Di hutan yang tenang di mana sinar matahari bersinar melalui dedaunan yang lebat, angin bertiup membuat suasana di sekitar hutan menjadi tidak terlalu panas.
Di iringi dengan suara roh yang berterbangan di sekitarnya, suara air juga bergema melalui sela-sela pepohonan dengan suara yang cukup samar-samar.
Seorang remaja laki-laki tengah membuka mulutnya lebar-lebar karena terkejut dan berdiri diam.
Dia melihat seorang gadis cantik yang ada di depan matanya dengan keadaan setengah telanjang. Apalagi gadis tersebut mengguyur tubuhnya dengan air sungai yang terlihat dingin dan menyejukkan.
Splash
Gadis itu memiliki mata besar dengan pupil merah delima dan bibir merah ceri yang lembap dan tipis.
Kulit putihnya sehalus susu dan juga cukup mempesona. Kakinya yang ramping dan indah menghilang di bawah permukaan air yang riak.
Namun apa yang menarik perhatiannya lebih dari segalanya adalah rambut merahnya yang menyala-nyala seperti bara api yang membakar udara.
Rambutnya terlihat basah hingga menempel di tubuhnya yang indah seperti sebuah porselen.
Remaja itu yang memiliki nama Kaizo, merasakan keringat dingin mulai terbentuk di punggungnya.
Bagian paling penting dari otaknya pasti menyuruhnya untuk lari. Namun, tubuhnya tidak mau bergerak. Seolah-olah dia terpesona akan adegan yang terlalu nyata dan penuh dengan keindahan surga.
Matanya yang lembab dan indah berkedip saat dia melihat penyusup yang muncul secara tiba-tiba.
Ekspresinya langsung kosong. Sepertinya dia belum sepenuhnya memahami situasinya. Dia bahkan belum menutupi dadanya yang kecil dan masih berkembang.
Tick
Setetes air yang membasahi rambutnya, jatuh dari poni gadis muda itu. Dengan suara tetesan air itu, kesadaran Kaizo di tarik kembali dengan paksa ke kenyataan.
"Kamu..." gumam Kaizo yang tersandung kata-katanya.
Dia kemudian segera mengalihkan pandangan matanya dari gadis setengah telanjang yang masih berdiri tak bergerak dengan ekspresi yang mudah di tebak.
Kaizo menggosok belakang kepalanya. "Kurasa aku harus bilang, ini kecelakaan besar? Ini pasti kecelakaan yang tidak menguntungkan bagi kita berdua."
Pada saat ini, Kaizo membuat dua kesalahan fatal.
Pertama adalah dia mulai tersandung dengan membuat alasan yang tidak masuk akal. Pilihan terbaik yang harus dia ambil adalah memanfaatkan kenyataan bahwa gadis itu bingung dan segera melarikan diri.
Dan kesalahan lainnya adalah dia mengatakan hal yang harusnya tidak dia katakan. Itu adalah kesalahan yang membuatnya jatuh ke dalam kondisi terburuk.
"Meskipun ini kecelakaan, aku telah melihatmu seperti ini." Kaizo berbicara dengan wajah memerah, kemudian menundukkan kepalanya. "Aku sungguh minta maaf."
Sampai saat ini, dia masih baik-baik saja. Apa yang dia katakan tidak ada yang salah, tapi apa yang menjadi masalah adalah kata yang dia ucapkan setelahnya.
"Kamu tidak perlu khawatir. Aku adalah anak laki-laki yang sehat. Tentu aku tidak memiliki minat seperti itu." Kaizo melirik ke arah dada gadis muda yang ada di depannya. "Aku tidak tertarik pada tubuh seorang anak kecil dan itu tidak membuatku ingin menyerangmu."
Dia akhirnya menginjak ranjau darat raksasa dan menggali kuburannya sendiri.
Keheningan sedingin es jatuh hingga angin dingin sejuk tidak dapat mereka rasakan kembali.
Gadis itu perlahan mengangkat lengannya dan rambut merah melingkari panjangnya ke bawah. Bahunya sedikit bergetar. Itu bukan karena dia kedinginan, tapi Kaizo tidak menyadari fakta penting itu.
"Enam belas..." bibir halus merah tipis gadis itu menggumamkan sesuatu yang aneh dan Kaizo mengangkat alisnya ke atas. "A-aku enam belas tahun!"
Begitu gadis muda itu meneriakkan kalimatnya, rambut merahnya berdiri. Api merah berputar di sekitarnya hingga membuat air yang menutupi sebagian tubuhnya menguap ke atas membentuk udara panas.
Huh?
Kaizo membuka matanya lebar-lebar karena terkejut dengan apa yang di katakan gadis muda itu. "Enam belas tahun!? Sungguh? Seorang anak berusia enam belas tahun dengan dada yang menyedih—!?"
Kaizo dengan cepat menutup mulutnya yang tidak segera ingin mengatakan apa yang sedang dia pikirkan, tapi itu sudah sepenuhnya terlambat.
"Tidak bisa di maafkan." kata gadis muda itu dengan suara yang rendah dan dingin. "Je-jelas tidak bisa di maafkan! Ka-kau iblis pengintip, mesum, cabul!"
Pada saat ini, Kaizo tiba-tiba merasakan firasat buruk mendatanginya. Dia kemudian memperhatikan bahwa pepohonan di sekitarnya membuat gemerisik rendah seperti bisikan yang menakutkan.
Whooshh
"Apa itu angin?" gumam Kaizo merenung, memikirkan dari mana angin itu datang. Hingga tak lama kemudian, dia menyadari sesuatu. "Tidak! Ini bukan angin. Ini...!?"
"Kekuatan api merah, penjaga api yang tak pernah padam! Sekarang adalah waktunya kamu untuk mematuhi kontrak darah kita, maju dan laksanakan perintahku!"
Dari bibir gadis muda itu muncul sebuah mantra dalam bahasa roh yang tidak sulit untuk di terjemahkan.
Bersamaan dengan suara udara yang mengalir ke ruang hampa, cambuk yang terbuat dari api muncul dari kehampaan dan mendarat di tangan gadis itu.
"Seorang «Elementalist»!"
Kaizo menyadari saat dia menatap gadis itu sekali lagi.
Seorang Elementalist bisa mengendalikan sesuatu dari dimensi yang berbeda selain dari dunia ini, tempat yang mereka sebut sebagai dunia lain, «Alam Roh».
Elementalist yang di maksud adalah seorang pengguna elemen yang ada di dunia, lebih tepatnya gadis yang telah membuat kontrak dengan roh yang tinggal di dunia lain itu.
Mereka dapat menggunakan berbagai jenis roh dan dengan bebas menggunakan kekuatan mereka. Seperti halnya apa yang di lakukan gadis di depan Kaizo. Dia telah mengontrak roh tipe api yang agresif.
Kenyataan bahwa gadis muda itu adalah seorang Elementalist bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Bagaimanapun, ini adalah area di mana para Elementalist hebat dari negara lain berkumpul.
(Mengejutkan sekali bahwa dia bisa menggunakan «Ether» yang sangat susah di pelajari untuk membangkitkan kekuatan sejati dari elemen dan roh.)
Cara roh di panggil dan di bentuk setelah datang ke dunia ini dapat di bagi menjadi dua kelompok utama.
Yang pertama adalah bentuk yang muncul sebagai gumpalan kekuatan suci yang tanpa ada batas ruang, tak bermassa dan dalam bentuk tak tentu.
Ini murni pemanggilan kekuatan roh dan di gunakan terutama sebagai katalis ketika sihir roh di gunakan.
Bentuk pemanggilan lainnya adalah bentuk paling murni yang memanggil bagian dari keberadaan roh itu sendiri dan mewujudkannya di dunia.
Pemanggilan ini membutuhkan sejumlah besar kekuatan suci dari tubuh. Dan di atas itu semua, mereka sangat sulit untuk di kendalikan jika tidak memiliki kontrol sihir yang cukup tinggi.
Jadi, mereka yang mampu memanggil keberadaan roh di katakan sebagai elit di antara jajaran Elementalist.
Lebih jauh lagi, gadis yang ada di depan matanya saat ini tidak hanya menggunakan kekuatan roh, tapi dia juga menggunakan kekuatan itu dalam bentuk Ether yang sangat di optimalkan untuk penggunaannya.
"Apakah aku sekarang berada di dalam situasi hidup dan mati?" gumam Kaizo saat pikiran itu tiba-tiba menghantamnya dengan keras seperti kenyataan.
Di mana «Cambuk Api» yang dia pegang menyentuh permukaan air, semburan uap putih naik ke atas. Sementara itu, gadis muda tersebut masih menatapnya dengan raut wajah yang sangat marah.
"Ka-kamu punya nyali untuk datang ke sini!" gadis itu bergumam dengan suara gemetar dan ekspresi wajah yang merah seperti tomat yang matang.
(Wajahnya memerah. Apakah itu karena kemarahannya atau rasa malunya atas situasi ini? Aku tidak berani bertanya mengenai hal ini padanya.)
"Sungguh...! Ka-kau berani mengintip saat aku, Victoria Blade sedang mandi!" gadis itu berkata dengan tergagap dan terlihat sangat malu-malu.
Kaizo menggelengkan kepalanya dengan panik. "Tu-tunggu dulu, ini semua salah paham! Biarkan aku menjelaskannya secara lengkap terlebih dahulu."
"Aku tidak akan mendengar alasanmu yang hanya omong kosong itu! Berubahlah menjadi abu, dasar mesum!" teriak gadis itu dengan mengayunkan cambuk api yang menyala dengan ganas di tangannya.
Cambuk itu bergerak seolah-olah air yang menutupi sebagian tubuhnya tidak ada masalah sama sekali.
"Sial!" keluh Kaizo seraya mendorong tubuhnya ke semak-semak lebat yang ada di dekatnya.
Whooshh
Srash
Hampir pada saat yang bersamaan, cambuk api menyapu kepalanya. Bunga api merah yang tersisa di pohon-pohon yang telah di tebang, terlihat seperti sebuah kertas yang mudah di potong baginya.
Permukaan batang pohon yang di potong ternyata sangat halus dan tanpa ada bekas luka bakar. Serangan itu begitu cepat sehingga api tidak mempunyai waktu untuk menyulut pepohonan yang lain untuk terbakar.
Rambut di dahi Kaizo, terbakar setengah dan berkibar di sekitar mulutnya. Sementara itu, keringat dingin mulai terbentuk di dahinya dengan rasa panik yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
"I-ini lelucon, 'kan? Aku tidak akan mati seperti ini, 'kan?" Kaizo dengan gugup bergumam dan sedang memikirkan suatu cara untuk keluar dari kondisi ini.
Ada tarian tak berujung dari kilatan api merah yang memotong baik secara horizontal maupun vertikal di dalam hutan. Semak di sekitarnya di tebang dalam sekejap mata tanpa meninggalkan bekas.
Setelah kehilangan perlindungannya, Kaizo buru-buru lari untuk menyelamatkan hidupnya.
"Jangan menghindar, mesum!" panggil gadis itu sembari memutarkan cambuknya. "Aku tidak bisa membakarmu!"
Srash!
"Jangan meminta yang tidak mungkin! Dan aku bukan orang cabul!" Kaizo melemparkan kembali perkataan itu padanya dan berusaha menghindari cambuk yang terus menerus berayun seperti menguras nyawanya.
Kaizo lengah untuk sesaat dan pada saat yang sama, cambuk itu mengayun ke arah kaki dan menyebabkan percikan keras hingga membantingnya ke tanah.
Bangkit dari tanah, cambuk segera melompat ke arah hutan, menyebabkan lebih banyak pohon ditebang.
Untungnya di antara semua ketidakberuntungan yang Kaizo alami, bidikan gadis bernama Victoria itu cukup buruk. Ini memang masuk akal karena satu tangan menyembunyikan dadanya agar tidak terlihat.
Untuk menyembunyikan bagian terpentingnya, dia berjongkok di dalam kolam. Namun mengingat seberapa baik dia mampu menangani cambuknya dalam posisi seperti itu, dia pasti cukup terampil menggunakannya.
"Betapa sombongnya meskipun mesum." Victoria berteriak lagi pada Kaizo. "Tolong dengan patuh berubahlah menjadi abu dan tinggalkan dunia ini!"
"Aku bukan orang mesum! Tapi ngomong-ngomong..." Kaizo berhenti dan berbalik, ada sesuatu yang dia perhatikan selama beberapa waktu ini. "Kamu harus menutupi dirimu dengan benar. Celah di jari-jarimu tidak bisa menyembunyikan hal itu sepenuhnya."
Mendengar perkataan itu, Victoria berhenti bergerak dan seketika ekspresi wajahnya membeku. Kira-kira, apa yang di maksud Kaizo dengan mengatakan hal aneh itu?
...
Victoria perlahan memproses perkataan yang baru saja di ucapkan Kaizo padanya. Itu membuatnya tiba-tiba melepaskan cambuknya dengan wajah yang memerah.
"Tidak!" Victoria berteriak dengan suara yang lucu.
Anehnya, dia dengan cepat menyembunyikan dadanya dengan kedua tangan. Itu merupakan tindakan yang cepat menurut situasi yang dia hadapi saat ini.
"Ah, bodoh!" Kaizo tanpa sadar berseru.
Victoria yang telah melepaskan cambuknya, tiba-tiba kehilangan kendali dari cambuk api tersebut. Cambuk itu dengan liar memotong pepohonan di belakangnya hingga bersih dan menjadi hutan yang gundul.
Pohon-pohon besar perlahan tumbang dan salah satu dari mereka jatuh tepat ke arahnya.
Namun, Victoria tidak memperhatikan mereka karena matanya terpejam akibat malu sambil terus memeluk dadanya yang telanjang.
"Sialan!" keluh Kaizo sambil menendang tanah, berlari dengan seluruh kekuatannya menuju kolam air dan melompat ke arah Victoria.
"Apa!?" pupil merah Victoria melebar melihat Kaizo yang mendekatinya.
Kaizo dengan cepat terjun ke kolam air dan segera meraih bahunya yang terlihat gemetar. Ia mengabaikan ledakan beruntun yang terjadi di sekitarnya dan dengan agresif mendorong Victoria ke dalam air.
Srash
Saat tangan Victoria menyentuh air, semburan uap naik dan cambuk api menghilang.
Segera setelah itu, pohon-pohon di dekatnya bertabrakan dengan permukaan air dan menciptakan suara keras yang memekakkan telinga.
Akibatnya, pohon tumbang tersebut menciptakan kolom air yang besar. Dia menyerap panasnya api, dan air kolam yang sekarang hangat mengalir seperti hujan.
Beberapa detik kemudian...
"Oh..." Victoria membuat suara yang menggoda saat dia perlahan membuka matanya.
Ekspresinya kaget, matanya berkedip heran saat menyadari Kaizo bersandar padanya dan mendapati dirinya menatap lurus ke matanya.
Wajah mereka begitu dekat sehingga jika seseorang mendorong punggungnya dengan ringan, bibir mereka kemungkinan besar akan bersentuhan.
Rambut merah Victoria menempel erat di tengkuknya. Bibirnya yang lembab berwarna merah ceri, memikat seseorang untuk mencicipinya.
Wajahnya yang halus seperti boneka, tepat berada di depan mata Kaizo. Untuk sesaat sepertinya dia secara tidak sadar terpikat oleh kecantikan alaminya.
Kaizo dengan cepat menggelengkan kepalanya. "A-apa kamu baik-baik saja? Apa kamu terluka?"
Victoria hanya bisa mengangguk pelan.
Sepertinya dia belum sepenuhnya menyerap situasi yang tengah terjadi. Kaizo menghela napas, lalu mencoba berdiri untuk menghindari kesalahpahaman yang lebih besar.
Saat hendak berdiri, tangan Kaizo tiba-tiba menyentuh sesuatu yang lembut di bawah air. Dia tidak pernah menyentuh sesuatu yang lembut seperti itu, bahkan dalam hidupnya saat ini.
Bersamaan dengan Kaizo menyentuh benda lembut itu, Victoria bersuara imut.
"Hwaaah!"
"Apa itu? Lumpur?" pikir Kaizo menarik kesimpulan.
Dari bibir lembab Victoria, terdengar suara yang lembut dan manis. Tubuh telanjangnya yang terendam berkedut karena suatu alasan yang tidak pasti.
"Ini...?"
Setelah sampai sejauh ini, Kaizo akhirnya sampai pada kesimpulan tertentu dan bergumam dengan keringat dingin. "Aku tidak ingin apa yang kupikirkan menjadi kenyataan. Itu sangat menakutkan."
"Tu-tunggu, tenang. Ini tidak mungkin hal itu, 'kan?" Kaizo mati-matian mencoba untuk menyangkal kemungkinan seperti itu. "Ini tidak mungkin. Ketika aku melihat miliknya sebelumnya, mereka tidak begitu—"
"A-apa... apa yang kau lakukan pada..." bibir Victoria bergetar tanpa sadar. Dia memerah dengan air mata di matanya yang perlahan mengalir turun. "Kamu, cabul!"
"Gwah!" Kaizo berteriak kesakitan karena perutnya di tekuk dengan keras dan ambruk ke dalam air kolam.
Suara kabut panas naik dari permukaan sungai. Dengan kabut panas yang meningkat di belakangnya, Victoria perlahan berdiri.
Cambuk api yang merupakan manifestasi dari roh apinya, sekali lagi berada di genggaman tangannya.
Air di kolam seketika mulai mendidih, banyak gelembung berbuih ke permukaan di sekelilingnya.
"Ti-tidak, ini salah paham! Tunggu, jika kamu melakukan itu, aku benar-benar akan mati!" Kaizo memohon untuk pertama kali dalam hidupnya.
Victoria mengangkat tangannya ke atas tak peduli pada ucapannya. "Di-diam cabul! Kamu akan mati di sini!"
Blammm
Dengan suara ledakan yang hampir memekakkan telinga dan nyaring, tubuh Kaizo terlempar tinggi ke udara dan jatuh dengan kuat menghantam tanah.
****
Beberapa menit kemudian...
Ugh!
Kaizo perlahan tersadar dari tidurnya. Pertama yang ia lihat adalah hutan luas terbentang di depan matanya.
Dia mencoba untuk bangun, tapi tiba-tiba dia sadar ada sesuatu yang melingkar di lehernya. Itu adalah cambuk kulit hitam yang biasa di gunakan untuk menyiksa.
"Benda apa ini?" gumam Kaizo sambil mencoba melepaskan cambuk yang terikat di lehernya.
"Kamu akhirnya bangun, dasar cabul pengintip."
Krkkk
Cambuk di lehernya mengencang hingga membuat Kaizo tercekik dan terbatuk. "Ugh! Le-lepaskan aku."
Kaizo kemudian melihat ke atas dan terlihat gadis muda berambut merah memegang ujung dari cambuk yang mengikat lehernya.
Gadis itu, Victoria Blade berdiri di atasnya dengan tangan di pinggang sambil menatap Kaizo dengan alis yang terangkat ke atas.
Kali ini dia tidak telanjang. Victoria telah berubah menjadi memakai seragam sekolah yang menggemaskan.
Polanya adalah garis biru di atas bidang putih bersih. Itu adalah seragam resmi dari Akademi Putri Sizuan.
Sebuah pita menghiasi bagian depan seragamnya, dan pola unik di jahit di tempat di mana kancing biasanya di letakkan.
Di antara celah stoking selutut berwarna hitam dan rok yang di lipatnya, kakinya yang indah dan ramping menonjol dengan cemerlang. Pita kecil mengikat rambut merahnya di belakang.
Inilah yang orang-orang sebut sebagai gaya rambut ponytail. Di lihat dari rambutnya yang masih basah, sepertinya Kaizo belum lama kehilangan kesadaran.
Menjaga leher Kaizo terikat, Victoria membusungkan dada kecilnya ke depan sambil mendengus. "Yah, bersyukurlah. Aku bersikap lunak padamu dan tidak mencoba membunuhmu secara langsung."
"Itu pasti bohong. Kau pasti berniat membunuhku, 'kan?" balas Kaizo dengan wajah datar.
Victoria menurunkan alisnya dan berbicara dengan tenang. "Apa yang kamu bicarakan? Jika aku lebih serius, kamu pasti sudah menjadi abu sekarang."
"Dia baru saja mengatakan sesuatu yang sangat menakutkan dengan wajah yang sangat tenang." pikir Kaizo dengan memasang ekspresi wajah gugup.
"Aku minta maaf. Cepat jauhkan aku dari menjadi abu. Bagaimanapun, aku membantumu!" Kaizo memohon.
"Yah, ya baiklah. Aku adalah wanita cantik berpangkat bangsawan, jadi aku akan memberimu pujian atas bantuanmu. Meski begitu, kamu adalah kelas yang lebih tinggi dari cabul rata-rata, jadi kamu cabul tingkat tinggi!" bentaknya sambil menatap tajam ke arah Kaizo.
"Pada akhirnya sebutan cabul itu tidak berubah." Kaizo menghela napas sedih dan menyadari sesuatu. "Ngomong-ngomong, bukankah cabul kelas tinggi bahkan lebih buruk dari sebutan cabul rata-rata?!"
Victoria kemudian memeluk dirinya sendiri dengan wajah tersipu malu. "Aku yakin kamu hanya berpura-pura membantuku! Ka-kamu menyentuhnya!"
Mengingat apa yang terjadi terakhir kali, wajah Victoria tiba-tiba berubah menjadi merah padam.
Melihat reaksi seperti itu darinya, Kaizo punya ide bagus untuk lepas dari takdir menyedihkannya saat ini.
(Gadis ini, mungkinkah dia orang yang seperti itu?)
"Jadi sepertinya nona ini adalah tipe mesum yang memiliki hobi mencambuk pria." ucap Kaizo menggoda Victoria dengan acuh tak acuh.
Victoria tersentak dan cemberut. "Apa!? I-itu tidak benar! Aku bukan orang mesum seperti itu!"
Responnya segera seperti yang Kaizo harapkan. Dia menggelengkan kepalanya dengan kuat dan pipinya langsung menjadi merah padam sampai ke telinganya.
"Kalau begitu, apakah kamu senang di cambuk?" Kaizo dengan licik melanjutkan godaannya.
"A-apa... apa yang kau katakan?" mata Victoria berputar saat hembusan uap keluar dari kepalanya.
"Oh, seperti yang kuduga." Kaizo tersenyum pahit.
(Gadis ini benar-benar polos.)
Kemungkinan besar bukan hanya Victoria yang sepolos ini. Lagipula, Akademi Putri Sizuan adalah sekolah tempat para gadis putri elementalist berkumpul.
Hanya gadis murni yang mampu bertukar perasaan dengan roh dari Alam Roh.
Di antara para putri suci, mereka yang memiliki cukup Divine Power untuk memerintahkan roh terkontrak adalah gadis dari garis keturunan raja atau bangsawan.
Mereka biasanya berasal dari keluarga kuno dan terhormat, yang darah elementalistnya telah di perkuat melalui pernikahan dari banyak generasi.
Untuk menjaga kemurnian tubuh dan hati mereka, gadis-gadis ini di besarkan di lingkungan yang benar-benar terpisah dari kontak dengan laki-laki sejak masa kanak-kanak hingga dewasa.
Apa yang di sebut pendidikan elit untuk elementalist tidak memiliki tempat untuk laki-laki. Oleh karena itu, semua gadis yang menghadiri akademi adalah putri super polos yang tidak terbiasa berurusan dengan pria.
Menemukan kelemahan Victoria yang mudah di kenali, Kaizo berpikir untuk mengerjainya.
Dari posisi berlutut, Kaizo menatap wajah merah cerah Victoria yang malu dan tampak lucu.
"Ka-kalau begitu, ada sesuatu yang ingin kukatakan sejak aku bangun." Kaizo tergagap mencoba untuk bermain-main lebih jauh lagi.
"A-ada apa, dasar cabul?" Victoria menjawab dengan hati-hati karena hatinya sudah tidak sanggup lagi.
Kaizo mengalihkan pandangan matanya. "Aku bisa melihat pakaian dalammu dari sudut ini.
Huh?
"Kyaaa!" teriaknya lantang dengan air mata yang mulai mengambang di mata merahnya. Ia buru-buru menekan pinggiran roknya dengan kedua tangan.
...
"Ka-kau melihatnya?" tanya Victoria dengan raut wajah yang merah.
Kaizo menurunkan pandangan matanya ke bawah, lalu mendongak. "A-aku melihatnya hanya sekilas. Dan kamu, secara tak terduga adalah gadis yang sangat pemberani. Pakaian dalammu berwarna sama dengan rambutmu. Aku terkesan padamu, nona muda."
"Ka-kamu bohong! Mereka tidak merah! Mereka putih!" Victoria berteriak dengan lantang tanpa sadar.
Kaizo mengangguk dengan bijak. "Ah, jadi mereka putih. Sepertinya aku tadi salah melihatnya."
Huh?
Menyadari bahwa dia telah di tipu, Victoria menggigit bagian depan bibirnya. Air mata yang dari tadi mengembang di sekitar matanya, mulai turun ke bawah.
"U-uuuuuh..." Victoria mulai menangis.
Pada reaksi tak terduga yang tiba-tiba ini, Kaizo langsung panik. "Tidak, kau adalah wanita cabul. Seorang wanita muda kotor, yang mengungkapkan warna pakaian dalamnya sendiri."
Dia telah berencana mengatakan lebih untuk menggodanya, tapi seperti yang di harapkan, dia mulai merasa bersalah dan seperti orang jahat.
Mengambil kesempatan saat Victoria masih menangis, Kaizo segera melepaskan cambuk dari lehernya.
"Baiklah, aku bertindak terlalu jauh dengan leluconku. Aku minta maaf." Kaizo berdiri dan meletakkan tangannya di atas kepala Victoria.
Dia berhenti menangis dan tampak bingung menatap mata hitam Kaizo.
"Ini salahku bahwa aku melihatmu telanjang saat kamu mandi. Aku juga menyentuh dadamu. Namun, tindakan itu tidak di sengaja. Tolong percayalah padaku." jelas Kaizo dengan suasana yang tidak mengenakkan itu.
Melihat kebenaran dari kata-kata yang dia ucapkan dari matanya, Victoria mau tidak mau mengalihkan pandangannya. Hatinya berdegup entah kenapa dan tubuhnya terasa mulai hangat.
"Apa-apaan ini! Jika kamu bukan orang mesum, lalu kenapa kamu bisa ada di sini?"
Sebuah pertanyaan yang tidak mudah untuk di jawab oleh Kaizo. Hutan ini berada di bawah yurisdiksi Akademi Putri Sizuan, yang di kenal sebagai Hutan Roh.
Tidak akan ada alasan bagi seorang pria untuk berada di halaman akademi. Bahkan jika dia bukan orang cabul, fakta bahwa dia berada di tempat yang seharusnya tidak bisa di ganggu gugat tidak bisa di hindari.
"Aku di panggil oleh Aidenwyth." Kaizo memberitahu Victoria dengan terus-terang.
"Aidenwyth? Kepala sekolah akademi!?" Victoria bertanya dengan curiga dan melebarkan matanya terkejut. "Memang mengapa kepala sekolah memanggil laki-laki ke akademi? Apa kamu berbohong?"
"Aku tidak berbohong. Lihat, ini buktinya." Kaizo melanjutkan sambil merogoh sakunya dan mengeluarkan surat dari dalam mantelnya.
Surat itu di tandatangani oleh kepala sekolah yang terkenal. Itu juga di cap dengan segel lambang yang melambangkan Five Elemental Lord yang agung.
"Apakah itu segel lambang peringkat pertama Kekaisaran!?" Victoria berteriak kaget.
Segel lambang peringkat pertama di produksi dengan menyegel roh dengan teknik khusus ke dalam segel.
Segel ini di nilai sebagai yang tertinggi di antara segel lambang yang di keluarkan oleh Kekaisaran dan di katakan sama sekali tidak mungkin untuk di palsukan.
Tentu saja, itu adalah sesuatu yang jarang terlihat. Namun sebagai seorang elementalist, Victoria pasti bisa mengatakan bahwa itu adalah hal yang nyata.
"Sepertinya ini asli. Tapi mengapa kepala sekolah memanggil seorang pria ke akademi?" Victoria bertanya dengan rasa penasaran yang tinggi.
Kaizo menghela napas lelah. "Yah, untuk jawaban atas pertanyaan itu, kamu harus bertanya pada Aidenwyth, perempuan tua itu. Di panggil juga merepotkan bagiku."
"Itu... 'perempuan tua itu!?'" wajah Victoria menegang.
«Penyihir Istana Biru, Aidenwyth».
Dia merupakan individu yang sangat di hormati oleh para putri suci yang bertujuan untuk menjadi Ksatria Roh. Di katakan juga bahwa dia sepopuler Pemegang Gaya Pedang Terkuat di Kekaisaran Eldant, Rei Assar.
Bahkan setelah dia pensiun satu dekade yang lalu dari «Sebelas Jenderal Ksatria», kekuatan paling elit dari Ksatria Roh yang di kenal sebagai «Zero Order», status legendarisnya sebagai «Penyihir Istana Biru» masih harus di takuti dan di puja di tingkatan tertinggi.
(Yah, bagiku dia hanyalah mimpi buruk yang melekat.)
Kaizo berbicara dalam hatinya sambil memasukkan kembali surat itu ke dalam sakunya.
"Aidenwyth adalah kenalan lamaku. Aku datang jauh-jauh ke sini, tapi lapangan akademi sangat besar sehingga aku tersesat." lanjut Kaizo, mencoba untuk memperjelas situasinya saat ini.
Lahan Akademi Putri Sizuan sangat luas. Selain itu, kota akademi di kaki bukit juga mencakup seluruh Hutan Roh yang mengelilinginya.
"Mungkinkah kamu di sesatkan oleh roh-roh di hutan?" Victoria menekuk dahinya dan mencibir. "Itu sangat buruk. Keberuntunganmu benar-benar sial."
Kaizo mengangguk, merasa sedikit sedih. "Ya, begitulah. Terima kasih atas hinaan halus itu."
Di berbagai lokasi benua, hutan «Five Roh» terhubung dengan «Alam Roh» melalui «Gate».
Seluruh hutan ini di huni oleh roh-roh yang telah mengembara ke dimensi ini. Sebagian besar dari roh tidak tertarik pada manusia dan karena itu mereka di anggap tidak berbahaya.
Ada juga roh yang senang bermain lelucon. Mereka sengaja menyesatkan pengelana yang tersesat ke dalam hutan. Kaizo di bingungkan oleh bisikan roh dan pergi semakin jauh ke dalam hutan, karena itu dia tersesat.
"Ngomong-ngomong, aku sangat senang bertemu seseorang. Tidak menyenangkan menjadi korban di hutan. Ke mana aku harus pergi ke akademi?" Kaizo bertanya dengan sungguh-sungguh pada gadis di depannya.
"Arah mana? Aku akan memberitahumu bahwa di butuhkan dua jam untuk sampai ke akademi dari sini dengan berjalan kaki." jawab Victoria dengan penuh pengertian.
"Apa?!" Kaizo berteriak tak percaya. "Sejauh itu?!"
Jika Kaizo berjalan sejauh itu sendirian, kemungkinan besar dia akan sekali lagi di tipu oleh para roh. Karena ada seorang siswa dari akademi yang saat ini di depannya, dia mengira bahwa akademi itu lebih dekat.
(Tunggu, kenapa gadis ini mandi di tempat seperti ini?)
Kaizo bertanya-tanya dalam hatinya.
Hari ini memang agak panas, namun alih-alih datang sejauh ini, seharusnya ada fasilitas mandi di dalam akademi. Hanya ada perempuan di sekolah, jadi tidak ada yang perlu di permalukan.
Kaizo menanyakan pertanyaan ini kepada Victoria, tapi dia memasukkan tangannya ke rambut ponytail yang basah dan mencoba menyisirnya.
"Aku di sini untuk ritual pemurnian kontrak roh. Mata air di sebelah kuil memiliki kualitas pemurnian air yang tinggi. Kamu tahu bahwa roh menyukai wanita yang memiliki pikiran dan tubuh yang murni, 'kan?"
"Kontrak roh?" Kaizo merenung sesaat.
Saat dia mendengar kata-kata itu, rasa sakit yang berdenyut datang dari punggung tangan kirinya yang di tutupi sarung tangan kulit berwarna hitam. Kaizo meringis dari rasa sakit yang menusuk tajam itu.
"Sedikit lebih jauh ke dalam hutan dari sini ada pedang suci kuno di kuil. Rumor mengatakan bahwa roh tersegel yang kuat terkunci di sana. Sejak berdirinya akademi, tidak ada satu pun putri gadis yang berhasil membuat kontrak dengannya. Kedengarannya seperti roh yang sangat mulia." kata Victoria dengan antusias.
«Roh Tersegel».
Mereka bukan roh normal yang tinggal di Dunia Roh dan pindah ke dimensi ini. Di antara jajaran dan jenis roh, ada beberapa yang di segel menjadi senjata atau baju besi oleh kekuatan kuno elementalist.
Sebagian besar dari roh-roh tersegel ini telah membawa bencana yang mengerikan bagi umat manusia dan merupakan makhluk mengerikan yang di sebut «Babel» atau «Akuma» oleh masyarakat kuno.
Tentu saja, mereka tidak di maksudkan untuk di pekerjakan oleh para elementalist.
Para elementalist kuat di masa lalu menyegel roh-roh ini dalam senjata atau baju besi sehingga mereka tidak akan pernah bisa di panggil lagi dan memberikan lebih banyak kerusakan pada dunia di sekitar mereka.
"Jangan bilang, kamu berencana untuk membuat kontrak dengan roh tersegel itu?" Kaizo bertanya dengan wajah yang tercengang dan khawatir.
Victoria mengangguk ringan. "Itu benar. Apa kamu punya masalah dengan itu?"
"Berhenti, itu terlalu berbahaya!" Kaizo mencoba untuk menghentikan Victoria yang ingin bertindak gegabah.
"Sepertinya kamu tahu sedikit tentang roh tersegel meskipun kamu bukan seorang elementalist. Aku cukup sadar akan bahayanya, tapi bagaimanapun juga aku membutuhkan roh yang kuat." gumam Victoria dengan menggigit bibirnya yang tertutup rapat.
Melihat tekad kuat dalam ekspresinya, Kaizo membentak kembali ceramahnya di ujung lidahnya. "Bukankah kamu sudah memiliki kontrak dengan roh api itu? Itu juga roh yang kuat, bukan? Tidak apa-apa jika kamu memakai dia! Kenapa harus mencari yang lain?!"
Roh api tidak terlalu langka, tetapi hanya ada segelintir elementalist yang bisa mengendalikan roh api dan mampu menggunakan kemampuan penuh Ether di seluruh Kekaisaran.
Pada catatan lain, elementalist yang telah membentuk kontrak dengan banyak roh sangat langka, mendapatkan banyak sekali keberuntungan. Mereka akan di sebut sebagai putri elementalist ekstrim.
Perselisihan antara roh terkontrak dapat menyebabkan penurunan keseimbangan kekuatan suci. Tanpa bakat yang cukup, seseorang tidak akan bisa mengendalikan mereka dengan leluasa.
"Salamander adalah partner yang penting, tapi aku butuh lebih banyak kekuatan." Victoria dengan tenang menggelengkan kepalanya. "Aku punya tujuan. Untuk mencapainya, aku harus punya semangat yang kuat."
Ponytail merah Victoria berayun bolak-balik di punggungnya saat dia membawa Kaizo lebih jauh ke dalam hutan. Apalagi, Kaizo merasakan firasat buruk dari perjalanan mereka saat ini.
...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!