinya.
Arka dapat melihat
perempuan yang baru ditolongnya terlihat menangis akibat hinaan dari
beberapa orang. Mereka berdua tidak dibiarkan sama sekali berbicara
untuk membela.
"Kamu bukan orang kampung sini, apa kamu dari kota" pertanyaan itu membuat Arka otomatis menganggukkan kepalanya.
"Sungguh memalukan, sekolah jauh-jauh tetapi membawa aib bencana untuk kampung kita ini"
Sorakan-sorakan dapat
terdengar begitu nyaring. Apa yang salah disni? Kenapa dengan
dirinya? Apa salah menolong orang lain. Jika salah maka Arka sangat
sangat menyesal.
Plakkk
"Kamu saya urus bukan
buat jadi kayak ibu kamu" Bibir Arka terasa kelu melihat seorang
perempuan paruh baya menampar orang yang menjadi sebab dirinya ada di
krumunan orang.
"Maaf Bu, Farah tidak seperti yang Ibu pikirkan"
"Apa ha? Saya menyesal
mengurus Kamu. Seharusnya saya sadar buah tidak akan jatuh jauh dari
pohonnya. Saya tidak ada ikatannya dengan kamu mulai sekarang, saya
bukan ibu kamu"
Perempuan itu menangis
histeris, namanya Farahdina Zahra. 1 minggu yang lalu baru dinyatakan
lulus dari jenjang pendidikan Sekolah menengah Atas.
"Ibu saya minta maaf,
Kak Dara yang jebak Farah bu" Farah mencoba membela dirinya. Namun dia
tidak sadar bahwa dia bukanlah anak kandung ibunya. Bagaimana sang ibu
bisa percaya bagaimana jahatnya anak kandungnya sendiri.
"Apa?? kamu gak punya malu dengan melibatkan anak saya. Kamu itu cuma orang luar, Jangan pernah merendahkan anak saya"
Farah diam membisu, semua menjadi tuli. Tidak ada yang percaya dengannya.
"Huuu " sorakan-sorakan menghujani mereka. Bahkan ada orang yang melempar Arka dan Farah dengan batu krikil.
"Ayah percaya Farahkan"
Farah sedikit lega karena sang Ayah datang dengan raut wajah khawatir.
Sang Ayah masih memakai pakaian sawah dan membawa cangkul.
"Ayah, Farah dan Mas
ini gak melakukan apapun. Farah dijebak Yah. Mohon percaya Farah Yah"
Farah Menangis memegang tangan Ayahnya. Dia tau walaupun laki-laki
didepannya ini bukan Ayah kandungnya tetapi dia tau bahwa sang Ayah
sangat menyayanginya.
"Kamu mengecewakan Saya.
Seharusnya Saya tidak menyetujui kamu sekolah di Kota. Seharusnya Saya
sadar kamu tidak akan jauh berbeda dari ibu kandungmu"
Sakit
Ya sakit
sekali. Dada Farah serasa sesak mendengar ucapan Ayahnya. Selama ini
Ayah tidak pernah membahas dia anak dari hasil hubungan terlarang.
Bahkan sang Ayah selalu membelanya, tetapi sekarang Ayahnya bahkan
mengatakan hal yang sangat menyakitkan.
Anak haram?
Anak hasil hubungam haram?
Anak pembawa sial?
Kata-kata yang selalu dia dengan dari kecil. kata-kata yang selalu menghantui bahkan sampai ke alam tidur.
"Yang dikatakan
perempuan ini benar, saya tidak mengenal dia. Saya hanya berniat
menolong" Arka angkat bicara. Dia tidak mau ikut kedalam drama keluarga
yang sangat buruk menurutnya.
"Anak muda apa kamu kira kami ini bodoh, menolong apanya? Lihat tampilan kalian, apalagi kalian digudang dan hanya berdua"
Arka melihat tampilan dirinya yang memang berterlanjang dada setelah memberikan kemeja kepada perempuan pembawa sial itu.
"Kalian harus kami nikahkan sekarang juga"
Arka syok luar biasa. Menikah memang keinginannya tahun ini tetapi bukan perempuan sial yang didepannya.
"Saya menolak, apa hak bapak menyuruh saya menikah" tolak Arka mentah-mentah.
Plakkk
"Kamu tidak sopan
berbicara dengan yang lebih tua. Apa orang tuamu tidak mengajarkan
bagaimana harus menghargai orang yang lebih tua"
Tamparan mendarat mulus
di pipi Arka. Dia sedikit merasakan sakit, dia tidak salah kenapa
warga disini seakan akan ingin dia mengakui sesuatu yang tidak
dilakukannya.
"Jangan bawa orang tua
saya, Sebelum menuduh seharunya anda anda semua harus mempunyai bukti
terlebih dahulu. Saya bisa melaporkan kalian semua ke kantor polisi
dengan kasus pencemaran nama baik"
Arka tidak takut sama
sekali apabila dia di amuk masyarakat dikampung tersebut. Dia tidak
akan pernah mengakui sesuatu yang tidak dilakukannya. Ini bukan drama
alay yang sering bermunculan di televisi.
"Silakan jika memang kamu bisa, karena inilah peraturan di kampung kami anak muda. Kalian tetap harus menikah"
"Pakde yang dikatakan
mas ini benar. Kami tidak saling kenal. Dia hanya menolong saya.
Kalaupun dihukum hanya saya jangan dia karena ini salah saya" Farah
Angkat bicara.
Dia tau ini kesalahannya.
"Baiklah kalau itu kemauan kamu. Sesuai peraturan kamu saya hukum cambuk"
Bibir Farah bergetar,
dengan fisik lemah apakah dia bisa melewatinya. Tetapi ini akan lebih
mudah dengan tidak melibatkan orang lain.
"Nah gitu dong eh apa cambuk, Anda gak bisa seenaknya mencambuk anak orang dong"
Kesal ya Arka sangat kesal, kampung ini terlalu lebay menurutnya.
"Ini peraturan dikampung ini, Anda jangan sok tau. Anda hanya orang luar yang berbuat mesum disini"
"Tapi kan-"
"Anak muda kalau Anda
tidak mau menikah maka biarkan perempuan ini menanggung resikonya. Jika
memang Anda tidak bersalah cukup pergi dari sini. Jangan kotori kampung
kami dengan tingkah kalian"
Arka terdiam. Lebih
baik dia segera pergi agar dia terlalu jauh terlibat. Awalnya dia
mengira bahwa datang kesini akan memberikannya ketenangan tetapi dia
lupa ya lupa sesungguhnya ketenangan itu berasal dari Allah.
Arka tau bagaimana pun
menjelaskan kepada penduduk kampung tersebut, mereka tidak akan
percaya. Apalagi tampilan mereka sangat mengundang tanda tanya besar.
"Maafkan saya membuat
mas terlibat, lebih baik segara pergi dari sini. Terima kasih telah
menolong saya, semoga Allah membalasnya mas dengan dengan
kebaikan-kebaikan lebih mulia"
Suara ricuh penduduk
kampung kembali terdengar. Farah tau tidak akan ada yang percaya
dengannya apalagi dia mempunyai masa lalu yang kelam. Namanya sudah
rusak dari dulu akibat kakak nya sendiri. Dia selalu bertanya-tanya apa
salahnya?
Kalau pun dia bisa memilih, dia pun tidak ingin lahir
dari cara yang salah. Dia juga tidak mau menyusahkan Ayah dan ibunya
tetapi Allah berkehendak lain. Meskipun dia sadar bahwa tidak ada anak
yang haram saat dilahirkan, semua anak suci hanya saja cara dia hadir
yang salah. Ini bukan kesalahannya, ini salah kedua orang tuanya.
Bagaimana pun seharusnya
Farah ridho dengan ketetapan yang telah Allah berikan. Dunia ini hanya
panggung sandiwara, dia harus melewatinya. Kesedihan didunia ini bukan
selamanya, akan tiba masanya semua kesedihan itu hilang saat kematian
datang. Jika manusia ridho dengan apa yang Allah telah tetapkan maka
itulah kemulian yang paling tinggi.
Setiap manusia mempunyai
problem hidup yang berbeda-beda tetapi Allah tau bagaimana kemampuan
seorang hamba. Farah tau itu, selama 17 tahun dia mampu melewati
semuanya. Allah menguatkannya, Allah bersamanya. Dia tidak pernah
merasa sendiri karena ada Allah.
Arka segera pergi dari
kerumunan penduduk yang menuduhnya melakukan hal buruk. Pikiran kacau,
dia tau bahwa perempuan itu tidak sekuat yang terlihat. Tetapi dia
tidak ingin terlibat lebih jauh seakan hati dan otaknya berperang.
.
.
Jangan lupa mrmbaca Al-qur'an every time guys💕💕
Happy reading guys
.
.
"Stop saya bakal nikahin dia"
Arka merasa bodoh,
sangat bodoh. Dia sudah diberi kesempatan untuk segera pergi dan tidak
terlibat masalah lagi, namun kenapa dia dengan sukarela ingin repot?
Wajah syok Farah tidak
bisa di sembunyikan lagi. Dia juga tidak mau menikah dengan orang yang
tidak jelas. Lebih baik dicambuk dari pada menikah dengan orang yang
bisa jadi seorang buronan polisi yang kabur ke kampungnya.
"Enggak usah, Saya rela dicambuk" bantah Farah. Jika dia menikah sama saja mengakui tuduhan warga kampung.
"Lo mau mati" Arka menggeram kesal. Perempuan aneh di depannya ini tidak tau terima kasih.
"Kamu harus menikah, Saya tidak mau menanggung malu karena aib kamu" Ayah Farah angkat bicara.
"Ayah Farah tidak melakukan apapun, Farah dijebak Yah" kembali lagi Farah menjelaskan berharap agar sang Ayah percaya.
"Nanti malam mereka menikah, sekarang saya bawa mereka ke rumah"
Hati Farah kembali
sakit, Ayah tidak mau melihat ke arahnya. Bahkan Ayah masih
menggunakan kata "saya" tidak seperti biasanya.
Arka dan Farah mengikuti laki-laki paruh bayah menuju ke sebuah rumah. Perasaan mereka campur aduk.
"Kenapa dia pulang" sambutan yang tidak mengenakan di terima Farah.
"Panggil keluarga kamu ke sini, nanti malam kalian menikah"
"Ayah, Farah tidak mau menikah. Farah masih mau melanjutkan sekolah"
Plakk
"Kamu tidak tau malu
anak haram, masih berkata melanjutkan sekolah setelah memalukan kami di
kampung ini" Ibu menampar Farah dengan penuh amarah.
"Aku bukan anak haram bu, a-aku bukan anak haram hiks" tangis yang Farah tahan sedari tadi akhirnya tumpah juga.
"Jadi apa? Ibu kandung kamu saja tidak sudi merawat kamu"
"Stop, kamu tidak ada
hak menolak karena saya tidak ingin kamu membebani hidup keluarga saya
lagi. Dari kecil kamu buat ulah saya mencoba memahami, tapi sekarang
tidak lagi. Setelah kamu menikah jangan tampakkan wajah di depan saya "
Membebani?
Membuat ulah?
Kalimat yang baru Farah dengar seperti bom yang menyambar.
Arka terdiam karena tidak berniat membela atau apapun. Dia tidak tau drama apa yang terjadi pada keluarga calon istrinya.
Ayah dan Ibu masuk ke rumah, meninggalkan Farah.
"Wahh akhirnya lo keluar juga anak haram, haha" Dara berbisik pelan.
Hiks hiks hiks
"Mas apa salah saya, kenapa terasa sakit sekali"
"Udah lah, yang namanya keluarga itu percaya satu sama lain. Lo bangun, gue gak tau takdir apa ini tapi gue akan berusaha"
"Bentar ya Mas, Saya beres-beres baju dulu supaya nanti malam kita langsung pergi" Farah mencoba bangkit dan mulai menerima.
"Saya pengangguran" Lirih Arka.
"Iya Mas tidak apa-apa. Tabungan Farah ada untuk kehidupan kita beberapa hari, nanti kita usaha cari kerja"
Arka tidak menyangka
respon calon istrinya akan seperti itu. Dia tidak berbohong soal
pengangguran karena masih kuliah semester akhir tetapi dia tidak
semiskin itu.
Farah masuk ke dalam rumah untuk membereskan semua barang-barangnya.
"Ets lo cuma boleh bawa baju, enak aja bawa yang lain" Dara mengawasi Farah saat berkemas.
"Iya aku tau, terima kasih untuk semua yang kamu lakukan untuk aku" balas Farah.
Arka sedang berusaha
menghubungi keluarga abangnya. Dia sudah menduga pasti sang abang akan
marah besar, sebelum itu dia juga telah memberitahu sahabat-sahabatnya
melalui grub. Arka tau respon mereka pasti tidak biasa, apalagi Bima.
Dia bisa melihat bagaimana Bima masih merasa bersalah padahal Bima sama
sekali tidak salah.
"Mas ini pakek dulu bajunya nanti masuk angin" Farah memberikan kembali kemeja yang telah di pakainya.
"Iya, udah selesai beres-beresnya?"
"Alhamdulillah udah, Barang Farah cuma dikit kok"
Beberapa jam kemudian abang Arka datang dengan raut wajah yang sulit di gambarkan.
"Arka apa yang kamu lakukan" bentak abangnya.
"Ini gak seperti yang abang kira, semua salah paham bang"
Berulang kali pun Arka
menjelaskan tidak akan ada yang percaya. Bagaimana bisa percaya? 2
hari menghilang bagai ditelan bumi, kemudian ada kabar bahwa dia akan
menikah. Logika siapa yang akan menerimanya.
"Akhh, Kamu kuliah di Bandung bukan buat jadi perusak anak orang ka. Apa yang harus abang katakan pada Bunda dan Ayah"
"Abang gak usah khawatir, Ayah udah Aku kasih tau. Dia gak bisa datang makanya aku hubungi abang"
Farah merasa bersalah atas apa yang menimpa Arka.
"Maaf Mas, Tolong percaya saya. Kami tidak melakukan apapun"
Farah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tanpa tersisa sedikitpun.
Setelah Abang Arka percaya, dia segera meminta maaf kepada penduduk kampung atas kerusuhan yang dilakukan adiknya.
"Kamu tau Arka ini tidak bekerja" tanya Abang Arka.
"Saya tau Mas, tapi tidak usah khawatir kami akan berusaha meskipun kami masih muda" jelas Farah.
Setelah selesai
berbincang-bincang dengan para tokoh terpandang di Kampung. Arka dan
Farah dinikahkan setelah ba'da asar dengan sederhana. Wali nikah nya
pun petugas KUA karena sampai hari ini Farah tidak mengetahui sedikitpun
tentang keluarga ayah kandungnya.
"Abang kesini naik apa" tanya Arka.
"Naik mobil travel, abang masih di kodim waktu kamu nelpon jadi gak sempat pulang jemput mobil" balas Azka-abangnya Arka.
"Keluarga istri mu itu yang mana kok dari tadi gak keliatan" ucap Azka penasaran.
"Jangan tanya itu bang, Farah itu bukan anak kandung mereka. Tadi aja dia di usir makanya aku mau nikahin"
"Ingat Ka, Kamu nikah jangan karena kasihan karena itu gak akan berhasil tetapi niatkan karena Allah"
"Iya bang, Insya Allah"
Setelah segala macam hal
terselesaikan, Farah, Arka dan Azka segera meninggalkan kampung
tersebut. Mereka berjalan kaki untuk mencari mobil travel menuju kota
Bandung.
"Sini mas aja yang bawa kopernya" ucap Arka inisiatif. Dia melihat sang istri membawa koper tersebut kesulitan.
"Saya bisa kok Mas, mas keliatan capek apalagi tadi siang sempat di gebukin warga. Maaf ya mas semua karena saya"
"Stop, jangan pernah
meminta maaf lagi. Tidak ada yang salah di sini. Semua sudah takdir
Allah dan sebaiknya kita menjalankan dengan baik"
Arka mengambil paksa koper istrinya untuk di bawa. Azka sedikit lega, setidaknya sang adik tidak mengabaikan istrinya.
Sepanjang jalan, Farah
masih memikirkan apa yang baru saja terjadi. Hinaan, bentakan serta
makian adalah hal yang sering dia dapatkan, tetapi tidak dari sang Ayah.
Namun hari ini Farah tau, bahwa dia hanya sendiri tidak akan ada lagi
tangan lembut yang akan mengelus kepalanya. Tidak akan ada lagi yang
mangatakan "Ayah sayang kamu".
Semua hilang hanya
karena kesalahpahaman. Sampai detik ini Farah masih bertanya apa salah
dia kepada Dara hingga membuatnya selalu dalam kesulitan.
"Ayo naik, Jangan
dipikirkan apa yang terjadi hari ini. Kita nikah bukan karena kesalahan
tetapi kita nikah karena Allah menjodohkan" lirih Arka sambil mengusap
kepala sang istri.
.
.
.
Jangan lupa baca Al-qur'an every time guys 💕💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!