NovelToon NovelToon

Ambil saja dia untukmu

Aku Salma

"Salmaaa ... SALMA!" Teriakan menggelegar Armand dari ruang tamu, membuat Salma yang sedang memandikan putra kembarnya, lari tergopoh-gopoh menghampiri suaminya yang sepertinya sedang marah besar.

"Kenapa, Mas?" tanya Salma khawatir dengan daster panjang yang hampir basah seluruhnya.

"Ini ruang tamu, bukan tempat bermain!" sembur Armand.

Salma mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang tamu. Ia memang belum sempat merapikan mainan anak-anaknya yang tersebar di lantai, karena Candra salah satu putra kembarnya tiba-tiba buang air besar di celana dan harus segera dimandikan.

"Nanti aku rapikan habis mandikan anak-anak ya, Mas," ujar Salma pelan. Ia paham lebih baik mengalah jika berdebat dengan suaminya, dari pada persoalan semakin merembet kesana kemari.

"Uwaaaaa ... Mamaaa ..." Jerit tangis Cakra dari kamar mandi, membuat Salma terkejut dan segera berlari kembali untuk melihat anak-anaknya.

"Aduh, Naakk kenapa bisa jatuh sih. Sudah Mama bilang jangan lompat-lompat di kamar mandi." Salma hampir ikut menangis saat melihat dahi Cakra memerah karena terbentur ubin.

"Kamu itu jaga anak aja ga becus, lalu bisanya apa? Semua-semua ga bisa!" Armand menyusul masuk ke dalam rumah dan melihat keadaan ruang tengah yang jauh lebih berantakan.

"Jangan ngomong gitu, Mas, aku seharian juga capek urus dua balita di rumah," keluh Salma sembari menggendong dua putra kembarnya sekaligus.

"Kebanyakan alasan kamu. Kamu kira aku ga tahu ngapain aja ibu-ibu rumah tangga kalau suaminya kerja? Gosip sama tetangga, nonton sinetron, main hape seharian, tapi anak selalu yang jadi alasan. Andaikan Cakra sama Candra sudah pandai bicara, mereka pasti melapor sama aku tentang kemalasan kamu."

Salma membiarkan suaminya terus mengomel, sementara ia seorang diri berusaha memasangkan pakaian pada kedua putra kembarnya yang berusia hampir genap dua tahun.

Sejak Salma melahirkan, ia diminta tidak bekerja lagi oleh suaminya. Sejak gadis hingga menikah dengan Armand, Salma adalah penyiar radio sekaligus pembawa acara berita serta acara hiburan televisi lokal di daerahnya.

Terbiasa berkarir dan seorang putri bungsu dari keluarga berada, membuat Salma tidak biasa mengerjakan pekerjaan rumah. Namun sejak mengandung Carka dan Candra, Salma memutuskan untuk meninggalkan dunia karirnya dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya.

Sayangnya niat tulus dari Salma, tidak seiring dengan keinginan Armand yang berharap terlalu tinggi pada istrinya yang baru belajar mengenal pekerjaan ibu rumah tangga.

Armand menginginkan Salma seperti sang ibunda, yang selalu menyambut ayahnya saat pulang kerja dengan senyuman serta pakaian rapi dan wangi. Rumah yang selalu bersih serta tertata rapi, juga makanan yang selalu siap tersedia di atas meja.

Salma masih berusaha terus belajar menjadi seorang ibu rumah tangga idaman suaminya, tapi kenyataan tidak sesederhana keinginannya. Ia yang belum terbiasa dengan pekerjaan rumah ditambah dengan keberadaan dua putra kembar mereka yang sedang aktif, membuat Salma kewalahan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga seorang diri.

Belum lagi Armand selalu mengeluh tentang pekerjaannya sebagai sales marketing perusahaan rokok yang sering tidak mencapai target, sehingga berdampak pada pemasukan untuk kebutuhan rumah tangga mereka.

Salma harus memutar otak agar kebutuhan kedua putranya tetap terjamin, walaupun nafkah yang diberikan Armand sangat jauh dari kata cukup.

Salma terpaksa menerima tawaran mengiklankan produk lewat aplikasi bubblegram serta menjadi moderator acara secara online. Semua itu ia lakukan tanpa sepengetahuan Armand, karena suaminya itu seorang pria dengan ego yang sangat tinggi. Baginya kodrat wanita adalah di rumah, tidak jauh dari dapur dan ranjang.

"KAMU DENGAR GA!" Suara menggelegar Mas Armand kembali terdengar. Kali ini jauh lebih kencang, hingga Salma dan kedua anak kembarnya terlonjak kaget.

"Aku dengar, Mas. Aku dengar. Tolong jangan teriak-teriak ga enak di dengar tetangga," pinta Salma dengan nada memohon.

Bukan sekali ini Armand menghardiknya di depan anak-anak mereka. Bagi Armand, anak-anak sejak kecil harus sudah tahu jika ibunya tidak becus sebagai istri dan orang tua. Padahal saat awal berkenalan hingga akhirnya memutuskan menikah, Armand adalah pria yang santun dan dewasa di mata Salma dan kedua orang tuanya.

"Telingamu itu harus sering aku teriakan, biar melekat di otakmu bagaimana jadi istri yang bisa menyenangkan suami. Coba lihat ini, meja makan kosong. Kamu suruh aku makan apa! Angin?!" Armand membuka tudung saji dan melemparkannya ke sembarang arah.

"Sabar, Mas. Aku tinggal goreng ikannya, nasi sudah siap. Tunggu sebentar." Salma dengan gerakan cepat, membuatkan susu untuk kedua anaknya, lalu mencari film kartun di televisi agar mereka tenang tidak mengganggunya di dapur. Setelah itu ia segera ke dapur dan mengeluarkan ikan dari lemari pendingin.

"Masih beku," keluh Salma bingung. Ia lupa menurunkan ikan dari rak atas lemari pendingin.

"Hhuuhuuhuu ... Mamaaa ... Maaaa." Suara tangisan kedua putra kembarnya di ruang tengah membuat Salma kembali lagi untuk menengok mereka.

Salma hanya bisa menghela nafas lelah saat melihat acara televisi sudah berubah menjadi siaran olah raga dengan remote di tangan suaminya.

"Mas, acaranya jangan diganti dulu. Biar anak-anak ga bosan."

"Kamu mau ajarkan anak-anak aku melekat sama televisi seperti kamu?" ucap Armand seolah menantang.

"Bukan begitu, aku lagi masak nanti kalau mereka ikutin aku di dapur 'kan bahaya, Mas."

"Alasan aja kamu, bilang aja males ngurusin anak,"ujar Armand sembari mengangkat kedua kakinya ke atas meja.

"Permisiiii." Perdebatan mereka terhenti saat suara Tania, tetangga sekaligus sahabat Salma terdengar di depan rumah.

"Kamu bawa apa lagi, Tan?" Salma menerima dua tumpuk kotak berisi makanan dari tangan Tania.

"Cuman ayam ungkep sama sayur urap aja. Cepet bawa masuk, kasihan suamimu pasti sudah lapar." Tania mendorong Salma masuk ke dalam rumah lalu mengikutinya dari belakang.

"Di coba, Mas Armand ini ayam ungkep resep baru," ujar Tania saat Salma menyusun piring serta lauk yang di bawa sahabatnya itu di atas meja makan.

"Waah, kayaknya enak nih Tan." Armand begitu semangat menyendokkan ayam serta sayur ke dalam piringnya.

"Syukurlah kalau Mas Armand suka," ucap Tania sembari tersenyum, "Kamu ga sekalian makan juga, Sal?"

"Nanti, Tan. Aku bawa anak-anak tidur dulu ya." Salma menggendong kedua anak kembarnya bergantian. Cakra dan Candra hanya bisa pasrah saat Mamanya membawa mereka ke kamar karena sudah lelah menangis.

Tania sahabat Salma sejak kuliah, sekaligus tetangga depan rumah mereka. Tania memang kerap kali datang ke rumah membantu Salma mengurus kedua buah hatinya. Sahabatnya itu seorang pengusaha katering rumahan, janda tanpa anak yang di tinggal wafat suaminya.

"Punya istri seperti kamu gini bisa gemuk aku, Tan." Kalimat pujian Armand masih bisa di dengar Salma dari kamar tidur anaknya.

...❤️🤍...

Holaaaa ketemu lagi di karya kelima aku 😘

Yang masih setia mengikuti ceritaku, aku ucapkan terima kasih banyak 🙏. Lop yuuu sekeboooooonn 😘😘😘

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian berupa like dan komen tiap babnya yaaa 🙏🙏

Berusaha mengerti

Salma mencoba menulikan kedua telinganya. Semakin mendengar percakapan keduanya, terasa semakin perih dan menusuk hatinya. Mas Armand yang ia kenal dulu tidak begini, pria yang sekarang menjadi suaminya itu dulu, adalah seorang pemuda yang sabar dan santun dalam berkata. Suaminya berubah sejak ia melahirkan Cakra dan Candra di usia mereka yang menginjak tiga bulan.

Ingatannya melayang pada masa awal pernikahan mereka. Salma bak seorang ratu di tangan pria yang tepat. Armand memintanya berhenti bekerja sebagai penyiar radio juga pembawa acara televisi lokal di kota asal mereka, dengan alasan agar ia fokus pada calon bayi mereka. Suaminya itu juga mengatakan, biarlah urusan nafkah rumah tangga dia yang menanggung sebagai seorang kepala keluarga.

Wanita mana yang tidak tersanjung diperlakukan seperti itu. Ia langsung menyetujui permintaan suaminya untuk diam dalam rumah, selain itu waktu persalinannya juga semakin dekat. Bahkan Armand sudah menyiapkan seorang babysitter untuk membantunya mengurus putra kembar mereka.

Sayangnya masa indah itu berlalu sangat cepat. Babysitter yang bekerja dengan mereka diberhentikan Armand,saat usia Cakra dan Candra tiga bulan dengan alasan mereka harus irit dalam keuangan. Saat ia meminta ijin untuk mengambil kerja part timer sebagai penyiar radio, keinginan Salma itu ditolak mentah-mentah.

flash back Salma

"Yang, Mba Nur bulan ini terakhir ya," ujar Armand suatu malam saat ia sedang menyusui Cakra dan Candra bergantian.

"Maksudnya? Mba Nur diberhentikan?"

"Iya, terpaksa karena kebutuhan Cakra dan Candra semakin besar kita harus nabung untuk biaya pendidikan mereka kelak. Lagipula, masa pandemi sekarang ini omzet penjualan teamku menurun, Yang." Armand menatap mata Salma sedih. Dengan satu tangannya Salma mengusap pipi suaminya sembari memberikan senyuman.

"Aku ngerti, Mas. Ga apa-apa nanti aku beri pengertian sama Mba Nur."

"Terima kasih Sayang, aku janji bantu kamu urus mereka berdua." Armand mengecup kedua pipi si kembar.

Sikap manis Armand berangsur-angsur berkurang seiring tersitanya waktu Salma untuknya. Salma lebih fokus mengurus kedua buah hatinya yang semakin besar seorang diri.

"Mas, teman aku bilang kalau radio Hepi butuh penyiar acara talkshow. Seminggu dua kali itupun hanya dua jam. Boleh ga aku ambil?" ungkap Salma suatu malam saat menjelang tidur.

"Untuk apa?"

"Lumayan, Mas buat isi-isi dapur." Bukan tanpa alasan Salma minta ijin bekerja lagi meskipun hanya part timer, karena nafkah yang diberikan suaminya semakin berkurang dari biasanya.

"Lalu Cakra sama Candra gimana?" Nada suara Armand sudah mulai meninggi.

"Bisa aku bawa, di studio banyak yang bantu jagain kok atau minta tolong Ibu jaga sebentar, bisa juga." Tempat tinggal Ibu Armand hanya selisih lima rumah dari kediaman mereka. Tinggal seorang diri tanpa kegiatan, membuat Salma yakin mertuanya bisa membantunya menjaga Cakra dan Candra selama ia bekerja seminggu dua kali masing-masing hanya dua jam.

"Kamu jangan malu-maluin, aku masih sanggup menafkahi kamu dan anak-anak asal kamu ga minta yang berlebihan. Lagian Ibu aku itu mertuamu bukan pengasuh, ga pantas kamu minta jagain Cakra sama Candra." Emosi Armand mulai tersulut.

"Bukan gitu maksudku, Mas. Aku hanya minta tolong, kalau ga bisa ga apa-apa kok, aku bisa aja bawa mereka ke---"

"Aaah! keras kepala sekali sih kamu!" Armand meninggalkan Salma sendiri dalam kamar dan tidur di kamar sebelah.

Salma memeluk kedua putranya yang saat itu berusia empat bulan dengan erat. Sesak rasanya saat suaminya mengatakan sanggup menafkahi mereka asal ia tidak minta yang berlebihan. Kebutuhan dasarnya sebagai seorang wanita yang mendapat tamu bulanan, terkadang Salma harus berhutang dulu di warung tetangga apalagi untuk perawatan wajah dan tubuh.

Malam itu awal dari depresinya sebagai seorang ibu dan istri pasangan muda. Beban pikiran dan hati yang tidak bahagia, membuat ASI-nya tidak dapat mengalir lancar lagi. Sehingga kebutuhan nutrisi si kembar harus ditambah dengan susu formula dan itu berarti pengeluaran semakin besar.

"Jangan nangis, Sayaaang," bujuk Salma pada Cakra yang menjerit kehausan karena tidak mendapatkan ASI yang cukup. Sementara Cakra dalam gendongannya, Candra pun menjerit semakin kencang menarik perhatiannya.

"Cup ... cup ... cup, jangan nangiiiss." Tangan Salma menekan dadanya agar ASI-nya dapat mengalir lebih deras, tapi yang mengalir deras bukanlah ASI melainkan air dari kedua matanya.

Dua hari lalu susu formula paling murah yang ia beli sudah habis, dan malam ini kedua anaknya kelaparan dan kehausan membuat hatinya sebagai seorang ibu teriris. Kepala keluarga yang sebelumnya berjanji akan bersama-sama merawat buah hati, malah sudah tertidur pulas di kamar sebelah.

"Berisik banget sih mereka tadi malam. Lain kali kasih susu sampai kenyang sebelum tidur jadi ga ganggu orang kalau malam. Aku tuh capek kerja di rumah ga bisa tidur," gerutu Armand sembari menyeruput kopinya.

"Susunya habis," ucap Salma lirih. Ia tahu perkataannya ini dapat memancing pertengkaran di pagi hari, tapi tetap harus disampaikan demi anak-anaknya.

"Lalu buat apa da damu itu?! jangan boros, kasih ASI aja," sembur Armand, "Ada yang gratis kok harus beli," imbuh Armand menggerutu.

"Sudah mulai berkurang, Mas. Mereka sudah tambah besar kalau hanya ASI ga cukup."

"Kebanyakan alasan kamu itu, bilang aja ga mau tubuhmu berubah. Kalau sudah jelek ya tetap jelek." Usai berkata seperti itu Armand langsung berangkat kerja tanpa meninggalkan sepeser uang untuknya. Terpaksa ia harus menambah utang di warung sebelah untuk makannya hari ini.

flash back selesai

Suara tawa berderai di ruang makan menyadarkannya bahwa ada pria dan wanita yang bukan pasangan sah dalam satu ruangan. Salma memastikan kedua anaknya sudah tertidur pulas sebelum ia keluar dari kamar.

"Sal, makan dulu." Tania menarik tangannya untuk duduk di sebelahnya, "Kamu itu jangan kecapaian harus makan banyak, coba lihat tambah kurus loh." Tania bahkan mengambilkan ia nasi dan lauk. Sahabat sejak kuliahnya ini memang jauh lebih dewasa dan keibuan dibanding dirinya.

"Jangan dilayanin, Tan. Jadi tambah malas dia, kerjanya cuman makan tidur aja apa capeknya. Bedalah sama kamu punya usaha katering jelas capek, tapi ada hasilnya. Luar biasa kamu, Tan." Nasi dalam mulutnya seakan tersendat di tenggorokan mendengar hinaan suaminya sekaligus pujian untuk Tania.

"Biasa aja, Mas. Jelas Salma jauh lebih hebat bisa urus dua anak balita sendirian."

"Alaaah, biasa aja itu Tan. Anak kecil kasih mainan, nonton TV terus tidur. Mamanya tiduran aja sambil main ponsel, suami pulang bilangnya anak-anak rewel."

Salma hanya sanggup menelan tiga sendok makan. Dadanya terasa semakin sesak mendengar perkataan suaminya yang terkesan merendahkannya.

"Kok udahan, Sal?" tanya Tania saat ia membawa piring yang masih terisi setengah ke dapur.

"Perutku ga enak,mungkin masuk angin," ujar Salma memberikan alasan.

"Kamu itu belajar menghargai orang lain, Sal. Sudah repot-repot Tania datang bawain makanan, ya dihabiskan. Makanya lain kali belajar masak kamu tuh, biar ga nyusahin orang terus!" Rupanya belum cukup Armand memberikan kata-kata tajamnya. Ia sudah berada di dapur saja masih terdengar suara suaminya yang ketus.

...❤️🤍...

Jangan lupa like, komen dan tap favorite ya bestie 😘

Hati-hati kawasan darah tinggi jaga emosinya ya 🙏

PHK

"Ga apa-apa, Mas. Namanya lagi ga enak badan, ya semua makanan rasanya jadi ga enak," bela Tania.

"Emang ga bersyukur aja dia," sungut Armand sembari berjalan ke ruang tamu.

"Kamu yang sabar ya, suamimu itu lagi pusing di kerjaannya," tutur Tania.

"Emang ada apa?" Salma menoleh terkejut. Bagaimana bisa orang lain lebih tahu ketimbang ia sebagai istri.

"Tunggu aja dia yang cerita, aku ga berhak," ujar Tania setelah beberapa saat berpikir.

Ucapan Tania tak serta merta membuat hati Salma dingin, justru membuat rasa cemburu karena ada wanita lain yang lebih dipercaya suaminya untuk berbagi.

"Aku pulang dulu ya." Tepukan ringan di bahu menyadarkan lamunannya. Salma hanya tersenyum tipis dan menggumamkan kata terima kasih.

...❤️...

"Sal, tanah yang di jalan sasetan sudah laku belum?" Salma menghentikan kegiatannya di depan cermin saat Armand tiba-tiba masuk ke dalam kamar.

"Tanah itu 'kan ga jadi dijual, Mas."

"Loh, terus?" Armand mulai mendekati istrinya yang masih duduk di depan meja rias.

"Kan Mas yang bilang dulu kalau tidak mau menerima warisan orang tua aku."

"Sekarang tanah itu gimana statusnya??" Nada suara Armand mulai semakin meninggi. Salma menoleh ke arah pintu mencoba memasang telinga kalau-kalau kedua putranya terbangun.

"Ya masih atas namaku, Mas Bimo yang urus, dia mau bangun rumah untuk dikontrakkan katanya," ucap Salma pelan. Ia berharap suaminya juga ikut berkata dengan nada pelan seperti dirinya.

"Enak aja, kok bodoh banget sih kamu! Itu harta kita, punya keluarga kita. Kok kamu malah kasih ke kakak kamu." Mata Armand nyalang menatap istrinya. Dada Salma berdenyut mendengar kata bodoh yang ditujukan untuk dirinya.

"Itu masih punya aku, Mas Bimo cuman mau bantu bangun aja." Salma sengaja menegaskan kata kepemilikan aku untuk tanah warisan orang tuanya, karena ia masih belum rela jika harta milik orang tuanya diakui oleh Armand yang dulu dengan angkuh menolak pemberian almarhum ayahnya.

"Ambil kembali!" cetus Armand seraya melemparkan handuk basah ke atas ranjang.

Salma tidak membalas perkataan Armand, ia memilih keluar dari kamar untuk menjemur handuk bekas suaminya. Ia bingung apa yang harus ia katakan pada suaminya, karena tanah miliknya itu, secara kekeluargaan sudah ia percayakan pada Bimo. Kakaknya itu akan membangun beberapa rumah yang akan dikontrakkan di tanah miliknya yang berdampingan dengan tanah milik kakaknya juga.

Salma mengintip ke dalam kamar putra kembarnya, ingin rasanya ikut berbaring bersama mereka di saat suaminya sedang tinggi emosinya seperti ini. Namun dari pada memancing kemarahan yang lebih besar, Salma memutuskan kembali ke dalam kamar.

Saat masuk ke dalam kamar, Salma melihat suaminya duduk di tepi ranjang sedang membaca selembar kertas dengan wajah berkerut masam.

"Ada apa, Mas?" tanya Salma sembari mengusap punggung suaminya.

"Bulan ini aku terakhir kerja," ucap Armand sembari menyerahkan selembar kertas yang ia baca tadi.

"Maksudnya?" Salma balik bertanya sebelum membaca dengan benar tulisan yang ada di kertas itu.

"Baca dulu! Duh, susah banget punya istri lambat mikir macam kamu!" sembur Armand kesal. Suaminya itu langsung naik ke atas ranjang dan memeluk guling memunggunginya.

Salma membuka lipatan kertas di tangannya. Di kepala surat itu tertulis nama perusahaan tempat suaminya bekerja, dan di bagian bawah pemimpin perusahaannya menandatangani. Salma memegang dadanya saat membaca kalimat pemutusan hubungan kerja, karena pengurangan karyawan akibat dampak pandemi. Di sana tertulis dua minggu lagi masa kerja suaminya akan berakhir.

Salma melipat kertas itu kembali, lalu menaruhnya di atas nakas. Rupanya ini yang dimaksudkan Tania tadi. Walaupun ada sebersit rasa kecewa mengapa harus orang lain yang tahu terlebih dulu, Salma mencoba memahami situasi suaminya yang dalam poisi sulit.

Ia ikut berbaring di samping suaminya dan mengusap pundak pria yang sudah menjadi imam keluarga kecilnya selama tiga tahun ini.

"Mas mau cari kerja di mana?" tanya Salma pelan.

"Aku masih bingung, Salma," ucap Armand masih dengan posisi yang sama.

"Apa aku cari kerja dulu sementara?" tanya Salma hati-hati sekali.

Armand langsung membalikan badan dan menyemburnya dengan kalimat panjang, "Terus yang jaga anak-anak di rumah siapa? Aku? Apa kata orang, Salma?? Kamu mau mempermalukan aku?"

"Maksudku bukan begitu, Mas. Tolong jangan marah-marah dulu." Salma masih berusaha bersabar menahan emosinya.

Suara Armand jika marah terdengar menggelegar dan ini sudah hampir tengah malam. Kamar mereka pun berada di pinggir jalan, bisa dipastikan jika ada orang lewat mereka akan tahu ada pertengkaran yang terjadi di dalam rumah tangganya.

"Kamu ga tahu rasanya jadi kepala rumah tangga yang harus bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga." Salma hanya diam mendengarkan keluh kesah suaminya, meskipun kenyataan yang ia rasakan sebaliknya.

Pekerjaan Armand menuntutnya untuk sering berhubungan dengan para wanita muda dan cantik, yang berprofesi sebagai sales promotion girl. Armand juga sering masuk ke tempat hiburan malam, untuk menawarkan produk mereka. Bonus yang di dapat tentu sangatlah besar saat team mereka mencapai target.

Namun Armand selalu mengeluh padanya, jika ia selalu gagal mencapai target yang akhirnya menyebabkan suaminya itu harus mengurangi jatah bulanan untuk keluarga mereka. Sampah pasti akan berbau meski di sembunyikan rapat. Ia tahu kemana larinya uang Armand dari postingan sosial media milik rekan kerja suaminya.

Salma masih bisa menahan semuanya. Ia tidak pernah menuntut atau bahkan bertanya tentang foto dan video, yang di pasang temannya di media sosial. Di mana dengan jelas terlihat suaminya mabuk bersama dengan wanita berpakaian minim. Baginya hal semacam itu masih dapat ditolerir, demi keutuhan rumah tangga kecilnya.

"Sudahlah, Salma. Aku pusing, capek mau tidur. Bicara sama kamu bikin kepala tambah sakit." Armand kembali memunggunginya.

Salma mundur lalu berbaring lurus menatap langit-langit. Mengapa semakin hari komunikasinya dengan suaminya bertambah buruk. Selalu tidak bisa bertukar pikiran dengan santai. Apa yang Armand lihat pada dirinya seolah semua kurang bagi pria itu.

...❤️...

Hubungan Armand dan Salma dari hari ke hari semakin buruk, tidak ada kalimat ramah yang terucap dari mulut suaminya. Hanya ada caci maki dengan nada tinggi di lontarkan meski di sekitar mereka ada Cakra dan Candra.

Apapun yang Salma buat dan katakan, selalu salah di mata Armand. Apalagi hari-hari menjelang berakhirnya masa kerja Armand sebagai Supervisor marketing perusahaan rokok, akan segera berakhir.

Tak jarang Armand mengatakan bahwa menyesal menikah dengannya, karena ia merasa Salma membawa sial ke dalam hidupnya.

Hari ini adalah hari terakhir Armand bekerja di kantor. Beberapa hari terakhir juga, Salma memanfaatkan namanya yang masih bersinar saat menjadi penyiar radio dan pembawa acara televisi lokal, untuk menerima endorse (menawarkan produk milik orang lain).

Semua pekerjaannya itu dilakukan tanpa sepengetahuan suaminya, karena Armand tidak suka jika istri lebih bersinar dibanding suami. Bagi Armand, istri harus selalu di belakang suami dalam hal apapun.

Salma tersentak saat bunyi mobil Armand masuk ke dalam pekarangan rumah mereka. Jam di dinding menunjukkan jam tiga sore, masih terlalu dini untuk suaminya pulang dari kantor.

Salma mengedarkan pandangannya, ruang tamu hingga keluarga sangat berantakan dengan mainan dan sebaran biskuit si kembar. Sedangkan di kamar dari ranjang hingga lantai, bertebaran baju dan tas yang sedang di promokan Salma. Dengan gerak cepat Salma membereskan perlengkapan videonya, lalu meraup baju serta tas dari atas ranjang dan lantai kamar.

Namun baru saja ia akan membuka lemari, pintu kamar sudah terbuka. Wajah Armand yang kusut ada di sana memandangnya seakan ingin menelannya hidup-hidup.

...❤️🤍...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!