Maria, Zeta dan Arinka, tiga dara cantik keluarga Sagara celingak celinguk menatapi orang orang yang keluar dari bandara. Mereka mencari sepupu mereka yang pesawatnya baru saja mendarat.
"Mungkin masih di tempat bagasi," kata Zeta memberi pendapat.
"Kita kecepatan jemputnya. Lo sih, udah gue bilang ntar ntaran aja," sungut Arinka sebal. Dia yang harusnya ikut kakak laki lakinya meeting, jadi di cancel karena kecerobohan sepupunya. Padahal klien kakak laki lakinya tampan, kaya dan yang penting bukan dari keluarga Taksaka.
Keluarga mereka mengharamkan hubungan yang terjalin baik itu pertemanan apalagi menjurus pada pernikahan dengan keluarga Taksaka.
Karena menghindari interaksi mereka tidak begitu saling mengenal. Kecuali yang menjadi pimpinan, itu pun masih seangkatan orang tua mereka.
"Maaf," kata Maria mengaku salah. Dia terlalu senang sepupunya akan datang setelah sekian tahun ngga bertemu. Mereka bertiga juga baru bertemu lagi karena sengaja di sekolahkan ke luar negeri oleh orang tua mereka.
"Gimana ya kabar Emil," senyum Zeta mengurai. Dua tahun yang lalu mereka terakhir bertemu di acara ulang tahun oma mereka. Emilia sangat cantik dengan mata coklat terangnya.
"Paling tu anak masih ganjen," sarkas Arinka membuat kedua sepupunya tertawa.
"Kalo bukan ganjen, bukan Emil lah," timpal Maria membuat ketiganya tergelak. Tanpa mereka sadari, kehadiran mereka sejak tadi cukup menarik perhatian orang orang yang berlalu lalang. Ketiganya sangat cantik dan seksi.
Sementara di dalam ruangan tempat antri bagasi, seorang gadis cantik dengan tinggi seratus tujuh puluh lima centi meter masih menunggu kopernya dengan sabar.
Matanya melirik pesan di ponsel yang dikirim sepupunya.
"Ternyata mereka sudah ada di bandara", gumamnya pelan dengan hati senang.
Matanya langsung bercahaya melihat koper merah marunnya. Segera saja Emilia bermaksud untuk mengambilnya. Tapi seoramg laki laki muda yang mengenakan topi sudah meraih kopernya lebih dulu.
"I am sorry sir. It's mine," seru Emilia sambil meraih paksa kopernya dari tangan laki laki itu yang kini menoleh ngga suka padanya. Keduanya saling bersitatap.
Tampan, dada Emilia bergemuruh hebat.
"Jangan sembarangan, nona," cetus laki laki muda itu setelah mereka sama sama terdiam beberapa saat. Dia pun mempertahankan koper yang diyakini miliknya.
Tarik tarikan koper pun berlangsung cukup heboh dan menarik perhatian para penumpang yang sedang menunggu kedatangan koper mereka.
Tampan tapi menyebalkan, batin Emilia gemas.
BUUGH
"SHIITTHH!"
"AAAHHHH!"
Emilia menutup mulutnya melihat laki laki tampan itu jatuh terjengkang ketika dirinya mendadak melepaskan pegangan pada kopernya.
Teriakan heboh dan syok dari para penumpang yang melihat bersamaan dengan umpatan jengkel laki laki muda itu. Tak sedikit yang melihatnya jatuh kasian karena laki laki itu terlalu tampan untuk mendapatkan perlakuan memalukan seperti itu. Tapi ada juga yang ngga dapat menahan senyum melihat nasib sial yang dialami laki laki muda itu.
"Sakit, ya, om," cetus Emilia dengan tampang selugu mungkin, padahal dalam hati sudah ngakak.
Rasain, batinnya mengejek senang. Sangat jaarang melihat laki laki tampan yang jatuh terjengkang begitu di tempat umum. Untung celananya ngga sobek.
Laki laki itu menatap Emilia dengan marah campur kesal campur malu sambil bangkit berdiri dengan cepat.
Om katanya? batin pemuda itu memaki kesal. Dilihat dari penampilannya, pemuda itu yakin, kalo dirinya hanya lebih tua beberapa tahun saja dari gadis tukang cari masalah di depannya, dan tentu saja dirinya belum layak menyandang panggilan om.
"Om, sih, ngga percaya. Masa om punya gantungan kunci hello kitty? Ini sudah pasti punya saya, om," ledek Emilia sambil menunjukkan gantungan kunci limited edition miliknya yang melekat di resleting koper yang dikira miliknya.
Pemuda itu terkesiap sesaat setelah menyadari kecerobohannya. Dia memaki kembali dalam hati, karena kurang seksama memperhatikan koper puluhan jutanya yang kini ngga disangkanya memiliki kembaran.
"Juna, ini koper lo," seru seorang laki laki muda yang juga tampan seusianya sambil menggeret koper yang sama mendekatinya. Pemuda yang dipanggil Juna hanya melirik sekilas koper dan sahabatnya saja . Hatinya masih dongkol akan aib yang dialaminya barusan.
"Tuh, kopernya, om. Coba tadi om periksa dulu, kan, ngga bakalan jatuh," ledek.Emilia lagi dengan suara mendayunya.
"Lo jatuh?" kaget sahabatnya bertanya. Ada penyesalan besar dalam hatinya.
Harusnya tadi dia ngga buru buru mencari koper sahabat sekaligus bosnya hanya karena melihat bosnya sekaligus sahabatnya bertengkar dengan gadis centik ini.
Harusnya tadi dia mendokumentasikan, seperti memfoto beberapa kali dengan gaya bosnya yang pasti unik dan berbeda serta memvideokan kejadian langka yang di alami Juna tadi.
Insta storynya pas akan banyak mendqpat viewers, like dan komen. Bisa menghasikan banyak cuan juga sebagai penghasilan sampingan.
Senyum lebar terkembang begitu saja di bibirnya membuat laki laki muda tu, atau tepatnya Arjuna Taksaka menatap sahabatnya-Galih dengan tatapan horor mematikan.
"Om, aku tinggal, yaa. Mami sama dady aku udah nunggu. Jangan marah terus, dong, om, nanti nambah cepat tua, lhoooo," pamit Emilia sambil mengedipkan sebelah matanya genit pada Arjuna yang kini sudah berbalik menatapnya jengkel.
Apa apaan dia. Dasar centil, omel Arjuna dalam hati sambil melototi Emilia.
Tapi Emilia malah tambah ingin menggodanya. Menggali kemarahan laki laki itu lebih dalam. Dia pun tanpa ragu mengirimkan ciuman jauhnya yang sangat mesra sebelum bergegas pergi dengan suara tawa yang masih menguar dari bibirnya.
Senyum Galih makin lebar melihat keberanian gadis cantik yang seksi itu pada sahabatnya. Gadis cantik yang terlihat spesial walau hanya mengenakan kaos kedodoran dengan menampakkan pundak putih bersihnya yang sebelah kanan. Sebelah tali be-ha hitamnya pun terlihat jelas. Rok mini di atas lutut memperindah tampilannya. Kakinya yang jenjang mengenakan stoking hitam hingga membuat penampilannya terlihat semakin seksi. Ingin rasanya Galih langsung berkenalan, tapi dia sungkan dengan wajah angker Arjuna. Besok besok aja pikirnya jahil. Lumayan, ada yang bisa membuat sahabatnya emosi.
Cari mati, non, tawanya tergelak dalam hati. Gadis ini seperti katak di bawah tempurung karena dia ngga mengenali Arjuna sahabat sekaligus anak bos besar grup Taksaka. Entah di dunia mana gadis ini berada selama ini. Dia pun heran karena baru kali ini melihatnya.
"Gue potong gaji lo," sergah Arjuna datar ketika memperhatikan ekspresi Galih yang senang melihat dia dipermalukan. Arjuna pun berlalu sambil meninggalkan Galih bersama kopernya. Miliknya dan milik Galih
"Sadis lo," umpat Galih ngga terima, segera menyusul Arjuna sambil memggeret kembali dua koper di tangannya. Senyumnya pun menyurut berganti dengan wajah kesal.
"Asem," kutuknya lagi karena dirinya sangat terlihat seperti orang suruhan Arjuna dengan dua koper di tangannya.
"Emiiill!" teriak Maria heboh. Dia setengah berlari mendekati Emilia yang sudah mengembangkan senyum yang amat sangat lebar saking senangnya melihat ketiga sepupunya sudah menunggunya di bandara.
"Drama, deh, lo maria mercedes," dengus Zeta mengejek tapi dia juga ikut berlari menyusul sepupunya, Maria.
"Biarin," balas Maria cuek.
"Gue kangen, Emiiill," serunya lagi tetap cuek. Beberapa langkah lagi dia akan mendekati sepupunya. Rasa rindu dalam dadanya sudah sangat menggelegak, siap ditumpahkan di pelukan sepupunya.
"Iyaaa..... gue juga kangen," balas Emilia berteriak ngga kalah seru, akhirnya mereka pun berangkulan sambil melompat lompat kesenangan. Seperti remaja tujuh belasan.
"Memang dia ratu drama," seru Arinka masih mengejek tapi raut wajahnya berbeda. Sama seperti Zeta, wajahnya juga mengguratkan rasa senang bertemu sepupunya.
"Kamu ngapain aja dari tadi? Lama banget keluarnya. Bertelor lo," umpat Arinka dengan nada sarkastik. Tapi wajahnya penuh senyum bahagia.
"Sorry," sahut Emilia menyambut senang pelukan sepupunya yang selalu jutek tapi hatinya sangat baik.
"Gue kangen juga sama lo," seru Arinka tanpa malu malu memeluk Emilia.
"Kalian memang menyebalkan," seru Zeta yang terakhir ikut memeluk Emilia. Mereka berempat saling rangkul dengan heboh, menjadi pusat perhatian. Tapi keempatnya ngga peduli, karena rasa rindu sudah lama ngga ketemu mengalahkan segala galanya.
"Gue juga. Gue kangen sama kalian," seru Emilia penuh haru.
"Iya, aneh rasanya kangen banget sama lo," decih Arinka sembari tertawa.
Keempatnya tergelak sambil mengeratkan pelukan.
Arjuna menghentikan langkahnya melihat kehebohan yang sedang menjadi pusat perhatian para penumpang dan penjemput yang ada di sekitar situ. Matanya membesar saat mengenali salah satu gadis menyebalkan yang berpelukan dengan tiga gadis lainnya.
"Dasar pembohong norak," cibir Arjuna kesal karena mengingat kata kata gadis itu yang akan menemui orang tuanya. Ternyata dia dibohongin lagi.
Hari yang sial, batinnya mengumpat. Bisa bisanya dia bertemu cabe cabean yang punya kembaran koper seperti miliknya. Dia yang selalu dihormati, disegani, hari ini hilang sudah. Tadi dia sudah mengirim pesan pada pengawalnya, agar rekaman cctv dirinya yang jatuh terjengkang segera dimusnahkan.
Arjuna pun melangkah pergi tanpa mempedulikan gadis gadis aneh itu dengan penuh kekesalan. Di belakangnya Galih tersenyum lebar melihat kelakuan keempat gadis itu.
"Seksi," gumamnya sambil berlalu pergi menyusul si bos dengan dua koper di tangannya.
Namun dia tersentak saat melirik koper yang menjadi penyebab bos sekaligus sahabatnya naek darah berada di antara empat gadis yang berpelukan dengan bahagia.
"Ternyata dia," gumamnya dengan kekehan kecilnya setelah melihat pemilik koper itu. Si nona yang berani cari mati. Dia punya firasat, kalo gadis itu akan bertemu lagi dengan bosnya. Pasti akan menjadi pertemuan yang sangat menarik. Senyum miring pun tergurat di bibirnya.
"Puas lo hari ini?" dengus Arjuna begitu mereka sampai di depan mobil mewah jemputannya karena masih melihat senyum di wajah sahabat brengseknya.
Galih ngga dapat menahan kekehannya.
"Gadis itu menarik ya," ucapnya sambil memasukkan koper koper mereka.
Arjuna hanya mendengus kesal. Dia pun masuk ke dalam mobilnya setelah dibukakan pintu oleh supirnya.
"Kita langsung ke rumah lo? Tapi gue mau ke apartemen gue aja," tukas Galih sambil ikut masuk ke dalam mobil.
"Setelah antar gue, baru ke aparteman lo."
"Siap bos," kata Galih patuh sambil mengangkat sebelah tangannya seperti seorang prajurit.
Arjuna melirik pun engga, dia segera membuka laptopnya membuat Galih menggelengkan kepalanya.
"Santai dulu, bro. Kerja terus. Gimana kalo malam ini kita clubbing?" usul Galih.
"No, aku sibuk," tolak Arjuna tanpa mengalihkan tatapannya dari layar laptopnya.
"Jangan khawatir. Progresnya bagus sampai hari ini," lapor Galih berusaha membuat temannya sedikit santai
"Memang, tapi kita ngga boleh memberi celah lawan," balas Arjuna sambil terus menatap layar laptopnya. Sekilas senyum tergurat di bibirnya. Dia cukup puas melihat hasil pencapaian fantastis proyek baru yang ditanganinya.
"Ide lo memamg luar biasa," puji Galih kagum. Sahabatnya baru setahun menggantikan papinya, tapi pencapaian pencapaian yang dia dapat sangat luar biasa dan sangat pantas diapresiasikan.
Otaknya sangat encer. Dengan cepat dia mendapat rasa hormat dari bawahannya. Tapi gadis tadi dengan mudah menghancurkan imejnya. Mengingat itu kembali bibir Galih memgembangkan senyumnya.
"Lo beneran mau dipotomg sembilan puluh persen gaji?" cetus Arjuna tanpa melihat tampangnya.
Galih ngga menjawab, hanya tertawa ringan menanggapinya. Walau terdengar sadis, jarang ancaman Arjuna berbuah nyata.
*
*
*
"Ada resto sunda baru dibuka, gimana kalo kita ke sana," ajak Zeta setelah mereka sampai di apartemennya.
"Boleh juga," sahut Emilia antusias.
"Tapi kalo makanan sunda, kenapa ngga di outlet mall kita aja," sambung Emilia dengan kening berkerut. Outlet makanan sunda mereka sangat terkenal dan masakannya juga sangat enak. Apalagi selama di luar negeri, lidahnya sangat jarang dimanjakan makanan kampung halamannya.
"Maksud lo punya keluarga Trisaka? Ogah," tolak Arinka sambil mencibir.
"Grup Trisaka?" Emilia makin heran. Setaunya grup itu bergerak di bidang konstruksi dan pertambangan
"Grup peniru. Ngga punya ide lain, ide grup kita diserobotnya," omel Maria sebal.
"CEO barunya yang punya ide dan yang memantau langsung," tambah Zeta memberikan informasinya.
"Katanya lulusan Havard, tapi otaknya nol," tandas Zeta sambil menurunkan jempol tangannya ke bawah. dislike.
"Kalian ini, ngomong ngga pake otak," omel Arinka ikut campur sambil menoyor kening Maria dan Zeta yang suka asal bicara. Kedua sepupunya hanya tersenyum miring.
Mana ada lulusan Havard ngga punya ide cemerlang, batinnya.
"Lagian Lo Emil, lo harusnya pulang, nemuin om dan tante. Malah melipir ke sini," sambungnya kesal melihat kelakuan sepupunya yang ngga ingat pulang ke rumah besar.
Bisa bisa mereka juga ikut diomelin nenek karena ngga langsung mengantar sepupunya pulang ke rumahnya.
"Sekalian kita lihat stategi market mereka. Jangan sampai resto sundanya nyaingin outlet outlet kita," sambar Zeta sangat serius ketika akan melihat Emilia akan membantah Arinka.
Ini topik hangat, topik kemarahan nenek ntar dipikirin, lanjutnya dalam hati.
"Iya, sih. Heran mereka selalu ngikutin kesuksesan keluarga kita. Mungkin mau nyaingin outlet outlet kita yang rame itu," omel Maria gemas.
Keluarga mereka merajai mall mall dengan outlet makanan sunda. Semua juga tau. Yang aneh kenapa Trisaka grup tiba tiba membuka restoran yang super gede di tengah kota dengan konsep garden dan kolam ikan koi bertemakan masakan sunda juga. Padahal masih banyak masakan lain yang populer. Selalu mau cari gara gara, maria mendumel dalam hati.
"Salah kita juga, sih, ngga kepikiran membuka duluan seperti itu," dengus Arinka sebal.
"Wajar banyak pesaing grup lawan tertarik. Tau sendiri gimana suksesnya outlet outlet kita," tambah Maria kesal.
"Bang Andra pasti bakal kena omel. Dia kurang sregep strategi marketingnya," timpal Zeta merasa kasian akan nasib kakak laki lakinya.
"Kasian abang lo," kata Arinka ikut bersimpati.
"Iya," balas Zeta.
Harusnya konsep outdoor sudah terpikir oleh mereka. Tapi mereka terlalu terfokus hanya di mall mall saja.
Saat grup Trisaka launching, mereka kaget akan antusias orang orang yang menyemut di restoran tersebut selama tiga hari pembukaan ini.
"Anehnya mereka sampai buat empat resto yang seperti itu Serentak lagi launching nya," omel Zeta lagi.
"Empat?" kaget Emilia menatap ngga percaya.
Hebat, siapa yang punya ide gila gilaan itu, batinnya penasaran ingin tau.
"Iya, Emil, empat," kata Maria membenarkan.
"Oke, kalo gitu, kita ke salah satu restonya buat ngamati. Dekat ngga dari apartemen lo?" tanya Emilia berinisiatif, mendukung keinginan sepupu sepupunya.
Mereka harus ganti memata matai. Lagian keluarga Trisaka pasti sudah selalu melakukannya. Tentunya mereka sudah menyelidiki oulet oulet mereka sejak lama hingga bisa membuat konsep indoor outlet mereka menjadi outdoor. Jadi sah sah saja jika kini mereka juga melakukan hal yang sama. Memata matai.
"Ada yang cuma sejam dari sini," kata Zeta memberitau.
"Bentar oooiii. Emil, lo ngabarin om sama tante dulu sono. Gue ngga mau kena omel," seru Arinka sedikit kesal, karena sedari tadi kata katanya dikacangin Emilia dan dua sepupunya.
"Tenang. Gue udah pamit sama papa kalo mau ikut kalian. Lagian papa dan mama lagi sibuk. Malam aja katanya kumpul di rumah nenek," jelas Emilia.
"Yaaiii.... kalo gitu dari sekarang ampe sore kita bebas," jerit Maria sangat senang.
"Ntar malam ke dragon yuk. Udah lama ngga nge dance," kata Zeta sambil menggerak gerakkan tubuhnya seakan ada musik yang mengiringi.
"Oke, siap. Gue juga udah lama ngga goyang," tanggap Emilia juga ikut menggerakkan tubuhnya.
"Kacian loo," bagai koor, ketiganya mengejek penderitaan Emilia dan tergelak. Sepupunya pasti ngga bisa melewati kerasnya pengawasan adik nenek mereka selama tiga tahun ini.
Emilia pun ikut tertawa. Selama tiga tahun dia benar benar menjadi anak manis yang hanya kuliah dan duduk diam di rumah, hingga meraih nilai yang memuaskan. Karenanya begitu bisa kembali, Emilia merasa sangat bahagia sudah terbebas dari penjara yang mengikat jiwa kebebasannya. bertahun tahun lamanya.
*
*
*
"Wow," seru Maria kagum ketika mereka memasuki areal restora sunda milik grup Trisaka.
Arinka, Zeta dan juga Emilia mengagumi konsep restoran yang dibuat grup Trisaka.
Gazebo gazebo yang didirikan berbentuk tradisional tapi sangat artistisk. Kolam yang berisi ikan koi yang beraneka warna. Ada jembatan di tengahnya. Jangan lupakan pohon pohon rindang yang meneduhi tenpat itu. Juga ada taman bunga tulip. Memang instagramable banget.
Selain memenuhi gazebo gazebo, banyak yang datang melakukan foto foto untuk akun sosial mereka. Dan mereka pun melihat ada yang melakukan foto foto prewed. Staf Trisaka pun sangat mendukung dengan memberikan suasana yang sangat nyanan.
Seperti ini, ketika melihat ada yang datang,mereka langsung menghampiri dan memberi tahukan letak gazebo gazebo yang masih kosong. Termasuk menghampiri keempat orang gadis cantik dan seksi, Arinka cs.
"Gila, berapa hektar lahan yang mereka bebaskan," kata Zeta sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Mereka kini sudah duduk di gazebo dan menunggu pesanan datang. Kekaguman begitu memancar di mata mereka.
"Juga ada gazebo buat meeting. Gila! Benar benar terkonsep rapi," decak Arinka sambil menatap sekeliling dengan perasaan kesal campur kagum
"Kalo konsepnya gini pasti langsung di acc pak gubernur lah," komen Emilia salut. Walau kesal, tapi dia mengagumi pencetus ide cemerlang ini.
Benar benar bisa menghancurkan outlet outlet mereka. Tentu saja banyak keluarga yang suka konsep liburan murah di tengah kota. Begitu juga para remaja yang gemar berfoto, para pebisnis ataupun karyawan yang akan melepaskan beban pekerjaan yang berat di kepala mereka.
Udara yang sejuk demgan pohon pohon rindang dan taman bunga tulip yang indah. Memang akan menjadi destinasi hiburan yang menarik.
Benar benar konsep yang detil, batiin Emilia ikut memuji.
"Para pemilik lahan katanya merasa puas dengan ganti rugi yang diberikan grup Trisaka," cetus Maria.
"Katanya sangat besar uang yang mereka peroleh. Wajarlah mereka senang," timpal Zeta kurang senang. Gara gara konsep ini, grup Sagara cukup mengalami sedikit penurunan di bidang kuliner.
"Mereka juga mengambil konsep outlet kita. Tuh lihat, ada tempat bermain juga," decih Arinka sambil menunjukkan dengan ekor matanya.
Ketiganya sama melirik tenpat bermain anak yang hampir mirip dengan yang dimiliki outlet mereka. Hanya saja mereka menambahkan beberapa spot outdoor, seperti flying fox dan jembatan jaring. Bahkan ada tempat buat latihan skateboard dan bermain sepatu roda.
"Mereka tetap saja mencuri ide ide grup kita," sinis Arinka ngga terima.
"Betul, mereka mengembangkannya," ucap Emilia kemudian terdiam melihat beberapa orang laki laki dan perempuan yang baru masuk. Dia memicingkan matanya, meyakinkan kalo salah seorang laki laki itu dia kenal. Dan pandangannya pun beradu dengan laki laki itu yang menatapnya sesaat sebelum melengos. Laki laki itu kaget, sama sepertinya yang ngga menyangka dalam waktu singkat mereka bertemu lagi.
"Dasar sombong," gumamnya geram. Merasa ngga dianggap. Apa dia kurang menarik bagi si pengganggu kopernya itu, batin Emilia merasa terhina.
"Sombong? Siapa?" bisik Maria pelan karena mendengar gumaman sepupunya. Bahkan kini Arinka dan Zeta juga menatapnya minta penjelasn.
"Eh, em... grup Trisaka. Mereka seperti menunjukkan kalo mereka kini berada di atas kita," jawab Emilia cepat. Dan dia bersyukur karena ketiga sepupunya percaya akan dustanya.
"Memang benar sombong," sambut Arinka setuju.
"Betul. Tunggu aja gebrakan dari grup kita," sambung Zeta penuh keyakinan.
"Pasti bentar lagi ada konsep baru," tambah Maria ngga mau kalah.
"Sssttttsss." Arinka menutup mulutnya dengan jari telunjuknya, memberi isyarat agar ketiganya diam karena melihat para pelayan yang membawakan makanan pesanan mereka sudah mendekat.
"Terimakasih," ucap Emilia ramah. Begitu juga ketiganya mengembangkan senyum ramahnya pada para pelayan yang sudah selesai mengatur letak pesanan mereka.
"Kok rasanya bisa mirip banget ya," ucap Arinka ketika mereka sedang menikmati makanan mereka. Saat ini Arinka sedang menikmati ayam goreng.
"Udang bakar madunya juga sama persis dengan outlet kita," Maria juga ikut berucap sambil mengunyah pelan udang di mulutnya.
"Pepes tahunya, sayur asem, ikan mas goreng, gurame bakar, sambalnya. Seakan akan kita memindahkan outlet kita yang indoor jadi outdoor," gemas Zeta sambil menyicip satu persatu hidangan.
"Apa ada koki yang berkhianat?" tanya Maria ngga percaya. Rasanya ngga mungkin, mereka bahkan memberikan gaji di atas umr dan berbagai tunjangan. Bahkan anak anak pegawai mereka pun diberi beasiswa buat sekolah hingga kuliah. Mereka lah yang akan meneruskan jejak orang tuanya dalam mengembangkan Sagara grup di masa depan.
"Gue ngga yakin kalo itu," tegas Zeta yakin. Dia sangat percaya dengan loyalitas para pegawainya.
Tapi rasa makanan yang mereka makan, lebih dari sembilan puluh persen sama seperti milik outlet mereka membuat mereka bingung.
Emilia menarik nafas panjang. Kemudian dia pun menikmati lagi makanan yang selalu dia rindukan selama di luar negeri.
Memang aneh, dari rasa dan menu, grup Trisaka mengambil semua milik mereka. Apa mereka sengaja? Kenapa mereka ngga membuat menu yang khas sebagai identitas milik mereka? Emilia bermonolog dalam hati.
"Mungkin mereka punya koki yang hebat seperti kita," cetus Emilia sambil melirik ke arah yang lain. Seakan ada magnet yang menuntun arah pandangannya. Kini Emilia pun beradu pandang dengan pengganggu koper kesayangannya. Laki laki itu menatapnya demgan tatapan tajam. Sangat mengintimidasi.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!