NovelToon NovelToon

Pasangan Indigo

1. Kematian Tante Dewi

Asap mulai menyelimuti rumah besar tersebut. Gadis berambut lurus sebahu itu memapah tubuh sang bunda yang mulai terlihat lemas. Sementara adiknya mencoba menyadarkan sang ayah.

"Bawa Yanda ke rumah sakit sekarang!" lirih Dita. Wanita yang sudah berusia kepala empat itu masih sangat cantik dan tampak awet muda.

Mereka berusaha mencari jalan keluar halaman rumah besar yang dulunya milik Aji dan keluarganya. Kini, Anta berada di luar halaman dengan keletihan melanda. Anta menurunkan tubuh bundanya di tepi jalan dekat dengan mobil Anan.

Kuntilanak Silla juga sudah sadar dan langsung sigap menolong.

"Uhuk ... uhuk ... kamu nggak apa-apa kan, Nta?" tanya Arya yang menangkup wajah gadisnya.

"Aku nggak apa-apa, cepat bawa Yanda ke rumah sakit!" pinta Anta.

"Arya sama Raja angkat Om Anan, aku siapin mobil," ucap Arga.

Arga langsung menyiapkan mobil untuk membawa Anan dan Angel ke rumah sakit.

...***...

Sesampainya di rumah sakit, Dita berusaha menyadarkan Anan dengan menepuk pipinya. Namun, suaminya itu tak kunjung sadarkan diri. Kepanikan mulai melanda seiring dengan tangisan yang mengalir begitu saja dengan derasnya di kedua mata Anta dan Raja.

"Bagaimana ini, Bunda?" tanya Anta.

"Kita tunggu kata dokter," ucap Dita yang melihat para suster menyambut Anan dengan membawa kursi roda.

Tubuh Anan lalu dibawa ke dalam sebuah ruangan. Dita dan Anta menunggu di depan ruangan tempat Anan diperiksa oleh sang dokter. Sementara itu, Arya menuju ke kantin rumah sakit. Dia tau kalau Dita dan Anta pasti butuh banyak asupan setelah menjadi Ratu Kencana Ungu.

Raja dan Arga mengunjungi Angel di ruangan perawatannya dalam rumah sakit itu. Untungnya gadis itu baik-baik saja. Hanya saja dia masih merasa syok melihat para hantu yang mati mengenaskan dalam gudang bawah tanah. Apalagi dia juga merasa hampir mati.

Arya kembali membawakan beberapa botol minuman juga roti untuk Anta dan Dita. Tiba-tiba, Dita dan Anta melihat sosok Andri yang sedang membopong Tante Dewi. Darah masih mengucur deras dari kedua kaki wanita itu. Ibu dan anak yang sedang meneguk air teh manis dingin langsung menyemburkan air dalam mulutnya ke wajah Arya saking terkejutnya.

"Tante Dewi!" pekik Dita dan Anta bersamaan.

"Astagfirullah, apa yang terjadi?" tanya Dita langsung menghampiri. Dia serahkan botol minum itu ke dada Arya.

"Aduh, calon bini sama mertua gue kelakuannya," keluh Arya.

"Maaf ya, Ya, kita kaget," ucap Anta berusaha membersihkan wajah Arya.

"Tante Dewi kenapa?" tanya Dita.

"Nanti aja ceritanya, sekarang panggil suster!" seru Andri.

Tante Dewi tak sadarkan diri, di kedua kaki wanita itu mengalir darah segar. Tanpa menahan waktu Anta bergegas memanggil suster. Dua orang suster datang dan langsung meraih tubuh Tante Dewi untuk dibawa ke ruang instalasi gawat darurat.

Dita dan Anta saling berpandangan, entah kenapa perasaan mereka mulai kalut dan galau. Ada kesedihan yang langsung menghinggapi mereka kala menunggu dua orang tersayang yang berjuang di dalam ruangan itu.

"Aku mohon, bertahanlah Yanda," lirih Dita.

"Aku mohon kamu harus kuat ya, Dew, kamu pasti kuat," lirih Doni yang berdiri di samping Dita.

"Yaa Allah, semoga Yanda dan Tante Dewi nggak kenapa-kenapa, amin." Anta mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan setelah mengucapkan doa.

Arya juga mengikuti gadis itu berdoa. Ponsel pemuda itu lalu berbunyi. Tasya mengubunginya kala itu. Arya langsung menceritakan semua yang terjadi malam itu.

Ponsel Anta juga berbunyi, Arya langsung melirik ke layarnya. Ternyata Mike yang berada di kantor polisi bersama ibunya menghubungi Anta kala itu.

"Tuker, Nta, aku yang ngomong sama dia, kamu ngomong sama Bunda Tasya!" titah Arya menunjukkan rasa cemburu yang seperti biasa.

Mike memberitahukan kalau pria bernama Aji sudah lewas terpanggang kala polisi mendatangi tempat kejadian perkara. Pemuda itu juga mengucapkan terima kasih karena telah membantunya menemukan Mikha.

...***...

Seminggu kemudian, Anan terbangun dari koma. Dita langsung menghamburkan diri memeluk suaminya. Dia menceritakan kejadian yang dia alami saat tak sadarkan diri.

"Aku ketemu Tante Dewi," ucap Anan.

"Tapi Yanda ... Tante Dewi juga koma belum sadar sampai sekarang."

"Dia pamit, Bunda. Dia minta aku jaga kamu. Buliran bening jatuh ke pipinya.

"Maksud kamu?"

Anan hanya menjawab dengan uraian air mata yang makin deras mengalir. Dita memeluknya.

"Ja, kamu jaga Yanda sebentar!" seru Dita pada Raja yang langsung mengangguk.

Dita langsung bergegas keluar dari ruangan itu menuju kamar ICU tempat Tante Dewi dirawat. Anta yang sedang bersama Arya di koridor melihat sang bunda berjalan cepat sambil menangis. Keduanya langsung mengikuti

"Ndri, bilang sama aku kalau Tante Dewi baik-baik aja,kan?" Dita menarik kerah milik suami tantenya itu ketika melihatnya di depan ruang pasien.

"Barusan,  Ta … Dewi … dia pergi, Ta." Andri langsung meringkuk dan menangis seraya menunjuk ke arah ruangan. 

Tubuh Tante Dewi sudah ditutup oleh selimut putih. Para suster juga sedang melepaskan selang yang menempel pada tubuh wanita itu.

"Tante! Tante kenapa nyerah?! Tante nggak boleh pergi!" Dita berteriak, menghamburkan diri memeluk tubuh yang sudah terbujur kaku itu. Begitu juga dengan Anta.

Mereka masih berharap Tante Dewi hidup kembali atau walau hanya melihat sosok hantunya. Namun, semua itu tak terjadi.

...***...

Keesokan harinya, Anta masih terisak di atas gundukan merah yang bertabur bunga milik Tante Dewi. Setelah banyak perjuangan yang mereka lewati, dia masih merasa belum ikhlas mama angkatnya itu pergi. Di hadapannya, sosok Andri, sang suami Tante Dewi masih menangis. Pria itu didiagnosa mengalami depresi kemudian. Tasya dan Herdi berusaha menguatkan pria itu.

"Kalau saja dia tak menerima tawaran iblis itu, mungkin Dewi masih hidup. Kalau saja aku tak egois menginginkan anak, dia pasti masih hidup," rintih Andri seraya terisak. 

"Semua sudah takdir, Ndri, kamu harus kuat," ucap Tasya.

Herdi juga mencengkeram lembut bahu Andri kala itu. Para pelayat mulai pamit. Arya berusaha untuk menarik Anta agar menjauh dari gundukan tanah merah itu dan menenangkannya. Begitu juga dengan Ria dan Arga. 

"Kamu harus kuat, Nta, kuatin bunda juga. Dia pasti lebih terluka dari kamu," lirih Arya.

"Iya, Nta, kita kembali ke rumah sakit buat kuatin bunda Dita," ucap Arga.

Dita memang tidak diperkenankan hadir di pemakaman Tante Dewi karena saat mengantar jenazah dari kamar mayat saja dia selalu saja tak sadarkan diri setelah menangis. Raja akhirnya memilih untuk menjaga ibunya di kamar perawatan ayahnya. 

Di dalam kamar perawatan Anan, Tante Dewi datang seraya menggendong bayi mungilnya. Dia pamit dan meminta Raja untuk menjaga keluarganya dengan baik. Wanita itu juga meminta Anan untuk menjaga Andri. Dewi memberi kecupan di kening Dita kala wanita itu masih terbaring di sofa. Dia juga mengacak rambut Raja dengan gemas seperti biasa.

"Salam buat Kak Anta, ya. Kalian jangan keseringan main sama hantu, apalagi si Anta tuh, bilangin sama dia! Ummm… Mama Dewi sayang sama kalian."

Raja hanya bisa menangis sesenggukan sambil menganggukan kepalanya begitu juga dengan Anan. Tante Dewi akhirnya pamit pergi menghilang dan tak pernah kembali.

...*** Bersambung ***...

2. Anta Lulus SMA

Tiga bulan berlalu setelah kematian Tante Dewi, Anan juga sudah kembali pulih. Namun, Andri masih saja murung. Meskipun raganya sedang bekerja menjalankan restoran seafood bersama Anan dan Dita, tetapi hatinya masih saja memikirkan tentang Dewi.

Andri mengalami gangguan kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai proses berpikir, berperasaan dan berperilaku seseorang. Seseorang yang depresi memperlihatkan perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan, disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan.

Raja juga selalu berusaha membuat Andri tersenyum dengan membuat pria itu sibuk menemaninya bermain sepak bola, memancing, bahkan bermain play station untuk menyibukkan diri.

"Papa Andri main PS, yuk!" ajak Raja.

"Hmmm...." Tangan pria itu meraih stick PS dan menekan-nekan secara asal.

"Ya elah, nggak asik banget, sih! Om Lee, main PS, yuk!" Raja meraih stick PS di tangan Andri dan memberikannya pada Genderuwo Lee.

Namun, Andri masih saja sibuk menekan stick PS yang sebenarnya telah hilang itu. Dita melintas bersama Anan. Di tangannya ada sepiring cemilan singkong goreng.

"Nda, besok kita cari psikolog yang lebih bagus lagi. Nggak tega aku liat Andri begitu," ucap Anan.

Dita menjawab dengan anggukan.

...***...

Hari itu adalah hari kelulusan Ratu Ananta dari SMA. Semua teman gadis itu juga dinyatakan lulus. Mereka langsung meluapkan kegembiraan dengan mencoret-coret seragam satu sama lain, menggunakan pilok warna-warni. Namun, ada keanehan yang menghinggapi Pak Herdi, ayahnya Arya yang menjadi guru Bahasa Inggris di sekolah itu.

"Mayang Saputri ini siapa, ya?" tanya Herdi pada Anta dan Arya.

"Itu!" tunjuk Anta ke sosok hantu perempuan bernama Mayang.

"Hah? Mana orangnya?" tanya Herdi.

"Itu loh, Om, kakak kelas yang meninggal satu tahun lalu, dia minta tolong mau ikut ujian sekolah," ucap Anta.

"Astaga! Mayang yang meninggal karena tertabrak kereta saat mau ujian sekolah?" Herdi menatap tak percaya.

"Bener banget, Yah, biasalah dia jadi pasien si Anta. Pasien di buku hariannya," sahut Arya.

"Wah, hebat dia sampai dapat peringkat satu loh, di atasnya Arga," ucap Pak Herdi.

"Ya udah sih kasih aja piagam penghargaannya ke Arga, Pah. Soalnya si Kak Mayang udah pergi dengan tenang," ucap Arya.

"Kasihkan ke keluarga Kak Mayang aja, jangan ke aku." Arga muncul dari balik dinding setelah menyimak pembicaraan tersebut.

"Kayak penampakan aja lu, main muncul tiba-tiba!" tukas Arya menepuk bahu Arga.

"Gue nguping dari tadi sih sama Ria," jawabnya.

Ria melambaikan tangan seraya tersenyum dan menyapa, "Hai!"

"Ya udah kalau gitu. Kalian langsung pulang ya, jangan konvoi di jalan raya mentang-mentang lulus semua," ucap Pak Herdi memperingatkan, lalu kembali menuju ke ruang guru.

"Tapi, Anta mau pamit dulu, ya." Anta menoleh ke arah gudang sekolah.

"Apalagi, Nta?" tanya Arya. Anta mau pamit sama mereka," jawabnya seraya menunjuk.

Ria segera mengarahkan kamera ajaibnya ke arah yang ditunjuk Anta. Kedua pemuda di belakang gadis itu sudah mendesah berat.

"Mulai lagi," lirih Arya.

Para penampakan yang masih berada di sekolah itu tersenyum. Anta terlihat menghampiri tukang kebun sekolah yang sebagian wajahnya hancur. Kulit wajah mengelupas itu bahkan memperlihatkan tulang pipinya. Ada juga hantu pelajar yang mati bunuh diri dan belum bisa bertemu kekasihnya karena telah lama menghilang.

Ada juga ibu kantin yang meninggal karena tersiram kuah bakso dan belum bisa pergi dengan tenang karena belum bertemu anaknya yang bekerja di Arab Saudi.

"Neng Anta, kalau sempet nih, jangan lupa main ke sekolah, ya," ucap hantu pria paruh baya itu.

"Ya, Pak, nanti Anta main ke sini. Maafin Anta, ya, belum bisa bantu kalian pergi dengan tenang. Nanti pelan-pelan Anta bantuin deh menyelesaikan masalah kalian."

Anta dan para hantu itu lantas berpamitan.

"Cewek lu aneh ya, Ya, bukannya pamit sama guru-guru malah pamit ke hantu dulu," bisik Arga di samping Arya.

"Elu harusnya udah paham sama sifat dia, kan elu sahabatnya dari kecil." Arya balik menimpali.

"Anta, balik yuk!" ajak Ria yang tak mau melihat lagi ke arah para hantu.

"Oke."

Anta memandangi gedung sekolahnya untuk terakhir kali sebelum akhirnya pergi. Ayah dan bundanya bersama keluarganya Anan sudah menunggu di rumah untuk merayakan pesta kelulusannya bersama.

Malam perpisahan kelas XII SMA Satu Jiwa digelar di hotel bintang lima. Di sana akan diadakan jamuan santapan nusantara dan juga pertunjukan musik. Semua murid memakai pakaian pesta yang membuat mereka makin terlihat tampan dan cantik. Begitu juga dengan Anta dan yang lainnya.

Suara ketukan pintu datang dari arah depan, Anan langsung bangkit membuka pintu itu. Dia melihat sosok Arya dengan setelan jas yang membuat pemuda itu makin tampan.

"Jam sembilan harus sudah kembali sampai rumah!" ancam Anan

"Acaranya mulai jam tujuh, Om. Nanti ada banyak pertunjukan dan penyerahan penghargaan. Belum lagi ada foto-foto bersama pasti lama, Om."

"Kalau gitu saya yang antar," tegas Anan menatap tajam pada Arya.

"Iya, iya, Om. Jam sembilan udah ada di rumah," sahut Arya tak mau membuat makin panjang perdebatan itu.

Anta muncul bersama Dita, gadis itu tampak cantik dengan gaun warna hitam serta sepatu high heels yang ia kenakan. Arya sampai terpana melihat gadisnya.

"Heh, nggak usah sampai mangap segala!" Anan meraup wajah Arya dengan gemas.

"Ffuuah! Kok, tangannya asin, Om?"

"Oh ... tadi habis garuk ketek soalnya." Anan meringis.

"Itu mah asem, Om." Arya menghela napas dengan berat. Mencoba bersabar dengan calon mertuanya.

Anta dan Arya lalu pamit, mereka menggunakan mobil milik ayahnya Arya menuju ke hotel tempat acara prom night digelar.

"Bun, ngapain bengong?" tanya Anan kala Dita masih menatap putrinya bersama Arya.

"Anta udah gede, ya. Bentar lagi kuliah terus nikah, deh," ucap Dita dengan kedua mata berkaca-kaca.

"Hmmm ... iya si Anta udah gede. Yanda sampai nggak nyangka juga. Tapi ...."

"Tapi apa, Yanda?"

"Tapi jangan nikah buru-buru, lah. Eh, Bunda, itu pocong di atas genteng sampai kapan mandangin bulan bareng kucing, ya?"

Anan menoleh ke arah sosok hantu pocong yang selalu duduk di atas atap rumahnya bersama seekor kucing belang tiga.

"Semenjak ditolak Silla dia galau terus."

"Lagian si Silla udah jadi kuntilanak merah aja belagu. Dia mau pacar kayak apa, sih?"

"Mau yang kayak vampir katanya," sahut Dita seraya terkekeh. "Hih, malah serem dengernya. Jangan sampai deh ada vampir di sini. Masuk, yuk!" ajak Anan merangkul sang istri tercinta.

...***...

Di dalam hotel tempat diadakannya acara prom night sekolah itu, Anta selalu saja sibuk mencicipi berbagai makanan sampai Arya berusaha menahan gadis itu.

"Nta, makannya pelan-pelan, masih banyak juga makanannya," ucap Arya.

"Udah biarin aja, Ya. Udah tau punya cewek doyan makan, ya kayak gitu tuh," sahut Mike yang datang menghampiri.

"Elu mau ngapain ke sini?" Arya menatap Mike dengan tajam.

...*****...

...Bersambung....

3. Perpisahan dengan Arya

Di pesta malam prom Anta dan Arya.

"Ya ampun, gue cuma mau gabung, kok. Tenang aja, gue tahu kok kalau hatinya Anta cuma buat elo," ucap Mike.

Anta, Arya, Ria, dan Mike lalu bersorak saat nama Arga dipanggil untuk menerima penghargaan sebagai murid terpandai di angkatan tersebut.

"Yeay, pacar aku!" sorak Ria.

Arga menunjukkan finger heart ke arah gadisnya saat menerima piagam penghargaan tersebut.

Anta yang berdiri di samping Arya malah menghilang kala pemuda itu menoleh. Rupanya gadis itu menghampiri sosok hantu wanita yang kepalanya hampir putus.

"Udahlah, Nta. Lupain para hantu dulu, please ...," pinta Arya.

"Tapi

"Cukup! Buku harian kamu makin penuh nanti kalau setiap hari kita ketemu sama hantu yang berbeda. Apalagi kamu mau kuliah kedokteran bareng Arga sama Ria, pasti makin banyak tuh hantu di kamar mayat yang kalian otopsi nanti minta tolong," ucap Arya.

"Oh iya ya, habisnya Anta kasian lihat mbak itu."

Sejak perpisahan para murid SMA Abdi Jiwa malam itu, Anta mulai menyerahkan buku harian miliknya pada Raja, adiknya. 

Gadis itu memilih mulai menuruti perintah Arya untuk melupakan sejenak kegiatannya yang selalu menolong para hantu. 

Sayangnya, Arya lebih memilih pergi ke Busan untuk mendalami dunia musik. Dia menitipkan gadisnya pada Ria dan Arga selama berkuliah menjadi seorang dokter. Meskipun berat saat melepas Arya di bandara, akan tetapi gadis itu yakin kalau bisa menjalani hubungan jarak jauh dengan pemuda itu.

"Janji ya jangan sampai dekat sama Mike," ucap Arya.

"Janji. Kamu juga jangan sampai kecantol cewek korea sana," sahut Anta memeluk kekasihnya itu.

 "Nggak ada yang cantiknya nandingin kamu," ucap Arya.

Anan yang mendengar bualan pemuda itu sampai menunjukkan wajah mual. Herdi menepuk punggung pria itu sambil melayangkan tatapan tajam. Tasya dan Dita hanya bisa tertawa melihat kelakuan para suaminya.

Selepas Arya pergi, hari-hari Anta terus dilalui bersama Ria dan Arga. Untungnya Mike memutuskan untuk pindah keluar kota bersama ibunya. Tugas membantu para hantu juga sudah berpindah tangan ke tangan Raja. Namun, gadis itu masih saja sesekali terlibat ketika adiknya meminta bantuannya.

Raja dan Angel malah membuat tim penolong hantu bersama Anji dan Robi, sahabat mereka di sekolah. Alhasil Anta, Ria, dan Arga yang kerap membantu anak anak tersebut jika kesulitan menghadapi hantu yang lebih usil dan lebih seram. Ratu Sanca dan Kuntilanak Silla juga akan ikut membantu bersama Genderuwo Lee dalam menjaga para penolong hantu itu.

...***...

Anta kerap menjemput Raja di sekolahnya. Pemuda itu sudah menjadi siswa SMA. Sedangkan Anta menjadi mahasiswi kedokteran bersama Arga. Namun, nasib malang menimpa Ria. Dia tak bisa melanjutkan kuliahnya karena kematian ayah dan ibunya terdahulu.

Anta menemani Ria memasuki sebuah ballroom di dalam Hotel Two Season yang digunakan untuk lokasi casting beberapa model baru untuk bergabung dalam sebuah pertunjukan. Banyak gadis yang rata-rata berasal dari kalangan remaja yang usianya berada di bawah Ria dan Anta berada di sana. 

"Duh, kenapa ya Anta mau aja diajak kamu," keluhnya.

"Ayolah, Nta. Kita kan sohib." Ria mengerling pada Ria.

Seorang pria gemulai yang menjadi penanggung jawab acara tersebut menghampiri Ria. Bertubuh kurus mengenakan celana jeans selutut dan tanktop hitam.

"Kalian dari agency mana?" tanyanya.

"Saya Ria, ini temen saya Anta. Kami dari agensi independen.

"Oh gitu. Ya udah, yuk ikut gue! Pemotretannya bukan di sini," ujarnya.

"Lah, itu mereka lagi potret-potrer. Itu  mereka mau casting juga, kan?" tanya Ria.

"Oh itu … mereka bakalan jadi model-model baru. Beberapa ada yang juga ikut casting, sih," ucap si pria gemulai.

"Masih pada muda ya kayak masih sekolah." Anta masih mengamati para peserta.

"Iya, rata-rata masih pelajar kayaknya," sahur Ria.

"Mereka emang masih pelajar. Soalnya asisten gue yang namanya Aji, dia datang ke sekolah untuk menawarkan program casting model kepada murid-murid perempuan. Bagi yang minat dan mampu bayar uang pendaftaran sih," ucap pria gemulai itu.

"Oh…." Anta dan Ria mengucap bersamaan.

"Program gue tuh bagus, loh. Setelah mereka daftar, terus para siswi yang akan mengikuti casting, diminta berkumpul di sekolahan untuk mendapat pengarahan. Terus, dilanjutkan dengan pelajaran dasar sebagai model serta pengukuran baju. Terus,.nanti akan masuk televisi nasional di acara Remaja GBL."

"GBL itu apa," tanya Ria dan Anta bersamaan lagi.

"Gaul banget gitu, loh!" sahutnya.

"Itu sih GBGL," ketus Anta.

"Ya, sama aja. Bahkan untuk yang lolos akan dibimbing langsung oleh instruktur model nasional yang terkemuka loh si Ari Tak Rugi," ungkapnya.

"Wah, keren juga ya. Terus daftarnya bayar berapa?" tanya Ria lagi.

"Murah kok, dua ratus lima puluh ribu per peserta. Udah sih jangan banyak tanya, ikut gue aja buruan, yuk!" ajaknya.

Ria dan Anta mengangguk lalu mengikuti langkah pria gemulai yang kerap dipanggil Om Wisnu. Mereka menuju lantai dua puluh. Sementara itu, asisten Wisnu sedang memberi pengarahan pada para remaja lainnya.

"Setelah ini, kalian akan dibimbing untuk pelajaran make up. Kalian akan diminta merias wajah. Namun, sebelum kalian masuk ke salon yang ada di dalam hotel ini, saya meminta seluruh barang berharga dimasukan dalam satu tas, biar aman," kata pria berjenggot yang jenggotnya dikepang itu.

Tanpa rasa curiga, para remaja itu memberikan barang-barang berharga yang diminta. Saat belajar make up di salon dalam hotel, asisten Wisnu tadi meminta izin untuk pergi dengan dalih akan mengambil catering makan siang bagi para peserta. Dia meminjam motor pada salah satu peserta.

"Kenapa tidak pakai mobil saja, Pak?" tanya salah satu peserta.

"Nggak mau, ah. Macet banget soalnya. Lagian juga cuma dua puluh bos aja," ucap pria itu menolak karena alasan macet.

Peserta pemilik motor matic itu lalu menyerahkan kunci motornya pada pria bernama Ghandi.

...***...

Saat keluar dari lift hotel di lantai dua puluh, Ria sempat mendapat telepon dari Arga. Namun, saat gadis itu hendak mengangkatnya, Wisnu segera meraih ponsel Ria. 

"Kok, hape elu nggak disita sama si Ghandi?" 

"Disita, kenapa harus disita?" tanya Ria tak mengerti.

"Ya gue nggak mau aja. Nanti kalian model yang baru jadi calon bintang iklan apa calon model aja, terus ambil gambar diam-diam. Apalagi kalau mereka ternyata utusan pesaing gue," ucap Wisnu.

"Tapi aku bukan mata-mata. Aku nggak bakal ambil gambar diam-diam, kok," sahut Ria.

"Anta cuma nemenin Ria, ya. Anta nggak ikutan jadi model," sahut gadis itu.

"Pokoknya hape kalian gue sita!" seru Wisnu.

Anta dan Ria berada di lorong hotel bersama pria gemulai tadi. Sosok perempuan dengan rambut panjang menutupi wajahnya berdiri di samping pot tanaman besar. Perempuan itu mendongak memperlihatkan wajahnya pada Anta.

"Astagfirullah!" seru Anta membuat Ria dan Wisnu menoleh ke arahnya.

...*****...

...Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!