Seorang gadis muda menggeliat lelah di kasur tuanya, sekujur tubuhnya terasa begitu ringkih dan lelah. Gadis dengan tubuh kurus itu meringkuk masuk dalam selimut, menyembunyikan tubuhnya yang sedikit menggigil di balik kain hangat tersebut. Udara begitu dingin. Salju turun tanpa henti. Bahkan Suhu diluar masih minus 10 derajat celcius.
Tring... tring... jam weker di atas nakas berbunyi nyaring.
“ huhhhh” desah gadis itu kesal, tangannya bergerak meraih jam weker lalu mematikannya. Dengan langkah terburu-buru gadis itu berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya.
Gadis itu membulatkan matanya saat kaca dikamar mandi itu memantulkan wajahnya. Ada lingkaran hitam yang cukup terlihat jelas di bawah matanya. Bahkan kantung matanya pun terlihat lebih tebal dari sebelumnya. Gadis itu mungkin lupa kapan terakhir kali ia merawat wajahnya, atau mungkin ia tidak pernah sama sekali merawatnya.
Jam dinding diruang makan sudah menunjukan Pukul 07.08, gadis itu menghela nafas panjang. Sepertinya ia terlambat lagi hari ini.
“ makanlah dulu Aleysia!” teriak wanita tua itu. Sambil gemetar tangan tuanya yang berkerut itu menarik kursi di sebelah tempat duduknya.
“ Tidak nek, aku sudah sangat terlambat. Si gendut Mark akan memarahiku jika aku ketahuan datang terlambat lagi hari ini” gadis muda bernama Aleysia itu merapikan rambut coklat panjangnya dan kemudian membenarkan mantel hitamnya disusul dengan syal biru dongker di lehernya. Ini musim dingin, dan ia tidak ingin mati kedinginan dengan suhu ekstrim diluar sana.
“ Tadi malam kau juga tak makan. Dan pagi ini kau juga tak mau sarapan. Kau akan sakit nanti?” wanita tua yang dipanggil nenek itu menatap Aleysia cemas. Mata biru tuanya itu terlihat begitu khawatir.
“ Aku akan baik2 saja. Aku lebih kuat dari yang kau kira!” gadis itu tersenyum lalu memasangkan sarung tangan di kedua tanganya dan beranjak pergi meninggalkan wanita tua itu.
Aleysia sedikit berlari mengejar bus yang berjarak kurang lebih 15 meter dihadapannya. Tangannya menggigil, udara dingin begitu menusuk kulitnya. Kakinya jenjangnya terasa membeku dan sulit digerakan. Ah musim dingin ini sangat menyusahkannya.
“sudah berapa kali kau terlambat minggu ini! Ah hampir setiap hari kau terlambat! Kau tidak bisa liat jam besar yang ada disana! Pria gendut itu berteriak murka sambil menunjuk-nunjuk jam besar yang tergantung di tembok, tepat berada belakang tubuhnya.
“ Aku sudah cukup sabar denganmu, aku bahkan tidak memotong gajihmu karena kau terlambat. Tapi tidak. Kesabaranku mulai habis. Mulai hari ini gajihmu kupotong 30%. Dan jika besok kau terlambat lagi. Jangan pernah berpikir datang kemari lagi. Carilah tempat lain untuk bekerja” pria gendut itu semakin geram, tangannya terkepal menahan amarah. Bahkan tangan besarnya itu telah beberapa kali memukul meja kasir di sebelah tubuhnya untuk melampiaskan amarahnya.
Nyali Aleysia sedikit menciut, tangannya agak gemetar. Pria gendut itu selalu saja memarahinya. Yeah kalau bukan karena ia perlu pekerjaan dan uang, sudah lama berhenti dari minimarket kecil tempatnya bekerja sekarang. Ia harus banyak bersabar menghadapi bos pelit dan pemarah seperti mark. Setidaknya ia tidak boleh membalas cacian lelaki itu jika masih ingin bekerja disana. Membalas ucapannya pria itu hanya akan menambah masalah baru. Hari ini saja pria itu sudah memotong 30% gajihnya yang tak seberapa itu. Bahkan mengancam untuk memecatnya jika terlambat lagi. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Bagaimana ia harus memenuhi kebutuhan hidupnya serta neneknya.
Sebuah mobil mewah baru saja terpangkir di halaman toko tempat Aleysia bekerja. Gadis itu terlihat mengerutkan keningnya. Tidak biasanya ada mobil mewah yang singgah di depan minimarket kecil seperti ini. Oh siapa gerangan pemilik mobil itu. Ah ya... pastilah orang kaya. Bahkan kaca mobil itu terlihat begitu berkilau di tengah musim dingin seperti ini.
“2 botol air mineral” ucap seorang pria berbadan tinggi di meja kasir. Pria itu menaikan suaranya cukup keras
Aleysia tersentak, dia agak melamun hingga tidak sadar pria dihadapannya ini mungkin sudah beberapa kali memanggilnya. Pria dihadapannya ini sepertinya supir dari pemilik mobil mewah di yang ada di parkiran toko. Tapi dari penampilanya pria ini terkesan sangat rapi. Tidak terlihat seperti seorang kebanyakan supir. Pasti majikan pria ini sangat kaya dan senang memperhatikan penampillan para pegawainya. Sungguh beruntung bisa memiliki majikan seperti itu.
“Apa dia majikanmu??” Aleysia menatap wanita yang berada dalam mobil itu.wajahnya tak nampak jelas namun bayangan tubuhnya sedikit masih terlihat. Sepertinya itu seorang wanita .
“ ia dimajikan saya. Permisi ... “ ucapnya singkat dan tak lama kemudian mengendarai mobil itu menjauh dari parkiran toko.
Semilir angin di musim dingin berhempus perlahan. Butiran salju masih menutupi sebagian jalanan Ibu kota. Beberapa pemuda bermantel tebal terlihat berlalu lalang. Hari masih begitu pagi,cahaya mataharipun belum terlihat. Lampu-lampu dipinggir jalanpun masih terlihat menyala. Tidak banyak kegiatan di sepanjang jalan pagi ini. Bahkan toko-toko roti yang biasa buka lebih awal masih terlihat tutup.
Aleysia mempercepat langkahnya. Hembusan angin dingin menerpa kulit lehernya. Gadis itu sedikit menggigil, lalu meniupkan nafasnya di kedua telapak tangannya. Berharap mendapat sedikit kehangatan ditengah dinginnya udara. Gadis itu tidak pulang kerumah tadi malam. Setelah pulang bekerja di minimarket milik Mark , ia melanjutkan bekerja lagi di restoran cepat saji. Tadi malam ia sengaja lembur dan pagi ini ia akan melanjutkan bekerja dimimarket milik Mark. Bekerja di dua tempat sekaligus membuat tenaganya terkuras, pikirannya lelah. Tapi sepercik harapan akan sebuah kesuksesan membuatnya memberanikan langkah untuk bekerja keras. Tiada hasil yang menghianati usaha.Meski jalan menuju sukses tak semudah harapannya. Tapi… semoga Tuhan menjanjikan waktu yang tepat untuk gadis itu menghirup indahnya dunia dengan usahanya.
Mark agak terkejut. Pria gendut itu menatap Aleysia dengan aneh. Tidak biasanya gadis itu datang bekerja sepagi ini. Aleysia menatap mark dengan santai. Gadis itu mengambil roti dari kantong tas ranselnya, lalu memakannya dengan terburu-buru. Ia tidak memperdulikan tatapan Mark yang kini melihatnya jijik. Ia sangat lapar, dan Mark harus membiarkannya memakan sepotong roti sebelum ia benar-benar pingsan karena isi perutnya memberontak meminta asupan.
Dret… dret… benda tipis itu menampakan nama seseorang pria.
“Hi John” Aleysia memekik senang sambil tersenyum
“Kau dimana?” sapa lelaki yang di panggil John itu
“Aku ditoko Mark. Aku datang lebih pagi untuk bekerja pagi ini”
“ kau sangat sulit dihubungi beberapa hari ini. Kau juga tak membalas telepon dan sms ku? Apa ada masalah? Atau kau sedang sangat sibuk bekerja? “ cecar Aleysia tak sabaran
“Iya aku sangat sibuk. atasan di perusahaanku akan mempromosikan jabatanku. Aku harus bekerja lebih keras untuk itu.”
“benarkah?? Aku senang mendengarnya” aleysia tersenyum girang sambil memamerkan deretan gigi putihnya
“Aku akan bekerja, sebelum Mark memecatku karena tahu aku menerima telepon d ijam kerjaku” gadis itu berbicara pelan, sambil sesekali matanya menatap Mark yang sedang menerima telepon. Pria itu nampak sibuk dan berbicara panjang lebar.
Aleysia menutup panggilan John dengan wajah senang. Sudah beberapa hari ini pria itu tak menghubunginya. John, pria berumur 25 tahun itu adalah tunangannnya. 3 bulan yang lalu john melamar Aleysia di depan nenek mereka. Pemuda itu memberikan sebuah cincin kepada Aleysia sebagai tanda keseriusannya. Mereka berencana menikah tahun depan. Dan john bekerja begitu keras untuk mewujudkan itu.
ALeysia dan John adalah teman masa kecil. Mereka sama-sama anak yatim piatu dari panti asuhan yang sama. Hingga 13 tahun yang lalu mereka bertemu pasangan suami istri tua yang mengadopsi mereka. John yang lebih tua 7 tahun dari Aleysia. Ia adalah sosok dewasa yang cerdas dan pekerja keras. Pemuda itu juga memiliki sifat yang ramah dan penyayang. Tak heran jika wanita 18 tahun itu begitu menyayangi John. John tak hanya sebatas teman, tunangan dan calon suami. Tapi ia sosok lelaki yang dapat ia andalkan dan menjaganya dengan tulus.
*****
18 Tahun lalu, di sebuh panti asuhan kecil, terlihat beberapa anak sedang asyik bermain. Beberapa anak terlihat sedang sibuk memainkan salju dan membentuknya seperti boneka. Sorak riuh anak-anak nampak terdengar, saat seorang ibu panti membawa nampan berisi roti ke dalam ruang makan. Aroma roti panas yang manis itu menyerbak keseluruh ruangan. Anak-anak berhamburan masuk ke dalam. Roti itu adalah sarapan mereka pagi ini. Hanya sebuah roti dengan isian selai kacang didalamnya. Ah tapi bagi anak-anak di panti, hari itu makanan spesial bagi mereka. Biasanya mereka hanya menyantap roti tanpa isian. Tapi makanan mereka hari ini cukup lezat.
Seorang anak berumur 7 tahun masih sibuk memainkan salju-salju di halaman. Ia tidak peduli dengan temannya yang sudah berhamburan masuk kedalam. Ia lebih tertarik dengan boneka salju yang sedang ia mainkan. Bahkan aroma roti yang manis itu tidak terlalu menggugah seleranya untuk masuk ke dalam ruang makan.
“John masuklah kedalam. Ada roti manis dengan selai kacang. Kau akan suka!” teriak wanita setengah baya di depan pintu.
“sebentar lagi” balas anak lelaki bernama John itu tanpa menoleh
Wanita itu didepan pintu itu tersenyum. Lalu menyisakan sepotong roti untuk John di dalam lemari kaca.
John menyelesaikan pekerjaannya membuat boneka salju. Boneka itu nampak gagah namun lucu. Ia menempelkan bola kecil berwarna merah dihidung boneka itu sebagai sentuhan akhir.
“ ah kau nampak seperti badut” john terkekeh dengan boneka salju hasil karyanya. John mengusap perutnya. Ia lapar. Ibu panti pasti menyisakan satu roti untuknya.
Oek... oek... terdengar suara dari arah belakang John. John menghentikan langkahnya. Ia memutar kepalanya mencari sumber suara. Kaki kecilnya berlari lari di tumpukan salju yang licin. Manik matanya berhenti pada pohon besar yang tak jauh dari tempatnya sekarang berdiri. Suara itu berasal dari sana.
Bayi kecil berselimut kain berwarna biru itu nampak kotor. Masih ada bekas darah ditubuhnya. Sepertinya bayi itu sengaja dibuang setelah dilahirkan. Oh orang tua mana yang begitu kejam membuang bayinya di tengah cuaca dingin seperti ini.
John menatap sekelilingnya. Tidak ada tanda tanda orang disana. Kapan bayi itu dibuang? Ia bermain semenjak tadi di sana. Namun tak mendengar siapapun yang datang dan membuang bayinya. Ah mungkin ia saja yang telalu sibuk dengan boneka saljunya hingga tak sadar, bayi malang itu sudah diletakan disana cukup lama.
Oek.. oek bayi itu menangis lebih kencang. Bayi itu kedinginan. Bibirnya hampir membiru. Tubuhnya gemetar. Tangisnya semakin menjadi. John mengggendong bayi itu dengan hati-hati. ia menangkup tubuh bayi itu di dadanya, dengan setengah berlari ia membawa bayi malang itu masuk kedalam panti.
anak-anak yang lain berhamburam kearah John. Mereka sangat penasaran ingin melihat bayi itu.
Ibu panti memerintahkan anak anak untuk menjauh. Ia mengambil selimut tebal dari dalam lemari yang tak jauh dari ruang makan. Ia mengambil bayi itu dari pelukan John dengan hati-hati. Dengan telaten wanita itu menyelimuti tubuh kecil itu.
“ dimana kau menemukan bayi ini John?” seorang ibu panti bernama Bernanded itu menatap bergantian pada john dan bayi itu.
“ di balik pohon besar tempat aku bermain” ucap John polos
Bernanded nengusap bayi itu iba. Tidak sedikit bayi yang dibuang dipanti ini. Entah sudah berapa bayi yang sudah ia rawat selama mengabdikan hidupnya disini. Malang sekali, ditengah banyaknya orang tua yang ingin memiliki anak. Anak ini malah di buang begitu saja oleh orang tuanya. Dimana belas kasih sayang mereka. Apakah salah bayi ini, ia tak pernah ingin dilahirkan apalagi dibuang seperti ini. Mungkin ia adalah aib dan dosa dari orang tuanya. Tapi, tak adakah rasa sesal dan iba pada mereka.
“bayi tu perempuan?”
Tanya john ingin tahu. Ibu panti mengangguk mengiyakan.
“Beri ia nama Aleysia. Aleysia Albertina. aku pernah membaca dibuku, Aleysia itu artinya hadiah dari Tuhan. Albertina itu artinya mulia."John tersenyum dan disambut anggukan oleh ibu panti.
Sejak saat itu John selalu bermain bersama Aleysia. John bagitu sayang pada bayi mungil itu. Bahkan tak jarang ia membantu ibu panti untuk merawat Aleysia. Keakraban mereka berlanjut sampai besar, hingga sepasang suami istri tua mengadopsi mereka. Mereka adalah Robert dan Margaret. Robert adalah seorang pensiunan tentara dan istrinya margareth adalah seorang ibu rumah tangga. Mereka tidak memiliki anak. Mereka merawat Aleysia dan John dengan kasih sayang serta menyekolahkan mereka. Namun John memiliki pretasi yang gemilang di sekolah. Ia berhasil meraih beasiswa dan melanjutkan kuliahnya. Sedangkan Aleyisa cukup puas dengan pendidikan SMA nya wanita itu lebih memilih bekerja dan menyempatkan waktu menemani Margareth dirumah di sela-sela waktu senggangnya. Apalagi setelah Robert suami Margareth meninggal 3 tahun lalu. Aleysia harus lebih sering menjaga dan memperhatikan kesehatan wanita yang ia panggil nenek itu *.
****
Aleysia melanjutkan pekerjaannya. Setelah berbicara lewat telepon dengan John rasanya ia memiliki semangat baru lagi. Tubuhnya seperti di charge*, ada tambahan tenaga lebih untuknya hari ini.
Jam dinding sudah menunjukan pukul dua belas siang. Aleysia memijit lehernya yang sedikit penat. Gadis itu membenarkan rambutnya yang tergerai. Menggulungnya dan mengikatnya keatas. Tak banyak pembeli hari ini. Minimarket kecil itu terlihat sunyi. Tapi untunglah. Ia bisa lebih santai hari ini.
Butiran salju masih berjatuhan diluar sana. Aleysia mengarahkan pandangannya pada jendela kaca yang tepat bersebelahan dengan meja kasir tepat ia duduk sekarang.
Sebuah mobil mahal terparkir dihalaman. Seorang wanita dan supirnya terlihat dari kaca mobil itu. Sepertinya itu mobil yang kemaren. Aleysia menatap penasaran. Siapa mereka? Apa yang mereka lakukan. Apa mereka memata-matai dirinya. Ah tidak ... orang kurang kerjaan saja yang ingin memata-matai dirinya.
Hari sudah sore, matahari sudah hampir terbenam dari ufuk barat. Aleysia memasang mantel dan sarung tangannya. Ia ingin segera pulang dan merebahkan dirinya. Hari ini ia meminta izin pada atasannya di restoran cepat saji untuk libur.
“Aku pulang” Aleysia memasuki rumah dengan terburu-buru. Ia baru saja membeli obat untuk neneknya di apotek dekat minimarket milik Mark. Wanita itu mengeluh sakit pada dadanya sejak semalam. Batuknya pun tak kunjung sembuh. Beruntunglah masih ada beberapa dollar di dompetnya untuk membeli obat.
“nenek... nenek...” panggil Aleysia agak berteriak saat tidak ada respon dari wanita yang di panggilnya nenek itu. Ia sedikit berlari memasuki kamar neneknya dan wanita itu sudah tersungkur lemas di atas lantai yang dingin.
Aleysia memekik khawatir. Dengan susah payah ia memopoh tubuh wanita itu kekasur dan merebahkannya dengan hati-hati. Tubuh itu menggigil, wajah tuanya yang berkerut terlihat pucat . Darah segar terlihat membasahi lantai. Bahkan masih ada noda darah di bibir wanita itu.
“nenek... bangunlah!”
ALeysia sedikit mengguncang tubuh neneknya. Wanita itu membuka matanya sekejap, lalu kembali pingsan.
Nafas Aleysia memburu. Bahunya terkulai lemas. Ia benar-benar takut terjadi sesuatu pada neneknya. Harusnya ia segera membelikan obat pada neneknya saat semalam wanita itu mengeluh nyeri pada dada dan batuknya yang tak kunjung reda
Aleysia mengambil ponselnya dan menghubungi ambulance. Neneknya harus segera mendapatkan perawatan. .
****
Di tempat lain, di sebuah mansion besar, seorang pria berdiri emosi. Tangan pria itu mengepal. Nafasnya menderu. Dadanya turun naik. Wajahnya memerah. emosi menyulut pria itu.
“Bagaimana wanita bisa masuk kemari” teriaknya kepada beberapa pelayan di rumah itu
“ Nyonya memaksa masuk kemari dan mengancam akan memecat kami jika kami menolaknya” seorang kepala pelayan wanita berbicara takut. Ia menunduk menghindari tatapan tuannya yang sedang mengintimidasinya.
“ Kalian takut dipecat? Siapa bos disini. Aku pemilik rumah ini, dan aku yang membayar kalian”
Pria itu berteriak lantang. Emosinya memuncak. Keringat dingin membasahi tubuhnya.
“kalian semua bubarlah...”
Seorang pria berambut hitam membubarkan para pelayan. Pria itu menarik pria di sebelahnya untuk duduk dan berusaha tenang.
“Sabarlah Bryan” pria itu bersikap santai dan menepuk bahu pria di sebelahnya
“ Bagaimana aku bisa santai Max... wanita ****** itu bahkan sudah berani mengatur para pelayanku!”
Pria itu masih kesal. Nada bicaranya masih tinggi. Emosinya belum juga reda.
“kau harus bertindak sebelum ibu tirimu itu bertindak sesuka hatinya”
Pria yang dipanggil Bryan itu diam. Ia tak menjawab. Namun hatinya mengiyakan. Ibu tirinya itu harus segera di beri pelajaran.
Tbc...
Please like and comment.
Terimakasih sudah menyempatkan membaca. Tolong kritik daan saran yang membangun ya teman-teman..😚
Aleysia berdiri dengan gusar, semenjak tadi gadis itu hanya berdiri mondar mandir dengan ponselnya.
“ Ayolah John angkat teleponku!” ucap Aleysia sambil kembali menekan tombol panggilan untuk menelepon John. Pria itu tidak dapat di hubungi sama sekali. Padahal ia sangat membutuhkan pria itu sekarang.
“Apakah anda Nona Aleysia?” tanya seorang dokter mengejutkan gadis itu
“ iya saya sendiri. Bagaimana kondisi nenek saya? “Tanya Aleysia tak sabaran. Ingin segera tahu kondisi wanita yang di panggilnya nenek itu.
“ nenek anda menderita stroke ringan. Sebagian tubuh di sebelah kanannya tak dapat digerakan. Selain itu ia juga mengidap Tuberkulosis akut. Ini penyakit yang umum di derita lansia. Ia harus terus mendapat perawatan intensif dari rumah sakit. Saya sarankan untuk tetap merawatnya disini sampai keadaanya membaik”
Aleysia menutup pintu ruangan dokter dengan lesu. Gadis itu mendaratkan tubuhnya pada kursi besi yang berjajar rapi di sepanjang koridor rumah sakit. Bahunya terkulai lemas. Matanya berlinang air mata. Susah payah gadis itu menahan tangisnya. Ia merasa sangat bersalah pada neneknya. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja dari pada memperhatikan neneknya. Bahkan ia baru tahu jika neneknya menderita tuberculosis akut.
Beberapa suster berlalulalang membawa pasien. Seorang wanita setengah baya menangis histeris diiringi dengan dua gadis kecil yang kini memeluk seorang pasien dengan sekujur tubuh tertutup kain. Ayah.. ayah mereka memanggil dan menggoncang tubuh diatas kasur itu. Tapi tidak ada pergerakan. Tubuh itu terlihat membusung dan kaku.
Keluarga tersebut baru saja kehilangan anggota keluarga mereka.
Aleysia menatap iba keluarga itu. Pasti sakit sekali kehilangan anggota keluarga seperti mereka. Sebuah ikatan yang kuat pasti terjalin diantara mereka. Jika tidak, jerit dan tangis itu tak akan pernah tumpah.
***
Sudah dua hari Aleysia tidak bekerja. Hari ini ia akan datang ke minimarket milik Mark. Ia akan menjelaskan alasan kenapa selama dua hari ini ia tidak datang bekerja. Ia akan meminta pria itu membayar gajihnya bulan ini. Jika perlu ia juga akan menangis dan berlutut di kaki pria itu asalkan ia mendapatkan gajih dan tidak di pecat dari pekerjaanya.
“kau masih berani datang kemari huh?. Kemana saja kau dua hari ini? Kau tak memberi kabar apapun! Sekarang kau datang meminta gajihmu!” pria itu tersenyum miris sambil berdiri berkecak pinggang.
“ini salahku karena tidak memberi kabar padamu. Nenek ku sedang sakit parah. Aku begitu mencemaskannya hingga lupa memberitahumu”
“Persetan dengan segala alasanmu. Mulai sekarang kau carilah tempat kerja lain. Aku tidak sudi memiliki karyawan pemalas sepertimu. Dan jangan berharap untuk meminta gajihmu bulan ini. Semuanya ku potong habis karena kau bolos bekerja dua hari ini. Pergilah sekarang. Aku tidak mau mau melihatmu lagi!” Pria itu mengusir Aleysia dari minimarket miliknya.
Aleysia terduduk lemas. Tangisnya pecah ia berteriak memanggil Mark. Berharap pria itu mau memberinya kesempatan kedua untuk tetap bisa bekerja, dan juga mendapatkan gajihnya bulan ini. Tapi pria itu seakan tidak peduli. Ia malah menutup tokonya dan tak peduli dengan tangisan gadis itu.
Aleysia memperlebar langkahnya. Ia tidak peduli udara dingin yang seakan menggigit kulit tubuhnya. Ia harus ke restoran cepat saji tempat ia bekerja.
Tapi sayang.... nasib gadis itu sepertinya penuh kesialan. Ia dipecat dan sama sekali tak menerima gajihnya. Sungguh sepertinya dunia tidak memihak padanya.
***
Di tempat lain, seorang wanita berambut panjang bergelayut mesra pada leher seorang pria. Wanita dengan gaun merah panjang itu nampak begitu seksi dengan bagian dada yang sedikit terbuka. Meski tidak lagi muda, wanita bebadan tinggi itu masih terlihat begitu cantik. Makeup tebal dan kaki panjangnya itu membuat tak ada yang menyangka, jika umurnya sudah hampir menginjak 40 tahun.
Wanita bergaun merah itu mencium sekilas bibir pria disampingnya, ketika tidak mendapat respon apapun dari pria itu.
“Apa yang kau inginkan sayang? Kau ingin mengatakan sesuatu? “ pria berjas hitam itu kini menatap wanita itu tajam. Sebelah tangannya menarik wanita itu untuk duduk di pangkuannya. Pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan atau diminta wanita itu. Ya, ia begitu hafal dengan sifat wanitanya itu.
“Tadi malam aku ke rumah anakmu Bryan... kau tahu! Dia sedang bersama seorang wanita dalam kamarnya. Kau pasti tahu apa yang dilakukan pria dan wanita dan pria jika saling bersama dalam satu kamar bukan? “ ucap wanita itu dengan ekspresi yang penuh iba dan penekanan di setiap ucapannya.
“ Ya Tuhan. anak itu berulah lagi. Aku sudah memperingatkannya agar tidak meniduri perempuan-perempuan ****** itu. Sialan...!! Anak tidak berguna! “ dengan seketika wajah pria itu berubah merah padam. Tangannya mengepal. Wajahnya yang tadi terlihat tenang kini penuh kobaran api.
“ Awalnya aku hanya ingin memperingatkannya. Jika apa yang dilakukannya ini akan mempermalukanmu dan keluarga ini. Tapi ia marah dan mengusirku. Ia meneriaki ku dengan sumpah serapah. Ia menyamakan diriku dengan pelayan dirumahnya. Ia mempermalukanku dihadapan semua pelayan sayang...”
“oh astaga... dia sangat keterlaluan. Apa dia juga berlaku kasar padamu sayang? “ pria itu berdiri memperhatikan tubuh wanita itu takut terjadi sesuatu padanya.
“tidak aku baik-baik saja”
“sepertinya kita harus segera melakukan sesuatu, jika tidak ia akan terus mempermalukanmu. Media dan rekan bisnismu pasti akan mencap putramu buruk. Tidak itu saja, kau juga akan dianggap sebagai orang tua yang tidak memperdulikan anak. Martabat keluarga ini akan hancur. Kau akan malu!” cecar wanita itu panjang lebar. Wajahnya sedikit menunduk. Ekspresinya berubah sedih. Matanya seperti meneteskan air mata
“ Aku Ibu yang buruk untuknya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memang hanya dianggap sebagai Ibu tiri baginya” wanita itu kini terisak dengan butiran air mata membasahi wajahnya”
“ Tidak sayang. Kau sudah melakukan banyak hal untuk anak itu. Tapi memang anak itulah yang membangkang. Sikapnya persis seperti ibunya. Tidak pernah bisa diatur! “ pria berambut putih itu kini menghapus air mata wanita yang ia anggap istrinya itu. Ia begitu kesal dengan sikap pembangkang dan memalukan anaknya. Tapi ia juga terharu istri mudanya itu juga sangat memperhatikan keluarganya.
“Aku punya rencana bagus untuk anak itu. Rencana ini pasti akan membuat anak itu berhenti keras kepala. Dia pasti akan menurut padamu!”
Wanita itu membisikkan sesuatu ditelinga pria itu.
“ide bagus. Lakukanlah apa yang menurutmu baik. Aku akan selalu mendukungmu!” ucap pria itu tersenyum sambil memeluk wanitanya itu.
“terimakasih sayang” wanita itu tersenyum licik di balik pelukan hangat suaminya.
***
Disebuah klub malam seorang pria sedang duduk santai dengan sebotol wine ditangannya. Ia tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang kini tengah menatapnya kagum. Pria itu menggunakan kemeja biru yang pas ditubuhnya. Bagian kancing paling atasnya sedikit terbuka dan menampakan dada bidang pria itu. Bryan Dickinson pria tampan berumur 32. Siapa yang tak kenal dengannya...
Pewaris tunggal SKY grub Cooperation. Perusahaan raksasa yang memiliki berbagai macam usaha. Pria tampan, kaya dan arogan. Ia juga terkenal dengan sifat playboynya. Hampir setiap hari pria itu
selalu berganti-ganti gadis yang ia kencani. Hari ini ia mengencani Laura. Gadis blonde dengan gaun seksinya. Ia gadis yang terkenal di klub ini.
Laura sedikit mengerucutkan bibirnya sambil menatap sombong gadis-gadis yang tak jauh dari tempatnya duduk sekarang. Ia merasa risih dengan para gadis yang menatap intens pria yang tengah bersamanya sekarang. Mata-mata itu seakan ingin melahap pria yang ia anggap kekasihnya itu.
“Kau mau tambah minum lagi?” tanya gadis berambut blonde itu sambil tersenyum menggoda. Ia menatap sekilas para gadis yang masih berdiri disekitarnya. Senyum kemenangan terukir di wajahnya. Ia merasa begitu bangga karena mendapatkan Bryan malam ini. Gadis itu sudah lama mengincar Bryan. Dan malam ini ia akan mendapatkannya.
“ Tidak, ini cukup” pria itu hanya ingin bersantai malam ini. Ia tidak ingin hilang kesadararannya.
“kau sudah membuat rencana?” tanya pria bernama max itu?
“Belum! Tapi aku akan mengumpulkan bukti terlebih dahulu. Wanita ****** itu hanya ingin menguasai harta Ayahku. Aku yakin cepat atau lambat ia pasti akan menyingkirkanku, menguasai harta ayahku dan ... juga menyingkirkan ayahku” Bryan tersenyum miris. Wajahnya berubah masam mengingat kelakuan Ibu tirinya itu.
“segera kirim orang untuk memata-matai si ****** itu!” Bryan melirik pria di sebelah Max yang sedari tadi sibuk dengan. Gedgetnya.
“jam kerja ku sudah habis. Bry...kau tidak bisa seenaknya menyuruhku” ucap pria itu tanpa mengalihkan pandangannya dari gedgetnya
“Kau sekretarisku. Aku berhak menyuruhmu kapan saja” Bryan sedikit berteriak pada pria berkacamata itu
“ Aku tidak pernah menandatangani kontrak untuk bekerja dua puluh empat jam padamu”
“yeah!!! “ Bryan dibuat geram oleh pria bernama Sam itu, dan disambut tawa oleh Max dan Sam.
Sam dan Max memang adalah sahabat Bryan sejak kecil. Mereka begitu akrab hingga sekarang. Terlebih Sam, ia juga merangkap sebagai sekretaris Bryan.
“ tanpa kau suruh pun aku akan sudah lebih dulu mengirim orang untuk memata-matai istri muda ayahmu itu. Aku tahu cepat atau lambat kau akan menyuruhku” Sam meletakan gedgetnya. Ia mendonggakan wajahnya menatap Bryan. Pria itu bahkan melipat tangannya di depan dada, ia membanggakan dirinya kepada Bryan. Ia merasa sebagai sektetaris yang benar-benar dapat diandalkan.
Max terkekeh kecil. Melihat kelakuan 2 temannya yang ia anggap lucu. Tidak dengan Bryan, pria itu balas menatap Sam dengan tatapan dinginnya nyaris tanpa ekspresi. Pria itu memincingkan matanya menatap para wanita yang sedang berdansa. Tak sengaja manik matanya menangkap seorang pria yang sepertinya paparazzi tengah mengambil fotonya. Dengan berpura-pura tidak tahu Bryan memberi isyarat kepada Max untuk mengikuti arah pandangnya.
“Sayang aku lelah... kapan kita pulang?” Laura bertingkah menggoda sambil menyilangkan tangannya di leher Bryan...gadis itu tidak mengerti sama sekali apa yang sedang di bicarakan oleh para pria dihadapannya ini. Ia benar-benar tak sabaran untuk segera menghabiskan malam hanya berdua dengan Bryan.
Max dan Sam bergidik geli. Melihat tingkah nakal Laura. Wanita itu terlihat begitu agresif. Mereka tak habis pikir dengan tingkah konyol Bryan yang senang berkencan dan menghamburkan uangnya untuk berkencan dengan wanita yang berbeda setiap malam.
“ayo ke rumahku” Bryan menarik tangan Laura untuk meninggalkan klub. Ia menatap Max sekilas, isyarat agar ia segera membereskan paparazzi itu. Max mengerti. Klab ini adalah miliknya, tidak sekali atau dua kali mendapatkan paparazzi di klubnya. Sepertinya ia harus meningkatkan keamanan klubnya itu, jika tidak. Mereka akan dengan mudah membuat berita-berita miring hanya dengan beberapa lembar foto jepretannya.
Max memanggil beberapa pengawal yang tak jauh dari tempatnya duduk dengan isyarat tangannya. Dalam hitungan detik, beberapa pria berbadan besar sudah berada tepat dihadapannya.
Aaaah... terdengar jerit kesakitan dari seorang lelaki. Wajanya membiru akibat pukulan, darah mengucur dari mulutnya. Ia tersungkai jatuh kelantai setelah seorang pria bertubuh kekar menendangnya tanpa ampun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!