NovelToon NovelToon

Gadis Bermata Kucing

Bab. 1 - Pertemuan Pertama

“Sial,” gerutu Firdaus dengan kesal.

Pria itu pun memukul setir mobil dengan kesal. Bagaimana tidak, sedari tadi dia telah menocba untuk menghidupkan mesin dengan menstater kunci mobil berkali-kali, namun hasilnya tetap saja nihil. Mobil yang pria itu kendarai tetap tak juga hidup.

“Sial banget hidup gue, baru juga tiba di Indonesia udah kena sial begini,” gerutunya sambil berjalan menuju pintu kemudi.

Firdaus mengambil ponselnya yang ada di dalam mobil, pria itu pun membuat panggilan kepada asisten pribadinya. Pria itu menekan-nekan layar pipihnya kemudian menempelkannya ke telinga.

“Maaf, pulsa anda tidak cukup, silahkan isi kembali pulsa anda,” ujar seorang wanita yang berada di seberang panggilan.

“Uggh ....” Firdaus kembali menggeram kesal, bisa-bisanya dia kehabisan pulsa di saat genting begini.

Walaupun dia baru saja tiba di Indonesia, tapi pria itu pernah tinggal di negara yang terkenal ramah pendduduknya ini, sehingga dia mengerti tentang kehidupan di Indonesia, yang mana banyak terdapat penjual pulsa di pinggir jalan.

Tapi? Di mana dia harus mencari penjual pulsa?

Firdaus pun memutuskan untuk kembali dengan menggunakan taksi. Sudah tiga puluh menit pria itu mencoba

untuk menghentikan sebuah taksi, akan tetapi tak ada satu pun yang berhenti.

“Sial .. sial .. sial ... bisa-bisanya gue sial begini,” gerutu Firdaus dengan emosi yang meledak di dalam kepalanya.

Firdaus melihat sekitarnya, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sebuah penjual pulsa dan kios kecil.

“Sebaiknya gue ke sana,” ujar Firdaus yang nekad untuk menyebrang di jalanan ibu kota.

Firdaus pun berjalan di pinggir trotoar menuju lampu simpang jalan, hingga akhirnya setelah berjalan sekitar tiga puluh menit, akhirnya pria itu berhasil menemukan simpang lampu merah.

Firdaus menyeka keringatnya dan melonggarkan dasinya, entah bagaimana lagi penampilan pria itu, setidaknya sudah tak serapi sebelumnya.

Saat lampu simpang jalan berubah menjadi merah, pria itu pun melangkahkan kakinya untuk menyebrang.

Tiiiiinnn ....

Suara klakson yang tinggi membuat Firdaus terkejut dan kembali berjalan mundur hingga dai hampir terjatuh.

“Kalau nyebrang lihat-lihat dong,” maki pengedara sepeda motor yang berjalan berbelok ke kiri.

“Dasar sinting, udah dia yang salah malah nyalahin aku,” geram Firdaus dan kembali mencoba untuk menyebrang.

Tiiiitttt ....

Lagi, sebuah mobil membunyikan klakson tinggi yang mana membuat Firdaus terkejut dan kali ini benar-benar terjauh di atas aspal.

“Bego banget sih lo, gak bisa nyebrang apa?” maki pengendara mobil saat pria itu membuka kaca mobilnya.

“Bangsat, apa kau tak lihat jika itu lampu merah, hah?” pekik Firdaus tak mau di salahkan.

Namun pekikkannya seakan sia-sia, karena pengendara mobil itu tak lagi mendengar suaranya. Firdaus

kembali berdiri dan membersihkan pakaiannya yang kotor, pria itu kembali menggerutu kesal di saat menjadi tontonan dari pengendara lain.

“Ah, benar-benar sial hari ini,” makinya dengan kesal.

Firdaus bergegas menyebrang sebelum ada pengendara lain yang kembali membuatnya gagal untuk menyebrang.

“Huuf, masyarakat macam apa itu? Tak patuh pada peraturan,” geram Firdaus dan berjalan kembali di sisi jalan.

Firdaus membelalakkan matanya di saat melihat seorang gadis dengan memakai hoddy menyebrang bukan di

zebra cross atau pun di simpang lampu tiga.

“Waaah, gila tuh orang. Di kira nyawanya sembilan kali ya,” gerutu Firdaus sambil menggeleng-gelengkan

kepalanya.

Panas mata hari yang menyengat membuat tubuhnya benar-benar mandi keringat,bahkan saat ini tenggorokannya terasa sangat haus sekali. Firdaus pun berjalan dengan cepat agar cepat sampai di kios yang menjual minuman dan makanan ringan lainnya.

“Pak, ada air?” tanya Firdaus dengan napas ngos-ngoson.

“Mau yang dingin atau yang biasa?” tanya penjual.

“Yang biasa,” ujar Firdaus dengan menelan ludahnya yang terasa kelat.

“Mau minuman apa?” tanya si penjual.

‘Duh, banyak tanyak nih orang,’ batin Firdaus dengan geram. “Air mineral saja, Pak,” ujar Firdaus dengan menelan ludahnya yang terasa kelat.

“Itu, di depan kamu kan air mineralnya,” ujar penjual yang mana membuat Firdaus menoleh ke arah tunjuk

si penjual.

Benar saja, air mineral yang dia cari ada di depan matanya sendiri.

‘Sial, tau gitu ngapain di tanya?’ batin Firdaus dan mengambil satu botol air mineral untuk di minumnya.

Firdaus membuka tutup air mineral dan langsung menegak habis isinya.

“Ahh, berapa, Pak?” tanya Firdaus.

“Lima ribu aja,” jawab Pak Penjual.

Firdaus merogoh dompetnya dan meraih uang seratus ribu.

“Ini, Pak,” ujar Firdaus memberikan uang tersebut.

Penjual pun mengambil uang yang bernominal seratus ribu itu dan mengambil kembaliannya di laci untuk di kembalikan kepada Firdaus.

“Ini kembaliannya,” ujar penjual dengan memberikan kembalian bernominal pecahan dua ribu dan juga sepuluh ribu yang sudah lusuh.

Firdaus menatap enggan uang-uang tersebut, akan tetapi pria itu harus mengambilnya, karena dia memerlukan uang itu untuk memberi pulsa.

Ya, di dompet Firdaus hanya tersisa uang seratus ribu dan itu sudah dia belanjakan minuman yang seharga lima ribu. Itu tandanya sisa uang Firdaus masih ada sembilan puluh lima ribu rupiah lagi.

“Terima kasih,” ujar Firdaus mengambil uang kembalian itu dengan rasa jijik.

Firdaus pun berpindah ke kios yang ada di sebelahnya, yaitu kios penjual pulsa yang hanya beratap tenda dan bermeja stalling etalase.

*

Milea, wanita berumur dua puluh empat tahun, namun berwajah baby face. Karena wajahnya yang terlihat

seperti anak sekolah yang duduk di bangku SMA, maka dia sering sekali di kira masih sekolah, padahal umurnya sudah cukup matang dan bekerja di sebuah perusahaan besar periklanan.

Milea yang hari ini off dari pekerjaanya pun, berniat untuk berkunjung ke tempat sepupunya yang berjualan pulsa di pinggir jalan. Tanpa rasa takut, Milea menyeberangi jalan raya yang penuh lalu lalang kendaraan bermotor dan berkecepatan tinggi tanpa menggunakan zebra cross.

“Hai,” sapa Milea kepada sepupunya, Andin.

“Pas banget lo datang, jagain bentar ya. Gue sak boker,” ujar Andin dan langsung ngacir ke wc umum.

“Dasar tukang boker,” gerutu Milea dan langsung duduk di kursi yang tersedia.

Milea melihat seorang pria yang berjalan dengan tergesa-gesa melewati kiosnya.

“Tampan,” gumamnya dan kembali fokus kepada ponselnya.

“Dek, beli pulsa,” ujar suara bariton yang mana membuat Milea menengadahkan kepalanya.

‘Mantap, mangsa baru,’ batinnya dengan tersenyum tipis.

“Mau pulsa berapa? Bisa di tulis di sini dulu nomornya?” ujar Milea dengan tersenyum tipis.

“Saya beli voucher aja, yang lima puluh ribu. Ada?” tanya pria tampan itu, yang ternyata adalah Firdaus.

“Vouchernya kebetulan abis,” ujar Milea dengan tersenyum tipis.

“Yang ada voucher berapa? Dua puluh ribu ada?” tanya Firdaus kepada Milea.

“Habis juga tuh,” ujar Milea yang jelas-jelas sudah berbohong demi kepentingannya sendiri. “Isi pulsa aja, Pak,” ujar Milea dengan tersenyum.

Firdaus menghela napasnya kasar, kemudian pria itu terpaksa menuliskan nomor ponselnya di buku yang telah

di siapkan oleh Milea.

Bab. 2 - Nomor Ponsel

 “Habis juga tuh,” ujar Milea yang jelas-jelas sudah berbohong demi kepentingannya sendiri. “Isi pulsa aja, Pak,” ujar Milea dengan tersenyum.

Milea tersenyum puas di saat targetnya menuliskan nomor ponselnya di atas kertas kosong yang senga dia

berikan.

“Ini, yang lima puluh ribu,” ujar Firdaus mendorong pelan buku panjang tersebut.

“Oke,” ujar Milea dan mulai mengisi pulsa untuk Firdaus.

Cling, sebuah pesan masuk pun membuat Milea sedikit merasa kesal. Di mana pesan tersebut bertuliskan jika saldo tidak cukup.

‘Sialan, bisa ketahuan nih kalau gue bohong,’ batin Milea dan melirik ke arah Firdaus.

“Kenapa? Ada masalah?” tanya Firdaus yang sudah tak tahan lagi merasakan udara panas yang menyengat.

“Emm, saldonya kosong,” cicit Milea. “Tapi tunggu sebentar, coba saya carikan voucher ya, mana tau ada keselip,” ujar Milea dan berpura-pura mencari voucher di dalam etalase.

“Naah, ketemu. Rezeki Bapak ini,” ujar Milea dengan tersenyum lebar dan memberikan voucher tersebut.

Firdaus menggerutu kesal di dalam hati. Dengan perasaan kesal dia mengambil voucher tersebut.

‘Untung gue nulis nomor yang bukan pribadi,’ batin Firdaus sambil tersenyum miring.

Firdaus mengernyitkan keningnya di saat dia kebingungan bagaimana cara mengisi voucher. Pria itu pun melirik ke arah Milea yang masih menatap dirinya sesekali.

‘Apa minta tolong aja ya?’ batin Firdaus sambil melirik ke arah Milea.

‘Ah, lagian mana mungkin dia bisa tau nomor ponsel pribadi gue yang ini,’ batin Firdaus dan berdehem pelan mengambil atensi Milea.

“Bisa tolong saya?” tanya Firdaus.

“Ya?”

“Tolong isikan voucher ini ke nomor handphone saya,” ujar Firdaus sambil memberikan ponsel mahalnya kepada Milea.

“Baiklah.”

Milea pun meraih ponsel tersebut dan mulai menggesekkan kartu untuk melihat kode vouchernya. Dengan tangan yang telaten, Milea menekan-nekan nomor tersebut, hingga tak berapa lama bunyilah sebuah notif pesan di ponsel milik Firdaus.

“Ini, Pak. Sudah terisi ya,” ujar Milea sambil mengembalikan ponsel keluaran terbaru dan mahal itu.

“Berapa?” tanya Firdaus.

“Lima puluh tiga ribu aja,” ujar Milea dengan tersenyum tipis.

Firdaus pun mengeluarkan uang sebesar lima lima ribu dan memberikannya kepada Milea.

“Ini,” ujar Firdaus dan berlalu.

“Eh, kembaliannya, Pak,” pekik Milea.

“Ambil saja,” ujar Firdaus dan berlalu menuju persimpangan lampu tiga.

Milea tersenyum miring dan menyimpan uang tersebut ke dalam laci.

“Untung tangan gue gercep dan bisa dapatin nomor pribadinya,” ujar Milea yang mana langsung menyimpan kedua nomor yang berbeda itu.

“Huuf, sory ya lama,” ujar Andin yang baru saja tiba ke kios.

“Gak masalah. Oh ya, tadi ada orang beli voucher lima puluh ribu. Dia kasih uang lima puluh lima ribu, itu duitnya aku masukin ke laci,” ujar Milea memberi tahu.

“Kenapa lo gak kembaliin kembaliannya?” ujar Andin.

“Gak mau dia. Lagian dua ribu doang. Udah lah, anggap aja rezeki anak soleh,” kekeh Milea.

“Eh, tapi ini beneran voucher kan? Bukan nomor ponsel?” ujar Andin menatap sepupunya itu dengan tajam.

“Beneran voucher. Gak percaya banget sih sama gue,” cibir Milea.

“Ya mau gimana lagi, habisnya lo suka banget jual nomor hape orang,” sindir Andin.

“Namanya juga usaha cari uang jajan.” ujar Milea dengan santai.

“Ya ampun, gaji lo udah gede juga masih cari uang jajan. Itu namanya bukan cari uang jajan, tapi emang udah penyakit lo dari sekolah buat jualin nomor hape ke teman-teman kita,” kekeh Andin.

“Gimana ya? Udah kebiasaan sih,” kekeh Milea. “Lagian lo tenang aja. Gue gak bakal jual yang wajahnya

jelek,” ujar Milea sambil mengedipkan matanya sebelah.

“Iya, gue percaya,” kekeh Andin dan mencari pembahasan lain untuk mereka obrolkan.

*

Firdaus menatap dari kejauhan, pihak dinas perhubungan yang sedang mengunci ban mobilnya yang terparkir sembarangan.

“Sial,” makinya dan berlari dengan kencang menuju mobilnya.

“Pak, tunggu, mobil saya jangan di gembok,” ujar Firdaus dengan panik.

“Maaf, mobil Bapak ini parkir smebarang, maka dari itu kami harus membawanya ke kantor,” ujar kepala dinas yang bertugas saat itu.

“Iya, Pak. tapi mobil saya ini kan mogok. Jadi wajar dong terparkir di pinggir jalan,” ujar Firdaus yang tak ingin di salahkan.

“Iya Pak, seharusnya Bapak tidak meninggalkan mobil ini di pinggir jalan terlalu lama dan lebih dari lima belas menit. Mobil ini harus kami bawa ke kantor dan Bapak bisa menyelesaikannya di kantor,” ujar pak kepala dinas perhubungan dan menyuruh bawahannya untuk menggeret mobil tersebut.

“Tunggu,” panggil Firdaus.

“Ya?”

“Saya ikut ke kantor dinas perhubungan,” ujar Firdaus dan di angguki oleh bapak dinas perhubungan yang bertugas saat itu.

Firdaus masuk ke dalam mobil sambil memainkan ponselnya menghubungi sang asisten pribadi.

“Lama banget di angkatnya,” gerutu Firdaus kesal dalam hati.

Firdaus menggerutu kesal. Sepertinya hari ini adalah hari tersialnya berada di tanah air. Bagaimana tidak, sudah sial dengan mobil yang mogok, di tambah lagi dia sudah dua kali jatuh karena terkejut saat mendengar suara klakson, lalu harus merasa kesal dengan gadis penjual pulsa. Sekarang, mobilnya harus di geret oleh dinas

perhubungan, lebih sialnya lagi, pria itu harus duduk di sebelah pria yang aroma tubuhnya sangat bau dan menyengat.

Firdaus pun menahan napasnya dan juga merasa mual dalam waktu yang bersamaan. Tak berapa lama mereka pun tiba di kantor dinas perhubungan, Firdaus bergegas turun dan memuntahkan semua isi perutnya.

“Anda gak papa, Pak?” ujar Bapak Dinas perhubungan.

“Ya, saya tidak apa-apa,” ujar Firdaus sambil menahan rasa mual yang ingin kembali keluar dari mulutnya.

Pihak dinak perhubungan pun memberikan sebotol air mineral untuk Firdaus dan menepuk-nepuk punggung

pria itu sebentar.

“Sudah enakan?” tanya Bapak yang bertugas di dinas perhubungan.

“Iya, Pak. Sudah,” ujar Firdaus dengan tersenyum kecil.

“Baiklah, kalau begitu Bapak bisa beristriahat di dalam saja,” ujar bapak dinas perhubungan tersebut yang langsung di angguki oleh Firdaus.

Firdaus pun mendudukkan tubuhnya di kursi kayu yang ada di luar kantor. Pria itu menarik napas dan menghirup aroma segar dari pepohonan dan juga rumput-rumputan.

“Segaar aromanya,” seru Firdaus dan kembali menghirup aroma dedauan tersebut.

Angin yang sejuk pun membawa Firdaus untuk berjalan menuju ke arah rerumputan.

“Pak, jangan ke sana, ada taik kucing, belum saya buang,” ujar pria cleaning servis yang bertugas pada kantor dinas perhubungan.

Namun terlambat, Firdaus sudah berada di atas rumput dan melangkahkan kakinya, hingga pria itu menginjak

sesuatu yang lembek dan langsung mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap.

“Sialan, benar-benar sial nasib gue hari ini,” gerutu Firdaus sambil membuka sepatunya dengan rasa jijik.

Bab. 3 - Nomor Asing

Firdaus memeluk tubuhnya sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang hanya menggunakan kaus kaki.

“Pak,” sapa Udin, asisten pribadi Firdaus.

“Lama banget kamu, ngapain saja hah?” pekik Firdaus dengan kesal.

“Macet, Pak,” ujar Anton dengan takut sambil meletakkan sandal di depan kaki Fridaus.

“Mana kunci mobil?” tanya Firdaus.

Anton langsung memberikan kunci mobil kepada sang bos. Firdaus pun langsung menyambar kunci mobil yang di berikan oleh Anton.

“Kamu urus mobil saya,” ujar Firdaus sebelum dia melangkah pergi meninggalkan kantor dinas perhubungan.

Anton hanya menganggukkan kepalanya dan memberi hormat kepada sang bos. Pria itu pun menghela napasnya pelan dan masuk ke dalam kantor dinas perhubungan untuk mengurus semua surat tilang dan juga membayar denda.

Firdaus melajukan mobil dengan kecepatan tinggi untuk meninggalkan kantor dinas perhubungan. Hanya satu

tujuan pria itu, yaitu apartemennya. Dia sudah merasa gerah dengan tubuhnya yang lengket dan juga bajunya yang sudah terasa kotor.

*

“Berapa?” tanya Uli.

“Behubung nih cowok sangat spesial dan gantengnya kebangetan, jadi harganya berbeda dari biasanya ya,” ujar Milea sambil tersenyum lebar.

“Gak masalah. Cowok ganteng gini gak boleh di sia-siakan,” ujar Uli dengan tak sabar.

“Oke, lima ratus ribu satu nomor,” ujar Milea dengan tersenyum lebar.

“Mahal banget? Biasanya cuma lima puluh ribu,” ujar Uli.

“Oh tidak bisa, nih cowok gantengnya benar-benar kebangetan. Lo udah lihat sendirikan fotonya,” ujar Milea kepada Uli.

“Iya sih, tapi kalau lo bohong gue minta ganti rugi,” ujar Uli kepada Milea.

“Selama ini gue gak pernah mengecewakan pelanggan. Kalau lo gak mau, ya udah, gue bisa jual ke orang lain yang mau membayar mahal,” ujar Milea kepada Uli dan bersiap untuk pergi.

“Eh, tunggu,” panggil Uli yang mana membuat Milea menghentikan langkahnya.

“Apa?” tanya Milea yang sudah menatap Uli kembali.

“Iya, gue beli lima ratus ribu,” ujar Uli akhirnya.

Milea meraih ponselnya dan membaca pesan yang masuk. “Ups, maaf, ada yang menawar satu juta nih. Jelas

dong gue bakal jual ke siapa tuh nomor,” ujar Milea dengan menolak bayaran dari Uli.

“Gue yang bakal beli satu juta,” ujar Uli.

Milea mengutak atik ponselnya, kemudian dia mengatakan jika ada orang lain yang sanggup membayar lebih mahal dari harga satu juta rupiah.

“Gimana ya? Pelanggan gue yang lain ada yang menawar satu juta lima ratus,” ujar Milea dengan wajah menyesal.

“Dua juta, gue beli dua juta,” ujar Uli.

“Dia sanggup membayar dua juta lima ratus ribu,” ujar Milea sambil menunjukkan ponselnya.

“Tiga juta,” tawar Uli.

“Dia menawar tiga juta lima ratus, gimana dong?” tanya Milea dengan wajah yang semakin sendu.

“Lima juta, gue beli tuh nomor dengan seharga lima juta,” ujar Uli.

“Oke, deal,” ujar Milea sambil mengulurkan tangannya.

“Deal,” jawab Uli sambil membalas uluran tangan Milea.

“Transfer atau cash?” tanya Milea.

“Gue transfer sekarang,” ujar Uli sambil mengeluarkan ponselnya dan meminta Alya memberitahukan berapa nomor rekeningnya.

“Berhasil, sudah masuk lima juta kan?” tanya Uli sambil menunjukkan layar ponselnya yang telah berhasil melakukan transaksi sebesar lima juta rupiah.

Milea mengecek ponselnya, kemudian dia tersenyum puas di saat melihat notifikasi yang memberitahukan jika ada yang yang masuk ke dalam rekeningnya sebesar lima juta rupiah.

“Oke, transaksi benar-benar berhasil,” ujar Milea dan memberikan nomor ponsel milik pria tampan yang mengisi pulsa dengannya siang tadi.

“Gak sabar buat ketemu,” seru Uli sambil membayangkan wajah pria si pemilik nomor ponsel.

*

Firdaus merasakan tubuhnya terasa segar saat dia masuk ke dalam bathup, pria itu pun menikmati air yang mengeluarkan aroma terapi yang sangat menenangkan indera penciumannya dari bau tak sedap yang menempel di hidungnya sepanjang kantor dinas perhubungan hingga sepanjang jalan menuju ke apartemennya.

Setelah merasa cukup untuk berendam, pria itu pun membilas tubuhnya dengan air bersih, kemudian mengenakan kimono handuk untuk menutupi tubuh telanjangnya.

Firdaus meraih ponselnya yang sedari tadi berdering tanpa henti mengganggu indera pendengarannya. Pria itu mengernyitkan keningnya di saat melihat nomor asing masuk ke dalam ponsel pribadinya.

Merasa penasaran dengan siapa yang menghubunginya, Firdaus langsung menggeser tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu ketelinganya.

“Halo..” ujarnya.

“Hai, apa kabar?” ujar seorang wanita dari seberang panggilan.

“Baik, siapa ini?” tanya Firdaus.

“Kamu tak ingat denganku?” ujar wanita itu lagi.

“Tidak, jika tidak ada kepentingan lain, maka saya akan akhiri panggilan ini,” ujar Firdaus.

“Tunggu, apa kamu tak ingin bertemu dengan ku? Apa kamu tak penasaran dengan ku?” tanya wanita itu lagi.

“Tidak,” ujar Firdaus dan memutuskan panggilannya secara sepihak.

“Dasar aneh,” gumam Firdaus dan meletakkan kembali ponsel tersebut di atas meja.

Di tempat lain, Uli bersorak senang di saat dia telah mendengar suara pria lima jutanya itu.

“Ya ampuun, suaranya berat dan seksi. Sepertinya Milea benar, jika dirinya lebih tampan dari pada di foto,” seru Uli sambil bersorak bahagia.

“Baiklah, besok aku akan menghubungi kamu lagi, Sayang,” ujar Uli sambil mencium foto pria lima jutanya yang ada di ponselnya.

*

“Hmm, gak nyangka bisa menjual nomor hingga lima juta,” kekeh Milea sambil mendorong keranjang belanjanya.

Ya, saat ini wanita itu sedang berbelanja untuk keperluan bulanannya di supermarket. Uang dari hasil menjual nomor ponsel membuat dirinya bisa berbelanja makanan dan juga pakaian baru, serta melunasi hutang-hutangnya yang sisa sedikit lagi.

“Andai semua nomor yang ku jual bisa menghasilkan sebanyak ini. Pasti aku cepat kaya,” kekeh Milea sambil memilih-milih minuman kemasan yang ada di supermarket tersebut.

“Semoga Uli berhasil menggait pria dingin itu,” ujarnya lagi tanpa peduli dengan keadaan sekitar yang memperhatikan dirinya sedang berbicara sendiri.

Kembali ke apartemen Firdaus.

Firdaus baru saja selesai memakai pakaiannya, pria itu akan mencari makan malam untuk mengisi perutnya malam ini. Namun, ponselnya kembali berdering, pria itu pun meraih ponselnya dan mengernyitkan kening di saat melihat ada panggilan masuk dengan nomor yang asing.

“Halo,” ujar Firdaus saat setelah sambungan telah tersambung.

“Hai, mari kita bertemu,” ujar seorang wanita dari seberang panggilan.

“Bertemu? Memangnya siapa Anda?” tanya Firdaus.

“Kamu mungkin lupa, tapi kita pernah bertemu sebelumnya. Jika tidak, mana mungkin aku tahu nomor kamu,” ujar wanita itu dari seberang panggilan.

“Maaf, saya tidak mengenal Anda,” ujar Firdaus.

“Baiklah, jika kamu tidak mau bertemu, maka aku akan menyebarkan foto kamu ke sosial media,” ujar wanita itu.

“Foto?” tanya Firdaus.

“Ya, lebih tepatnya foto kita berdua,” ujar Wanita itu lagi.

“Sebenarnya siapa Anda?” tanya Firdaus dengan geram.

“Jika kamu ingin tahu siapa aku, mari kita bertemu di restoran xx, aku tunggu kamu di sana,” ujar wanita itu dan memutuskan panggilannya.

Firdaus menatap ponselnya yang telah kembali ke layar utama.

“Dasar wanita sinting,” geramnya dan melangkahkan kakinya meninggalkan apartemen mewahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!