Amsterdam pagi ini menjadi sangat dingin dan membuat setiap orang yang hendak berjalan ke luar rumah langsung berniat untuk menghentikan langkah kakinya.
Satu suara di dalam kompleks perumahan kembali terdengar gaduh saat seorang wanita mencoba untuk melindungi dirinya dari serangan bertubi - tubi yang pagi ini di terima oleh nya.
"Sudah aku katakan, aku tidak suka dengan kopi menggunakan gula, kau istri yang bodoh, atau istri yang tolol sih sebenarnya."
Terdengar satu suara laki -laki yang dengan lantang mengatakan hal tersebut sambil ke dua tangannya melayang ke arah wanita yang sampai saat ini masih mencoba untuk menghindari tamparan demi tamparan yang di dapatkan dari laki - laki tersebut.
"Menyesal aku telah menikah dengan wanita seperti mu, dasar wanita udik!"
Kata demi kata terakhir yang di lontarkan oleh sang laki - laki sambil menendang tubuh wanita yang kini sudah terbaring tak berdaya.
Laki - laki itu dengan cueknya membuka pintu, dan membanting kembali pintu tersebut tanpa peduli terhadap wanita yang kini hanya bisa terbaring dengan lemah di atas lantai sambil menitikkan air matanya.
"Mom, are you oke?"
Satu suara gadis kecil mulai terdengar, gadis kecil yang sejak tadi bersembunyi di balik pintu kamar, gadis kecil yang diam - diam melihat semua hal kejam yang telah dilakukan ayah kandung terhadap ibunya..
"Kemari nak, ibu tidak apa - apa."
Setelah mendengarkan apa yang telah dikatakan oleh sang ibu, gadis kecil tersebut segera berlari ke dalam pelukannya.
"Mom, Sisil takut, mom Sisil takut."
gadis tersebut mengatakan hal itu sambil mencengkram kuat lengan sang ibu, gadis kecil tersebut mengatakan hal itu sambil tenggelam di dalam pelukan dari sang ibunda tercinta.
"Its oke Sisil, semua akan baik - baik saja."
"Mom kenapa Daddy memukul Mommy?"
Deg
Rasa perih yang teramat dalam kini telah di rasakan oleh sang ibunda ketika anak semata wayangnya yang masih berusia balita mengatakan hal tersebut.
"Sisil, Daddy sekarang sedang marah."
"Jadi kalau sedang marah kita bisa memukul orang sampai berdarah seperti Mommy?"
Deg
Satu penjelasan yang membuat gadis kecil tersebut memiliki paham yang berbeda.
"Bukan seperti itu sayang."
"Lalu kenapa Daddy jahat terhadap Mommy?"
Tatapan teduh, dengan ke dua bola mata bulat menunggu untuk di jawab dari sang ibunda tercinta.
"Mungkin Daddy sedang lelah, nanti setelah Daddy pulang Mommy akan tanyakan lagi yah."
Gadis kecil tersebut menatap tajam ke arah sang ibunda untuk mencari tau apakah yang dikatakan bukankah suatu kebohongan belaka.
"Promise."
Dengan cepat gadis kecil tersebut mengulurkan jari kelingkingnya sebagai sebuah kepastian bahwa dia pada nantinya akan mendapatkan jawaban.
"Promise Sisil sayang."
Sang ibunda mengatakan hal tersebut sambil menyambut uluran jari kelingking mungil yang saat berada di hadapannya.
"Sekarang Sisil berangkat lah ke sekolah, Mommy antar sampai depan pintu yah."
"Yes Mommy."
Dengan cepat sang ibunda mencoba untuk bangkit dari tempat duduknya, membawa gadis kecil tersebut keluar rumah.
"Bye - bye Mommy."
Gadis kecil mengatakan hal tersebut sambil melambaikan tangan dari dalam mobil jemputan sekolah,dan sang ibunda menyambut lambaian tangannya itu.
Kini setelah gadis kecil tersebut pergi, sang ibunda segera masuk kembali ke dalam rumah dan mencari kotak obat untuk mengobati bibirnya yang masih berdarah.
"Ayo Diandra, kau tidak boleh menangis lagi, sudah biasa bukan kau mendapatkan tamparan dan hinaan dari suami mu sendiri yaitu mas Rudi "
Ya Diandra mengatakan hal tersebut sambil mengobati lukanya dan sambil menangis tanpa suara.
Sudah delapan tahun kepindahan Diandra ke Belanda, dan sudah banyak hal - hal yang terjadi selama waktu lima tahun tersebut.
"Kek Diandra rindu kakek, kek kenapa kakek meninggalkan Diandra begitu cepat? seandainya kakek masih ada hal ini mungkin tidak akan pernah terjadi pada Diandra."
Sambil terus mengobati lukanya Diandra mengatakan hal tersebut seorang diri.
Satu tahun setelah kepindahan Diandra ke Belanda, kakek Surjono sakit dan karena sakitnya tersebut membuat sang kakek harus menghembuskan nafas terakhirnya.
"Kakek tau setelah kepergian kakek Diandra harus menerima pinangan mas Rudi dengan terpaksa karena keluarga Wijaya menjodohkan Diandra dengan mas Rudi hanya karena mas Rudi dari keluarga terpandang."
"Keluarga Wijaya seakan - akan tidak mau mengerti apa yang telah Diandra rasakan."
"Lima tahun sudah Diandra menjalani bahtera rumah tangga bersama dengan mas Rudi, Diandra mencoba untuk menerima cinta mas Rudi yang katanya begitu dalam, namun satu tahun terakhir perangai mas Rudi mulai berubah."
"Kakek tau, mas Rudi menjadi laki - laki yang penuh dengan emosi, mas Rudi menjadi ringan tangan terhadap Diandra."
"Hampir setiap hari Diandra harus merasakan tamparan demi tamparan yang membuat hati Diandra begitu sakit kek."
"Kek Diandra lelah untuk mencoba mempertahankan rumah tangga ini, namun Kakek selalu mengingatkan untuk tidak pernah menyerah terhadap hal apapun yang saat ini menjadi proses di dalam kehidupan kita."
" Tapi kek sungguh saat ini Diandra begitu lelah, Diandra sudah tidak kuat lagi, meskipun di Belanda banyak keluarga dari ayah, tapi Diandra rasanya tetap seperti seorang diri."
Dengan tangisan yang panjang, didalam kesendirian, Diandra mengatakan luapan hatinya setelah mengalami kekerasan fisik dari suaminya sendiri.
Tidak ada satupun orang yang dapat mendengarkan keluhan Diandra dan juga tidak ada satupun yang saat ini Diandra bisa percaya lagi.
Diandra yang di paksa menikah oleh keluarga Wijaya pada akhirnya berusaha untuk menumbuhkan cinta, melahirkan satu orang putri yang cantik bernama Sisil yang saat ini berusia empat tahun.
Dan perangai suami Diandra berubah saat kelahiran anaknya tersebut.
Rudi seorang Manajer cafe tempat Diandra dulu pernah bekerja saat masih Di Indonesia..
Rudi yang juga seorang pengusaha tambang pada akhirnya meminta Diandra dengan berani kepada keluarga Wijaya saat Diandra sedang menempuh pendidikannya di Negara Paman Sam tersebut.
Dan Rudi pada akhirnya menerima syarat yang diajukan oleh keluarga Wijaya untuk pindah ke Negara Paman Sam tersebut sambil terus mengendalikan usahanya dari sana.
Sungguh ironis kehidupan Diandra di Negara Paman Sam tersebut.
Keluarga Wijaya selama ini tidak mengetahui apa yang telah terjadi dengan Diandra, karena Diandra menutupi semuanya dengan baik.
Bagi keluarga Wijaya saat ini Diandra sudah hidup bahagia bersama dengan laki - laki pilihan mereka.
"Tuhan, apakah aku boleh mengatakan kepada mu jika pada akhirnya aku tidak sanggup bertahan di dalam pernikahan ini? ketika perceraian begitu engkau haram kan?"
"Apakah aku bisa tetap kuat Tuhan ketika hampir setiap hari mengalami kekerasan fisik hanya karena kesalahan demi kesalahan ku yang sepele."
"Aku tau Tuhan Engkau pasti sama sekali tidak menghendaki aku untuk berpisah, tapi .."
Tampilkan kutipan teks
Diandra kini mencoba bernegosiasi dengan Tuhan bahwa sebenarnya Diandra sudah lama ingin bercerai dengan suaminya Rudi.
Namun sekali lagi Diandra dengan sadar juga mengetahui bahwa dirinya sangat membenci perceraian di dalam pernikahan.
"Tuhan, aku hanya tidak ingin Sisil putri kecilku terus melihat hal - hal seperti tadi, karena terkadang aku tidak tau lagi harus menjelaskan nya seperti apa."
Diandra yang sampai saat ini masih menitihkan air mata hanya bisa mengatakan hal tersebut sambil berusaha untuk bangkit dari tempat duduknya.
Hidup di negara orang dengan segudang permasalahan membuat Diandra pada akhirnya menjadi sosok wanita dewasa yang pendiam.
Hari itu Diandra mengerjakan semua pekerjaan rumah yang memang setiap hari biasanya di kerjakannya.
"Apakah tidak ada waktu untuk aku bisa kembali pulang ke Indonesia? kembali ke Jogyakarta tempat kelahiran ku?"
Menjelang malam di tengah rasa lelahnya Diandra kembali mengatakan hal tersebut sambil menyandarkan dirinya di atas sofa ruang tamu rumah sederhana milik mereka.
Saat ini Sisil sudah tidur dengan nyenyak, Diandra sengaja menidurkan Sisil lebih awal agar Sisil tidak terbangun ketika mendengarkan kedatangan Rudi yang akan selalu berisik.
Dan benar apa yang menjadi prediksi Diandra, malam hari itu Rudi datang kembali ke rumah dalam keadaan mabuk berat.
"Mas Rudi dari mana mas? pulang selarut ini dan dalam keadaan mabuk?"
Diandra mengatakan hal tersebut sambil memapah suaminya masuk ke dalam kamar utama mereka.
"Diam kau istri udik!"
Sang suami yang kini sudah duduk di kursi mengatakan hal tersebut sambil menampar pipi Diandra.
Diandra tersentak dengan tangan Rudi yang kembali melayang ke arah pipinya.
"Apa kau lihat -lihat ha? kau berani pada ku sekarang?"
Tatapan tajam Diandra karena tersentak kini cukup membuat Rudi yang sedang mabuk pada akhirnya murka.
"Tidak mas, tidak, Diandra minta maaf ya mas Rudi."
Diandra yang sudah lelah dengan tangan demi tangan Rudi yang terus melayang hanya bisa menundukkan kepalanya berharap bahwa Rudi tidak kembali kasar ke arahnya.
"Dasar wanita pembawa sial! sejak aku menikah dengan mu yang katanya keluarga ningrat aku malah menjadi sial, gara - gara menikah dengan mu, aku kehilangan bisnis ku, kau tau bisnis ku bangkrut dan rugi milyaran rupiah, itu semuanya terjadi ketika aku sudah menikah dengan wanita udik seperti mu, dasar memang kau wanita pembawa sial!"
Rudi bangkit dan kembali bersiap untuk melayangkan kembali pukulannya kepada Diandra.
"Mas, jangka mas, aku mohon, aku mohon jangan pukul aku lagi."
Diandra mengatakan hal tersebut sambil berlutut di hadapan Rudi dan mencium mata kakinya.
Diandra sudah kehilangan harga dirinya sendiri di hadapan suami yang seharusnya bisa menjadi tempat perlindungan nya, suami yang seharusnya bisa memberikan kasih sayang dan ketenangan jiwa.
Namun di tangan suami Diandra harus mendapatkan pukulan, caci, makian dan hal - hal buruk yang Diandra sendiri sudah tidak ingat lagi karena hal - hal itu terlalu banyak baginya.
"Dasar wanita sialan!"
Rudi kembali menendang wajah Diandra dan setelah itu merebahkan dirinya di atas tempat tidur.
Rudi terus meracau di atas tempat tidur sampai pada akhirnya terlelap..
Diandra yang sudah melihat Rudi terlelap langsung mengambil gunting di meja kecilnya.
Dengan gerakan cepat Diandra yang sudah gelap mata hendak menancapkan gunting tersebut ke dada Rudi.
Namun seketika pikiran waras Diandra mulai bekerja, dengan kuat Diandra melemparkan gunting tersebut ke lantai dan kembali duduk tersungkur dengan tangisan tanpa suara.
Tuhan maafkan aku, maafkan aku Tuhan, hampir saja aku menjadi seorang pembunuh, hampir saja aku....
Diandra mengatakan semua hal tersebut di hatinya.
Air mata yang semakin mengalir dengan deras dan tangisan Diandra yang di tahan agar tidak membangunkan Rudi sukses membuat Diandra pada akhirnya tidak bisa berkata - kata lagi.
Sungguh malam hari ini Diandra menangis dengan sangat hebat dengan posisi berbaring di lantai kamar yang semakin dingin tersebut.
Cukup lama Diandra terdiam sambil berbaring sampai pada akhirnya Diandra kembali beranjak dan kembali duduk di samping suaminya yang sudah terlelap tanpa mengetahui masalah hebat yang kini mulai mendera psikis Diandra.
Mas Rudi apakah saat ini mas Rudi bisa mengatakan kapan mas Rudi akan berubah? mas Rudi apakah mas Rudi bisa berubah ketika aku tetap sabar menghadapi mas Rudi? apakah mas Rudi bisa berubah jika aku dengan sukarela menerima pukulan demi pukulan yang mas Rudi lakukan terhadap ku.
Diandra mengatakan hal tersebut sambil melepaskan ke dua sepatu Rudi, Diandra hanya bisa mengatakan hal tersebut sambil menggantikan baju basah Rudi yang terkena muntahan nya sendiri..
Hampir setiap hari Rudi kembali pulang ke rumah dengan larut malam dan kondisi yang seperti ini.
Minuman keras, wanita malam adalah tempat pelampiasan Rudi ketika semua usahanya di Indonesia mendadak harus gulung tikar.
Dan sejak saat itulah perangai Rudi berubah, Rudi yang selalu menyalakan Diandra akibat hal ini, Rudi yang selalu menganggap Diandra pembawa sial, dan Rudi yang selalu melayangkan ke dua tangan nya untuk melukai tubuh Diandra.
Mas, setiap hari aku selalu berdoa kepada Tuhan tentang mu mas, sungguh sebagai wanita, sebagai manusia aku sudah tidak sanggup lagi jika menghadapi mu, namun aku tetap melakukan hal itu dengan kekuatan luar biasa dari Tuhan yang tidak akan pernah meninggalkan aku untuk menghadapinya seorang diri.
Diandra mengatakan hal tersebut sambil membelai kepala Rudi, dengan penuh kasih sayang Diandra mengecup kening Rudi dan dengan penuh kasih sayang Diandra menarik selimut untuk menutupi tubuh Rudi agar tidak kedinginan.
Malam hari ini di negara orang lain, malam hari ini dengan suhu dingin, malam hari ini hujan salju yang terus mengguyur kota itu, ada satu orang wanita kuat yang saat ini mencoba untuk terlelap dalam tidurnya.
Wanita kuat yang mencoba untuk terus memberikan maaf kepada suaminya meskipun wanita tersebut sering mengalami kekerasan fisik, meskipun wanita tersebut sering mendapatkan hinaan dari suaminya sendiri.
Malam hari itu wanita kuat yang bernama Diandra betul - betul mencoba memejamkan matanya dengan kuat dan berharap esok hari semuanya ini hanya mimpi semata.
"Selamat pagi sayang."
Deg
Pagi ini tiba - tiba saja Diandra merasakan ada tangan yang memeluknya dari belakang, pagi ini Diandra merasakan ada yang mencium keningnya dan begitu membuka mata Diandra melihat bahwa suami yang semalam menampar pipinya, suami yang semalam memberikan hinaan yang bertubi - tubi, pagi ini tiba - tiba saja memberikan kemesraan yang tiada taranya kepada Diandra.
"Sayang, pagi ini aku ingin melakukan hal itu kepada mu."
Dan tanpa persetujuan Diandra, Rudi langsung mencumbu sang istri.
Di dalam gairah Diandra pada akhirnya hanya bisa menahan setiap air matanya yang keluar..
Pagi ini dengan taat Diandra pada akhirnya tetap dengan setia melayani kebutuhan biologis suaminya.
Hati yang perih tetap Diandra rasakan ketika hubungan suami istri tersebut sedang terjadi.
Tidak ada kepuasan yang sepatutnya juga harus di dapatkan oleh Diandra.
Semua yang Diandra lakukan hanyalah sebuah kepatuhan akan salah satu fungsinya sebagai seorang istri.
Semua yang Diandra lakukan pagi ini bukan atas dasar gairah dan cinta, namun apa yang Diandra lakukan juga tak luput dari rasa ketakutan jika sampai dirinya menolak di cumbu oleh Rudi.
Dengan hentakan terakhir pada akhirnya Rudi segera bangkit dari tempat tidur tanpa melihat lagi kearah Diandra, tanpa memeluk dan mengucapkan terima kasih, bagaimana sang istri sudah memberikan pelayanan terbaiknya.
Namun Rudi memilih untuk meninggalkan Diandra begitu saja di atas tempat tidur mereka.
Sungguh saat ini di balik selimut putih tebalnya Diandra hanya bisa memandang tajam ke arah sang suami yang sudah masuk ke dalam kamar mandi.
*Mas Rudi apakah kau sudah tidak menganggap aku istri mu lagi? apakah kau saat ini hanya menganggap aku sebagai wanita pelacur saja? ketika kau sudah puas dengan apa yang kau lakukan, kau langsung meninggalkan aku begitu saja.
Kau selalu mengawali semuanya dengan hal - hal manis, namun kau menyelesaikan seolah - olah aku hanya lah pelacur yang menjadi penghangat tempat tidurmu.
Aku juga ingin di puji mas, aku juga ingin di peluk, aku ingin berbicara secara intim dengan mu.
Apakah aku salah jika aku hanya menginginkan hal itu di dalam rumah tangga kita mas?
Namun mungkin keinginan ku ini hanyalah mimpi yang akan sulit untuk terwujudkan*
Diandra mengatakan hal tersebut sambil memungut kembali semua pakaian yang telah di lemparkan Rudi ke segala arah.
Dengan cepat Diandra memakai semua pakaiannya dan pagi ini Diandra kembali menjalankan tugasnya menjadi ibu rumah tangga di dalam rumah nya yang sudah seperti neraka.
"Good Morning Mom."
Satu suara gadis kecil langsung menghampiri Diandra yang saat ini berada di dapur untuk menyiapkan makanan.
"Morning sunshine."
Dengan cepat Diandra menghentikan semua pekerjaannya dan langsung datang menghampiri buah hatinya tersebut..
Dengan mantap Diandra memeluk buah hatinya dan mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atas setiap hal yang di berikan Tuhan untuk buah hatinya tersebut.
"Tuhan, terima kasih karena Engkau menyertai putri kecil ku dengan baik."
"Tuhan terima kasih karena putri kecil ku ini tumbuh menjadi anak yang baik dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh kedua orangtuanya."
Dengan lembut Diandra mengatakan semua hal - hal positif kepada satu buah hatinya tersebut.
Meskipun saat ini Diandra dan Rudi sudah tinggal di Belanda, namun Diandra tetap mengajarkan putri kecilnya tersebut bahasa ibu dan juga ayahnya.
"Sisil ayo kemari, ada roti isi keju yang kau suka telah ibu buatkan untuk mu."
"Ah thank you Mommy."
Sisil langsung mengatakan hal tersebut sambil memeluk erat Diandra sebagai tanda terima kasihnya kepada Diandra.
"Nah sayang ini makanlah."
Diandra memberikan satu piring yang berisikan roti berisi keju di atas meja makan, dan Sisil memakan roti tersebut dengan sangat lahap.
"Good Morning Sunshine."
Tiba - tiba ada satu suara yang juga mengatakan hal tersebut sambil memeluk Sisil.
"Dad lepaskan Sisil, lepaskan!"
Rudi yang datang langsung memeluk Sisil kini membuat Sisil ketakutan.
"Hei, kenapa putri kecil Daddy tidak mau di peluk oleh Daddy nya sendiri?"
Rudi mengatakan hal tersebut sambil membelai rambut panjang Sisil.
"Sisil takut dengan Daddy."
Deg
Kata-kata Sisil langsung membuat Diandra terdiam.
"Takut kepada Daddy? nah sayang coba sekarang ceritakan kenapa Sisil takut dengan Daddy?"
"Mas, ini makanlah terlebih dahulu, nanti rotinya bisa dingin."
Diandra yang mengetahui arah pembicaraan Sisil langsung mengalihkan pembicaraan dengan cara memberikan roti kepada Rudi.
Diandra hanya tidak ingin jika hubungan ayah dan anak ini rusak karena apa yang telah dilihat putri kecil tersebut tentang apa yang telah di lakukan oleh sang ayah.
Rudi yang masih belum paham dengan situasi yang terjadi menerima roti pemberian Diandra dan langsung menghabiskan nya dengan cepat.
"Ada hal yang ingin aku bicarakan dengan mu pagi ini."
Selesai makan Rudi mengatakan hal tersebut dengan cara berbisik di telinga Diandra.
"Aku tunggu kau diruang tamu."
Dan agar Sisil tak curiga, setelah membisikkan hal tersebut Rudi mendaratkan ciuman mesra di kening dan pipi Diandra.
Sungguh rasa sesak kembali hadir di dalam diri Diandra saat Rudi menciuminya dengan penuh ke pura - pura an belaka.
"Sisil sayang, setelah ini Sisil kembali ke kamar dulu yah, ada hal yang Mommy dan Daddy akan bicarakan di ruang tamu."
"Sisil tidak mau kembali ke kamar lagi Mommy."
Dengan cepat Sisil mengatakan hal tersebut sambil menggelengkan kepalanya.
"Kenapa Sisil tidak mau? ini hari libur dan Sisil bebas untuk bermain di dalam kamar Sisil."
"No Mommy, jika Sisil pergi nanti, Daddy akan kembali jahat kepada Mommy."
Deg
Diandra cukup tercengang dengan ucapan dari gadis kecil seusia Sisil.
"Sisil sayang, siapakah Sisil percaya kepada Mommy?"
Sisil yang mendapatkan pertanyaan tersebut kini memandang tajam ke arah Diandra.
"Ya Sisil percaya kepada Mommy tapi Sisil tidak percaya kepada Daddy."
Deg
Sungguh kali ini Diandra sudah kehabisan cara ketika putri kecilnya mengatakan hal tersebut kepadanya.
"Ya, ya yang penting Sisil percaya satu diantara kedua orang tua Sisil."
"Jadi jika sekarang Sisil percaya kepada Mommy, Mommy hanya ingin mengatakan bahwa Mommy dan Daddy sayang sekali dengan Sisil."
Sisil yang mendengarkan ucapan Diandra tetap memandangnya dengan tajam.
"Mommy juga ingin mengatakan bahwa Daddy juga sayang sekali dengan Mommy."
Lidah Diandra seketika kelu ketika mengucapkan hal ini kepada putri kecilnya tersebut.
"Mommy juga ingin mengatakan bahwa Daddy sama sekali tidak pernah jahat kepada Mommy."
"Tadi Sisil mengatakan jika Sisil percaya kepada Mommy bukan?"
Dengan perlahan buah hati Diandra tersebut pada akhirnya menganggukkan kepalanya.
"Nah jika Sisil percaya kepada Mommy itu berarti Sisil juga harus percaya dengan apa yang telah Mommy katakan kepada Sisil."
"Promise."
Deg
Untuk yang kesekian kalinya Diandra harus melihat jadi kelingking putri kecilnya tersebut maju ke arah nya.
Sungguh kali ini Diandra sangat berat untuk menyatukan jari kelingkingnya dengan jari kelingking putrinya sebagai bentuk perjanjian bahwa apa yang di katakan oleh Diandra bukanlah sebuah kebohongan.
"Promise Sisil sayang."
Dengan berat hati Diandra pada akhirnya mengikatkan jari kelingkingnya ke jari kelingking putri kecilnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!