NovelToon NovelToon

Siomayku Sayang

gadis pemulung

Sesuatu seolah mengejar ku. Aku berlari sekuat tenaga,dengan terengah engah ku keluarkan kemampuan berlariku.

"Tidak,aku tidak boleh tertangkap,cepat!!!",hatiku bergumam sendiri.

Tapi semakin cepat aku berlari,semakin cepat pula suara gemericik itu sampai ke telingaku,ku coba bertahan....dan....dan.....ya...h,basah deh,akhirnya aku kehujanan.

Aku tak membawa payung,karena di rumah memang tak ada payung. Yap, aku tak bisa seperti orang orang yang bisa sedia payung sebelum hujan,boro boro untuk payung,untuk uang jajan atau makan pun aku harus memeras keringat banting tulang untuk memulung di jalanan. Hidup memang begitu sulit ku rasakan. Ayahku adalah seorang pemulung dan ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Adikku di rumah ada 5 orang dan aku adalah anak sulung,gadis yang harus rela dan ikhlas untuk bekerja membantu orang tua di masa remajaku. Tapi aku bersyukur, Allah masih memberikan aku kesempatan untuk bersekolah sampai SMA. Aku mendapatkan bantuan untuk bersekolah.

Orang orang yang ku lewati nampak memperhatikanku,gadis berkerudung yang berjalan kebasahan,ada yang sepertinya membicarakan ku. Aku berteduh di bawah pohon rindang di pinggir jalan. Terdengar suara klakson mobil,"Tin tin!!!!", akupun tersadar dan mulai mencari sosok di dalam mobil.

"Is, ayo naik mobil,bapak anterin!",tiba tiba seseorang membuka kaca mobil sambil berteriak.

"Pak Yanto?oh,saya kira siapa,tidak apa apa pak,saya mau jalan aja,lagi pula baju saya basah,nanti basah lagi kena kursi mobil". Aku sembari tersenyum.

"Tidak apa apa,ayo masuk!nanti kamu terlambat ke sekolah",Pak Yanto memaksa.

"Oh,iya deh Pak", mendengar kata terlambat akupun setuju dan segera masuk ke mobil.

Pak Yanto adalah tetanggaku,dia sangat baik padaku. Mungkin dia merasa kasihan melihat aku yang basah kuyup sendirian di jalan.

Akupun membuka pintu mobil,rupanya aku tidak sendiri menjadi penumpang,ada seorang lelaki yang sangat tampan tersenyum kepadaku dan aku hanya bisa tersenyum terpaku. Detak jantungku seperti terpacu lebih cepat dan aku tak bisa berkata apa apa.

"Silahkan masuk,De!!!". Diapun mempersilahkan ku masuk ke mobil. Aku hanya bisa mengangguk kaku. Itu adalah pertama kalinya aku melihat seorang manusia yang sempurna,seperti tak ada cela, dengan sekali tatapan dapat ku lihat kulitnya yg putih, bibirnya yang mungil, dia seperti orang korea yang ku lihat dalam drama.Ingin sekali aku menjadi cacing sehingga akupun bisa masuk ke dalam tanah dan bersembunyi.

Di dalam mobil aku tak bisa berkonsentrasi, aku gelisah karena merasa seperti langit dan bumi. Walaupun aku adalah seorang rakyat jelata yang hanya memungut sampah jalanan,tapi ketika aku melihat orang seperti ini,hatiku pun bergetar, walau aku hanya bisa tersenyum merasa lucu, karena tak mungkin akan ada cerita romansa seperti yang ku bayangkan akan terjadi antara kami.

Di mobil kami tak berkomunikasi sedikitpun, aku hanya menjawab pertanyaan yang diajukan Pak Yanto sekitar diriku yang berjalan sendiri di hari hujan dengan basah kuyup dan tentang keseharian ku di rumah. Pokoknya dan lain lain.

Kamipun tiba di sekolah ku, aku pun turun dari mobil dengan cepat, aku merasa pengap kalau harus terus berada pada keadaan seperti itu. Tak lupa ku ucapkan terimakasih pada Pak Yanto dan orang yang duduk di kursi belakang itu. Kamipun berpisah dan mobil melaju.

Bu Yanti sudah menunggu ku di gerbang sekolah, dengan wajah bengis yang menyeramkan, diapun menatap ku dan berkata,

"kamu terlambat,jadi kamu akan di hukum membersihkan kamar mandi sekolah selama seminggu".

"Tapi Bu saya kehujanan jadi terlambat",aku mencoba memohon agar tak dihukum

"kehujanan apa?masa naik mobil kehujanan? lagipula saya penasaran kamu itukan orang miskin,kok, bisa naik mobil?itu mobil siapa?awas ya jangan sampai ibu mendengar sesuatu hal yang membuat sekolah ini tercoreng, jadi hati hati".

Kata kata miskin itu membuat aku jengah,tak seharusnya seorang guru berkata begitu,"dasar guru tak ada akhlak", dalam hati ku menggerutu. Tapi hanya itu saja yang bisa kulakukan. Ibu Yanti memang sudah tak menyukai ku dari awal aku masuk SMA favorit ini.Aku yang hanya seorang pemulung yang sudah tak berduit tak berotak pula, penampilan ku juga jauh dari kata sempurna, makanya ia tak suka jika ada orang seperti ku. Kadang dia berkata 'menghalangi pemandangan' jika melihat ku.

"Bukan begitu Bu.....",aku mencoba menjelaskan

"Alah, bukan apa? sudah sekarang pergi ke kamar mandi dan bersihkan!!!".Bu Yanti sambil menunjuk arah kamar mandi.

Aku hanya bisa menghela nafas dan pasrah, seorang seperti ku memang tidak jauh dari kata 'pasrah'.

Aku pun segera pergi ke kamar mandi,disana aku di sambut the geng YoVi and the NuNo (Yolan,Vira,Nuri dan Novi), mereka tersenyum sinis melihat ku

"Kamu memang pantasnya disini,di kamar mandi". Yolan sambil menggoyangkan kepalaku dengan jarinya.

"Bersihin tuh kamar mandi biar bersih!!",Novi ikut berbicara.

"Kenapa sih kalian senang melihat aku menderita?", akupun bertanya pada mereka.

"Ha...ha...aku memang suka melihat orang yang miskin kaya kamu menderita". Yolan si ketua geng sambil tertawa puas.

"Aku tidak bersalah apapun pada kalian, kenapa kalian terus saja mengganggu ku?".

"Kamu memang salah, siapa suruh kamu miskin!!! orang miskin,kumel dan kucel seperti mu tidak boleh ada di tempat seperti ini, menjijikkan!!!!".

"Kalian pikir saya mau jadi orang miskin, saya juga mau hidup seperti Kalian, tanpa beban, uang melimpah di mana mana". Aku sambil menangis,mengalirlah air mata ku.

Tiba tiba "byurrr!!!",mereka mengguyurku dengan air bekas pelan kelas lain.

"Itu derita lo,emang gue pikirin",Yolan and the geng sambil berjalan berlalu..

Akupun menangis sejadi-jadinya, orang orang tak akan mendengar tangisanku, karena kamar mandi agak jauh dari kelas dan kantor guru. Siswa yang berada di toilet hanya memandangiku tanpa berbuat apapun, mereka membicarakan ku dengan berbagai opini mereka,ada yang memelas,ada juga yang setuju, tapi kebanyakan mereka hanya diam. Mereka pun tak bisa berbuat apa-apa, karena Yolan adalah pemilik sekolah ini, tak ada yang berani melawannya.

Dari luar terdengar seseorang berlari dan menghampiriku. Ternyata Sofia, sahabatku. Dia langsung memelukku dan ikut menangis bersamaku, malahan tangisannya lebih heboh dari tangisanku, akupun berhenti menangis karena merasa kasihan padanya. Tapi Sofia tetap tak berhenti menangis

"Sofia, sudahlah jangan menangis,aku sudah tak sedih lagi",aku sambil menyeka air matanya,tapi tangisannya terus mengalir,mengalun seperti lagu kesedihan.

"Isna, yang sabar ya!ayahmu....", Sofia kembali sesegukan.

"Ayahmu sudah meninggal!!!".

"Apa...... apa yang kamu bicarakan???",aku seperti tak percaya, seperti mendengar suara petir di siang bolong.

"Ayahku kenapa???", akupun kembali bertanya.

"Ayahmu sudah meninggalkan dunia ini,baru saja aku mendapat telepon dari ibumu, dia berkata ayahmu sudah meninggal tadi ketika kamu berangkat ke sekolah".Sofia bercerita sambil berurai air mata.

Akupun kembali menangis sekeras yang ku mau. Lengkaplah sudah penderitaanku,aku kini adalah seorang anak yatim.

Hutang

Aku meminta izin untuk pulang lebih cepat.Sofia ikut izin untuk menemaniku. Dia adalah sahabatku dari kecil,kami di sekolah yang sama ketika tk.Walaupun dia adalah orang yang kaya,tapi dia tak pernah pilih pilih dalam berteman,itu yang sangat aku sukai darinya. Dia juga yang sebenarnya menolong aku untuk bisa bersekolah di sini,ayahnya adalah salah satu saudara dari pendiri sekolah ini,jadi ayahnya yang mengajukan aku untuk bisa mendapatkan bantuan.

Langkahku gontai,seperti tak berarah,serasa berjalan tapi tak menapak di bumi. Aku berjalan keluar gerbang sambil berurai air mata,seorang kakek penjual siomay mendekatiku.

"yang sabar ya Neng!,Allah lebih sayang ayah Neng,kakek ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya,mudah-mudahan diterima ibadahnya dan diberikan tempat terbaik di sisi-Nya",sambil memegang pundakku,

"Aamiin,terimakasih Aki Somad,terimakasih banyak untuk do'anya".Aku kembali berurai air mata.

Kakek penjual siomay yang baik hati,Aki Somad selalu memberikan seporsi siomay jika aku istirahat.Dia tak pernah mau jika ku bayar,untuk kebaikannya aku selalu membantunya mencuci piring yang kotor,membereskan dagangannya saat mau pulang,apapun yang bisa ku lakukan.

Sofia mengantarkanku dengan mobil ayahnya,sengaja ia memanggil supirnya,agar aku tidak perlu berjalan kaki untuk pulang. Di mobil Sofia menenangkanku,dia menepuk-nepuk pundakku sambil memegang tanganku,aku hanya bisa menangis dan tak bisa berkata apapun. Terbayang kenangan kami ketika bersama. Dahulu ayahku adalah seorang pengusaha sukses,akupun sempat merasakan kehidupan yang lebih dari cukup,kami selalu berjalan-jalan ke luar negri untuk liburan setiap hari minggu,membeli berbagai macam mainan yang mahal,tinggal di rumah mewah yang layak dan nyaman.Tapi semenjak temannya berkhianat,ayahku pun jatuh bangkrut. Ayahku sempat mencoba bangkit dan kembali merintis usaha,tetapi rupanya ayahku terus jatuh dan akhirnya memulung menjadi pilihan untuk bertahan hidup.

Sesampainya di rumah,terdengar riuh tangisan ibuku dan adik adikku,Bibi Ela juga orang orang kampung pun penuh memadati rumah. Dengan setengah berlari aku masuk ke rumah dan melewati kerumunan orang,sampailah aku di dekat jenazah. badanku tak sanggup menahan pedihnya hati ini,akupun terjatuh. Seketika air mataku kembali berjatuhan deras tak tertahan,ku panggil ayahku dalam tangisan,ku buka kain penutup berwarna putih di hadapanku,ku usap air mataku agar tak menetesi jenazah,ku cium jenazah ayahku,ku gumamkan ucapan dalam hati

"Selamat tinggal ,ayah!aku akan menjadi saksi bahwa ayah adalah ayah terbaik yang layak untuk masuk syurga,semoga engkau diberikan tempat terbaik di sisi-Nya,sampai saatnya nanti kitapun akan bertemu di akherat,semoga bisa berkumpul di syurga-Nya Allah,ku ikhlaskan kepergian ayahku untuk kembali menghadap-Mu Ya Rabbi".

Hari itupun penuh dengan air mata duka,tangisan yang mengalun,mengalir dan bermuara menjadi bentuk keikhlasan.Apalah diri ini,hanya makhluk Allah yang pasti akan mati dan kematian itu tak tahu kapan akan menghampiri dan kini giliran ayahkulah yang dahulu menghadap-Nya.

Ku buka mataku yang bengkak. Rupanya tak terasa semalaman aku menangis dan tertidur karena kelelahan. Ketika ingat akan ayah,aku mulai meneteskan air mata,begitu cepat hari kemarin berlalu seperti mimpi.Aku meminta izin tiga hari untuk tidak bersekolah agar dapat membantu ibu mengurus berbagai hal sepeninggal ayah. Setelah shalat subuh,ku lihat di dapur hanya ada nasi dan telur,akupun mempunyai ide untuk memasak nasi goreng. Setelah memasak di dapur ku lihat ibu baru selesai shalat dan mengaji,adik adikupun satu persatu pergi ke kamar mandi dan melaksanakan shalat.

Adikku yang bungsu namanya Rina,dia baru kelas IV SD,kakaknya laki-laki,Ridho kelas 1 SMP. Lalu Erna kelas 3 SMP,Edo kelas 1 SMA dan terakhir aku,Isna kelas 3 SMA. Aku tahu betapa tangguhnya ayah dan ibu sampai aku dan adik-adikku bisa bersekolah,mereka berusaha agar kami tidak putus sekolah,sampai sampai kamipun menjadi keluarga pemulung. Kami selalu saling membantu ketika di rumah ataupun ketika memilah sampah-sampah yang kami bawa dari memulung. Kebanyakan dari kami mendapatkan bantuan untuk bersekolah. Tapi sebenarnya itupun belum cukup,ayah dan ibu harus berhutang untuk membelikanku dan adik-adikku baju dan berbagai keperluan sekolah. Jika ingat akan itu,aku selalu ingin menangis.

"Assalamu'alaikum!!",Bibi Ela membuka pintu,

"Wa'alaikum salam!!Bi,ayo masuk,kita makan,Isna sudah masak nasi goreng",aku sembari membuka pintu

"Pagi-pagi udah masak nasi goreng?",Bibi Ela bertanya,

"Iya,ibu dan adik-adik belum makan dari kemarin".

Ku ambil piring dan nasi yang tadi ku goreng dan ku bagi sesuai porsi masing-masing.

Tiba-tiba terdengar suara orang-orang mengetuk pintu dengan keras sambil berteriak,

""Buka pintunya!!!".

Kami semua kaget,

"Iya,ada apa ya?",ibuku keluar kamar sambil bertanya,

"Buka pintunya!!!!,kalau tidak kami dobrak pintu ini!!!",orang-orang itu dengan nada mengancam,aku segera membuka pintu,

"Iya,Pak,ada apa?",aku bertanya ketakutan

"Bayar hutang mu!!!kalian berhutang banyak pada klien kami",salah seorang dari mereka menceritakan tujuannya,

"Hutang apa Pak?berapa?".Aku jadi semakin penasaran dan keheranan.

"Hutang uanglah,bawa ke sini 50 juta,saya tidak mau tahu,pokoknya kalian harus bayar hutang,kalau tidak nyawa kalian taruhannya",ancaman orang itu semakin menambah ketakutan.

Edo maju dan tidak terima ancaman orang-orang itu.

"Hutang apa Pak?",kami tak pernah berhutang".

"Ha...ha...ha...tanya saja sama ibumu!!!",orang itu sambil menunjuk ibuku.

Pandangan kami semua tertuju pada ibu,ibuku mulai menangis dan berkata

"Iya,Pak,nanti kami bayar tapi hutang kami cuma 5 ratus ribu bukan 50 juta",ibuku menjelaskan.

"Apa katamu?5 ratus ribu?,berapa bulan kamu menunggak bayaran hutangmu?itu baru sedikit saja bunganya,kalau kalian tak membayarnya,hutangmu akan bertambah menjadi 100 juta bahkan lebih,makanya jangan bertele-tele mana uangnya???",orang itu terus memaksa kami membayar hutang,sedangkan uang yang ia tagih tak pernah ada.

"Tapi kami tidak punya uang,suami sayapun baru meninggal kemarin,tolong beri kami waktu",ibuku memohon dengan memelas.

"Apa?memberi kalian waktu?kami sudah cukup bersabar,mana uangnya????".

Orang itu dengan anak buahnya mulai mengacak-acak rumah kami,barang yang ada di dekat mereka dilempar ke berbagai arah,hancurlah barang-barang yang kami miliki.

Edo dan Ridho menghalangi mereka untuk mengambil dan menghancurkan lebih banyak barang.Tetapi mereka mulai memukul Edo dan Ridho dengan tongkat pemukul yang mereka bawa,kami menjerit ketakutan,

"Tolooooong,toloooong!!!!!".

Para tetangga berhamburan ke luar rumah dan datang ke rumah kami,keadaan saat itu sangat kacau.Tiba-tiba salah satu dari mereka akan memukul ibu,akupun menjerit

"Berhenti!!!!",aku spontan berteriak,

"Beri kami waktu satu minggu,kami berjanji akan melunasinya,jadi sekarang silahkan pergi dari rumah ini!!",aku terdesak karena mereka akan memukul ibu,tak sadar membuat janji yang tak tahu apakah bisa ditepati atau tidak.

"Baiklah,kami akan pergi dari sini dan datang lagi satu minggu kemudian,kalau tidak kalian tepati nyawa kalian taruhannya,ayo kita pergi!",mereka pun pergi dari rumah kami,seketika ibu pun jatuh pingsan.

"Ibu!!!",kami semua panik dan membawa ibu ke kamar,Bibi Ela segera membawa teh manis ke kamar,ibuku sudah terlihat siuman,Bibi membantu ibu meminum teh manis. Kembali air mata meleleh dari pipinya,

"Maaf,ibu dan ayah terpaksa meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan kita semua".

kehilangan yang paling berharga

"Ibu tak tahu kalau orang itu adalah rentenir,lalu apa yang harus kita lakukan?",ibuku menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil menangis sesegukan.

Kami semua ikut menangis. Aku segera meminta maaf,

"Maafkan Isna juga,Bu,karena membuat ibu

tambah pusing dengan membuat janji pada para penagih itu",aku menangis sambil memegang tangan ibu.

"Maafkan kami juga,Bu,tidak bisa berbuat apa-apa",Ridho menambahkan.

Kami semua merasa sedih dan bingung harus berbuat apa untuk menghadapi masalah ini.

"Tidak apa-apa anak-anakku,ini semua salah ibu dan ayah kalian,tidak bisa menyelesaikan masalah ini dari dulu",ibu menenangkan kami.

"Kita jual saja rumah ini",ibu memberi ide.

"Tapi kak,nanti bagaimana dengan anak-anak,akan tinggal di mana?",bibi tidak setuju.

Tiba-tiba ibu merasa sesak dan kami diminta keluar oleh bibi.

"Anak-anak,ibu kalian masih terlihat kurang sehat,biarkan ibu kalian istirahat dulu".

Kami semua keluar dari kamar,Rina menangis dan merengek tak ingin meninggalkan rumah ini.

"Kak,Rina tidak mau pergi dari rumah ini".

"Iya,Rina,kakak juga tidak bisa membayangkan kalau kita harus kehilangan rumah ini",aku menghela napas.

Rumah ini memang sudah tidak layak untuk di tinggali,langit-langitnya sudah banyak yang bolong,gentengnya rusak jadi bocor di mana mana,lantainya juga sudah retak dan rusak bahkan tembok sudah berlumut dan ada beberapa ruangan yang temboknya terlihat retak.Tapi di rumah inilah tersimpan banyak kenangan,yang indah dan yang menyedihkan.

Bibi memanggilku dari dalam kamar memintaku masuk. Aku segera ke kamar ibu.

"Iya,bi,ada apa?",aku khawatir takut ada apa-apa pada ibu.

"Ibumu ingin meminta pendapat pada kamu dan adik-adikmu tentang menjual rumah ini".

"Isna panggil adik-adik dulu ya,bi",aku keluar dan memanggil semua adikku.Kami semua segera masuk dan duduk mengelilingi ibu.

"Anak-anak,uhuk ..uhuk..",ibu mengawali dengan terbatuk-batuk.

"Ibu ingin meminta pendapat kalian,bagaimana kalau kita jual rumah ini?".

Rina segera merangkul ibu dan menangis,

"Rina tidak mau ibu menjual rumah ini, banyak kenangan tentang ayah di sini juga kenangan bersama kakak kakak, Rina tidak mau ibu!!! ".

"Bagaimana menurut kamu Isna sebagai kakak yang paling besar? ", ibu bertanya padaku.

"Kalau Isna setuju apapun yang menurut ibu baik, kita tidak bisa mendapatkan uang yang besar selain dengan cara itu".

Tiba-tiba Edo berdiri dan berkata, "ini semua salah kakak, ayah juga ibu, Edo sudah bosan hidup menderita, apalagi kalau harus hidup di jalanan karena tidak punya rumah, pokoknya Edo tidak mau ibu menjual rumah ini! ",Edo sambil berteriak.

"Edo!, kamu tidak bolaeh bicara begitu pada ibu! ",aku berbicara dengan nada agak tinggi.

"ini semua gara gara kakak yang menjanjikan akan membayar hutang dalam satu minggu, kita semua jadi menderita, ayah dan ibu juga kenapa harus berhutang pada rentenir itu, saya sudah bosan hidup miskin, ditertawakan,dicaci,dihina,saya benci ini semua",Edo semakin membabi buta.

"Edo, tidak boleh berkata begitu...... ",aku terus berusaha menasehati Edo.

Terlihat ibu seperti merasakan sesak. Bibi melerai kami,"sudah, jangan bertengkar! ".

"Sudahlah, kakak yang seharusnya bertanggung jawab, kenapa kakak tidak jual diri saja agar dapat banyak uang! ",Edo sambil menatapku.

Plak!!!!!!!tanganku reflek menampar pipi Edo, dia terlihat meneteskan air mata.

"Aku benci kakak",kata kata menyakitkan meluncur dari mulutnya.

Akupun menangis,ada rasa jengkel dan bersalah yang campur aduk menjadi satu. Edo segera keluar dari kamar dan menuju kamarnya, dia mengambil tas dan baju dari lemarinya. Adik adikku yang lain mengikuti dan mencoba bertanya,

"Kakak mau apa? mau ke mana bawa tas? ",Erna bertanya dengan polos, Edo tidak menjawab,

"Jangan, kak, jangan pergi dari rumah!! ",Ridho mencoba mencegah, tapi Edo tetap bersikukuh, diapun berkemas dengan cepat dan segera menuju pintu.

"Edo, kamu mau kemana? jangan pergi, kasihan ibumu sedang sakit",Bibi coba menghalangi Edo untuk pergi.

"Maaf,bi,Edo mau pergi",Edo dengan ekspresi marah.

Erna pergi ke kamar dan memegang tanganku,"Kak, cegah kak Edo agar jangan pergi! ",Erna memohon padaku. Aku ingin mencegah Edo untuk pergi tapi badan ini tak mau bergerak sedikitpun. Edopun pergi meninggalkan rumah.

"Kak, kasihan ibu kak! ",Ridho berteriak pada Edo, tapi dia tak bergeming dan pergi.

Kami semua terkejut dengan kejadian itu, namun tidak sampai kami menghela napas, tiba-tiba ibu terlihat sulit bernapas, aku segera berteriak,"Bi, ibu, bi!!! ",Bibi segera ke kamar dan melihat kondisi ibu, kami semua menangis keras,"ibu!!!! ",Rina memanggil ibu, ibupun menghela napas terakhir dan mengucapkan kata," laailaaha illalloh",mata ibupun terpejam dan berhenti bernapas,.Pecahlah kesedihan menjadi air mata yang tak berhenti mengalir, kamipun merangkul ibu dengan duka yang mendalam, menangis sedih karena ditinggal oleh dua orang yang berharga dalam waktu yang berdekatan.

Keesokan harinya......

Aku tak bisa berkata apapun, hanya mata yang sembab dengan air mata yang terus mengalir. Pemakaman ibu sudah selesai dilaksanakan. Segalanya terasa begitu cepat,rasanya baru kemarin ibu makan nasi goreng yang ku buat, ibu sangat suka jika makan nasi goreng buatanku. Kini aku sudah berada di makam tempat ibu di semayamkan, terasa masih ada ibu di sisiku, seperti mimpi, seandainya ini mimpi aku ingin sekali cepat bangun dan segera memeluk ibu, tapi air mata ini terasa sangat nyata, sehingga aku tidak bisa menyangkalnya. Aku berdiri sendiri memandangi nisan ibu yang berdampingan dengan makam ayah, sengaja aku tak pulang bersama yang lain agar bisa puas mengucapkan kata selamat tinggal.

"Ayah, Ibu, ini semua seperti mimpi,kalian seperti masih ada menemaniku, maafkan Isna karena belum bisa membahagiakan kalian dan membiarkan Edo pergi dari rumah. Semoga Isna bisa menyatukan keluarga kita dan membawa Edo kembali pulang, juga diberikan kesabaran dan kekuatan mengurus adik adik serta dimudahkan dalam melunasi hutang.Semoga Isna tidak gila dan gelap mata ingin bunuh diri",aku sesegukan mencurahkan isi hati dan menangis kencang.

"Sebenarnya Isna ingin pergi bersama kalian,seandainya Isna tidak ingat pada adik adik, pasti ingin bunuh diri, lebih baik mati,berat rasanya menjalani hidup seperti ini", air mata semakin deras mengalir.

"Bagaimana Isna bisa menjalani hidup tanpa kalian, ayah....... ibu......!!!! ".

Dengan putus asa aku menangis sejadi-jadinya di depan nisan kedua orang tuaku, tak sanggup lagi menjalani hidup jika tak melihat adik adik yang masih butuh orang tua dan akulah pengganti kedua orang tuaku.

"Astagfirullohal'adzim, Astagfirullohal'adzim!",ku ucapkan istigfar yang sudah hilap karena sudah berputus asa. Aku harus tegar karena ada Allah yang akan selalu menemani di tiap langkahku,ayah selalu berkata bahwa kami anak anaknya tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah, ku resapi kembali pesan itu dan ku simpan dalam hati,dengan mantap hati ku gumamkan,

"Ayah, ibu, selamat tinggal dan sampai berjumpa lagi nanti di akherat dan mudah-mudahan di syurga-Nya Allah".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!