Aku kembali bermimpi. Bermimpi tentang dia. Entah siapa dia yang selalu hadir dalam mimpiku. Aku gelisah sangat gelisah. Aku ingin tahu siapa dia.
Dalam mimpiku, seseorang memelukku erat. Dia mengatakan padaku, "Selamat kamu safety, I Will be ok!"
Lalu mimpi itu memudar dalam pikiranku.
"Happy birthday to you!" Teriakkan itu membangunkan ku dari tidurku yang lelap. Tak terasa hari ini aku tidur hampir 10 jam, tidak biasanya seperti ini. Mungkin aku hanya lelah sehingga tidurku lebih lama.
"Terima kasih mama, papa." Aku berlari memeluk kedua orang tuaku. Bersyukurnya aku memiliki mereka. Mereka selalu ada untukku. Disaat tersulit dalam hidupku. Betul kata orang hanya orang tua kita yang akan menemani disaat susah maupun sulit.
"Naira, mama berharap di ulang tahunmu yang ke 17 ini kamu semakin dewasa. Kamu gak perlu minder karena kamu harus mengulang lagi kelas. Mama dan papa selalu bangga sama kamu." Peluk Minarti pada Naira.
"Naira, papa punya kado khusus untuk kamu. Tunggu dulu kadonya akan papa berikan jika waktunya sudah tepat. Sekarang kamu siap-siap kita ke rumah sakit untuk terapi terakhir kamu." Ucap Bimo pada putri tunggalnya itu.
"Pa, aku masih gak ingat apa-apa tentang kejadian sebelum kecelakaan itu." Celetuk Naira membuat Minarti tertegun melihat putrinya.
"Tidak masalah sayang, yang berlalu biarkan berlalu. We trying the best, let it go!" Minarti memeluk erat anaknya. Membelai rambut Naira, seolah mengatakan semua akan baik-baik saja. Biarkan saja semua berlalu.
"Mama tunggu dibawah ya." Tambahnya juga ingin bersiap menemani Naira.
Di rumah sakit,
"Semua sudah baik dan kembali normal. Jika tidak ada keluhan Naira sudah boleh beraktivitas seperti biasanya. Jangan terlalu dipaksa untuk mengingat masa lalu." Ucap Dokter Tino, dokter spesialis saraf yang menangani Naira.
"Ma, Naira ke mobil bentar ya. Mau ambil power bank." Ucap Naira pada Miranti yang langsung mengizinkannya.
"Kucing!!!!" Teriaknya. Ia sangat takut dan Fobia pada kucing sejak kecil. Ia bahkan alergi dengan bulunya. "Kucing!!" Ia panik dan badannya seperti kaku tidak bisa bergerak.
"Sudah tidak apa-apa, aku sudah datang, jangan takut, ada aku." Seseorang menarik kedalam pelukannya. Dia juga mengusir kucing itu pergi.
"Terima kasih!" Ucap Naira parau.
"Sama-sama, cepat masuk." Ucap pemuda itu melepaskan pelukan itu dan pergi dari hadapannya. Naira bahkan tak sempat melihat wajah pemuda itu yang ia ingat hanya aroma tubuhnya yang khas.
Mengapa aroma tubuh laki-laki itu langsung teringat di otakku. Apa aku pernah bertemu dengannya ? Tidak mungkin, aku tidak pernah melihat dia. Aku hanya melupakan beberapa kejadian saja tidak semua.
"Ma, siapa orang itu?" Naira bertanya pada Minarti. Dari jauh ia melihat Minarti sedang berbicara asik dengan seorang pemuda, berpakaian rapi dan stylish.
"Anak teman mama, dia datang untuk mengantarkan kue ini, choco almond kesukaan kamu." Minarti menunjukan kue yang begitu cantik dan mengiurkan untuk Naira. "Dulu, kamu suka banget buat kue." Tambah Minarti.
"Masa sih ma, kok aku gak inget. Aku bisa masak." Balas Naira.
"Bisa. Kamu bisa membuat seorang yang dingin menjadi lembut." Balas Minarti menggoda Naira. "Ayo, dimakan." Ajaknya.
"Aroma itu benar-benar melekat dalam benakku. Mengapa begitu kuat?" Ucap Naira di depan cermin.
"Sudah Naira sebaiknya kamu istirahat saja." Tambahnya.
Aku kembali bermimpi, mimpi yang serupa setiap malamnya.
"Naira .. Naira.. Naira" teriak cowok memakai baju kemeja putih. Kulitnya putih, berambut cepak, bibirnya yang merah tersenyum kepada Naira.
"Ayo, sini!" teriaknya lagi mengeluarkan tangannya pada Naira.
Naira berlari mendekati cowok itu, tiba-tiba seseorang cowok lain menggunakan kaos hitam datang lalu menarik tangannya ke dalam pelukannya.
"Jangan pergi, Naira!!" bisik cowok itu di telinganya lalu memeluknya lebih erat lagi membuatnya sulit bernafas sementara tangan Naira masih berusaha untuk menggapai uluran dari cowok berkemeja putih itu.
"Naira tinggalin aku, Naira!" Teriak cowok berkemeja putih itu padanya. Tak lama setelahnya suara dan bayangan itu menghilang.
"Do, jangan tinggalin aku!!!! Do!!!" Naira berteriak memanggil namanya.
"Naira..naira" suara terus menerus memanggilnya. Kedua bahunya masih terkunci oleh tangan cowok yang tiba-tiba menariknya.
"Lepas!!" Ia berusaha melepaskan kedua bahunya.
"Naira itu aku... Lupakan dia !!!" Teriak cowok itu membuatnya semakin frustasi, lalu secara tiba-tiba semua menghilang. Naira terbangun dari mimpinya, keringat membasahi dahi dan lehernya. Tangannya mengepal kuat selimut biru kesukaannya. Ia mencoba untuk mengatur napasnya . Ketakutan menghampirinya.
"Do" sebutnya perlahan sambil memegang handphonenya.
"Kamu sudah bisa mengingat aku?"Balas seseorang padanya.
I miss you! Tambahnya membuat air mata Naira jatuh.
"Siapa itu?" Teriak Naira ketakutan, ia terjebak dalam ruangan yang gelap. Ia ketakutan setengah mati. Kunci ruangan itu rusak.
"Naira!" Teriak seseorang yang mencarinya, ia membuka tiap ruangan. Mencarinya ke semua sudut sekolah.
"Tolong!" Naira meminta tolong.
"Nai! Jangan takut aku ada disini." Lelaki itu mendobrak pintu itu, Ia lalu membelai rambut Naira, mengusap air matanya.
"Aku ada disini. Aku sudah datang. Tidak perlu takut." Naira menatap wajahnya dan ia mengecup bibir orang yang ada didepannya.
"Naira! Akhirnya aku menemukanmu!" Lelaki itu lalu memeluknya.
"Jangan menangis! Tadi kamu dimana? Kamu belum pulang?"
"Selama kamu safety, I Will be ok!" Belai Lelaki itu lalu memeluknya sementara tatapan mata Naira tertuju pada sebuah pintu bertuliskan ruang OSIS. Dibalik pintu itu, berdiri seseorang, "I miss you, Nai!"
Naira pulang bersama dengan lelaki itu.
Maaf aku melupakanmu tapi itu bukan keinginanku..
Ok! I Will go right now! Setelah mengucapkan kalimat itu barulah senyum tergambar di wajah mamaku. Kenapa sih hari Senin harus secepat ini. Kenapa tiba-tiba udah harus masuk sekolah. Boleh gak sih bolos? Enaknya kemana ya?
Pertanyaan dan ide-ide gila terus muncul di kepalanya. Entah, sudah berapa banyak ide yang sedang dia susun. Sekolah adalah hal paling membosankan baginya. Namun, kalau soal nilai ia tidak kalah dibandingkan yang lain. Ia memang pintar karena gen ayahnya yang adalah profesor. Bimo, ayah Naira adalah seorang Dokter di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Rumah sakit ini termasuk dalam salah satu anak bisnis dari kerajaan bisnis Ricardo family. Ricardo family adalah pemilik dari Agusto grup yang bergerak di berbagai bidang salah satunya adalah kesehatan dan pendidikan. SMA harapan tempat Naira bersekolah adalah salah satunya.
Mengingat posisi Sang ayah yang cukup menyita waktunya, Naira jarang sekali bisa menghabiskan waktu seperti yang lainnya. Keluarganya jarang sekali berlibur, ayahnya jauh lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit dibandingkan dengan keluarganya. Posisinya sebagai direktur rumah sakit menuntutnya untuk lebih bertanggung jawab.
"Pak, kira-kira mall terdekat disini dimana ya?" Tanya Naira sambil melihat ponselnya. Ia sibuk mencari refrensi tempat nongkrong yang asik.
"Maaf, non. Pak Bimo sudah berpesan bahwa non Naira harus sampai disekolah tidak boleh mampir kemana-mana." Balas Danu supir keluarga Bimo.
"Pak, gak seru!" Keluhnya.
"Sudahlah non, ikuti saja keinginan pak Bimo." Danu coba memberikan nasehat. "Sebentar lagi sampai." Tambahnya.
"Hmmm! Aldo juga sekolah disitu kan?" Tanyanya balik lalu mendapatkan respond dari Pak Danu dengan mengangguk.
"Ok, gak masalah yang penting bisa ketemu pacarku. Hiburan!" Ungkapnya antusias.
"Non Naira, sudah sampai sekolah." Danu coba membangunkan Naira.
"Hooh! Udah sampai ya?" Naira terkejut dengan wajah yang setengah sadar. Ia mengucek matanya, mengambil sedikit air dan meminumnya.
"Makasih pak!" Ucapnya semangat.
Naira turun dari mobil dan berjalan memasuki gedung sekolahnya. Gedung sekolahnya yang bergaya kolonial dengan beberapa patung peninggalan zaman belanda yang masih terpampang dibeberapa sudut sekolah. Ini adalah sekolah impiannya, sekolah bergensi dan terkenal dengan para alumninya yang sukses dengan kurikulum berbasis kurikulum British.
"Lita tuh! Kerjain ahhh!" Otaknya mulai berputar, ia ingin menghibur dirinya sendiri.
"Hayoo jatuh!!" Teriak Naira menepuk pundak Lita yang sedang berjalan sambil menelepon pacarnya.
"Naira!!! Kenapa sih kamu iseng banget!!" Ucap Lita kesal, lalu mengambil ponselnya yang berada ditangan Naira kemudian memasukkannya ke dalam tas gemblok merahnya.
"Udah jangan marah! Kantin yuk kita makan kwetiau pangsit si Mama Acen!" Ajak Naira yang tak digubris oleh Lita.
"Gw traktir!" Tambah Naira sambil mengedipkan matanya pada Lita.
"Bener traktir 2 mangkok ya!" Balas Lita jutek tapi mau.
"Ok!" Ucap Naira, ia langsung mendapatkan pelukan hangat dari sahabatnya itu.
"Naira, aku kangen sama kamu!!!" Peluk Lita erat pada sahabatnya itu hingga Naira sulit bernapas. Hal ini disebabkan perbedaan bentuk badan mereka yang berbanding terbalik, bahkan Lita bisa mengendong Naira dengan sangat mudah.
"OK Lit! Gw kehabisan napas! Badan lo gendut ama sih!" Ucap Naira yang ingin segera lepas dari pelukan sebelum dirinya di angkat sahabat nya itu.
"Naira! Kamu jangan traktir aku, nanti uang jajan mu habis! Aku aja ya yang traktir! Ucap Lita antusias membuat Naira sedikit terdiam dan kembali mengulang peristiwa memalukan saat ia dan Lita makan di restoran. Ia dan Lita harus mencuci piring karena uang yang dibawa Naira tidak cukup untuk membayar tagihan untuk dia dan Lita.
"Lita bawa uang gak ?" Ucap Naira kepada Lita yang hanya bisa tersenyum padanya. Usaha yang sia-sia, ia kembali menatap bon restauran, bingung serta kaget melihat total tagihan makanan mereka. Dalam hatinya, ini sama aja kayak uang jajan satu bulan. Gimana nih? Help me please!
"Naira, gimana? Aku gak bawa uang!" Jawab Lita polos tanpa dosa sambil memainkan rambutnya yang kribo.
Setelah mendengar pembicaraan mereka, pelayan berseragam restoran juga tersenyum padanya dan langsung menyuruh mereka berdua untuk mencuci piring sebagai cara untuk melunasi tagihan mereka. Jadilah, mereka berdua pelayan selama seharian.
Kembali lagi ke realita hari ini, Naira yang masih melamun membayangkan peristiwa itu, "Woi, Naira! Jadikan?" Teriak Lita menepuk pundaknya membuat Naira tersadar dan menggelengkan kepalanya.
"Kayak memang harus lo yang bayar Lita!" Ucap Naira tersenyum membuat matanya hanya segaris saja. "Benarkan mending Lita aja!" Ia langsung menarik tangan Naira dan segera menyeretnya ke kantin.
Sebelum sempat melangkahkan kaki, dari arah pintu utama terdengar teriakan cewek yang super cempreng. cewek itu berteriak memanggil Naira sambil melambaikan tangan dan sesekali menunjuknya.
"Siapa tuh?" Tanya Naira berbalik arah dan melihat dua cewek cantik berjalan menuju kearah mereka dan berhenti di depan Naira.
"Hey lo!" Ucap salah satu dari kedua cewek itu sambil mendorong pundak Naira pelan.
"Ada masalah loh!" Balas Naira dengan ekspresi menantang
.
"Ya masalah lah!" Jawab temannya yang lain dengan nada tinggi, ia mendorong kedua pundak Naira hingga ia hampir jatuh untung ada Lita dibelakangnya.
"Hei! Lo!!!" Naira mengerutkan ototnya dan mempersiapkan tangan kanannya untuk meninju kedua cewek itu.
"Kalian berdua!!" Ia melayangkan tangannya kepada kedua cewek itu. Pukulan pertamanya untuk cewek yang mendorongnya. "Rasain ini!" Ia memajukan badannya, "Gw kangen!!!!" Teriak Naira merubah pukulan menjadi pelukan hangat untuk kedua sahabatnya Nasya dan Dina.
"Dina, gw hampir jatuh untuk ada Lita dibelakang!" Keluh Naira. Tak lupa, mereka akhirnya berpelukkan dan tersenyum.
"The JOJO! Go! Go!" Ucap mereka bersamaan. Tawa dan pelukan hangat terus menghiasi pertemuan mereka.
Yup! Inilah The JOJO yang terdiri dari Naira, Nasya, Lita dan Dina. Empat orang dengan kepribadian berbeda memiliki janji untuk menjadi sahabat sejak mereka masih di SD. Sederhana, persahabatan mereka dimulai justru dari kekonyolan yang memalukan.
Saat itu, mereka berada di kelas 4 SD, hanya karena masalah kaos kaki tak bernama mereka akhirnya berantem dan terpaksa harus dihukum. Mereka semua harus menulis di papan dengan menggunakan kapur sebanyak 100 kata maaf. Ini dilakukan di depan teman-temannya satu kelas.
Nasya, anak orang kaya, pemalu dan lemah. Semasa kecil ia selalu dikerjain sama teman-temannya karena sifatnya yang juga penakut. Suatu hari, Dina dan Lita berniat mengerjai Nasya dengan memasukkan ular mainan kedalam tas Nasya. Dikarenakan tas Naira dan Nasya sama dan mereka duduk satu meja membuat Lita bingung harus meletakkannya dimana. Naira yang melihat itu langsung berteriak yang membuat mereka kaget.
"Ngapain kamu!" Teriak Naira.
"Gak kok!" Lita yang kagetan dia melempar mainan itu masuk kedalam tas yang tidak dia ketahui itu siapa pemiliknya.
"Kenapa emangnya berani kamu!" Teriak Dina sok jagoan tak lama Nasya datang dan menarik tali yang panjang yang terulur di dekat Naira. Fatal, ternyata tali itu adalah jebakan kedua dari Lita dan Dina.
"Hey jangan di tarik!" Teriak Lita, karena ia melihat ada pak guru yang akan masuk. Namun apa boleh buat tali itu sudah tertarik tak lama badan Dina dan Naira penuh dengan tepung. Setelah itu Nasya tak sengaja menendang tas merah milik Dina.
Naas! Ada hal yang lebih buruk. Ketika mereka menendang tas merah itu yang ternyata adalah jebakan. Dari jauh mereka melihat plastik berisi tepung yang terikat tali menggantung dan menuju kerah papan tulis, tak sengaja mengenai muka pak guru yang baru saja masuk.
Semua yang melihatnya tertawa, termasuk mereka berempat. Pak Guru tentu kesal dan kemudian mengambil tasnya hendak mengambil buku pelajaran. Tak lama, suara teriakkan terdengar "ahhhh!!!!" terkejut dan berteriak
Guru mengangkat tangannya dengan ketakutan itu, "Siapa yang berani menaruh ini di dalam tas saya!" Guru itu mengeluarkan tarinya. Ternyata ular itu dimasukan Lita kedalam tas Guru yang super galak.
Dari semua rangkaian itu, membuat keempatnya mendapatkan hukuman yang cukup berat yaitu menulis dipapan. Naira yang memiliki postur paling kecil di antara ketiganya sulit untuk bisa menulis di bagian paling atas. Dina yang lebih tinggi membantu Naira untuk menulis di bagian atas sementara Naira mendapat bagian posisi di bawah. Lita yang gendut dan lama dalam menulis mendapatkan bantuan dari Nasya yang cepat dalam menulis. Menyadari hukuman itu menyusahkan sehingga pada akhirnya mereka memilih untuk berteman. Mereka bertiga kecuali Nasya sangat berani terutama pada cowok. Termasuk pada anak cowok.
Kedewasaan mereka merubah sikap dan sifat mereka menjadi diri mereka yang sekarang.
Dina adalah cewek paling tomboi diantara mereka berempat, tapi juga yang paling care dan bertindak sebagai kakak bagi 3 sahabatnya. Ia menyukai rambut pendek, badannya tinggi sekitar 168 cm paling tinggi, kesukaannya adalah melipat ujung lengannya seperti orang mau berantem. Dia paling dewasa, bijaksana dan paling tidak menyukai adanya permusuhan. Hobinya, main basket dan Ia adalah tim inti basket putri lewat audisi yang diadakan minggu lalu.
Nasya, cewek berambut lurus dan panjang coklat satu ini tipenya mellow dan galau. Hobinya dengerin lagu galau, penyanyi favoritnya adalah rossa. Dia cewek yang paling mellow tapi paling kuat dibandingkan yang lain, tetap tersenyum dan semangat bahkan disaat keluarganya hampir bangkrut karena hutang yang melilit keluarganya. Dia selalu memakai seragam rapi dan rok yang panjang serta kaca mata bulat yang menemani hari-harinya.
Sementara Lita, adalah cewek yang selalu optimis dan latah meskipun terkadang extrovert berlebih. Meskipun optimis dia punya sisi lemah yang selalu muncul saat dia berhadapan dengan cowok ganteng, ya dia orang yang mudah jatuh cinta dan paling feminim dari yang lain. Lita sahabat yang paling banget bisa diajak happy dan hangout seru atau bahkan sekedar ngopi di cafe. Impian utamanya adalah menjadi seorang designer baju terkenal.
Yang terakhir Naira, cewek cantik, bermata hitam, berkulit putih, tinggi 158 cm, rambutnya curly. Hobinya adalah bermain biola dan dengerin musik dari ipod nya. Dia gadis yang periang, friendly, selalu tersenyum, terkadang jahil, dan manja. Meskipun Naira gak jadi juara kelas dan selalu berada diurutan ke 5 dari 40 siswa dikelasnya, dia orang yang sangat pengertian dan mau melakukan apa saja untuk membantu sahabatnya jika dalam kesulitan.
Menurut mereka bersahabat sama halnya dengan pacaran harus ada chemistry meskipun banyak perbedaan. Perbedaan membuat suatu persahabatan lebih menarik, menurutnya ada 3 langkah jitu untuk mempertahankan persahabatan, yaitu bersahabat dalam suka dan senang, tidak ada kebohongan, saling bantu dan mendukung satu sama lain. Meskipun terlahir dengan keinginan dan angan yang berbeda tapi ada satu hal yang sama keinginan dan passion mereka dalam meraih cita-cita mereka.
"Nah ini dia nih, si naira yang selalu datang jam 7 kurang 10 menit!!" sapa Dina.
"Hei, udah ayo jangan marah-marah, sekarang mending kita ke kelas" balas Naira manja. Ia terus berjalan mundur sambil berbicara dengan temannya. Tak sengaja, ia menabrak seseorang yang sedang membawa Mading 3D untuk dipajang di kaca Mading.
"Sorry!" Reflek Naira menutup mulutnya setelah melihat Mading itu rusak.
"Sorry! Sorry! Kamu pikir maaf kamu bisa balikin lagi Mading yang sudah rusak? Lo bisa?" balas Adi kakak kelas paling jutek.
"Udah di, gpp. Gak perlu marah-marah di depan adik kelas!" Cegah seseorang, aromanya hampir sama yang ditemuinya dirumah sakit.
Pemuda itu muncul dengan pakaian sekolah yang rapi menggunakan PIN OSIS. "Mulai besok hati-hati ya.." Ia sempat terdiam melihat Naira.
"Kamu!" Tambahnya lalu menghentikan bicaranya.
"Gara! gara! Kamu! Kita gagal ikut lomba Mading udah rusak semua!" Adi masih saj marah dan melampiaskan emosi.
"Kamu harus tanggung jawab!" Ucap pemuda itu lalu menunjuk ruang OSIS. Temui aku jam 11 nanti, pesannya.
Setibanya diruang OSIS pemuda itu sudah menunggu sambil membaca salah satu buku sastra puisi.
"Lama banget baru datang?" Tanyanya.
"Soalnya tadi .." Pemuda itu memotong kalimat Naira dan meletakkan sebuah kotak berisi peralatan Mading.
"Buat ulang semuanya!" Titahnya lalu menunjuk gambar yang berada di sisi kanannya. "Seperti ini. Paham." Dia lalu berbaring di sofa dan menutup kepalanya dengan buku.
"Cepat! Jangan lama-lama!"
What the hell, aku harus ngulang semua? Gila kali ya. Awas ya. Kakak kelas resek!!!! Aku terus mengumpat kakak kelas sok kenal yang langsung nyuruh-nyuruh, what the hell! Siapa dia!
"Cepat jangan ngedumel!" Teriaknya lagi.
"Iya kak siap kak." Kata Naira terbata-bata.
Diluar ketiga sahabatnya itu memberinya dukungan. Mereka bertiga takut masuk karena ada tertulis don't distrub! or masuk ke ruang BP!
"Gak papa mereka gak bantu secara langsung, support mereka yang aku butuhkan. Gunting lagi Naira. Ayo semangat!"
Sahabat terbaik tidak akan pernah meninggalkanmu, selalu mengajakmu berpikir positif dan mungkin menggantikan untuk bersedih.
Bestfriend for ever! Aku berharap ini akan selamanya.
"Naira!" Panggil seseorang
"Do!" balas Naira terdiam dan pemuda itu pun juga.
"Ngapain kamu kesini! Ini bukan tempat kamu! Keluar!"
Jangan sampai! Jangan sampai! Aku bertemu lagi dengan kakak kelas itu. Cukup sekali aku berurusan dengannya. Dimana Aldo? aku belum bertemu dengannya, apa dia tidak masuk sekolah?
Aku mencoba menyelinap ke lorong kelas 12 IPS yang berada dilantai atas. Lorong ini begitu luas dihiasi oleh berbagai piagam keberhasilan jurusan ini dalam olimpiade ekonomi, sosiologi, dan geografi. Meskipun Sosial, jurusan ini tidak bisa dianggap remeh.
"Aldo!" Begitu senangnya diriku melihat foto Aldo terpajang di dinding sebagai siswa berprestasi di bidang olahraga catur. Luar biasa! Namun, dimana dia? Dimana kelasnya? Aku terus mengintip dari balik jendela setiap kelas di lorong itu. Sudah tiga kelas ke lewati tetapi belum juga menemukan keberadaannya.
"Hi! Penyusup dari mana ini?" Sapa seseorang yang tak asing bagiku. Yups! betul saja, dia adalah Adi. Kakak kelas yang resek.
"Kak Adi, maaf kak. Aku sedang mencari orang yang aku kenal." Jawabku menunduk, aku berharap kakak satunya lagi tidak akan datang.
"Kembali sana. Anak kelas 10 tempatnya bukan disini. Kalau bukan karena Dove, pasti udah gw sikat Lo! Bikin gw gagal ikut lomba. Udah sana balik!" Balasnya mengusirku.
Hah! Dia pikir sekolah milik keluarganya kecam ku dalam hati. Dove? Sepertinya itu nama kakak kelas itu. Ok! Nama yang bagus. Tiba-tiba aku tersenyum. Naira, kenapa kamu tersenyum mendengar namanya? Fokus Naira.
"Baik kak." Aku melangkah meninggalkan lorong itu.
Aku mulai beradaptasi dengan lingkungan sekolah, meskipun aku lebih tua dari teman-teman kelasku. Aku tetap bisa membaur seperti anak pada umumnya. Aku terpaksa harus mengulang lagi kelasku akibat kecelakaan yang ku alami dua tahun yang lalu.
"Duh! Pak hati-hati dong!" Ucap Naira sambil mengelus dahinya yang sakit karena terbentur Jok mobil depan.
"Non, maaf itu, bapak ngerem karena mobil hitam di depan" Ucap Pak Jono supir keluarga Naira sejak kecil.
"Siapa sih!" Keluh Naira karena kesal pada keadaan ini.
Dia!! Dove! Dove! Dove! Dia lagi! Itulah kalimat pertama yang bisa dia ucapkan setelah melihat kakak kelas paling menyebalkan lewat di depan mobilnya.
"Kak! Bisa nyetir gak sih?" Naira menegur Dove yang baru saja turun dari mobilnya.
"Kenapa? Nyetir pasti bisalah. Kalau gak mana mungkin aku sampai disekolah. Aku gak perlu supir." Balas Dove cuek.
"Kakak barusan memotong gitu aja. Terus supir aku ngerem mendadak dan liat nih kepala aku! memar!" Protes Naira bertubi-tubi.
"Gak merah kok. Nanti juga ilang." Jawab Dove masih saja cuek.
"Kak Dove!" Naira menarik tangan Dove. Dia langsung meringis karena tarikan itu. Kini, mereka saling bertatapan. Dove membuka matanya, memperlihatkan kedua matanya yang indah, bulu mata yang lentik dan tebal, bola mata berwarna coklat, alis mata yang tebal, hidung yang mancung, kulit wajah yang halus tanpa jerawat, serta garis wajah yang tegas.
"Kamu mau apa sih? Kalau kamu mau cari perhatian bisa pakai cara yang lebih baik?" Tanyanya spontan, ia masih meringis.
"Kak Dove, aku cuman menarik tangan kakak. Gak kenceng kok, gak sakitlah." Naira mencoba membenarkan dirinya.
"Apa? kamu udah buat orang sakit masih gak mau tanggungjawab." Balas Dove malas meladeni Naira. "Lepasin tangan kamu dari aku. Aku harus masuk kelas." Tambahnya sambil mengarahkan matanya kearah tangan Naira yang masih menggenggam erat lengan tangannya.
"Huh dasar! Cowok resek, pagi-pagi udah buat pala gw luka" Naira terus mengumpat dalam hatinya.
"Nah! Ini nih, anak yang selalu bikin kita hampir masuk ruang BP!" Teriak Dina dari kejauhan sambil memakan permen Lollipop. "Ayo cepat, Naira udah mau telat!!" tambahnya lagi.
"Din, maaf ya tadi bangun kesiangan." Naira lalu memijat bahu Dina agar berhenti marah padanya.
"Jangan marah terus dong, yuk kita ke kelas!" Ucap Naira sambil memeluk sahabatnya itu.
"Pala lo kenapa Naira?" Tanya Lita membuat langkah kaki mereka terhenti. "Bisa memar gitu?" Tanyanya lagi.
"Udah cuman hal kecil, Gak papa!! Udah lanjut aja!! Ucapnya
"Nasya, pengumuman kepanitiaan udah keluar, lo ke terima gak? Apa gagal lagi kayak kemarin!" Ledek Lita yang dijawab santai oleh Nasya.
"Pasti masuk!!" Jawabnya optimis
"Hey kamu!" Teriak salah satu anak laki-laki memegang clipboard berisikan list-list nama yang masuk dalam list kepanitiaan.
"Naira? Lo, anak 10 Ips 2?" Tanyanya ketus dan terkesan sakratis.
"Iya kak ada apa?" Jawab Naira mengiyakan ucapan kakak kelasnya.
"Hebat juga Lo! Masih kelas 10 udah bisa masuk kepanitiaan." Balasnya melihat Naira dari bawah keatas dengan ekspresi merendahkan.
Kenapa sih ekspresinya harus kayak gitu, kalau bukan karena dia kakak kelas rasanya mau aku cakar tuh. Udah sombong, jutek.
"Kak ada yang bisa Naira bantu?" Jawab Naira bingung.
"Kok bisa ya orang kayak lo keterima!" Ledek temannya lagi yang baru saja datang sembaring memandang Naira dari atas ke bawah.
"Gak ada yang menarik." Tambahnya membuat Naira melihat dirinya dari bawah ke atas.
"Ya pasti gak menarik kak, kita mau sekolah bukan fashion show." Balas Naira santai namun membuat anak laki-laki itu cukup geram.
"Adik kelas, bawel lo! Btw, Lo kepilih jadi panitia acara ulang tahun SMA Harapan! Jangan lupa kumpul di ruang OSIS jam 15.00!" Perintahnya lalu memberikan amplop berisi surat keputusan berisi Naira yang terpilih menjadi anggota kepanitian.
"WOW!" Teriak Nasya mengagetkan semuanya.
"Nasya! Bersyukurnya jantung gw masih muda!" Balas Lita.
"Akhirnya dari kita ada yang masuk ya" Ucap Nasya senang.
"Woi! Nasya liat dulu orang yang masuk mau gak!" Ceplos Dina membuat euforia Nasya berakhir.
"What?????" Naira tercengang, dia berlari menuju papan pengumuman untuk memastikan semua ini. Dia berlari dengan cepat menuju papan pengumuman yang sudah dipenuhi oleh murid-murid SMA yang lain.
"Permisi!" Pintanya lalu mengarahkan tangannya pada list nama Panitia Acara Ulang Tahun SMA Harapan.
"Lo! Naira? Beruntung banget lo! Bisa kerja bareng Dove." Ucap salah satu siswi yang bersikap nyinyir padanya. Naira tidak memperdulikannya karena dalam hatinya ia tidak ingin menjadi bagian dari kepanitiaan itu.
"WHAT!!" Naira kaget melihat namanya berada di list dalam daftar panitia acara ulang SMA Harapan tahun ini sebagai asisten ketua pelaksana. Dia lalu melihat sekelilingnya yang mulai menjadikannya bahan pembicaraan. "Lo beruntung ya, Naira dapat rekomendasi langsung dari Dove" bisik beberapa siswi.
"Iyalah, Dove itukan ketua OSIS. Sekali dia bilang pastilah langsung dijadiin asisten." Bisik yang lain sambil tertawa nyengir di samping Naira.
"Masih kelas 10 lagi." Tambah yang lain menambah panas topik ini.
"Eh tunggu! Ketua pelaksananya siapa?" Tanya Naira.
"Dove lah siapa lagi!" Jawab mereka ketus lalu pergi meninggalkannya dengan muka kesal.
"Apaaaaa, Whhhhhattt Theee Helll !!" Ekspresinya tiba-tiba kesal. Silla cewek yang hanya mengandalkan wajah dan gaya fashionnya datang dan langsung mendorongnya hingga dia jatuh.
"Aduh" Keluh Naira, lututnya terluka dan darah keluar dari luka itu.
"Eh, sorry gak ngeliat!" Ucap Silla dengan ekspresi angkuh dan nyebelin.
"What! Naira! Sorry gak sengaja." Teriaknya kaget lalu tersenyum pada Naira.
"Eh! maaf gak sengaja!" Ucap Nasya membalas mendorong Silla dari belakang.
"Aduh hidung gw!" Teriak Silla sambil berusaha membetulkan hidungnya yang mungkin penyok.
"Heh! Anak baru! Jangan kecentilan lo! Berani lo ngedeketin Dove. Siapa lo!" Ucapnya sombong.
"Kak, aku juga gak mau jadi asistennya dia. Kak Silla kalau mau jadi asistennya daftar sendiri!" Balas Naira mendorong Silla. Tak terima keduanya terlibat pertengkaran yang cukup menyita banyak perhatian satu sekolah.
"Ada apa ini?" Robert salah satu kakak kelas paling populer datang dan menghampiri mereka. Badannya tegap dan percaya diri, kulitnya bersih dengan rambut hitam yang rapi. Ia memegang bola disebelah tangannya. Tak jauh dibelakangnya, Dove berjalan sambil memasukkan tangan kanan ke dalam kantong celananya.
"Kalau mau berantem bukan disini, di lapangan sana." Ucap Dove dingin.
"Aduh." Teriak Silla.
"Maaf Silla. Aku gak sengaja, kamu menghalangi jalanku." Ucap Dove memasang muka datar yang membuat Silla terpesona. Ia lalu berjalan pergi menuju lapangan basket.
"Dove, lo sengaja ya." Ucap Robert.
"Dia menghalangi jalan aku tadi." Balas Dove dingin.
"Dove, jelas-jelas Silla gak menghalangi jalan lo tadi."
"Robert, kalau lo pikir aku sengaja yaudah berpikirlah seperti itu. Aku gak mau bahas lagi." pinta Dove menghentikan segalanya. Pergi begitu saja seakan tidak terjadi apapun.
Lapangan Basket
"Good shot!!" Ucap Pak Dudung, guru olahraga dan pelatih basket SMA Harapan. Ia selalu memberikan pujian atas kemahiran Dove dalam mengontrol bola basket ditangannya.
"Sekali lagi satu .. dua .. tiga shot" Pak Dudung membunyikan peluitnya untuk memberi aba-aba pada Dove agar kembali melakukan shot ke Ring. Dove yang sudah penuh dengan keringat mengangkat tangannya dan mulai mengambil ancang untuk melempar.
"Dove!!" Teriak Pak Dudung reflek saat melihat Dove jatuh tersungkur setelah seseorang mendorongnya dari belakang.
"Hey! Kamu bisa membuat Dove celaka!" Bentak Pak Dudung pada Naira.
"Eh! Naira apa yang kamu lakuin!" Semua yang ada disana serentak menegur Naira dengan kalimat yang sama.
"Ngapain lo dorong dia!" Robert dengan kasar mendorong Naira hingga dia terjatuh.
"Gw cewek tahu!" Teriak Naira membalas Robert.
"Lo sadar gak tadi hampir membuat Dove celaka! Cewek pembuat onar! pergi sana!" Balas Robert sambil membantu Dove berdiri.
"Udah gak perlu diperpanjang" Ucap Dove berusaha menghentikan Robert sambil menahan rasa sakit pada lengan kirinya.
"Naira ada apa?" Tanya Dove lembut.
"Kak Dove apa-apaan sih! Aku kan gak daftar sebagai panitia!" Teriak Naira marah-marah membuat dia menjadi pusat perhatian semua anak basket di lapangan.
Dove hanya menatap Naira sambil menahan rasa sakit di tangannya, "Kamu yakin gak daftar?" tanyanya balik. Dia berusaha menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin karena ia sadar Naira sedang emosi.
Sinta, teman satu kelas sekaligus cewek populer dan pintar di sekolah ikut menghampiri mereka setelah melihat semua itu dari jauh.
"Hey! Adik kelas gak tahu malu! Berani-beraninya kamu menyakiti Dove!" Ia seperti ingin menjambak Naira. Namun Robert menghalanginya.
"Sin, sudah. Dove tidak ingi kita untuk ikut campur. Kamu masih mau jadi bagian dari kita? Lakuin apa yang Dove minta." Robert memperingatinya.
Sementara itu anak yang lain sibuk membuat taruhan, kira-kira siapa yang akan menang antara Dove dan Naira, "Guys! kita taruhan siapa yang kira-kira menang Dove atau cewek itu!" Bisik beberapa anak basket yang hobinya emang taruhan.
Dove menatap mata Naira dan memberinya waktu untuk menjawab, "Yakin gak daftar?"
"Aku gak pernah daftar!" Jawab Naira ketus. Belum sempat Dove menjawab atau mengelak. Naira sudah berkata lagi katanya, "Kakak sengaja ya! Kakak mau buat aku jadi bahan pembicaraan satu kelas!" Sambil menunjuk pada Dove. Amarah sudah memuncak di kepalanya.
"Naira" Dove berusaha menghentikan Naira yang terus saja bicara dan menuduhnya. "Stop." Sebutnya dengan sabar namun satu katanya dibalas puluhan kalimat oleh cewek di depannya itu. Naira tidak mempedulikan ucapan Dove dan terus saja bicara. Stop! Teriak Dove menutup mulut Naira dengan tangan kanannya.
"Cieeee!!!" Seru gerombolan laki-laki yang ada dipinggir lapangan.
Naira kesal dan marah dengan reflek memukul tangan kiri Dove hingga dia mengeluh sakit. Dove hanya bisa memejamkan matanya, "Mau ngerjain aku?!" Protes Naira dan kali ini Dove tidak menggubrisnya. Ia kesakitan.
"Aku mau mengundurkan diri!" Teriak Naira.
Dove menatap Naira, "Terserah!"Jawabnya tajam.
Dia lalu manarik tangan Naira ke pinggir lapangan dan menyuruhnya duduk di kursi panjang yang biasanya digunakan untuk pemain cadangan saat bertanding.
"Kamu bisa dimarahin sama Pak Dudung, kita lagi mau latihan basket." Dove lalu membelai rambut Naira lembut.
"Ngapain sih!" Jawab Naira risih menghempaskan tangan Dove. Dove hanya tersenyum sambil menyuruhnya duduk disebelahnya, ia diam seribu bahasa. "Aku mau balik!" Namun tangan kanan Dove mencengkram kuat lengan kanan Naira.
"Aku terluka karena kamu, begini kamu memperlakukan aku?" Ucapnya menahan tangan Naira. "Duduk!" Ucap Dove tegas. Sakit sekali, tapi aku tidak bisa menunjukkan ini di depan Naira.
Naira terus mencoba menghempaskan tangan yang sangat kuat mencengkeramnya saat itu.
"Lepas!" Perintah Naira.
"Lepas! Lepas!" Teriak Naira membuat Dove bereaksi. Ia berdiri lalu menghela napasnya kemudian ia menarik tangan Naira kepelukannya. Keduanya saling bertatapan, Dove lalu memberanikan diri untuk meletakkan kedua tangannya di pinggang Naira. Selangkah demi selangkah berjalan maju, Naira bahkan dapat merasakan helaan napasnya. Wajahnya lalu mendekat pada cewek itu dan tangan kirinya memegang bahu Naira dan mendorongnya kebawah.
"Duduk!" Ucap Dove tegas sambil memberikan tekanan pada bahu Naira yang tidak bisa ditolaknya. "Angkat Rok kamu!" Pinta Dove kini kedua tangannya berada dipundak Naira.
"Eh jangan!" Sebelum Naira menyelesaikan kalimatnya. Dove berlutut didepannya, tangan kanannya memegang belakang lutut Naira sementara tangan kanannya mengambil botol minum berisi air mineral di dalam tas olahraganya. Dove menarik rok Naira keatas hingga terlihat luka yang cukup besar di lututnya, lalu membersihkan luka itu dengan air itu.
"Auwww!!!" Teriak Naira kesakitan. Dove tak menggubrisnya.
"Sakit, pelan-pelan dong!" Dove tak membalasnya ia hanya fokus pada luka Naira. Dove lalu memegang pundak Naira dengan tatapan tajam dia berkata, "Kalau lo keluar! Itu pilihan lo! Itu membuktikan dirimu gak lebih dari seorang Looser! Naira Seno!" lalu ia pergi meninggalkan Naira sendirian diikuti oleh teman-temannya yang lain.
"Ingat! Gw gak peduli apapun yang lo lakuin asal jangan sakiti diri sendiri, berantem jangan di lorong. Langsung didepan ruang guru ya!" bisik Dove di kuping Naira sebelum dia pergi dan Jantung Naira berdebar sampai sekarang.
"Dove!!! I hate you!!" Umpatnya dalam hati untuk menggambarkan bertapa kesalnya dia pada kakak kelasnya yang satu ini. Kakak kelas, yang selalu membuat harinya berakhir menyebalkan.
"Welcome to the world Naira!" Ucap Silla di kupingnya, sejak awal dia melihat apa yang terjadi antara Dove dan Naira di lapangan.
"Gw gak takut sama lo!" Naira mulai berpikir, mengapa ia bisa bermasalah dengan kakak kelasnya itu. Berawal dari tindakannya menyiram Dove dengan air saat dia berkelahi dengan Aldo.
Sejak saat itu dia selalu bermasalah dengan Dove, dimana pun di sekolah.
Seperti hari ini, dia harus menerima kenyataan bahwa selama 3 bulan ke depan dia harus bekerja sama dengan Dove dalam kepanitiaan sebagai asisten ketua pelaksana yang tak lain adalah kakak kelas ia benci.
"Din, gw bete! Masa gw harus kerja bareng dia lagi, males din! Gw gak mau bareng dia, liat aja nanti gw kerjain dia abis-abisan!" Ucap Naira di telepon dengan penuh tekat untuk membuat Dove menderita.
"Udah, gak papa terima aja, nanti dia juga pasti berubah baik." Balas Dina mencoba untuk menenangkan hati Naira yang penuh dengan kekesalan.
"Udah Naira, lo jangan cari masalah terus, lo mau absen terus diruang BP? " Dina memperingati Naira dengan nada yang sedikit kuatir.
"Hati-hati Nai, nanti suka lo!" Ledek Nasya.
"Iya Nai, kamu harus hati-hati, tapi kamu tenang aja aku akan membantu kamu selalu, aku akan coba ngomong ke pembimbing OSIS." ucap Lita yang juga anggota OSIS baru yang terpilih.
Dove menguping pembicaraan mereka dari balik pintu, "Dasar cupu!! Ledeknya pelan, Dove keluar dari balik pintu. Membuat Lita dan Naira kaget, ia tersenyum nyinyir sambil menyebut kata looser!
"Udah ya, berhenti membicarakan hal-hal yang gak penting!!" Dove mendekat lalu menarik tangan Naira. "Sekarang semuanya bubar, kamu balik ke kelas! Sekarang! Ayo tunggu apa lagi! Bentak Dove padanya.
"Balik! Lo!" Dove memotong pembicaraannya.
"Gw gak punya waktu untuk berantem sama kamu! Kamu kelas disini? Bukankan!! Ini kelas 11 bukan kelas 10."
Naira seketika terdiam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Dove tiba-tiba menarik tangan Naira dan mengusirnya keluar dari ruangan.
"Ini pintu keluar! sana pergi!! mengganggu yang lain!!" Usir Dove lalu menutup pintu.
"Kasar banget sih! Cowok kayak lo gak pantes jadi di Idola." Naira terus mengerut sepanjang perjalanan.
"Auu!" Keluh Naira, saat seseorang menarik tangannya, mendorongnya ke dinding. Kedua tangan orang itu memeluk erat pinggangnya. Semua ini terlalu cepat yang bisa dilakukan Naira hanya menggenggam lengan lelaki di depannya. Lengannya sangat kuat, badan lelaki itu sangat atletis dengan otot yang berisi.
"Jangan mendekat!" Ucap Naira terbata-bata.
Ia terus bergerak mundur searah dengan langkah lelaki itu terus maju.
"Kak Dove!" Ucap Naira terpaku, matanya masih menatap kedua mata Dove, badannya seketika terpaku diam tak bergerak dan terkunci diantara kedua tangan Dove berada tepat di samping wajahnya.
"Lepasin aku" Pinta Naira baik-baik. Dove semakin mendekat hingga Naira benar-benar harus menyenderkan badannya pada dinding.
"Bodoh!" Bisik Dove ditelinga Naira.
"Lo, pikir dia bisa ngelakuin apa? dasar cupu lo berdua!" Tepat didepan wajah Naira, Mendengarnya membuat dia kesal dan ingin membalasnya.
Namun sekali lagi Dove melakukan hal yang membuat jantungnya berdebar, dia berlutut lalu membuka plester yang menempel pada luka Naira lalu menggantinya dengan yang baru lalu meniupnya dengan pelan.
Di tiup dan diusapnya luka itu, dia lalu tersenyum memandang wajah Naira yang sedang salah tingkah. Dove memberikan senyumnya namun dibalas ketus oleh Naira, dia bahkan menyalahkan Dove karena sudah membuatnya terluka. Tiba-tiba Dove menarik lengan Naira sehingga dia tertarik ke dalam pelukan Dove.
Naira kembali menatap kedua mata Dove yang sendu. "Beautiful eyes" Ucap Naira tak sadar. Dove mendekat seolah ingin mengecup pipi kanan Naira namun Dove melepaskan pelukannya dan membuat cewek itu terjatuh dan merintih kesakitan.
"Besok datang ke ruang OSIS jangan terlambat!! atau akibatnya akan lebih berat." Dove melempar kotak P3K tepat disebelah Naira. Bersamaan dengan Robert datang dan memanggil Dove.
"Cepat masuk, ada ulangan mendadak, 1 menit gak masuk, gw tutup kelasnya!!" Ancam Dove pada Naira.
"Dove! Ayo kelas udah mau mulai!" Teriak Robert dan Dove mendekat dan meninggalkan Naira.
"Kak jangan tinggalin aku sendiri. Please!"
Naira berteriak sakit karena luka di lututnya, namun Dove tak menggubrisnya. Meskipun, dalam hatinya dia merasa kuatir karena rintihan itu.
"Dasar cowok gak punya hati!" Naira coba berdiri.
Tak disangka, Dove datang dan langsung mengendongnya masuk ke dalam kelasnya.
Di dalam kelas, terjadi keributan besar saat semua melihat Dove mengendong Naira. Mereka semua berseru, "Cieeeee Naira!!!".
"Sudah kalian fokus belajar, sudah mau ujian malah sukanya ngeledek orang."
Tak hanya anak laki-laki, cewek dikelas juga ikut histeris. Tak terima dirinya bisa bersama Dove. "Kak Dove, Naira kenapa?" Mereka berpura-pura.
"Kalian masih nanya dia kenapa? Dia jatuh." Sambil menempatkan Naira diatas bangkunya dan membetulkan roknya dan posisi duduknya.
"Semua jangan berisik duduk di tempat kalian masing-masing! Keluarkan pencil dan penghapus, selebihnya masukkan ke dalam tas dan taruh di depan, sekarang!"
Tiba-tiba semua berteriak histeris dan mengumpat.
"Please kak! kasih kita waktu buat belajar! Jangan mendadak dong!" Pinta anak-anak yang tak digrubris oleh Dove. Ia lanjut membagikan soal dan lembar jawaban untuk dioper ke belakang tiap baris.
Naira masih memegang dadanya yang terus berdebar tidak berhenti. Why? Kenapa jantungku terus berdebar? Ia juga menyentuh bibirnya lalu melihat kearah Dove.
"Ulangan ini sifatnya bebas yang tidak mau ikutan bisa keluar." Dove membagikan kertas ulangan.
Terlebih lagi kalimat ini yang selalu terngiang di kepalanya. "Inget Naira, kamu punya tugas. Jadi Asisten aku!" Naira Seno!"
"Kamu bisa tahu nama aku?" Balas Naira.
"Coba tebak!" Ucap Dove lalu mengecup lembut bibir Naira singkat.
"My first kiss!" Naira meraba bibirnya.
"Tidak!!!!" Ia berteriak membuat semua kaget sementara Dove hanya tersenyum kecil di meja guru sambil membagikan kertas ulangan.
"Jangan teriak-teriak ini kelas bukan pasar atau hutan. Perlu sesuatu berbicaralah dengan normal." Dove lalu duduk di meja guru.
"Waktu dimulai, 45 menit dari sekarang!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!