...***...
Di hari Minggu yang tenang, Rael yang sedang asik merakit mainan yang Ia beli beberapa hari lalu tiba-tiba mendapatkan telepon yang membuatnya terkejut dan mengakibatkan jari telunjuknya terluka.
"Ada apa sih Bima, tiba-tiba menelepon."
"Oh ayolah Rael, jangan marah dulu, aku menelponmu sekarang ini ingin mengajakmu ke Mall, kata Aria, ayahnya akan ke Indonesia beberapa hari lagi jadi ia ingin kita menemaninya membeli hadiah untuk ayahnya."
"Lah... kenapa kau mengajakku, bukanya kamu itu pacarnya Aria."
"Aku mengajakmu karena tau kamu tidak ada pekerjaan lain selain merakit mainan yang kamu beli waktu itu, mau ikut tidak?"
Rael pun setuju ikut dengan Bima karena Ia sendiri tidak ada pekerjaan lain selain merakit mainan.
"Iya iya, aku ikut."
"Baiklah, kutunggu di Mall bersama dengan Aria."
"Apakah Rael akan ikut?" Tanya Aria yang baru selesai lihat-lihat barang yang ada di toko.
"Iya, mungkin akan memakan waktu sebelum dia sampai disini. Bagaimana kalau kita lihat-lihat ke toko lain sebelum Rael datang?"
"Baiklah, lagipula jalanan akhir-akhir ini macet." jawab Aria sambil melihat ke jalanan yang membuatnya khawatir.
"Ada apa Aria? Tiba-tiba saja kau menjadi pucat." Tanya Bima sambil memegang pundaknya dengan ekspresi khawatir.
"Tidak apa-apa, mungkin ini cuma perasaanku saja."
Bima dan Aria mulai berkeliling dan membeli barang barang yang setidaknya bagus untuk dijadikan hadiah. Kehidupan di Mall seperti biasa ramai akan pengunjung, baik yang muda atau yang tua. Suasana disana begitu bising dan penuh kesibukan, semua wajar terjadi karena Mall dipenuhi dengan pertokoan yang bermacam-macam.
Tapi seketika semua itu berubah, tiba tiba terdengar suara ledakan yang berasal dari luar. Orang-orang mulai berlarian ke sana kemari, sambil diiringi suara teriakan yang jelas. Bima yang penasaran mulai bertanya kepada orang yang berlarian tersebut.
"Permisi Pak, mau bertanya yang diluar itu ada apa yah?"
"Kalau kamu masih ingi hidup cepatlah berlari sejauh mungkin!" Jawab dia dengan ekspresi wajah yang ketakutan.
Tak lama kemudian, orang yang Bima tanya sebelumnya di sergap oleh seekor monster yang membuat orang tersebut terlempar dan mulai dicabik-cabik sampai tidak berbentuk.
"Ayo kita pergi Aria!" Teriak Bima sambil memegang tangan Aria yang sedang terkejut atas apa yang mereka alami tadi.
Bima dan Aria mulai berlari keluar Mall, dan sesaatnya sampai diluar, alangkah terkejutnya mereka melihat monster-monster yang berhamburan mulai mengejar orang-orang yang sedang berlarian.
Bima yang pada saat itu sedang termenung atas apa yang ia lihat, tanpa disadari ada seekor monster berbentuk cair mulai menyerang Bima dan Aria, Bima yang mulai menyadari ada monster yang akan menyerangnya mulai meregangkan tangannya dan melindungi Aria, sambil menutup matanya terdengar suara yang tidak asing baginya.
"Hei!, kau itu bodoh yah, bukannya kabur malah menutup matamu."
"Tu-tunggu sedang apakau!, cepatlah pergi dari situ."
"Hei, apa kau tidak lihat kalau monster ini sedang menempel di tubuhku, jadi sebaiknya kau pergi duluan dan jangan hiraukan aku."
"Aku tidak bisa meninggalkanmu Rael." Bima yang sedang panik, mulai memegang tangan Rael dan menariknya.
Rael yang sudah tau kalau ia tidak ada harapan, mulai berteriak dengan nada yang kesal.
"Merepotkan orang saja, kau tau kan kalau diriku ini tidak akan mati semudah itu, kalau kau tidak percaya ambil gelang ini, itu sebagai jaminan kalau aku akan tetap hidup, jadi jaga baik-baik gelangnya akan ku ambil suatu hari nanti."
Bima yang mendengar perkataan Rael tersebut mulai mengerutkan tangan dan alisnya yang menandakan keyakinan yang kuat.
"Baiklah Rael aku akan mematuhi apa yang kau katakan, tapi kau harus menepati janji yang kau katakan tadi."
Rael yang mendengarnya pun langsung mengucapkan salam perpisahan dengan nada yang rendah, Bima yang tak kuasa menahan kesedihannya mulai meninggalkan Rael dengan meneteskan air mata.
Berkilo-kilo meter jauh nya, Bima dan Aria berusaha bersembunyi ke dalam gang-gang kecil untuk menghindari sekawanan monster yang mulai berkembang semakin banyak. Mereka berdua pun mulai mendekati sebuah ruko yang kosong dan berinisiatif untuk beristirahat di dalamnya. Tak lama kemudian terdengar suara yang berasal dari dalam gudang, dan keluarlah seseorang yang berbadan tinggi dan berotot sedang menghampiri Bima dan Aria yang sedang terengah-engah.
"Hei nak, ada apa denganmu, kau seperti sedang ketakutan seolah-olah baru saja melihat hantu."
"Ma-maafkan aku Paman, mungkin ini terdengar konyol untuk mempercayai perkataan ku tapi di luar sana terdapat monster-monster yang menyerang manusia" ujar Bima terengah-engah dengan wajah yang masih syok.
Mendengar pernyataan Bima barusan, Paman pemilik toko daging tersebut mengecek kamera CCTV yang mengarah ke jalan utama. Dengan apa yang baru saja ia lihat, Paman pemilik toko tersebut dengan sigap menutup pintu tokonya dan menguncinya dengan kuat.
"Hei nak, apakah kau bisa menggunakan senjata khusus?"
"Tidak, tapi Aria bisa menggunakan busur karena dia seorang atlet panahan."
"Baguslah kalau begitu, namamu Aria kan? kau ambillah busur di dalam gudang, kita harus segera pergi ketempat yang lebih aman daripada disini."
"Baiklah tapi kita belum berkenalan, namaku Bima dan ini Aria, mungkin kau akan mengganggap kita sebagai beban tapi percayalah kita tidak akan merepotkanmu."
"Senang berkenalan denganmu namaku Sudiarto, mungkin ini terdengar sedang menyombongkan diri, karena aku adalah mantan tentara jadi kalian bisa mempercayai diriku untuk melindungi kalian."
Dengan perbekalan tekat dan beberapa senjata tajam, mereka bertiga telah mengukuhkan diri untuk berhadapan dengan bahaya besar yang akan segera datang dimasa depan nanti.
>Bersambung...
...***...
Setelah mempersiapkan barang-barang yang mereka butuhkan, Bima, Aria, dan Pak Sudiarto pun membuat sebuah rencana.
"Jadi... Mau kemana kita sekarang?" Tanya Bima sambil melihat ke arah peta yang telah mereka temukan sebelumnya.
"Sepertinya kita harus ketempat yang tinggi agar helikopter bisa menjemput kita bila ada regu penyelamat nanti." Jawab Pak Sudiarto sambil memegang dagunya dan mengerutkan dahinya.
Saat suara sunyi mendatangi mereka, Aria pun memberikan usulan yang tidak sempat terpikirkan oleh Bima dan Pak Sudiarto.
"Bagaimana kalau kita pergi ke Stasiun Televisi TvB? Disana mereka memiliki gedung yang tinggi, yang dapat digunakan tim penyelamat menempatkan helikopter disana."
"Yah... Mungkin kita bisa kesana tapi bagaimana caranya kita bisa masuk?" Tanya Pak Sudiarto.
"Tenang saja, karena ibuku merupakan seorang aktris jadi aku memiliki akses masuk kesana jadi tak usah khawatir." Jawab Aria dengan nada membanggakan diri.
Setelah perbincangan yang singkat, satu-persatu dari mereka keluar dengan perlahan, dimulai dari Pak Sudiarto yang keluar lebih awal sembari melihat ke sekeliling untuk memastikan keadaan diluar aman.
Dengan melewati gang-gang kecil, secara sembunyi-sembunyi mereka berhasil berjalan sampai ke ujung gang yang mengarah ke jalan utama.
"Baiklah, sekarang pantangan yang harus kita lakukan adalah menyebrangi jalan ini, Bima dan Aria tetaplah bersiaga kita harus melumpuhkan monster yang ada di ujung jalan sana."
"Tunggu Pak, kau ingin langsung melumpuhkan monster itu?" Tanya Bima.
"Yah kita harus melakukannya karena jalan yang menuju kantor polisi telah di hadang oleh monster itu, setidaknya kita bisa menemukan senjata api di dalam sana jadi kita tak punya pilihan lain selain membunuh monster itu."
Setelah memantau dan membuat strategi, Pak Sudiarto dengan kapaknya mulai berlari ke arah monster tersebut, lantas monster itu pun menyadari keberadaan Pak Sudiarto dan menyerangnya hingga membuat Pak Sudiarto tersungkur.
Dengan susah payah Pak Sudiarto menahan mulut monster tersebut dengan kapak besarnya, karena keributan yang terjadi monster lain yang mendengarnya pun berlarian menghampiri Pak Sudiarto yang sedang kewalahan.
Aria dengan busurnya pun mulai memanahi monster tersebut satu-persatu, dan Bima mulai menusukkan tombaknya ke monster yang menyerang Pak Sudiarto
"Rasakan ini monster jelek!"
Seketika tombak tersebut menancap tepat di kepala monster itu, melihat kesempatan itu Pak Sudiarto pun sontak menendang dan mendorong tubuh monsternya.
Setelah keadaan mulai tenang, mereka yang mulai kehabisan tenaga terkejut dikarenakan monster yang telah mereka kalahkan melakukan pergerakan yang aneh, dan bukan hanya itu saja luka-luka yang telah mereka terima mulai mengeluarkan asap dan secara perlahan mulai meregenerasi kembali.
"Sial, ini tidak mungkin kan? Bima, Aria cepat kalian lari dari sini! Dan bersembunyilah ke tempat tertutup!"
Dengan sekuat tenaga, Bima dan Aria lari mati-matian kedalam gang kecil yang hanya muat untuk dua orang, disisi lain Pak Sudiarto berlari ke dalam kantor polisi dan mengambil senjata api yang disimpan dalam ruang penyimpanan, dan dengan sigap mulai menembaki monster-monster yang mengejarnya tadi.
Beberapa kilometer dari tempat sebelumnya Bima dan Aria segera bergegas masuk ke dalam rumah, dan berlari menuju lantai dua dari rumah tersebut, sesampainya di atas mereka dengan cepat menutup pintu yang menuju ke atas dengan rapat.
"Hah... Sial sekarang kita terjebak di atas sini, apa kau punya rencana lain Bima?"
Dengan nafas yang terengah-engah, Bima yang sedang duduk sambil menyenderkan punggungnya ke tembok mulai berpikir sembari melihat ke langit-langit.
"... Sepertinya tidak ada cara lain, kita harus pergi dari sini secepat mungkin sebelum para monster itu mendobrak pintunya."
"Tapi bagaimana caranya, kita sekarang berada di lantai dua dan dibawah sana banyak sekali monster yang sedang menunggu kita."
"Satu-satunya cara untuk kita lari yaitu melalui atap-atap rumah."
"Apa kau yakin Bima, tapi cara itu terlalu beresiko."
"Aku tahu apa yang kau pikirkan Aria, tapi itu adalah satu-satunya pilihan kita untuk selamat, ditempat ini kita tidak punya banyak pilihan lain."
"Baiklah kita akan melakukan apa yang kau katakan, karena aku tidak sudi mati secepat ini."
Setelah selesai berargumen Bima dan Aria berjalan di atap rumah dengan hati-hati agar tidak tergelincir, dengan perlahan mereka berdua telah berjalan melewati beberapa rumah dan situasi disana pun menjadi sunyi.
Dirasa situasi sudah aman Bima dan Aria berencana untuk istirahat sebentar diatas sana, tak lama kemudian terdengar suara "krak" tepat dibawah tempat Bima duduk, karena terkejut Bima sontak membuat sebuah gerakan yang mengakibatkan dirinya jatuh kedalam rumah.
"Bima! Apa kau tidak apa-apa?!"
"Ya, aku tidak apa-apa, hanya saja kakiku sepertinya terkilir, kau tunggu saja disana aku akan memastikan kalau didalam sini aman."
"Hei kau itu sedang terluka, kau seharusnya jangan dulu banyak bergerak."
"Tunggu disana saja Aria, ini hanya luka kecil jadi jangan terlalu khawatir aku masih bisa berjalan kok."
"Kalau ada bahaya berteriaklah, aku akan segera menyusulmu."
Bima pun menyusuri setiap ruangan yang ada didalam rumah tersebut sembari berjalan kecil akibat kakinya yang terkilir, sesampainya di ruangan dapur Bima mengeledah kulkas dan lemari dengan harapan dapat menemukan makanan yang dapat ia ambil untuk persediaan.
Pada saat Bima sedang mengeledah terdengar suara di dalam kamar mandi tepat di samping Bima, ia pun sontak bersiaga memegang tombaknya untuk berjaga-jaga ada monster yang menyergapnya, pada saat Bima membuka pintu, hanya ada gelas yang menggelinding di lantai kamar mandi.
"Siapa sih yang menyimpan gelas ini disini."
Bima pun menghela nafasnya dan menutup kembali pintunya, pada saat Bima memutar balikkan tubuhnya, ia pun melihat sesosok monster yang sedang berdiri membelakangi Bima tepat di ruang tamu yang berada dekat dengan dapur, syok dengan monster yang tiba-tiba muncul di sana, Bima pun berjalan dengan pelan dan bersembunyi di balik meja dapur.
Bima yang sedang bersembunyi mengalami serangan panik, yang membuat nafasnya tidak beraturan dan tangan yang gemetaran, suara erangan monster pun mulai mendekat dan Bima pun menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara.
Setelah situasi yang menegangkan tersebut, suana berubah menjadi sunyi dan Bima yang sudah lama bersembunyi pun menengok di samping meja tempat ia bersembunyi, ia pun melihat ke segala arah tetapi monster tersebut tidak terlihat, saat Bima menduga bahwa ia sudah aman, ia pun merasakan nafas yang hangat diatas kepalanya dan ternyata itu monster yang dia lihat tadi.
Bima berlari pincang dengan sekuat tenaga, tetapi monster tersebut menyergap bima dari belakang yang membuat mereka berdua tersungkur di tengah-tengah ruang tamu.
Bima sekuat tenaga menahan gigi monster tersebut yang ingin menggigitnya dengan tombaknya, pada saat Bima mulai melemah, tiba tiba ada sebuah anak panah yang menancap tepat di mata monsternya.
Tak ingin melepaskan kesempatan itu, Bima pun menusuk monster tersebut berkali-kali degan wajah yang kesal, tak lama kemudian tubuh monster tersebut mulai kaku dan berubah warna keabu-abuan.
"Tadi itu hampir saja, aku benar-benar tidak mengerti bagaimana sistem mereka beregenerasi, dan terimakasih Aria jika kau terlambat sedikit saja mungkin aku akan menjadi segumpal daging."
"Kau tidak apa-apa Bima?"
"Aku baik-baik saja, tadi itu hampir membuatku menjadi gila, sebaiknya kita segera menyusul Pak Sudiarto untuk membantunya."
"Setelah kejadian yang kita alami tadi, aku melupakan Pak Sudiarto." Jawab Aria.
"Kau benar Aria, kita harus ketempatnya segera sebelum keadaan bertambah buruk."
"Kemarilah Bima, biar aku membantumu berjalan."
Bima dan Aria pun berhasil selamat dari keadaan yang mencekam tersebut, dan mulai menyusul ketempat Pak Sudiarto berada.
>Bersambung...
...***...
Suara pistol yang menggelegar terdengar di jalan raya yang sangat luas, menyebabkan para monster-monster disekitar menghampiri asal dari suara itu seperti halnya sebuah ombak yang ganas.
Menembak, berlindung dan berlari sekencang mungkin sampai-sampai membuat Pak Sudiarto muak dengan apa yang telah ia lakukan selama 20 menit tersebut.
"Sial, kapan hal ini akan segera berakhir, peluru yang kubawa hanya tersisa 20 biji saja dan yang lebih menyebalkannya lagi sebanyak apapun aku menembak tetap saja mereka masih bisa berdiri dan beregenerasi."
Karena terbatasnya peluru yang ia bawa, Pak Sudiarto berlari sambil berfikir cara lain untuk mengalahkan para monster yang sedang mengejarnya itu.
Setelah 3 peluru telah ia lepaskan, Pak Sudiarto melihat banyak sekali mobil menutupi jalan tepat didepan matanya. Entah karena apa tiba-tiba saja Pak Sudiarto pun terbesit sebuah ide untuk memanfaatkan mobil-mobil tersebut menjadi bom yang setidaknya dapat menghancurkan monster-monster yang mengejarnya itu.
Dalam jarak beberapa meter dari mobil-mobil itu, Pak Sudiarto berlari mengambil ancang-ancang dan loncat dengan sangat atletis layaknya sebuah adegan dalam film aksi.
Karena banyaknya halangan yang ada di depannya, monster-monster yang dibelakangnya pun mulai ada yang menyusulnya dan ingin menyerang Pak Sudiarto, dengan instingnya ia pun sontak membuka pintu mobil didekatnya yang membuat salah satu monster tersebut terbentur sampai-sampai membuatnya terjungkir.
Setelah menjauh beberapa meter, Pak Sudiarto mulai menyiapkan pistolnya dan menembak tepat di lubang bahan bakar mobil yang membuatnya meledak hingga merembet ke mobil-mobil didekatnya.
Monster yang berada di tempat tersebut mulai terbakar dan ambruk seketika, dan tak lama kemudian para monster itu menggeliat dan berdiri secara perlahan.
"Hah... Sial mereka seperti kecoak saja, tunggu yang ada di tubuh mereka itu apa?"
Pak Sudiarto melihat sebuah benda yang berwarna kemerahan dan berdetak layaknya sebuah jantung.
"Apakah itu inti nya? Untuk memastikannya lebih baik coba ku tembak saja deh."
Monster yang telah ia tembak mulai menunjukkan gerakan yang aneh, dan tak lama kemudian monster tersebut mulai berubah warna menjadi abu-abu dan ambruk seketika.
"Hahaha ternyata benar itu intinya ya, baiklah kalau begitu sekarang saatnya pembalasan."
Dengan membabi buta Pak Sudiarto menembaki monster-monster itu tanpa melewatinya satupun. Dia pun menghentikan tembakannya karena peluru yang ia bawa habis.
"Argh sial, kenapa harus sekarang sih."
Para monster yang baru datang pun mengejar Pak Sudiarto hingga kedalam sebuah gedung.
Ketika ia masuk kedalam sebuah ruangan, ia melihat suatu yang membuatnya teralihkan. Terlihat mayat wanita paruh baya yang terbujur kaku di tengah ruangan, dan ditangannya sedang memegang sepucuk surat yang telah ternodai oleh bercak darah.
" Untuk siapa saja yang membaca surat ini tolong selamatkanlah anakku yang berada di dalam kamar disebelah kanan, tolong bawa dia ke rumah sakit, tiba-tiba saja ia bertingkah aneh setelah sesuatu menempel ditubuhnya, dan maafkan Ibu yang tidak bisa menolongmu." Isi surat tersebut.
Setelah membacanya Pak Sudiarto termenung untuk sesaat dan mengetuk pintu tempat anak itu berada, lantas di dalam kamar itu terdengar suara erangan yang semakin mendekati pintu. Pak Sudiarto yang sudah mengerti situasinya, ia pun memegang gagang pintu kamar tersebut dan menghela napas.
" Maafkan aku, anakmu sudah tidak bisa ditolong lagi, jadi hanya ini yang bisa aku lakukan."
Dengan tangan yang mengepal memegang kapak yang berat, Pak Sudiarto mempersiapkan batinnya dan membuka pintu kamar tersebut.
Setelah terbuka anak yang disebutkan didalam surat itu terlihat bukan lagi seorang manusia, kuku yang terlihat panjang yang dapat merobek apapun, gigi tajam yang dapat mencabik-cabik mangsanya, kulit yang berwarna coklat kemerahan, serta mata merah yang berbentuk seperti reptil.
Mendengar pintunya terbuka anak yang sudah berubah menjadi monster pun menerjang Pak Sudiarto, Pak Sudiarto pun menebasnya dengan kapak hingga membuat kepalanya terputus, walaupun kepalanya terputus monster itu masih bisa bergerak dan menyerang Pak Sudiarto.
Ketika monster itu mendekat, lantas Pak Sudiarto menjatuhkannya dan menebasnya berulang kali sambil berlinang air mata. Setelah beberapa tebasan inti yang selalu ada di dalam tubuh monster mulai terlihat, dengan wajah yang merasa bersalah Pak Sudiarto mengangkat kapaknya keatas dan menghantam intinya dengan sangat kuat.
Setelah ia menghancurkan intinya, monster tersebut mulai kaku dan berubah warna menjadi abu. Air mata yang sedari tadi membanjiri matanya, sekarang sudah tidak terbendung lagi, dan ia pun duduk sambil menundukkan kepalanya.
" Maafkan aku nak..."
Disisi lain Bima yang sedang dituntun oleh Aria, mendapati dirinya berada ditempat yang tidak asing. Setelah beberapa rumah terlewati, Bima melihat rumah yang takkan pernah ia lupakan.
" Bima, apakah kau tau rumah ini?"
" Ya, itu karena rumah ini adalah tempat Rael tinggal."
Setelah beberapa saat, Bima melihat kalau pintu rumahnya terbuka seperti telah dibobol oleh seseorang. Bima dan Aria masuk secara perlahan dan hati-hati, dan mereka hanya melihat barang-barangnya berantakan dan lemari tempat penyimpanan makanan juga terbuka.
" Seperti nya ada seseorang yang telah menjarah ketempat ini, aku akan mengecek keadaan dilantai atas kau tunggu saja disini Aria."
" Tidak aku ikut denganmu Bima, bagaimana kalau sesuatu yang genting terjadi padamu lagi dan juga dengan kakimu yang terluka kau akan kesulitan untuk bergerak."
Setelah mendengar perkataan Aria, mereka pun memutuskan pergi bersama-sama. Mereka pun sampai dikamar Rael yang dipenuhi dengan action figur, alat perkakas, dan komik-komik.
" Melihat barang-barang masih tertata rapi, sepertinya orang yang membobol tempat ini cuman mengambil senjata tajam dan makanan saja."
" Sepertinya kau benar Bima, omong-omong dilihat dari perabotan dan barang barangnya, sepertinya Rael cuma hidup berdua di rumah ini."
" Ya kau benar, Rael tinggal bersama kakak perempuannya di rumah ini."
" Memangnya kedua orangtuanya kemana?" Tanya Aria.
" Entahlah, ia tidak pernah sekalipun menceritakan masa lalunya kepadaku."
" Terus, bagaimana dengan kakak perempuannya?" Tanya Aria.
" Rael bilang kalau kakaknya sedang pergi KKN bersama teman sekampusnya ke Desa Ciptaharja." Jawab Bima.
" Begitu ya."
Setelah mengobrol dan bernostalgia sebentar, mereka pun melanjutkan perjalanannya bertemu dengan Pak Sudiarto.
Beberapa menit telah berlalu, mereka pun telah sampai ketempat terakhir mereka berpisah dengan Pak Sudiarto. Dari jalan arah yang jauh Bima dan Aria melihat seseorang yang tengah berjalan, setelah orang itu mulai mendekat, Aria pun melihatnya dan memberi tahu kalau itu adalah Pak Sudiarto.
" Pak! Kami disini!" Teriak Bima sambil melambaikan tangan setinggi-tingginya."
Pak Sudiarto pun membalas lambaiannya sambil mendekat ketempat Bima dan Aria.
" Apakah kalian baik-baik saja?" Tanya Pak Sudiarto.
" Kami baik-baik saja, hanya kakiku saja yang terkilir." Jawab Bima.
" Baguslah kalau begitu."
Melihat wajah Pak Sudiarto yang agak pucat, Aria pun bertanya.
" Pak, apakah sudah terjadi sesuatu?"
" Tidak, tidak ada masalah, hanya saja tadi terjadi sesuatu yang tidak terduga."
" Begitu ya."
" Kalau terjadi sesuatu bilang saja padaku dan Aria, walaupun mungkin saja kami tidak bisa membantu tapi setidaknya itu bisa meringankan beban mu pak."
" Baiklah kalau begitu, tapi kita harus mencari tempat berlindung terlebih dahulu, karena matahari mulai terbenam."
Setelah perbincangan yang singkat, mereka bertiga pun mulai mencari tempat berlindung untuk mereka beristirahat.
>Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!