Mata elang itu menatap dengan sangat tajam, begitu terasa aura dari seseorang yang sangat menakutkan itu sedang berhadapan pada sesosok pria.
"Katakan, siapa yang menyuruh kalian melakukan semua ini?" Mendengar suaranya saja sudah membuat merinding.
"Cuih! Aku tidak akan pernah sudi untuk mengatakannya padamu, walaupun aku harus mati sekalipun." Pria tersebut yang saat ini dalam keadaan yang sangat begitu menggunakan, dengan sebuah senjata yang berada tepat di kepalanya dan siap untuk menuntaskan isinya.
Sreet!
Sreet!
"Argh! Kau gila! Ka kau benar-benar bukan manusia!" Pria tersebut merasakan sakit yang sangat luar biasa pada tubuhnya, sebuah pisau kecil yang sangat tajam telah membuat kedua daun telinga pria tersebut berjatuhan di lantai.
Tahapan tajam itu masih tertuju pada pria yang saat ini meringis kesakitan, tiada sedikitnya pada wajahnya untuk menampakkan rasa belas kasihan.
"Heh! Ternyata nyalimu besar juga, masih enggan untuk menjawabnya?" Pertanyaan kembali diberikan, dengan seringai yang sangat menyeramkan.
"Biadab! Ba***at kau Ray! Sampai kapanpun aku tidak akan mengatakannya, kau akan mendapatkan balasan atas semua yang kau lakukan ini! Argh! Argh!" Teriakan semakin terdengar sangat jelas, keluar dari mulut pria tersebut.
Dor!
Dor!
Terdengar suara tembakan yang begitu keras, dalam hitungan detik. Pria tersebut sudah tak bernyawa, senjata yang berada didekat kepalanya sudah tidak dapat menahannya untuk segera keluar dari persembunyian dan tepat mengenai sasaran.
"Bereskan bangkainya, tugas kalian belum selesai." Pria tersebut berjalan meninggalkannya begitu saja.
"Baik tuan."
Semua anggota yang berada dibawah kepemimpinan pria tersebut bergerak dengan sangat cepat untuk membereskan kejadian disana, kerja yang begitu rapi membuat orang lain tidak dapat mengetahui peristiwa yang baru saja terjadi.
Ray Tamoez, CEO dari perusahaan multinasional Win'R. Menguasi dunia bisnis yang juga menjadi pengusaha terkaya, memiliki wajah yang sangat tampan dan juga tubuh yang atletis. Sehingga membuat kebanyakan wanita menaruh hati dan menginginkannya.
Namun mereka tidak ada yang mengetahui, jika Ray adalah seorang ketua dunia bawah terkenal dan juga sangat ditakuti oleh kelompok lainnya. Hanya sebagian kecil kelompok maupun orang-orang yang begitu ceroboh, dengan beraninya mencari masalah pada mereka. Setelah membersihkan dirinya dari sisa-sisa permainannya, kini Ray bersiap untuk melanjutkan kegiatannya untuk menjalankan perusahaannya.
...----------------...
"Silahkan tuan." Ujar Felix, sang asisten kepercayaannya mempersiapkan tuannya untuk memasuki mobil.
Dengan begitu elegannya, Ray memasuki mobil tersebut dan ia mulai disebutkan kembali dengan pekerjaannya. Melalui benda pilih ditangannya, mengecek beberapa laporan yang masuk melalui emailnya. Kali ini ia akan menemui kliennya untuk membahas beberapa urusan kontrak kerjasama, yang bertempat pada salah satu Cafe terbesar dan cukup ternama. Saat tiba disana, Felix mengikuti langkah sang tuannya untuk memasuki sebuah ruangan khusus.
Dugh!
"Akh! Ma maaf tuan, saya tidak sengaja. Sekali lagi, mohon maaf tuan. maafkan saya tuan, permisi. "
Seorang wanita yang saat itu bertabrakan dengan Ray, dengan wajah yang menunduk. Entah itu benar-benar tidak sengaja atau apapun. Wanita itu langsung saja berlalu dari hadapan Ray setelah mengucapkan maaf, hal itu membuat Felix dan terutama Ray melotot dengan tatapan yang sangat tajam. Terlihat jika tangan Felix sudah mengenal dengan sangat kuat dan hendak menarik wanita itu dari hadapan mereka, dan anehnya. Tiba-tiba saja tubuh Felix tertahan, terlihat tangan ke arah atas sebagai tanda untuk tidak meneruskannya dan ia melanjutkan langkahnya.
Ada apa dengan tuan hari ini? Sikapnya sangat berbeda, wah ini sangat luar biasanya. Felix menggelengkan kepalanya dan melanjutkan langkah mengikuti tuannya.
Melanjutkan tujuan utama mereka untuk datang kesana, pembahasan dan kesepakatan telah terjadi.
"Semoga kerjasama ini akan berjalan dengan lancar, tuan Ray. Tentunya, kami tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah anda berikan." Vansh, pimpinan dari perusahaan Jaya Mega yang juga merupakan saingan Ray dalam dunia bisnis.
"Semoga saja, jika mengecewakan. Kalian sudah tahu siapa aku." Begitu tegasnya ucapan yang Ray berikan.
Jamuan pun diberikan setelah mendapatkan kesepakatan diantara mereka, beberapa pelayan Cafe mulai menyuguhkan beberapa hidangan yang akan mereka nikmati. Saat Vansh akan melanjutkan ucapannya, seketika perhatiannya teralihkan pada salah satu pelayan disana.
"Silahkan tuan." Pelayan wanita tersebut mempersilahkan untuk menikmati jamuan dari mereka.
Tanpa melirik dan teralihkan, Ray masih bersikap atuh tak atuh dengan situasi yang ada.
"Tunggu!" Vansh tiba-tiba menghentikan pelayan tersebut.
"Iya tuan, apakah ada yang saya bisa bantu?" Sapa pelayan tersebut.
"Nisha! Kamu Nisha kan?" Dengan begitu yakinnya, Vansh menghampirinya.
Tubuh Nisha mendadak kaku, bagaimana bisa ada orang yang mengenali dan mengetahui namanya. Apalagi dari kalangan orang-orang ternama seperti ini, Nisha masih tampak menundukkan kepalanya.
"Vansh, masih ingatkan." Vansh tampak begitu sumrigah dengan pertemuan tersebut.
Mendengar nama itu, membuat Nisha memberanikan dirinya untuk menatap sang pemilik suara.
"Kak Vansh!" Sontak saja membuat Nisha kaget.
Tanpa mereka sadari dan larut dalam urusan masa lalunya, ada sepasang mata yang menyaksikan peristiwa tersebut. Hal itu juga membuat ketertarikan dari dalam dirinya, lalu senyum seringai terukur dari sudut bibirnya. Merasa jika urusannya telah selesai, Ray beranjak dari duduknya dan menghampiri Vansh yang masih larut dalam dunianya sendiri. Menepuk pundak Vansh pelan, lalu tanpa disadari. Ray melirik dan menarik senyuman dari sudut bibirnya saat melewati pelayan wanita tersebut, dan disaat yang bersamaan juga Nisha menangkap tatapan serta senyuman itu.
"Ma maaf, saya harus melanjutkan pekerjaan. Permisi." Nisha pamit undur diri dan mempercepat langkahnya.
Melihat bayangan itu telah hilang, Vansh hanya terdiam menyaksikannya. Wanita yang ia cari selama ini, ternyata dipertemukan kembali.
Nisha, akhirnya kita bertemu kembali. Kakak tidak akan melepasmu lagi, apapun yang akan terjadi.
Pertemuan kembali dengan wanita yang ia kagumi dan juga ia sayangi, namun harus terpisahkan oleh status sosial yang mereka miliki. Nisha, seorang wanita yatim piatu yang bersekolah dengan menghandalkan kejeniusannya mendapatkan beasiswa dan juga hasil warung kecil-kecilan sang nenek, sehingga membuat orang lain meremehkannya dan tidak ingin berteman dengannya.
Dari dalam mobilnya, Ray melemparkan pandangannya keluar jendela. Felix melihat gelagat aneh dari tuannya, membuat dirinya bingung namun ia harus fokus untuk mengendarai laju mobilnya.
"Temukan informasi tentang pelayan Cafe tadi, hari ini sudah harus kau dapatkan Felix."
Dugh!
Mendapatkan mobilnya berhenti mendadak, membuat Ray menentang kursi bagian pengemudi dengan menggunakan kakinya.
"Bisan hidup kau rupanya, Felix!" Ray menaikkan nada bicaranya.
"Ah, maaf kan saya tuan. Tadi mata saya kemasukan sesuatu, saya akan segera mencari informasinya tuan."
Felix melanjutkan perjalanan mereka dengan pikirannya yang masih bertanya-tanya.
Seperti hari biasanya, saat akan berangkat pergi bekerja. Nisha akan berjalan kaki menuju halte bus terdekat dengan rumahnya, namun saat berjalan ia merasakan ada sesuatu yang sedang mengawasinya. Akan tetapi semuanya pikirannya itu ditepiskan, agar bisa fokus untuk bekerja saja. Setibanya ditempat bekerja, ia segera saja bersiap untuk melaksanakan pekerjaannya seperti biasa.
"Nisha, kamu dipanggil oleh pak Erwin tuh." Devi menepuk pundak Nisha, sehingga membuatnya terkagetkan.
"Aku? Ada apa?" Ucap Nisha dengan nada suara yang penuh penasaran.
"Nggak tahu Nis, udah kamu lebih baik cepetan kesana deh. Nanti berubah jadi toa (penggeras suara) tu pak Erwin." Devi mendorong tubuh Nisha yang masih kaget dengan perlahan.
Tok tok tok...
"Masuk saja." Jawaban yang diberikan dari dalam.
Dengan perlahan, Nisha membuka pintu tersebut. Berjalan mendekati seorang pria yang tak lain adalah manajer ditempat ia bekerja.
"Ehm, maaf. Bapak panggil saya?" Ujar Nisha yang penuh kegugupan menyertai dirinya.
"Oh iya Nisha, mulai hari ini. Kamu ada tugas tambahan, menghantarkan makan siang untuk CEO dari perusahaan Win'R. Nanti kamu bisa menggunakan motor yang sudah saya persiapkan, dan satu lagi pesan saya. Jangan sampai kamu membuat kecewa CEO itu dan Cafe kita ya, karena mereka sudah membayar tinggi untuk semuanya ini. Kamu paham kan, Nisha." Erwin memastikan jika Nisa tidak membuat kesalahan.
"Kenapa saya pak yang menghantarkan pesanan itu? Biasanya tugas itu dikerjakan oleh bang Satria pak."
"Satria tidak akan sanggup menjalankan tugas delevery untuk dua tempat dalam waktu yang bersamaan, Nis. Jalankan saja tugasmu ini ya, nanti gaji untuk akan ditambahkan dengan biaya jasa hantar delevery ini. Siang ini tugas itu sudah bisa kamu kerjakan, selamat bekerja." Erwin tersenyum kepada Nisha, entah rencana apa yang sedang ia lakukan.
Melangkah keluar dari ruangan tersebut, membuat Nisha berpikir lagi. Senang atau harus mengeluh, itulah yang kini Nisha rasakan. Namun penuh dengan keanehan dan kejanggalan untuk tugasnya kali ini, mendadak dan terkesan memaksa.
Flashback on...
Mata Ray menatap layar datar dari ponsel yang berada ditangannya, sebuah email yang baru saja masuk dari Felix.
"Nisha Mirza, Mirza..." Ray tampak sedang berpikir dan mengingat sesuatu, namun ia melanjutkan kembali membaca informasi tersebut.
Langsung saja ia menghubungi sang asisten kepercayaannya, tanpa melihat lagi waktu yang ada.
"Buat wanita itu terikat dengan perusahaan kita, kalau bisa selamanya."
Tut...tut...
Orang yang dihubungi Ray saat itu mengumpat kesal dalam hatinya, bagaimana tidak. Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari, dengan kesadaran yang belum terkumpul sempurna. Felix berdengus mengeluarkan nafas beratnya.
Jika bukan bos, sudah kutendang dipake negeri tak berpenghuni.
Flashback off...
Mengendarai sepeda motor matic dari tempatnya bekerja, kini Nisha telah tiba pada alamat yang diberikan. Melihat sebuah gedung besar dihadapannya, membuat Nisha melebarkan kedua bola matanya. Begitu takjub dengan hal yang baru saja ia saksikan, sungguh ia sangat terpesona.
"Ini gedung apa bukan ya? Besar sekali." Celotehnya dengan menggelengkan kepalanya.
Dalam keadaan yang masih takjub, Nisha melangkahkan kakinya memasuki gedung tersebut.
"Maaf, permisi mbak. Saya mau menghantarkan pesanan untuk bapak Ray Tamoez." Nisha menghampiri dan bertanya pada seseorang yang ada papan nama resepsionis disana.
" Ya mba, bisa tunggu sebentar. Saya akan menghubungi dahulu asistennya, Nda bisa tunggu sebentar." Dengan penuh keramahan, wanita itu menanggapi Nisha.
Menganggukkan kepalanya dan tersenyum, Nisha pun menunggu wanita tersebut untuk menghubungi seseorang. Tak berapa lama kemudian, wanita itu mempersilahkan Nish untuk menghantarkan langsung pesanan tersebut kepada sang pemesan. Lalu ia dibekali dengan beberapa arahan untuk sampai ke ruangan seorang Ray.
Lantai empat puluh? Kurang banyak ruangannya, kenapa nggak sekalian lantai seratus saja. Keluh Nisha saat menaiki menggunakan lif tersebut.
Ting!
Pintu lif terbuka, ditingkatkan tersebut memperlihatkan hanya ada dua ruangan. Kembali lagi Nisha dibuat kagum namun menggerutu, gelengan kepalanya menampakkan kalau ia kurang berkenan.
Mubazir nggak ya, hanya ada dua ruangan disini. Sayang sekali, padahal bisa dimanfaatkan untuk ruangan lainnya.
"Yak!!" Secara tiba-tiba Nisha berteriak dengan sangat keras.
"Eh, maaf. Kamu kaget ya, hahaha lucunya." Wanita tersebut membuat kaget Nisha dan mencubit dengan gemas kedua pipinya.
"Emm, mbak." Nisha mencoba melepaskan diri.
"Ah maaf, kamu mau menghantarkan pesanan pak Ray ya? Ayo." Caca, sekretaris sang CEO menarik tangan Nisha untuk mengikuti langkahnya.
"Eh, mbak." Merasa kaget dengan perlakuan wanita tersebut, lagi-lagi Nisha dibuat geleng-geleng kepala.
"Pak Ray sudah menunggu kamu dari tadi, bisa ngamuk dia kalau kamu berlama-lama. Kamu tahu, dia ngamuk seperti hewan buas yang menerima mangsa. Ayo cepat."
Tok tok tok...
Pintu ruangan besar tersebut terbuka, tubuh Nisha mendadak kaku. Caca meninggalkan begitu saja dirinya disana.
"Maaf tuan, pesanan anda sudah datang. Ayo kesana, semangat." Caca Memberikan dukungan kepada Nisha.
Begitu pun bagi Nisha, ia tidak ingin berlama-lama disana. Bisa-bisa ia akan mendadak terkena serangan jantung, apalagi suasana ruangan tersebut begitu menakutkan bagi dirinya. Mata Nisha melirik isi dari ruangan tersebut, tidak ada orang menurutnya. Melihat ada sebuah meja disana, Nisha berinisiatif untuk meletakkan pesanan itu disana. Walaupun tidak bertemu dengan yang memesan, namun pesanannya sudah berada disana.
"Hallo, apakah ada orang disini." Nisha berceloteh untuk mengurangi rasa ketakutannya.
"Pesananya Surabaya hantarkan tuan ya, saya pamit." Bergegas untuk meninggalkan ruangan tersebut, namun saat akan menjauh dari sana. Terdengarlah suara yang begitu sangat menyeramkan.
"Kau terlambat tiga puluh menit."
"Hah!"
Tubuh Nisha menegang dan kaku, merinding. Apalagi terdengar suara langkah kaki mendekatinya, begitu santainya Ray berjalan dihadapan Nisha dan duduk. Matanya mengawasi makanan yang diletakkan Nisha sebelumnya di atas meja.
Ya ampun ni orang, nggak ada kerjaan banget. Ngagetin orang saja, seperti datang tak dijemput dan pulang juga tidak dihantar.
"Beraninya kau mengumpatku, akan kuruntuhkan tempat kau bekerja. Siapkan makanan ini, jangan coba-coba kabur sebelum aku selesai makan." Ray menyelingkan kakinya dan bersandar, sambil menikmati pemandangan dimana Nisha tersenyum kecut.
Sungguh menarik, kau tak akan ku lepaskan.
Kini, hidangan sudah tertata di atas meja. Nisha mempersilahkan Ray untuk menikmati makanan tersebut, ingin sekali Nisha memberontak dengan apa yang terjadi. Mengingat kembali pesan dari managernya, terpaksa Nisha harus bersikap manis.
Tidak ada tawaran ataupun basa-basi dari Ray untuk Nisha, ia hanya melihat makanan tersebut tanpa memperdulikan orang yang berada bersamanya. Setelah selesai, Ray beranjak untuk membersihkan tangannya, meninggalkan Nisha yang berdiri kaku untuk menyaksikan dirinya. Senyuman pun terukir dari sudut bibirnya Ray.
Dasar manusia batu, nggak peka sekali dengan orang sekitarnya. Berlama-lama disini, akan semakin membuatku tidak waras. Lagian juga tugasku sudah selesai, permisi tuan saya pamit.
Tanpa menunggu lama, Nisha berjalan dengan cara mengendap-endap selayaknya pencuri. Membuka pintu dan kabur.
Saat kembali dari membersihkan tangannya, Ray tidak mendapati keberadaan Nisha lagi disana. Orang lain akan marah dengan sikap seperti itu, namun itu tidak berlaku saat ini untuk Ray. Senyuman itu terukir dengan sangat jelas.
"Hahaha. Kau sudah berani bermain-main denganku baby, baiklah. Kau sendiri yang sudah memulainya. Kupastikan, kau tidak akan pernah bisa lari dariku." Kembali senyuman itu terukir dengan begitu jelas dari wajah seorang Ray yang selalu dingin, kaki dan datar.
...----------------...
Saat ini, bersama dengan sebagian dari anggotanya. Ray dan lainnya sedang mengawasi pergerakan dari lawannya, bersiap siaga untuk melakukan penyergapan dan juga penyerangan.
"Merekan sedang melakukan transaksi, tuan." Henley, orang kepercayaan Ray dari dunia bawah melaporkan hasil pengawasannya.
"Ikuti saja, mereka itu masih terlalu polos." Sambil menyesapi benda yang berada di jarinya, kepulan asap mewarnai udara disekitar Ray.
Ray dan kelompoknya melakukan pergerakan untuk menangkap pemain yang sedang merusak namanya dalam bisnis gelapnya, keadaan yang semulanya sangat tenang. Namun kini sudah berubah menjadi sangat mencekam, pergerakan dari target mereka sangat kaku. Sehingga tidak menyadari jika mereka sedang dalam pengawasan orang lain, hal itu sangat memudahkan kelompok lain untuk mengagalkannya.
Dor!
Dor!
Terjadi baku tembak yang tidak di inginkan, keteledoran pihak lawan yang menyebabkan hal itu terjadi. Akan tetapi, Ray mengintruksikan kepada anggotanya untuk tenang. Mendapatkan cela untuk bergerak, kemudian dilanjutkan dengan penyergapan dari anggota mereka. Satu persatu pihak lawan ditumbangkan, begitu mudahnya bagi kelompok Ray menakhlukkannya tanpa adanya perlawanan yang cukup berat.
"Semuanya sudah aman tuan, barang-barang sudah mulai dipindahkan." Henley membawa sampel dari barang jawaban mereka kepada Ray.
Tangan Ray mengambil barang yang baru saja diserahkan oleh Henley kepadanya, sudut mata Ray dengan tajam melihat setiap sisi dari barang tersebut. Namun pada akhirnya ia menyeringai, senyuman sinis ia berikan.
"Kualitas rendah, jual kembali dengan harga yang sudah mereka tawarkan. Jangan kalian simpan, itu akan membuat kualitas barang yang ada menjadi tidak bermutu." Lalu barang tersebut Ray lempar saja ke udara.
Begitu teliti dan juga pengamatannya cukup tajam, Ray dapat membedakan kualitas barang yang terbaik. Makanya, dunia bisnis miliknya selalu terjaga akan kualitas dari barang yang ia jual. Begitu juga dalam dunia bisnis nyata miliknya, Ray akan selalu dapat mengetahui setiap pergerakan lawannya.
"Baik tuan." Pada saat Henley akan membalikkan tubuhnya, ia menangkap bayangan seseorang yang akan melakukan penyerangan kepada tuannya. Orang tersebut melepaskan tembakan ke arah Ray, namun diluar dugaan. Dalam posisi tubuh yang tidak melihat lawannya, Ray sudah terlebih dulu melepaskan tembakan untuk melumpuhkan lawannya dengan begitu tepat.
Dor!
Tubuh lawannya seketika tumbang dan tidak bernafas lagi, semua anggota sangat tidak menyangka hal itu akan terjadi. Jika terjadi sesuatu terhadap tuannya, maka tamatlah riwayat mereka semua. Ada beberapa dari pihak musuh yang mereka amankan, sebagai alat untuk mencari siapa dalang dari kasus tersebut.
"Tuan!" Henley begitu khawatir.
"Temukan otak utamanya, jangan kalian lenyapkan sebelum mendapat jawabannya. Bereskan semuanya."
Hanley hanya bisa menganggukkan kepalanya, ia menatapi kepergian tuannya dari tempat tersebut. Nafas yang tadinya tersendat, sekarang bisa berhembus dengan lancar.
"Huh, hampir saja. Cari mati tu orang, untung saja tuan bergerak cepat. Kalau tidak, habiskah kami semua." Menghapus jejak keringat didahinya, Henley terlihat begitu tertekan.
Akibat dari kelalaian mereka semua, hampir saja nyawa tuan mereka dalam bahaya. Itulah kelebihan dari seorang Ray, ia bisa dengan mudah mengetahui pergerakan dari lawannya tanpa harus berhadapan langsung. Ray tidak akan turu langsung dalam proses pergerakan dari kelompoknya, namun hal itu akan terjadi jika situasi anggotanya tidak dapat menghadapinya.
Beberapa dari musuh mereka yang masih bernafas, kini sudah diamankan dimakan dalam ruangan khusus. Mereka tidak dibiarkan untuk terpejam begitu saja, sebelum mengetahui dalang dari semuanya.
Byur!
"Argh!" Teriakan dari tawanan saat tubuh mereka basah.
"Bagun! Enak saja kalian, cepat Katakan. Siapa yang menyuruh kalian melakukan transaksi itu?" Bibby mengguyur tubuh tawanannya menggunakan air dingin.
"Si***lan, tidak akan aku beritahukan." Jawaban dari mereka yang tertawan.
Bugh!
Bugh!
Merasa kesal dengan jawaban yang diberikan oleh tawanannya, membuat Bibby naik pitam. Ia memberikan beberapa hadiah perkenalan berupa pukulan pada wajah orang tersebut, tak lupa ia juga menarik rambutnya dengan kuat.
"Cepat Katakan! Atau kau akan aku lenyapkan!" Teriak Bibby dengan penuh ketegasan.
Orang tersebut dan beberapa temannya yang lainnya hanya menunduk, mereka tampaknya sedang mengkhawatirkan sesuatu.
"Katakan, apa yang membuat kalian bungkam dan memilih menyiksa diri kalian sendiri. Sungguh bo**h."
Suasana hening dan itu membuat Bibby semakin geram.
"Cepat Katakan, atau keluarga kalian akan kami lenyapkan bersama nyawa kalian!"
"Ti tidak tuan, jangan. Jangan melibatkan keluarga kami, ba baiklah. Aku akan mengatakannya, walaupun aku tahu nyawaku tetap akan kalian lenyapkan. Tapi tolong, jangan ganggu keluargaku. Di dia adalah Black, hanya itu yang bisa aku katakan pada kalian. Pastinya, kalian sudah mengetahuinya."
Dor!
Dor!
Beberapa tembakan terdengar setelah pria itu mengatakan apa yang mereka butuhkan.
"Seperti biasa, urus jasadnya dan siapkan kompensasi untuk keluarganya." Bibby menggendurkan ikatan dasi pada kemejanya, selalu saja di akhir peristiwa ia harus melenyapkan orang.
Black?! Tuan akan sangat murka mendengarnya.
Setibanya Ray di mansion miliknya, ia segera membersihkan diri. Tubuhnya sudah terbiasa dengan aktivitas yang ia jalani, namun ada kalanya ia begitu lelah dengan jalan kehidupannya. Langkah kakinya menuju cermin yang berada di walk in closet setelah menyelesaikan ritual kamar mandinya, menatap wajahnya yang mulai ditumbuhi oleh rambut-rambut tipis. Sehingga menambah kesan maskulin pada dirinya, tidak biasanya Ray berhadapan dengan cermin. Namun kali ini, sungguh diluar dugaan.
Wajahmu cukup tampan, tubuhku juga bisa dibilang sangat menggoda. Setiap wanita akan tertarik jika melihatku, tapi. Wanita itu, malah menghindariku. Kau sangat menarik perhatianku baby.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!