NovelToon NovelToon

Pernikahan Tanpa Cinta

Perjodohan

“Apa?! Nikah!?” Lidya mendadak histeris.

“Iya, minggu depan proses lamaran. Bersiaplah.” Suara Pak Harmoko terdengar begitu datar.

“Lamaran? Lamaran apa? Apa maksudnya ini semua, pi?” Lidya terlihat semakin panik.

“Sudah waktunya kamu menikah, Lidya…” Nyonya Harmoko akhirnya ikut angkat suara.

Lidya menatap wajah kedua orang tuanya dengan tatapan penuh kebingungan. Dia merasa heran sendiri dengan topik pembicaraan malam ini.

Pantas saja tiba-tiba papi dan mami meminta mereka sekeluarga berkumpul di ruang keluarga setelah makan malam. Ternyata ada hal konyol yang ingin dibicarakan.

“Topik obrolan macam apa ini?” Lidya mulai merutuk dalam hati.

Nyonya Harmoko, mami Lidya, menatap serius ke arah Lidya. Wajah wanita itu terlihat benar-benar serius. Lidya diam-diam merasa cemas sendiri melihat ekspresi wajah maminya itu. Tidak biasanya mami seserius itu.

Heyyy… Itu bukan wajah serius! Itu lebih tepat dikatakan wajah cemas. Sepertinya mami lebih cemas dari dirinya malam ini.

Adalah hal yang aneh bagi Lidya melihat ekspresi cemas di wajah maminya itu. Wanita sosialita itu biasanya selalu berwajah ceria, seolah tidak pernah ada beban dalam hidupnya. Tapi malam ini wajahnya setegang itu.

Biasanya setiap malam, setelah selesai makan malam papi dan mami akan mengobrol santai di gazebo yang terletak di halaman samping rumah, bukan mengobrol serius seperti ini dengan dirinya. Lidya merasa situasi saat ini seperti rapat anggota komisi DPR.

“Sebenarnya ada apa ini? Kok aku jadi ga nyambung gini sih…” Ujar Lidya.

Kedua adik laki-laki Lidya yang sejak tadi berdiam diri mulai menoleh ke arah Lidya. Namun hanya sekejap saja, tidak lama kemudian mereka kembali fokus pada ponsel masing-masing. Apa lagi yang dikerjakan, kalau bukan autis dengan berbagai game online yang tersedia di gadget itu.

Tidak perlu heran lagi, keluarga Lidya adalah keluarga yang banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang berguna.

Setidaknya itu menurut pendapat pribadi Lidya. Jadi, hati kecil Lidya tidak bisa terima jika mendadak keadaan menjadi begini.

“Lidya, kamu akan menikah bulan depan.” Jawaban Nyonya Harmoko membuyarkan lamunan Lidya.

“Hadeuuhhh… Please deh! Mami, aku masih kuliah. Kenapa tiba-tiba harus menikah?” Tanya Lidya.

“Iya, tidak masalah, bukan?” Nyonya Harmoko balik bertanya.

“Ya masalah dong, mi. Aku belum berencana menikah. Aku harus fokus kuliah dulu.” Lidya mulai berargumen.

“Lidya, pernikahan ini lebih penting daripada kuliah kamu!” Potong Pak Harmoko.

“Hahhh… Whatttt?!” Seru Lidya.

“Sejak kapan pernikahan lebih penting dari perkuliahan? Memangnya papi dan mami mau aku putus kuliah nanti karena pernikahan?” Lidya masih terus berusaha membantah.

“Lidya, jangan membantah perintah papi!” Nyonya Harmoko mulai meninggikan suaranya.

“Justru kalau kamu tidak segera menikah, posisi kuliah kamu semester depan jelas terancam!” Sambung Nyonya Harmoko dengan wajah kesal.

“Kenapa gitu?” Tanya Lidya polos.

“Lidya, kamu kan tahu project papi mengalami kerugian milyaran rupiah. Kita punya banyak hutang sana-sini. Dalam waktu beberapa bulan ini kita harus bisa melunasi semuanya. Kalau tidak… Rumah ini akan disita.” Ujar Nyonya Harmoko putus asa.

“Oh… God…” Lidya mendesis lirih.

“Papi, apakah pihak kepolisian belum bisa menemukan para penipu itu?” Tanya Lidya.

“Hemmm… Semuanya masih dalam penyelidikan. Papi sudah keluar uang banyak untuk kasus-kasus itu. Waktu berjalan terus. Kita betu-betul terjepit sekarang.” Papi berusaha menjelaskan keadaan yang sesungguhnya pada Lidya.

Lidya mendengus pelan. Dia merasa kesal sendiri. Pada dasarnya dia mengerti keadaan yang sedang dihadapi keluarganya. Lidya sebenarnya ingin sekali menyampaikan pada kedua orang tuanya bahwa pengeluaran mereka selama ini terlalu besar akibat lifestyle yang terlalu tinggi.

Bayangkan saja, mereka memiliki dua buah mobil mewah dengan harga milyaran rupiah. Belum lagi koleksi motor gede milik papinya yang terparkir rapi di garasi. Garasi itu lebih cocok jika disebut showroom motor gede.

Lidya pernah berimajinasi andaikan saja papi mengizinkan dirinya buka usaha di rumah, bisnis jual beli motor gede ini akan bisa berjalan lancar. Baik secara online maupun offline.

Jika kedua orang tuanya terbiasa menghambur-hamburkan uang, maka lain ceritanya dengan Lidya. Ia adalah seorang gadis yang pintar mengelola uang. Ia membiasakan diri menabung sedini mungkin.

Tabungan Lidya ada di berbagai bank pemerintah dan bank swasta. Lidya sengaja membuka banyak rekening bank agar dia mudah mengalokasikan setiap uang yang dimilikinya.

Lidya bahkan telah mulai berinvestasi sejak masih duduk di bangku sekolah. Tanpa sepengetahuan keluarganya, Lidya diam-diam getol mempelajari bisnis dalam dunia saham.

Dimulai dari saham-saham kecil hingga kini Lidya semakin aktif dalam berbagai bursa saham online yang melibatkan perusahaan-perusahaan ternama di seluruh dunia.

Lidya menyadari hidup tidak akan selalu mudah. Keuangan bisa goyah kapan saja. Meskipun Lidya tahu papinya adalah seorang konglomerat, namun Lidya tidak ikut gelap mata.

Telah banyak kasus jatuhnya perekonomian keluarga tajir yang dilihat oleh Lidya. Dari tajir melintir hingga akhirnya terlilit hutang.

Hal itu telah memberi pelajaran tersendiri bagi Lidya. Sehingga Lidya membiasakan diri berhati-hati dalam mempergunakan harta benda yang dimilikinya.

Lidya juga senang berbisnis. Tidak ada yang tahu bahwa Lidya memiliki beberapa olshop di berbagai platform marketplace yang terkenal di Indonesia.

Sebagai owner toko-toko online tersebut, dia lebih suka menghabiskan waktu untuk mengembangkan bisnisnya daripada ikut nongkrong dengan teman-temannya yang sok kaya.

Maka jangan heran jika rekening-rekening Lidya gendut semua.

Oleh sebab itu, Lidya tidak begitu khawatir dengan guncangan yang sedang menimpa keuangan keluarganya. Dia sudah punya cukup back up dana untuk masa depannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Huhhh… Sebenarnya bisa aja sih aku nolong papi. Tapi…” Batin Lidya ragu.

Entah mengapa, Lidya tidak berani bertaruh saat ini. Lidya membayangkan uang papi yang begitu banyak saja tidak cukup, apalagi jika dia harus mengorbankan semua tabungan dan aset kekayaan yang dimilikinya sekarang.

Siapa yang bisa menjamin masa depannya nanti?

“Sepertinya tidak untuk saat ini…” Lidya berkata dalam hati.

“Kamu sangat beruntung Lidya. Pria yang akan melamarmu ini bukan pria sembarangan loh…” Ujar Nyonya Harmoko.

Lidya merasa kerongkongannya tersedak. Hampir saja dia lupa permasalahan utamanya saat ini. Dia akan menikah! Harus menikah! Menikah dengan seseorang. Pria itu akan melamarnya minggu depan. Dia sampai lupa bertanya siapa sosok pria misterius itu. Pria yang tiba-tiba mau menikah dengannya bulan depan.

“Siapa dia, mi?” Tanya Lidya.

“Namanya Rio. Dia itu pengusaha real estate kesohor di kota ini. Bukankah itu terdengar keren?” Nyonya Harmoko tersenyum simpul sambil melirik penuh makna ke arah Lidya.

Lidya menatap wajah ibunya dengan tatapan panik.

“Keren apanya? Aku ga kenal dia, mi. Kenapa aku dipaksa menikah dengan laki-laki yang aku ga kenal sama sekali?” Lidya bertanya dengan gusar.

“Lidya!! Hanya dia yang bisa menyelamatkan kita! Jangan banyak membantah!” Tukas Nyonya Harmoko berang.

“Iya, papi dan mami mungkin bisa selamat. Tapi masa depanku yang hancur!” Teriak Lidya.

Nyonya Harmoko menghela nafas dengan berat. Wanita itu melirik ke arah suaminya. Seperti berharap agar sang suami menambah argumen. Namun Pak Harmoko hanya diam membisu. Wajahnya terlihat ketat.

“Ini bukan perjodohan, mami. Ini namanya pemaksaan!” Lidya meninggalkan ruang keluarga dengan wajah kesal.

Banyak hal yang ingin disampaikan Lidya pada kedua orang tuanya. Akan tetapi dia mengurungkan niatnya karena sudah merasa terlalu kesal.

Dia tidak menyangka kedua orang tuanya tega mengorbankan masa depan dirinya dengan cara seperti itu.

Lidya menangis sesenggukan di kamar. Sementara di ruang keluarga, kedua orang tuanya semakin serius melanjutkan rencana persiapan acara lamaran yang akan dilaksanakan minggu depan.

***

Pemaksaan

“Lesu amat, say… Lagi sakit?” Tanya Eva yang sejak tadi memperhatikan wajah Lidya.

Lidya melengos. Ia memperhatikan suasana kantin kampus yang mulai ramai. Ia merasa iri melihat para mahasiswa yang tertawa lepas sambil menikmati jajanan di hadapan mereka.

“Mantan kamu minta balikan?” Eva melontarkan pertanyaan random berikutnya karena melihat Lidya masih saja diam.

Belum sebulan Lidya putus dari kekasihnya, Danish. Bukan tanpa alasan Lidya dan Danish memutuskan sepakat mengakhiri hubungan mereka.

Mereka berdua sudah memiliki banyak perbedaan dalam berbagai hal. Semakin lama semakin terlihat bahwa mereka tidak mungkin lagi bersatu.

Lidya merasa bebas lepas setelah putus hubungan dengan Danish. Dia jadi benar-benar bisa menikmati masa kuliahnya dengan nyaman. Fokus belajar, bisa enjoy nongkrong dengan teman-temannya.

Lidya tidak pernah merasa sebebas itu sebelumnya ketika dia masih berstatus pacaran dengan Danish.

Danish banyak membatasi pergerakan Lidya. Hal itu kerap kali membuat Lidya merasa gerah sendiri. Lidya sudah merasa lelah terus saja mengalah. Keduanya pada akhirnya mengutamakan ego masing-masing.

Maka keputusan untuk berpisah menjadi solusi terbaik bagi hubungan mereka.

Mengingat nama Danish membuat Lidya lagi-lagi merasa kesal. Eva membuat mood Lidya makin memburuk.

Lidya akhirnya menoleh ke arah Eva, teman dekatnya selama kuliah. Lidya seolah menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Eva.

“Ga… Aku lagi kurang fit aja.” Desis Lidya lirih.

“Hemmm… Kecapean kamu tuh.” Ujar Eva.

“Iya, mungkin juga. Tugas kuliah kita banyak banget semester ini.” Keluh Lidya yang langsung diiyakan oleh Eva.

“Aku heran ya, dosen senang banget lihat mahasiswa menderita.” Kata Eva.

“Eh… Tugas kelompok kita minggu depan gimana ya?” Lidya tiba-tiba teringat sesuatu.

“Gimana apanya?” Eva bertanya balik.

“Ya itu… Tugas presentasi…” Lidya berusaha mengingatkan Eva.

“Oh iya… Ya Tuhan… Ntar aku WA Hendra dulu deh. Moga aja dia udah ngumpulin literasinya.” Harap Eva.

“Kamu yang bertugas presentasi nanti ya?” Tanya Eva.

Lidya mengangguk. Dia mengeluarkan sebuah binder note ukuran A5 dari tote bag yang tergeletak di atas meja kantin. Dia terlihat membolak-balik beberapa halaman kertas di binder note tersebut.

Eva dan Lidya berada dalam satu kelompok. Mereka berdiskusi sejenak sebelum akhirnya memutuskan kembali ke ruang kuliah untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya.

Jam demi jam berlalu. Lidya ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Dia tidak bisa fokus hari ini. Semua penjelasan dosen tidak ada yang bisa masuk di kepalanya. Setelah dosen keluar ruangan, Lidya bergegas keluar menuju parkiran.

“Heiii… Buru-buru banget. Mau kemana sih?” Eva mengejar Lidya sampai ke parkiran.

“Mau pulang. Kamu mau barengan?” Tanya Lidya sambil membuka pintu mobilnya.

“Lho… Kamu amnesia apa gimana? Kita kan mau ngumpul siang ini.” Eva mengingatkan janji mereka bersama genk angkatan.

Lidya menepuk jidatnya sendiri. Dia benar-benar lupa dengan janji tersebut.

“Iya, aku lupa! Tapi aku ga bisa ikutan kali ini… Sorry, Eva.” Ucap Lidya.

“Ya udah deh kalau gitu. Ntar aku sampein ke anak-anak.” Kata Eva.

Lidya tersenyum tipis. Dia lalu berpamitan pada Eva. Mobil Lidya meninggalkan parkiran kampus dengan kecepatan sedang. Eva menatap mobil Lidya sambil geleng-geleng kepala.

“Kenapa sih tuh anak? Hemmm…” Gumam Eva. Gadis itu lalu meninggalkan parkiran mobil dan berjalan menuju parkiran motor di sisi yang berbeda.

Lidya kesal sekali mengingat dirinya dipaksa menikah bulan depan. Sial! Mengapa dirinya harus menjadi tumbal.

Dia memang sudah memprediksi sebelumnya, hal-hal yang buruk bisa saja menimpa keluarga mereka. Namun tidak pernah terbersit di fikirannya bahwa masalah akan menjadi serunyam ini.

CKIIIIITTTT!!!

Lidya menginjak pedal rem mobilnya dengan jantung berdebar. Nyaris saja! Sebuah mobil mendadak keluar dari pelataran pertokoan tanpa aba-aba. Kalau saja Lidya mengemudi dengan kecepatan tinggi, bisa dipastikan mereka akan bertubrukan.

Lidya membunyikan klakson mobilnya tiga kali, pertanda dia merasa sangat kesal. Ia memperhatikan dengan seksama mobil yang kini ada di depan mobilnya.

Sebuah mobil mewah berwarna hitam elegant. Walaupun hanya dengan sekilas penglihatan, Lidya tahu mobil tersebut pastilah bernilai puluhan milyar rupiah.

“Nah, yang begini ini memang ada dimana-mana. Beli mobil mahal sanggup, tapi beli otak yang bagus malah ga sanggup!” Lidya mendamprat dari dalam mobil.

“Nyelonong sesuka hati. Dikiranya ini jalan bapaknya buat kali!” Lidya masih saja merutuk kesal.

Mobil mewah di depannya bergerak pelan. Lidya berfikir apakah mobil itu akan berhenti karena mendengar klakson yang dia bunyikan.

Jika mobil mewah itu berhenti, Lidya tidak akan sungkan untuk mendamprat langsung manusia yang ada di dalamnya. Ternyata beberapa detik kemudian mobil mewah itu melaju cepat di depannya.

“Huhhh… Dasar bego!” Umpat Lidya kesal.

Lidya mempercepat laju mobilnya. Dia sudah tidak sabar ingin pulang ke rumah. Rumah? Tidak. Rumah bukan tempat yang tepat. Masalah justru datang dari rumah.

Lidya merutuk di dalam hati. Ia memutar balik arah, ia akan mencari tempat yang lebih cocok untuk healing.

Mobil mewah yang berada di depan mobil Lidya tadi tiba-tiba menambah laju kecepatannya. Ada dua orang laki-laki di dalam mobil mewah tersebut. Dilihat dari posisi duduknya, sepertinya yang sedang mengemudi di jok depan adalah seorang driver. Seorang pria muda dengan wajah kaku duduk di jok penumpang.

“Balik ke kantor dulu!” Pria muda tersebut memberi perintah.

“Baik, Tuan.” Sahut sang driver patuh.

Beberapa menit kemudian, mobil Rolls Royce Ghost berwarna hitam itu memasuki sebuah kawasan elite di pusat kota.

Mobil itu berhenti tepat di depan lobby masuk marketing office PT Gajahsora Properti, Tbk.

Seorang security dengan sigap membukakan pintu mobil dan sosok pria muda tadi keluar dari mobil mewahnya dengan gagah.

Setiap karyawan yang berpapasan dengan pria muda itu hanya membungkukkan badan sedikit. Namun tidak ada yang berani menyapa.

Beberapa karyawan malah terlihat pura-pura sibuk ketika melihat pria muda itu berjalan melewati mereka.

Sepanjang jalan yang dilewati pria muda itu, atmosfer udara serasa berubah. Aura yang dibawa oleh pria muda tersebut seolah membuat semua makhluk yang ada di sana menjadi tidak nyaman.

“Selamat siang, Pak Ario!” Seorang wanita berusia tiga puluhan memakai blazer pink fuschia menyapa pria muda itu.

“Hemmm… Katakan pada client tadi untuk menemuiku setengah jam lagi.” Perintah pria muda tersebut.

“Baik, pak.” Sahut wanita tersebut yang merupakan sekretaris perusahaan.

Ario Baskoro, pria muda berwajah kejam itu adalah direktur utama PT Gajahsora Properti, Tbk.

Rio adalah sosok pimpinan pekerja keras dan sangat disiplin. Perangainya yang keras dan ketegasannya membuat dia sangat ditakuti oleh para karyawan perusahaan.

Jika ada karyawan yang bekerja leyeh-leyeh atau tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, Rio tidak akan segan-segan untuk memberhentikan mereka dari pekerjaannya.

Oleh sebab itu, semua karyawan berusaha bekerja dengan baik. Khususnya jika di depan Rio.

Ponsel Rio berdering nyaring. Rio melirik nama yang muncul di layar ponselnya.

“Iya, ma.” Ucap Rio setelah mendengar sapaan dari seorang wanita yang menelponnya.

“Iya. Sudah. Cincin itu sudah kubeli tadi.” Ujar Rio.

“Iya. Cincin berlian sesuai pesanan mama. Ukurannya sudah disesuaikan tadi. Semua sudah beres.” Suara Rio terdengar mulai jengah.

“OK…” Ucap Rio sebelum mengakhiri pembicaraan di telpon dengan mamanya.

Rio membuka koper dan mengeluarkan sebuah paper bag yang berisi sebuah kotak cincin berwarna hitam. Ia membuka kotak cincin itu dan mengamati cincin berlian yang tersemat di dalamnya.

Cincin berlian itu berkilau indah di bawah pantulan cahaya lampu ruangan.

“Perempuan gembel itu pasti terperangah melihat cincin ini. Mungkin seumur hidupnya, dia belum pernah memakai berlian dengan kualitas sebagus ini.” Batin Rio.

Rio menutup kotak cincin itu dan menyimpannya kembali ke dalam paper bag seperti semula. Dia mendengus membayangkan dia akan melamar seorang gadis gembel minggu depan.

Seorang gadis gembel yang berasal dari sebuah keluarga yang bangkrut karena terlilit hutang.

Dia bahkan tidak merasa kepo dengan wajah gadis itu. Secantik apapun tidak akan membuat dirinya berminat.

Ario Baskoro memang tidak pernah betul-betul berminat dengan wanita.

Rio terpaksa menyetujui perjodohan ini karena mempertimbangkan kondisi kesehatan mamanya. Papanya Rio sudah mengalami stroke selama hampir dua tahun ini.

Enam bulan yang lalu mamanya didiagnosa mengalami kanker otak stadium tiga.

Mau tidak mau, Rio harus mengikuti keinginan mamanya. Dia juga tidak ingin memperparah kondisi kesehatan kedua orang tuanya.

“Mama ingin lihat kamu menikah, Rio. Mungkin ini adalah permintaan terakhir mama. Menikahlah dengan Lidya, anaknya teman mama.” Ucapan mamanya terngiang-ngiang lagi di telinga Rio.

“Lidya… Lidya Wati... Huhhh… Namanya saja kampungan begitu!” Rio mendengus.

***

Pertemuan Pertama

Waktu rasanya berjalan begitu cepat. Lidya melirik kalender kecil di atas meja kerjanya.

“Ya Tuhan… Malam ini acaranya!” Lidya berteriak dalam hati.

Lidya terbangun dari tidurnya sore itu dalam keadaan galau. Mendadak dia berfikir apakah sebaiknya dia kabur saja dari rumah sekarang. Toh dia tidak akan hidup susah.

Dia bisa saja terbang ke luar negeri agar kedua orang tuanya tidak bisa menemukannya untuk sementara waktu.

Tapi batin kecil Lidya membisikkan sesuatu, “Jangan Lidya. Kasihan keluargamu. Kasihan mami. Masa kamu tega meninggalkan mereka dalam masalah.”

Lidya mencelos. Ia sangat menyayangi maminya. Ini seperti buah simalakama. Semua keadaan tidak menguntungkan dirinya sama sekali.

Apapun pilihan yang akan diambilnya, semua tidak akan betul-betul membuat dirinya bahagia.

“Kenapa takdirku harus begini?” Lidya merasa nelangsa.

Tiba-tiba Lidya merasa penasaran dengan pria yang akan datang melamar dirinya sebentar lagi. Lidya mencoba mengingat-ingat nama pria tersebut.

“Hemmm… Siapa ya namanya… Ario… Ario apa ya?” Lidya mencoba mengingat kembali nama pria itu.

“Ario Baskoro… Kayaknya itu deh namanya…” Gumam Lidya sambil beranjak ke meja kerjanya.

Lidya menghidupkan PC di atas meja, menarik kursi, dan mulai berselancar di dunia maya.

“Jika dia sehebat itu, seharusnya dia mudah ditemukan.” Ujar Lidya penuh semangat.

Lidya berfikir sebaiknya dia mengenal identitas pria itu sebelum mereka bertemu besok pagi. Setidaknya dia tahu gambaran musuh yang akan dia hadapi.

Entah mengapa feeling-nya mengatakan bahwa situasi acara nanti malam tidak akan baik-baik saja. Alam bawah sadarnya mengatakan pria itu akan menjadi musuhnya.

“Pffffttt… Positif thinking, Lidya. Jangan buruk sangka gitu. Mungkin dia memang jodoh terbaik.” Sebelah hati Lidya berkata pada dirinya sendiri.

“Ya. Jodoh terbaik yang datang tidak pada waktunya. Merusak semua planning hidupku yang indah. Huhhhh…” Ujar Lidya kesal.

Lidya menegakkan duduknya ketika melihat nama yang dicarinya muncul di browser. Ternyata memang tidak sulit menemukan informasi tentang pria itu.

Foto-foto pria itu muncul begitu saja. Lidya menajamkan penglihatannya. Zoom in. Dia memperhatikan penampilan pria yang bernama Ario Baskoro itu dengan teliti.

Wajah Ario terlihat menyeramkan. “Kayaknya ini orang jarang senyum. Mukanya ketat gitu.” Gumam Lidya.

Lidya sudah melihat beberapa foto, dia belum menemukan foto yang menunjukkan wajah Ario dalam sebuah senyuman. Semua fotonya terlihat serius dan angkuh.

“Kayaknya sombong…” Gumam Lidya lagi.

“Sombong dan songong.” Klaim Lidya.

Tidak terlalu mengecewakan jika dilihat dari bentuk fisiknya. Namun tidak bisa dikatakan tampan juga.

Wajah Ario terlihat suram dan menyeramkan. Tidak ada keramahan sama sekali. Lidya menarik nafas panjang.

Dia tidak bisa membayangkan jika melihat penampilan Ario yang seperti itu. Bagaimana nantinya dia menjalani kehidupan berumah tangga dengan manusia jenis begituan.

Lidya berharap semoga foto-foto tersebut akan berbeda dengan kenyataannya.

“Semoga cuma pencitraan ya gaesss…” Lidya berharap-harap cemas.

Satu per satu berita tentang Ario dibaca oleh Lidya dengan hati-hati. Lidya tidak ingin ketinggalan satupun penjelasan tentang sosok Ario, pria yang akan melamarnya nanti malam. Pria yang akan menjadi suaminya.

Suami!! Oh No!!

“Aku ga pengen punya suami model begitu! Kenapa aku tidak punya pilihan lain, ya Tuhan?!” Lidya mulai meratap.

Mungkin benar, Ario memang saat ini sedang berada di fase kesuksesan. Perusahaannya sedang naik daun. Kekayaannya tidak perlu diragukan. Tapi apa peduli Lidya! Dia tidak butuh harta Ario.

Dia sendiri memiliki harta simpanan dan investasi yang dapat mencukupi hidupnya sampai tua nanti. Meskipun tidak sebanyak harta kekayaan Ario Baskoro, sang direktur utama PT Gajahsora Properti, Tbk. Setidaknya Lidya tidak tergiur dengan harta kekayaan pria itu.

Itu tidak penting!

Setelah merasa cukup puas dengan informasi yang sudah berhasil dia kumpulkan, Lidya mematikan PC dan keluar dari kamarnya.

Lidya melihat setiap ruangan di rumahnya sudah didekorasi sesdemikian rupa. Ia tidak mau peduli soal dekorasi. Ia serahkan pada maminya. Toh maminya juga yang sangat menginginkan acara ini terjadi. Jadi Lidya memilih cuek saja.

“Lidya, ayo bersiap-siap. Penata rias akan datang sebentar lagi.” Ujar Nyonya Harmoko ketika melihat putri sulungnya sedang berkeliling ruangan.

“Huffffttt… Kenapa harus seheboh ini sih, mami?” Tanya Lidya dengan nada tidak senang.

“Huhuhu… Iya dong sayang. Yang melamar ini bukan orang sembarangan. Jadi harus kita sambut sebaik mungkin.” Ujar Nyonya Harmoko penuh semangat.

“Ahhh… Tapi kita kan sedang terlilit hutang… Tidak perlu selebay ini, mami.” Bantah Lidya.

“Justru kita harus melayani dengan baik orang yang akan membebaskan kita dari hutang itu, Lidya.” Kata Nyonya Harmoko.

Lidya mendengus pelan. Hutang memang membawa pengaruh buruk bagi orang yang sedang mengalaminya. Termasuk kedua orang tuanya saat ini.

Nyonya Harmoko terlihat serius mengetikkan sesuatu di smartphone-nya. Wanita itu menghubungi MUA terkenal yang sudah di-booking sebelumnya.

Penata rias tersebut akan tiba di kediaman Nyonya Harmoko dalam waktu setengah jam.

“Ayo, lekas bersiap-siap. MUA sebentar lagi akan tiba.” Nyonya Harmoko mendorong tubuh Lidya menuju ke kamarnya.

Lidya masuk ke kamar sambil melengos. Menyebalkan sekali. Namun dia juga tidak tega untuk membantah. Tidak lama kemudian, MUA tiba.

Penata rias bekerja dengan santai namun terlihat sangat professional. Dalam waktu singkat, penampilan Lidya menjadi begitu memukau.

Lidya siap tampil ke pentas. Nyonya Harmoko merasa sangat puas dengan service MUA tersebut.

Semua terkesima melihat penampilan Lidya. Ruang keluarga telah disulap menjadi ruangan acara pertunangan yang sangat indah. Para tamu undangan menempati bangku-bangku yang disediakan.

Semua mata tertuju pada Lidya ketika Lidya memasuki ruangan. Beberapa tamu terlihat saling berbisik. Ada yang merasa kagum, ada yang ingin mencela.

Lidya berusaha bersikap tenang walaupun hatinya deg-degan.

“Oh God… Apa-apaan ini? Kenapa aku malah jadi begini?” Lidya merutuk dalam hati di balik senyumnya yang manis.

Seketika ruangan mendadak hening ketika MC memulai protokol acara. Rombongan keluarga Ario yang baru saja tiba disambut dengan meriah.

Ario Baskoro melangkah dengan gagah dan angkuh. Lidya kini melebarkan pupil matanya. Dia bisa melihat atau lebih tepatnya merasakan aura yang tidak menyenangkan dari sosok pria itu.

“Dia terlihat kejam…” Batin Lidya.

Lidya sudah mengetahui desas-desus yang tidak sedap tentang sosok pengusaha ternama tersebut. Sosok Ario Baskoro yang dikabarkan pendiam, dingin, dan kejam.

Awalnya Lidya menduga itu hanyalah hoax. Namun kini setelah melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri, Lidya merasa desas-desus itu ada benarnya.

Ario duduk di dekat Lidya. Pria itu melirik sinis. Lidya berusaha tenang dan bersikap manis. Kini jantungnya sudah berhenti berdebar. Irama detak jantungnya sudah mulai normal.

Lidya mencoba menerima kenyataan bahwa dia harus menjalani skenario hidupnya dengan baik.

“Hemmm… Auranya benar-benar tidak bersahabat…” Lidya berkata di dalam hati.

“Huhhh… Bukan kriteriaku. Lihat saja, perempuan gembel ini tidak akan mampu bertahan lama.” Rio membatin sendiri.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!