"Dira, ayo kita pergi!" ajak Luna sambil menarik tangan Dira.
"Pelan-pelan kenapa Lun, kamu gak tau kan aku lagi ada perlu dengan wanita itu," ucap Dira.
Dira tadi sedang berantem dengan teman kampusnya, begitulah dia gadis yang pemberani. Dia tidak pernah takut pada siapapun apalagi dalam keadaan tidak bersalah.
Luna membawa Dira masuk kedalam sebuah ruangan dan menyuruh Dira untuk duduk.
"Apa apaan kamu, Lun!" ucap Dira kesal dengan perlakuan temanya itu.
"Dira, untuk apa kamu berantem dengan Sisil?" tanya Luna sembari merapikan rambut Dira yang berantakan.
" Sisil mengganggu anak baru di kampus ini, jadi harus di kasih pelajaran," ucap Dira dengan wajah murung. Luna adalah gadis yang lembut berbeda jauh dengan Dira, dia selalu mengalah setiap ada orang yang mengganggunya.
Nisa tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua, dengan membawa makanan yang dia pegang di kedua tangannya, mulutnya masih penuh mengunyah makanan itu. Melihat Nisa yang baru datang tiba-tiba Dira tertawa terbahak-bahak.
"Dari mana kamu, Nisa?" tanya Luna dengan sedikit kesal melihat kelakuan Nisa.
Bukan menjawab pertanyaan dari Luna dia justru memperhatikan Dira yang sedang menertawainya.
''Dira rambut kamu berantakan sekali, kamu habis ngapain?" tanya Nisa kaget melihat penampilan Dira yang acak-acakan.
"Gara-gara Sisil jadi kayak gembel begini," jawab Dira kesal.
"Pasti habis berantem ya?" hahaha.... tanya Nisa sambil tertawa.
"Aku duluan," sahut Luna sembari meninggalkan kedua temannya itu.
"Lun... Luna... aku ikut!" ucap Dira lari mengejar Luna.
Sementara Nisa masih bengong di tempat melihat kedua temannya telah pergi, setelah sadar dia lalu bergegas mengikutinya.
"Kita telat masuk kelas Pak Arkan, semua ini gara-gara kamu Dira!" ucap Luna.
"Kenapa kamu menyalahkan aku Lun, harusnya kamu tadi langsung masuk kelas biar gak telat," sahut Dira.
"Iya semua ini gara-gara Dira," ucap Nisa yang tiba-tiba di belakang mereka.
Dira lalu mengetuk pintu kelas mereka yang tertutup, terlihat seorang dosen sedang mengajar di dalam kelas.
"Masuk!" Sahut pak Arkan setelah mendengar ketukan pintu.
"Pak... saya.... " Dira baru saja akan bicara tapi pak Arkan menyahutnya.
"Dari mana kalian?" tanya pak Arkan.
"Semua ini gara-gara Dira, pak," jawab Nisa.
"Kalian bertiga kerjakan buku ini sampai selesai, besok di kumpulkan saat jam kelas saya!" kata pak Arkan sambil menatap Dira, Luna dan Nisa.
"Pak," saya harus kerja tolong jangan banyak tugasnya, " ucap Dira dengan wajah melasnya.
"Mau di tambah lagi?" tanya pak Arkan.
"Luna, kenapa kamu diam tidak menjelaskan apapun?" tanya Nisa dengan santainya.
Luna tidak menjawab pertanyaan temanya itu, dia tau tak seharusnya melerai Dira dan langsung masuk kelas tapi demi temannya dia rela di hukum bersama.
"Ya sudah, sekarang kalian lebih baik keluar kelas dan kerjakan tugas itu!" perintah pak Arkan.
Lalu mereka bertiga keluar kelas dan menuju perpustakaan untuk mengerjakan tugas. Di dalam perpustakaan mulai lagi mereka berdebat.
"Dira, ayo kita mulai kerjakan tugas ini!" ajak Luna.
"Aku harus kerja, lagian ini juga sudah siang waktunya kita pulang," ucap Dira.
"Benar Luna, aku lapar sekali kita harus ke kantin, " sahut Nisa si tukang makan.
"Kalian pergi saja biar aku kerjakan sendiri!" Luna mengusir Dira dan Nisa.
Setelah Dira dan Nisa pergi, Luna segera mengerjakan tugas itu di perpustakaan.
🌱🌱🌱
Dira langsung bergegas pergi menuju tempat kerjanya yang tidak jauh dari kampus.
"Sialan gak ada angkot!" ucap Dira reflek kakinya menendang sebuah botol dan mengenai kepala seseorang yang berjalan didepannya.
"Kamu!" kaget orang itu.
"Maaf, saya tidak sengaja pak," ucap Dira sambil menundukkan kepala.
"Saya tambahin hukuman kamu!" marah pak Arkan.
"Ini di luar kampus pak, jadi bapak tidak berhak menghukum Dira!" ucap Dira lagi.
Pak Arkan lalu menatap Dira begitu juga dengan Dira menatap kembali pak Arkan, kemudian meninggalkan pak Arkan begitu saja.
"Akhirnya nyampai juga di tempat kerja," ucap Dira dalam hati. Dia bergegas masuk ke dalam cafe itu.
Dira kerja di sebuah cafe untuk menambah biaya kuliahnya karena dia ingin mandiri tanpa merepotkan orang tuanya.
"Dira, hampir saja kamu terlambat," kata salah satu teman kerja Dira.
"Semua gara-gara dosen sialan itu!" ucap Dira sambil berlalu meninggalkan temanya.
Dira menuju ke ruang ganti untuk mengganti pakaian kerjanya, Dira kerja di sebuah cafe sejak masuk kuliah dia sebenarnya adalah orang yang berkecukupan tapi, karena bosan hidup dengan pemberian orang tua dia memutuskan untuk berkerja secara diam-diam.
"Dira, kamu antar pesanan ini ke meja nomor tiga ya!" suruh seorang temannya.
"Baik, saya akan antar sekarang," ucap Dira sambil membawa pesanan itu ke meja pengunjung cafe.
"Permisi kak, ini pesanan kakak." ucap Dira sembari menyerahkan makanan yang di pesan pelanggan itu.
"Dira.... kaget pelanggan itu.
"Udah...tidak usah kaget begitu," jawab Dira dengan santainya.
"Hahaha... ternyata kamu seorang pelayan cafe?" kata Sisil, dia kaget ternyata Dira teman kampus yang sering berantem dengan dirinya seorang pelayan.
"Kalau iya kenapa?" jawab Dira sambil melotot melihat Sisil.
"Guys... lihatlah teman kita ini, yang sok jagoan ternyata seorang pelayan," ucap Sisil kepada teman-temanya yang tak lain geng Sisil.
"Ini bakalan jadi berita heboh di kampus," ucap salah satu teman Sisil.
"Ada apa ini?" tanya seorang yang baru datang.
"Mereka teman Dira pak," jawab Dira.
"Hello... sejak kapan kita berteman Dira?" ucap Sisil sontak teman mereka tertawa.
Dira sebenarnya geram menahan amarahnya tapi dia ingat harus konsisten dalam berkerja. Apalagi ada bos nya yang baru datang. Dira meninggalkan meja Sisil dan harus mengantar pesanan ke meja lain, terlihat Sisil dan teman-temannya masih meledek Dira dan menertawakan.
"Dira, kenapa kamu diam saja di hina seperti itu?" tanya pak Dhimas pemilik cafe itu.
"Pak... kalau Dira ladenin itu anak, meja dan kursi yang ada di dalam cafe bapak bisa hancur," jawab Dira sembari menyiapkan pesanan.
"Saya perhatikan dari tadi kalau orang itu tadi tidak suka sama kamu," ucap pak Dhimas.
"Tadi pagi kita habis berantem pak, dan gara-gara mereka saya terlambat masuk kelas dosen nyebelin," terang Dira.
"Dira kamu masih saja panggil saya bapak," apa saya sudah tua?" tanya pak Dhimas.
"Bukan karena tua pak, tapi bapak bos saya jadi Dira harus menghormati bapak," terang Dira.
"Hahaha... kamu bisa aja Dira, ya sudah saya pamit dulu lanjutkan pekerjaan kamu!"pamit pak Dhimas.
Setelah Dhimas pergi Dira melanjutkan pekerjaannya, mereka sudah lama mengenal tapi Dira masih sangat menghormati bosnya itu.
Keesokan harinya di kampus terjadi kejadian yang sangat menghebohkan. Banyak foto Dira terpampang di mading kampus itu, siapa lagi kalau bukan ulah Sisil dan gengnya. Diam-diam dia mengambil foto saat Dira sedang melayani pengunjung cafe.
"Teman-teman semuanya lihat dong salah satu teman kita ternyata seorang pelayan cafe," ucap Sisil kepada semua mahasiswa yang sedang melintas di tempat pemasangan mading itu.
"Apa yang kamu lakukan Sisil?" tanya Luna yang baru saja datang dan melihat foto temannya.
"Luna... Dira ternyata seorang pelayan cafe ya, kenapa kamu tidak pernah cerita?" tanya Sisil dengan nada meledek.
"Cepat bersihkan foto itu sebelum Dira datang!" bentak Luna pada Sisil.
"Sabar neng, biar semua tau dulu," jawab Sisil seenaknya.
Luna dengan kesal mencopoti foto itu tetapi salah satu teman Sisil ada yang mendorong Luna hingga jatuh ke lantai.
"Hentikan!" bentak salah satu dosen yang melihat kejadian itu.
Sisil dan gengnya meninggalkan Luna yang masih jatuh tersungkur di lantai.
"Bubar... bubar kalian semua!" kata dosen itu menyuruh mahasiswa yang masih berkerumun di tempat itu pergi.
"Kamu tidak apa-apa kan Luna?" tanya dosen tadi sambil membantu Luna untuk berdiri.
"Saya tidak papa kok pak," jawab Luna sembari melanjutkan mencopot foto Dira yang masih menempel di papan.
"Siapa yang memasang foto Dira disini Luna?" tanya pak Arkan yang tiba-tiba datang dan melihat Luna mencopot foto Dira.
"Pak Arkan.... Sisil pak," jawab Luna.
"Pak Arkan selaku dosen disini kita tidak bisa membiarkan masalah ini," ucap dosen yang menolong Luna.
"Benar pak nanti saya akan panggil Dira ke kantor untuk menjelaskan semua ini," ucap pak Arkan.
"Iya pak... kalau begitu saya masuk kelas dulu," pamit dosen yang menolong Luna.
"Pak kenapa Dira yang di panggil ke kantor bapak?" tanya Luna, dia tidak terima kalau Dira yang di beri hukuman nantinya.
"Tugas yang kemarin mana Luna?" tanya pak Arkan mengalihkan pembicaraan.
"Ada kok pak... !" ucap Luna sembari mengambil tugas yang ada di dalam tas dan memberikan pada pak Arkan.
"Terimakasih Luna kamu sudah mengerjakan, sekarang masuk ke kelas!" suruh pak Arkan.
"Saya masih menunggu Dira dan Nisa pak," ucap Luna.
Pak Arkan pergi meninggalkan Luna, karena jam mengajar di kelas lain sudah tiba. Luna masih setia menunggu ke dua sahabatnya itu.
"Luna.... Dira mana?" tanya Nisa sambil berlari ke arah Luna.
"Belum datang itu anak," jawab Luna sedikit kesal.
"Ayo kita duluan ke kelas!" ajak Nisa.
"Kamu duluan aja, aku mau nungguin Dira," tolak Luna.
Beberapa saat kemudian yang mereka tunggu akhirnya muncul juga batang hidungnya.
"Hai, Luna, Nisa!" maaf menunggu lama," kata Dira dengan santainya tanpa tau apa yang baru saja terjadi.
"Dira, tadi ada yang pasang foto kamu di mading ini," adu Luna.
"Hah... pasti ulah Sisil ini, di mana anak itu biar aku beri pelajaran!" ucap Dira sambil mengamati sekeliling kampus untuk melihat keberadaan Sisil.
"Tenang dulu Dira," ucap Luna menenangkan Dira.
"Wah...Dira bentar lagi terkenal dong jadi artis di kampus," Nisa asal bicara.
"Nisa!!!" bentak Luna.
"Kamu diem aja Nisa, sana ke kantin cari Sisil... buruan!" suruh Dira. Nisa pun langsung bergegas menuju ke kantin untuk mencari Sisil.
"Dira, kamu bisa di do kalau begini caranya," ucap Luna.
"Aku gak peduli, kemarin di cafe Sisil sudah mempermalukan aku, sekarang cari masalah dia!" terang Dira.
Tak lama kemudian Nisa datang menghampiri mereka berdua dan bilang kepada Dira kalau Sisil sedang berada di kantin, Dira langsung pergi menuju kantin.
"Nisa, kenapa kamu kasih tau Dira?" tanya Luna, dia sangat panik takut Dira bikin masalah.
"Luna jangan salah kan aku, kamu kan tau kalau Dira yang menyuruhku tadi," bela Nisa.
Mereka berdua berlari menyusul Dira ke kantin, takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.
"Pelayan datang, ayo kita pesan makanan guys," ucap Sisil kepada gengnya saat melihat kedatangan Dira.
"Hai!" Dira mengebrak meja kantin yang sedang di duduki Sisil dan gengnya.
"Ada apa pelayan, jangan marah dong!" kata Sisil.
Sontak Dira langsung menjambak rambut Sisil dan menariknya tanpa menghiraukan teriakan Sisil.
"Mau kamu apa?" tanya Dira dengan nada membentak.
"Lepaskan dulu!" ucap Sisil dengan teriak.
Dira melepaskan rambut Sisil dan mendorong Sisil hingga jatuh dari tempat duduknya. Geng Sisil tidak ada yang berani menolong Sisil karena takut dengan Dira.
"Cepat jelaskan! apa mau kamu?" tanya Dira pada Sisil.
"Aku gak suka sama kamu Dira, selalu mengganggu kesenangan ku di kampus!" kata Sisil.
"Dira... !!! hentikan!" ucap Luna dari kejauhan.
"Luna, kenapa kamu kesini?" tanya Dira.
"Biarkan Dira berantem Luna, kita lihat saja," sahut Nisa yang begitu senang.
Semua yang ada di kantin melihat ke arah Nisa, mereka heran dengan Nisa bukanya melerai malah senang melihat temanya berantem.
"Aku ada penawaran buat kamu Dira," ucap Sisil sambil memegang kepala bekas jambakan Dira.
"Penawaran apaan?" jawab Dira singkat.
"Bagaimana kalau kamu bantu aku?" tanya Sisil penuh dengan teka-teki apa mau nya.
"Gak usah berbelit Sil!" ngomong aja apa mau kamu?" kata Dira sedikit emosi mendengar permintaan Sisil yang tidak jelas menurutnya.
"Sudah Dira, ayo kita pergi dari sini!" jangan dengerin omongan Sisil," ajak Luna, dia tidak mau Dira terlibat dengan Sisil.
"Urusan kita belum selesai Sil!" kata Dira berlalu begitu saja meninggalkan kantin, lalu Luna dan Nisa mengikuti Dira.
Saat akan berjalan menuju kelas mereka bertemu dengan pak Arkan, Dira di minta untuk segera menemuinya di kantor saat ini juga.
"Pak, saya bisa ketinggalan mata kuliah lagi kalau bapak panggil Dira ke sini," kata Dira sembari mendudukkan dirinya di kursi ruangan pak Arkan.
"Dira, kamu ada masalah apa dengan Sisil?" tanya pak Arkan.
"Gak ada, dia cuma tidak terima waktu gangguin anak baru Dira nolongin itu anak, saya salah pak?" tanya Dira dengan ketus.
"Harusnya kamu jangan berantem seperti itu Dira, tidak harus dengan kekerasan," jelas pak Arkan.
"Dira membela diri pak, dia duluan yang mulai dorong Dira," ucap Dira meyakinkan pak Arkan.
"Terus kenapa kemarin kamu tendang kaleng sampai kena kepala saya?" tanya pak Arkan.
"Itu lagi... pak saya kemarin sudah minta maaf sama bapak dan kejadian itu di luar kampus," terang Dira.
Tiga puluh menit kemudian baru selesai perdebatan mereka, akhirnya Dira mendapat surat peringatan untuk pertama kalinya.
Dira segera keluar dari ruangan pak Arkan dan memberitahukan pada Luna dan Nisa, Luna tidak terima karena hanya Dira yang mendapatkan surat peringatan sedangkan Sisil tidak sama sekali.
Dira hari ini libur tidak masuk kuliah, dia malah asyik dengan hewan peliharaannya seekor kucing yang di beri nama cici.
"Dira kamu tidak masuk kuliah hari ini?" tanya mamah Meri saat masuk ke dalam kamar Dira, dia khawatir dengan Dira tidak biasanya bangun siang.
"Libur hari ini mah, nanti siang Dira kerja," jawab Dira sambil mengelus-elus bulu cici.
"Kalau papah kamu tau kamu kerja bagaimana?" tanya mamah Meri, sudah sering memperingatkan Dira untuk tidak berkerja tapi Dira selalu tak menghiraukan mamahnya.
"Mah... sudah jangan bahas itu lagi!" ucap Dira lalu memeluk mamahnya.
"Ya sudah, ayo kita sarapan dulu!" ajak mamah Meri yang selalu sabar menghadapi Dira.
Mereka segera keluar dari kamar Dira menuju ruang makan, karena sudah ada papah dan Vio adik Dira yang sangat cantik.
"Pagi pa... !" sapa Dira pada papahnya. Dira segera mendudukkan dirinya di depan meja papahnya.
Pak Aryo tersenyum ke arah Dira dan menyambut sapaan dari sang anak kesayangannya itu.
"Dira, kamu libur hari ini?" tanya papahnya.
"Iya... pa tapi nanti siang Dira mau keluar, boleh kan pa?" tanya Dira. Pura-pura minta izin padahal kalau mau keluar kerja dia sering lompat dari jendela untuk keluar rumah.
"Boleh, asal di antar sopir dan jangan pulang malam," jawab pak Aryo.
"Dira sendiri aja pa... kan ada Luna dan Nisa juga," jelas Dira.
"Ayo kita sarapan pa.. ma.. kakak jangan ngobrol terus nanti Vio terlambat masuk sekolah!" ajak Vio adik Dira yang masih duduk di bangku SD.
Keluarga itu akhirnya menikmati sarapan pagi mereka sebelum melakukan aktivitas masing-masing, Pak Aryo yang hari ini akan kembali untuk berkerja di luar kota dan Mamah Meri akan berkerja di butik miliknya. Vio adik Dira akan sekolah sementara Dira di rumah.
🌱🌱🌱
Luna pagi ini sibuk membantu ibunya yang berjualan makanan di pagi hari, karena Luna anak dari keluarga yang kurang mampu tapi dia anak yang cukup pintar sehingga bisa masuk di kampus yang bagus di kota itu dengan bantuan beasiswa.
Biasanya sepulang dari kampus dia selalu membantu ibunya berjualan, mengingat dia hanya hidup dengan seorang ibu, karena ayahnya sudah meninggal sejak Luna masih kecil.
"Ibu lebih baik baik istirahat dulu ya?" biar Luna yang jaga," kata Luna kepada ibunya sambil merapikan dagangan di atas meja.
"Luna lebih baik kamu mandi, terus berangkat kuliah nanti terlambat lho... biar ibu saja yang jualan," ucap Ibu Luna.
"Libur bu, hari ini kebetulan juga tidak ada tugas," terang Luna, dia menatap ibunya merasa kasihan melihat ibunya mencari nafkah sendiri.
"Kamu kenapa lihat ibu seperti itu, Lun?" tanya ibu Luna nampak keheranan dengan sikap putrinya.
"Bu... kalau Luna ikut Dira berkerja boleh tidak?" tanya Luna dengan lembut.
"Kamu tidak kasihan sama ibu, di rumah sendiri?" ibunya balik bertanya.
Luna langsung memeluk wanita paruh baya itu dengan penuh kasih sayang, harta yang dia miliki sekarang hanyalah ibunya begitu juga sebaliknya yang di miliki oleh ibunya hanya Luna, suatu saat bisa hidup bahagia itu harapan ibu Luna.
🌱🌱🌱
Nisa pagi ini masih tertidur dengan pulas, dia terbangun saat mencium aroma masakan dari mamahnya. Dia langsung bergegas bangun dari tidurnya menuju ke dapur.
"Ma... mamah masak apa?" tanya Nisa sambil mengendus bau masakan mamahnya.
"Kebiasaan kamu ya... sana cuci muka, gosok gigi dulu!" marah sang mama.
"Tapi...mah!" bau masakan mamah membuat Nisa lapar," ucap Nisa sembari mengambil piring.
"Nisa jangan membuat mamah habis kesabaran ya?" di mana-mana anak perawan kalau bangun tidur mandi dulu baru sarapan!" omel mamahnya sambil menata hidangan di meja makan.
"Iya mah," jawab Nisa sambil berjalan menuju ke kamarnya lagi dan melanjutkan tidur.
🍟🍟🍟
Dira merapikan bajunya di depan cermin rias nya, dia sudah bersiap untuk berangkat berkerja, karena di rumah tidak ada orang dia pergi begitu saja. Kebiasaan Dira saat berangkat ke tempat kerja selalu naik angkot.
Saat di tengah perjalanan dia bertemu dengan teman saat masih SMA.
"Dira.... !" kaget Elang, dia teman Dira saat masih SMA lebih tepatnya adalah kakak kelas Dira.
"Elang... kamu kok bisa di sini?" tanya Dira.
Elang sudah lama pindah ke luar kota saat masih SMA dulu.
"Iya Dira, aku akan melanjutkan kuliah di kota ini lagi, kamu mau kemana?" jawab Elang.
"Aku mau kerja di cafe dekat kampus yang ada di jalan x," ucap Dira.
"Dira, orang tua kamu kan orang kaya ngapain kamu repot- repot kerja!" ucap Elang, dia tau kalau Dira berasal dari keluarga yang berada.
"Aku ingin merasakan seperti Luna, dia hidup sangat sederhana, dari pada uang papah aku habiskan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat mending aku tabung," jelas Dira.
"Luna... ?" Luna yang pinter itu?" tanya Elang kaget saat mendengar nama Luna.
"Iya tentu saja dia, sahabat aku," ucap Dira sambil tersenyum.
"Kamu gak capek jalan kaki?" tanya Elang lagi.
"Udah biasa kali, gak usah manja napa!" jawab Dira.
"Dira sejak kapan kamu berubah jadi anak yang mandiri, padahal saat kita masih SMA kamu manja banget, kemana-mana di antar sopir kena matahari dikit aja udah merengek kaya bocah belum di kasih jajan!" kata Elang sambil menatap ke arah Dira.
"Setiap orang bisa berubah kapan saja Elang, jangan suka menghakimi orang lain, kalau kita tidak mengenalnya dengan baik," ucap Dira sok bijak.
"Tapi bawelnya gak ilang!" ucap Elang sembari mengacak-acak rambut Dira.
"Kebiasaan kamu kalau ketemu aku," kata Dira sembari mencubit tangan Elang.
"Sakit... jangan main cubit!" aku kira kamu sudah berubah ternyata sama saja!" kata Elang, dia menahan sakit karena cubitan Dira.
Tidak berasa mereka sampai di tempat kerja Dira, Elang sengaja menemani Dira jalan kaki sampai di tempat kerja, kebetulan waktu jalan kaki dia bertemu Dira. Elang adalah kakak kelas Dira waktu di SMA, dia juga tetangga Dira.
Rumah Elang dekat dengan rumah Dira, orang tua mereka juga sudah saling mengenal.
Elang segera berpamitan pada Dira untuk pulang ke rumah, sementara Dira masuk ke dalam cafe dan berkerja seperti biasanya.
"Jauh juga ternyata tempat kerja Dira, tapi sejak kapan anak manja itu jadi mandiri?" batin Elang.
Dia masih keheranan dengan sikap Dira saat ini, tak menyangka tetangga sekaligus teman bisa berubah setelah sekian lama tidak bertemu.
Elang berencana untuk datang ke rumah Dira sekalian bersilaturahmi dengan keluarga Dira.
Bersambung..........
Di tunggu ya kelanjutannya 🤗🤗🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!