NovelToon NovelToon

The Ghost Writer

Pesan Author

Hai hai. Eps pertama ini lele mau memperkenalkan sedikit latar belakang menulis novel ini.

Lele menyelipkan banyak bumbu serta ilmu penulisan yang udah dipelajari meskipun belum terbilang maksimal karena lele masih terus dalam tahap belajar, tapi bisa membantu teman-teman yang baru memulai berkarya dalam penulisan online.

Jangan takut untuk mencoba meski diawal terasa sulit untuk mendapatkan pembaca, komentar, like, terlebih vote ataupun tips.

Jangan menyerah dan jadikan menulis itu sebagai hobi. Jangan cepat termakan dengan iming-iming dapat gaji gede, novel langsung melejit dan populer. Apalagi dicetak atau dijadikan film.

Sabar, semua ada waktunya. Tuhan tau kapan saatnya hal itu terjadi pada kita. Kalau kita dianggap pantas ya terjadilah, kalo gak ya teruslah berusaha untuk mewujudkannya.

Ingatlah teman-teman, semua hal yang instan itu tak akan berlangsung lama. Semua kudu ada prosesnya yang menjadikan perjuangan untuk mencapai titik sukses itu semakin bermakna dan berkesan sehingga karya kita diakui oleh orang lain.

Jangan sombong dan terus belajar selama kamu masih bernyawa, dan diberikan kesehatan. Ketenaran dan rejeki akan datang sendiri bagi orang-orang yang berusaha dan terus berdoa.

Di sini lele akan menulis dengan POV 1 alias sudut Pandang Orang Pertama (Point Of View). Jadi, gak melebar karena fokus pada pengisahan protagonis alias si tokoh utama di mana dalam kisah kali ini bernama Alia Pitaloka.

Banyak yang bilang POV 1 ini sulit. Hem, bagi lele juga demikian. Oleh karena itu, tantangan untuk menuliskan cerita dengan gaya ini lagi di mana sebelumnya lele juga udh pernah nulis menggunakan POV 1 pada novel Love Is Henry.

Jadi, pembaca nantinya akan mengimajinasikan dirinya sebagai si Alia ini. Merasakan suka duka jadi si Alia seolah kalianlah Alia itu. Inilah maksud dari si POV 1.

Dan POV 1 itu yang paling sakral, kita bukan cenayang woi yg bisa tau isi pikiran lawan bicara atau keadaan yang terjadi pada tokoh lainnya. Namun, bisa disisipkan dengan dugaan atau asumsi dari pemikiran si protagonis. Alias nebak-nebak macam detektif gitu.

Bisa juga kita menyimpulkan dari beberapa data atau bukti yang membuat kita yakin jika yg bersangkutan berpikir atau melakukan hal demikian. Kita liat aja apakah nanti ada contohnya dalam eps di novel ini?

Selain itu, lele akan gunakan kata sederhana yang gak perlu bermajas berlebihan biar gak ngerasa kalau nulis itu sulit dan harus kaya penulis tersohor kebanyakan.

Namanya juga lagi tahap proses belajar jadi bikin yang seringan mungkin, tapi alurnya coba kita belok-belokin biar plot twist-nya lebih ngena.

Oia, ngomong plot twist. Bahasa gampangnya itu ibarat kita para pembaca udah bisa nebak alurnya, tapi ternyata, jeng! Jeng! Tebakan kita salah karena ternyata tidak demikian.

Bisa jadi tokoh jahat jadi baik atau sebaliknya. Atau kisahnya yang berawal indah eh berakhir buruk, dan sebaliknya. Kalau gak paham ya udah jangan dipaksain daripada kamu meledak nantinya. Kwkwkw.

Itu aja pesen dari lele diawal pembuka novel ini di mana sebelum-sebelumnya gak pernah lele sertain. Dan lele sebagai manusia biasa bukan ikan ya dalam hal ini, kwkwkw 😆 kalau ada salah dalam penulisan dll koreksi aja, tapi dengan isi berupa solusi.

Kalau isinya cuma hujat doang eke slepet pakai patil biar kamu sadar betapa berbahayanya komentarmu karena menunjukkan jati dirimu orang seperti apa. Jadi, hati-hati ya dalam berkomentar.

Semoga membantu dan mendapatkan banyak ilmu di novel karya baru lele ini. Lele padamu. Eps pertama akan lele up jam 10 pagi nanti. Tunggu ya~

Biar Lele semangat nulis jangan lupa segera favorit kan novel ini agar tau updatenya. Vote poin, koin, dan vocer jangan lupa serta like dan komentar ajaibnya😁

Mimpi Menjadi Nyata*

TAK! TAK! TAK!

Hem, begitulah kira-kira suara ketikan dari mesin tik yang sempat menjadi raja dalam pencetakan tulisan di tahun 1800-an sampai abad ke-20. Kutekan tombol-tombol dengan huruf alfabet itu secara bergantian membentuk sebuah kalimat manis untuk menuangkan kisah hidupku. Kupandangi sesekali keluar jendela dengan menyibakkan tirai putih berlapis rotan. Terlihat jelas dari balik kaca, siang terik di hari itu sedang mempertontonkan hiruk-pikuk kota metropolitan Jakarta dari lantai 5 sebuah hotel yang kamarnya dipesan khusus untukku.

Perkenalkan, namaku Alia Pitaloka. Bayangkan saja aku seorang gadis manis yang sedang terlihat asyik mengetikkan beberapa kalimat ke selembar kertas putih. Perlahan, noda hitam dari tinta mesin mencetak kisahku ke lembar putih itu yang terangkai menjadi sebuah paragraf.

CEKLEK!

Pintu kamarku terbuka, di mana kuyakin jika orang yang masuk itu memiliki kartu akses untuk mengganggu keasyikanku.

"Alia! Hei! Ayo!" panggil seorang wanita dengan setelan serba hitam layaknya seorang pekerja kantoran saat ku spontan menoleh ke arahnya.

Wanita itu berambut hitam sebahu dan memakai lipstik merah menyala. Menunjukkan dirinya secara tidak langsung yang berkesan tegas dan ... memang seperti itulah faktanya.

Agatha Fanny. Yup, dia adalah sahabat karibku usai pertemuan pertama yang cukup mengejutkan usai diketahui jika dirinya seorang wartawan.

"Oh, hei," balasku menyapa dengan senyuman dan jari terus bergerak dengan sendirinya seolah sudah saling bersinkronisasi bersama isi pikiranku.

"Hari gini masih pakai mesin ketik? Oh my God. Itu benda nemu di mana coba? Pasar loak ya? Kamu masih kuno, Alia. Padahal penampilan udah kece badai," sindir wanita cantik itu dengan kekehan pelan menatap mesin ketikku.

Aku memilih tak menjawab, tapi meninggalkan kesan lirikan sadis. Namun, Fanny malah terkekeh pelan melihat wajah hororku. Akhirnya, aku angkat bicara juga.

"Mesin ketik ini sejarah awal karirku, Fan. Dan sampai kapanpun, aku akan tetap menggunakan dan tak akan melupakannya. Dia pacar pertamaku. Jangan diolokin ah," keluhku, tapi Fanny malah terkekeh.

"Yuk. Para penggemarmu sudah menunggu. Jangan sampai mereka jadi zombie cuma pengen ketemu penulis idola, dapet coretan dan ciuman bibir merekah di buku, dan ... foto bersama," ajak Fanny dengan anggukan.

"Oke!" jawabku mantap lalu berdiri.

Kutinggalkan pacar pertama di meja agar tak mengecewakan para penggemar. Aku mendatangi gantungan yang terbuat dari besi dan memiliki bentuk unik seperti cabang pohon. Kuambil blazer warna toska kesukaanku dan segera kenakan. Kami berjalan berdua menyusuri lorong dari sebuah hotel menuju ke ballroom yang telah disewa oleh pihak manajemen untuk acara jumpa fans hari ini.

Siapa sangka, ballroom terisi penuh bahkan tak terlihat kursi kosong pada bangku para tamu undangan. Tentu saja jantungku berdebar kencang dan seperti sulit untuk bernapas. Tenggorokanku tercekik dan spontan, kedua tangan mengibas seperti kipas ke wajah.

"Kan, kumat lagi. Masih aja grogi. Santai aja, Al," kekeh Fanny yang menunjukkan gigi putih rapinya di hadapanku.

"Mau berapa kali kamu ngomong juga pasti aku akan seperti ini. Ya ampun, kenapa bisa banyak banget? Berapa undangan sih?" tanyaku menatap Fanny tajam dan merasa sebuah tetesan keringat mulai turun perlahan di dahi, atau itu hanya perasaan.

"Cuma 150 kok. Itu aja udah diundi loh. Kalau gak, bisa sampai 500 lebih," jawab Fanny santai.

"Para pembeli ini khusus di toko buku yang ada di cabang daerah Margonda Depok 'kan?" tanyaku masih menatap Fanny lekat.

"Yup," jawabnya mantap dan diakhiri dengan senyum terkembang. "Mau gimana lagi? Karyamu best seller. Tinggal nunggu aja ada produser ngelirik karyamu untuk diangkat jadi film layar lebar," ucapnya dengan dua tangan melipat depan dada, tapi kali ini, sungguh aku tidak peduli.

Kakiku terasa lemas. Terlebih, aku harus memakai sepatu hak tinggi, dan pakaian super formal seperti Fanny layaknya orang kantoran. Jujur, ini bukan gayaku. Namun, tuntutan dari pihak manajemen. Jadi ya ... mau bagaimana lagi?

Aku bahkan sudah tak memakai kacamata selama menghadiri acara jumpa fans yang sudah dijadwalkan oleh pihak manajemen. Fanny memperkenalkan softlens meski mataku masih terasa pedih dan merah ketika memakainya. Aku masih nyaman menggunakan bingkai yang mengurung kaca di depan mataku itu. Namun, Fanny meyakinkan jika aku tampil menawan tanpa kacamata.

Hingga akhirnya, kudengar suara tepuk tangan meriah dari belakang panggung. Aku melihat dari layar LCD yang terpasang pada dinding ruangan tempatku menunggu sebelum muncul menemui para pembaca setia di mana mereka selalu membeli bukuku tiap cetakan baru terbit. Kudengar suara pembawa acara menyapa para pembaca dan memperkenalkan karyaku.

Hingga akhirnya, "Mari kita sambut, penulis cantik kita, Alia Pitaloka dengan nama yang sudah tak asing lagi, Pena!" seru pembawa acara itu dengan suara riang gembira memanggilku.

Kutarik napas dalam meski tanganku berkeringat. Kumelangkah dengan gugup keluar dari pintu menuju ke arah panggung berlevel rendah. Praktis, suara tepuk tangan meriah langsung menghujani ketika kuberdiri di samping pembawa acara tersebut seraya mengembangkan senyuman dan melambaikan tangan.

"Halo, Kak Pena. Apa kabar? Wah, makin cantik aja. Awet muda loh. Tau gak? Semua pembacamu tegang. Mereka meninggalkan komentar pada catatan undian kalau novelmu bikin senam jantung tiap lembarnya."

"Hahahaha!" tawa para pembacaku yang sudah duduk dengan pakaian terbaik mereka karena kulihat, tak ada yang berpenampilan kumal bahkan mereka bermake-up. Sungguh, aku tersanjung.

"Gak papa, biar jantungnya sehat," jawabku dengan senyum terkembang, dan lagi-lagi mereka tertawa.

Pembawa acara siang hari itu seorang gadis cantik berambut panjang yang dibuat gelombang pada bagian bawahnya itu membuat suasana jumpa fans makin meriah karena kecantikannya. Dia seorang aktris yang merupakan salah satu pembaca setiaku juga. Fanny mengetahui hal tersebut saat ia melakukan sesi wawancara pada aktris tersebut dan dia mengatakan jika salah satu sahabat pena. Sungguh, aku tak pernah membayangkan bisa menjadi penulis terkenal dan dikagumi oleh banyak orang.

Ini seperti sebuah mimpi yang menjadi nyata. Sebuah anugerah pemberian Tuhan dan tak henti-hentinya kuucapkan, alhamdulilah. Acara siang hari itu terbilang sukses. Kami mengobrol dan mengupas tentang isi novelku yang bergenre aksi laga layaknya film James Bond, tapi versi Indonesia.

Bahkan, ada salah satu aktor pria Indonesia yang sudah merambah hingga ke dunia acting Internasional dan menjadi sampul majalah novelku. Pria tampan berambut hitam itu ikut hadir dalam acara. Tentu saja, paras tampan dan tubuhnya yang atletis membuat seluruh kaum hawa di ballroom heboh seraya mengelu-elukan namanya ketika sosok itu muncul ke atas panggung.

"Bang Joe Taslim!" teriak salah satu penggemar histeris, dan aktor laga tersebut hanya terkekeh seraya melambaikan tangan.

Akhirnya, lelaki tampan itu ikut duduk bersamaku dan pembawa acara cantik di panggung. Suasana makin meriah saat Joe Taslim memperagakan gaya bela diri kepada para penggemar. Sungguh, kupingku malah sakit mendengar kehebohan mereka bahkan sepertinya, dinding seakan retak karena teriakan wanita-wanita cantik itu.

"Terima kasih banyak, Bang Joe atas kedatangannya. Para sahabat pena jangan beranjak dulu ya, karena setelah ini kita ada sesi foto dan tanda tangan dengan Kak Pena sekaligus Bang Joe. Kalian beruntung karena menjadi yang terpilih diantara 500 orang yang sudah membeli buku karya terbaru dari Kak Pena. Tepuk tangan untuk kita semua," ucap pembawa acara yang membuat semua penggemarku mengembangkan senyuman termasuk Joe Taslim.

***

ILUSTRASI.

SOURCE : FREE IMAGES & sukabumi.hallo.id

Bertemu Orang Masa Lalu*

Aku yang masih muda dan baru berumur 27 tahun, sepertinya mendapatkan kesan tersendiri bagi beberapa orang yang telah mengenalku.

Katanya, aku bertalenta karena sudah mampu menghasilkan sebuah karya apik dan bersanding dengan para penulis tersohor lainnya di Indonesia.

Tentu saja untuk mencapai titik di mana aku berada sekarang tidaklah mudah. Bahkan, banyak hal tak terduga untuk bisa mewujudkannya.

Hingga akhirnya, lamunanku buyar saat jepretan dari silau lampu kamera di acara sesi foto bersama mulai dilangsungkan.

Aku sampai mengedipkan mata karena kaget dan hampir lupa jika sesi foto itu dimulai dengan mengambil gambar kami bertiga yakni aku, Joe Taslim dan pembawa acara bernama Shanty.

Kututupi keterkejutanku dengan senyuman seperti biasa. Hingga pandanganku beralih ke para penggemar yang tampak sudah tak sabar dari mimik mereka.

Bisa kulihat wajah para wanita dari berbagai kalangan itu senang saat berdiri diantara aku dan Bang Joe seraya membawa buku novelku.

Satu per satu dari mereka maju ke depan untuk melakukan pemotretan sebelum sesi tanda tangan. Namun siapa sangka, 150 orang berhasil membuat kakiku kesemutan, dan sepertinya, Bang Joe menyadarinya.

"Gak papa, Mbak?" tanyanya saat aku menekuk-nekuk kaki seraya memegangi tembok agar tak jatuh.

"Hahaha, ya, Bang. Aku masih belum terbiasa pakai heels. Jangan kasih tahu orang-orang ya. Malu," pintaku seraya memasang wajah memelas, tapi Bang Joe malah terkekeh meski dengan anggukan.

Selanjutnya adalah sesi tanda tangan. Kali ini, Bang Joe pamit undur diri tak mengikuti acara karena sesinya telah habis. Tentu saja para penggemarku kecewa.

Hal itu kuketahui dari raut wajah mereka yang berubah jelek dan seruan 'Yah' saat pria tampan itu melambaikan tangan sebagai salam perpisahan.

Pembawa acara dan aku menyambut jabat tangan Bang Joe sebelum ia meninggalkan panggung. Hanya saja, hal tak terduga terjadi ketika Bang Joe berbisik padaku.

"Ada satu tamu undangan di kursi paling ujung dan dia adalah laki-laki. Dia tak ikut ke depan untuk sesi foto bersama. Aku tak tahu apa motifnya, tapi sebaiknya Anda waspada, Mbak," ucapnya serius yang membuat mataku langsung bergerak ke arah kursi yang dimaksud.

Ternyata, benar. Ada satu tamu undangan dan dia adalah laki-laki. Setahuku, semuanya adalah perempuan seperti informasi dari Agatha karena itu hasil undian dan disaksikan oleh pihak manajemen. Jadi, tak mungkin ada kecurangan.

Aku berpikir, jika lelaki itu adalah penyusup. Selain itu, dia sangat mencurigakan karena memakai masker penutup mulut dan hidung, berkacamata, memakai jas panjang serta topi seperti sosoknya tak ingin diketahui.

"Oke, Bang. Makasih ya," jawabku gugup seketika.

Kulihat Bang Joe mendatangi Agatha dan kawanku itu dengan sigap mengangguk meski wajahnya serius.

Kutatap Agatha tajam dari kejauhan yang selalu berdiri untuk mengawasi jalannya acara di pintu samping panggung.

Tak lama, pembawa acara cantik seperti mendapatkan informasi melalui earphone yang dikenakan di salah satu telinganya. Aku kembali duduk dengan menunjukkan senyuman mencoba bersikap wajar.

"Nah, yang udah kita tunggu-tunggu nih. Selanjutnya, adalah sesi tanda tangan langsung dari Kak Pena di novel yang sudah kalian beli. Kita mulai dari tamu undangan yang duduk paling ujung sebelah kiri untuk maju terlebih dulu. Silakan," ucap pembawa acara dengan wajah berbinar.

Semua tamu menoleh ke arah lelaki itu, tapi sosok itu menundukkan wajah lalu berjalan ke depan membawa buku cetak karyaku.

Aku berjalan menuju ke meja khusus untuk melakukan sesi selanjutnya didampingi oleh Shanty.

Aku duduk di kursi dengan pulpen siap di tangan dan juga lipstik karena harus memberikan kecupan di lembar khusus dalam novel, langsung dari bibirku.

Tiba-tiba, dua orang lelaki berjas dengan wajah dingin memasuki ruangan dan berdiri di samping kanan kiriku seperti bodyguard.

Entah kenapa hal ini malah membuatku tegang, tapi aku berusaha untuk tetap menunjukkan wajah tenang dan terus tersenyum.

Kutatap wajah lelaki dari salah satu penggemar saksama. Anehnya, paras itu terasa familiar dan cukup dekat denganku.

Keningku berkerut mencoba mengingat dengan jelas sosok di depanku ini ketika para penggemarku lainnya masih terlihat asik memegang lembar foto yang langsung jadi hasil jepretan fotografer ketika sesi pemotretan.

Kuyakin jika wajahku berubah karena mataku melotot saat aku mengenalinya. Lelaki di depanku ini adalah mantan bosku. Namun, apa yang terjadi padanya? Ia terlihat tua dan tak terurus.

Aku malah jadi gugup dengan jantung berdebar saat ia tersenyum dan memegang tanganku pelan. Praktis, aku terkejut sampai tersentak.

Akan tetapi, para bodyguard dengan sigap melangkah maju sehingga tangan mantan bosku itu perlahan tertarik.

Aku menoleh ke arah mereka berdua dan memberikan kode dengan anggukan pelan jika dia bukan ancaman.

Namun kulihat, Agatha berjalan ke arahku di mana jarang sekali ia mau muncul jika bukan karena hal mendesak.

"Jangan menarik perhatian. Aku tak mau ini menjadi gosip dan disorot media," bisik Agatha kepada dua bodyguard itu.

"Yes, Mam," jawab keduanya pelan.

Kutarik napas dalam seraya mengambil buku novel cetak yang masih berada di atas meja milik mantan bosku. Entah apa tujuannya kembali muncul di hadapanku setelah lama menghilang.

Kutetap berusaha tenang dan bersikap wajar layaknya pria di depanku ini tak kukenal. Kubuka tiap lembarnya dan kulakukan seperti yang seharusnya saat acara jumpa fans.

"Al. Ada yang ingin kubicarakan penting denganmu. Bisakah aku meminta waktumu yang sangat berharga itu untuk berbicara dengan si malang ini?" tanyanya yang membuat goresan tanda tanganku terhenti seketika.

Kunaikkan pandangan dan tersenyum padanya. "Temui saya di belakang panggung. Tak usah ikut acara karena Anda bisa dikenali, Tuan Aksara," bisikku berusaha menjaga wibawa lelaki di depanku.

"Terima kasih, Al. Kau selalu baik padaku, tapi ... aku malah jahat padamu," jawab Tuan Aksara dan aku hanya mengangguk pelan.

"Namun, saya butuh alasan kenapa Anda bisa mendapatkan undangan untuk datang kemari. Anda satu-satunya lelaki dari semua tamu perempuan," tanyaku penuh selidik.

"Aku memang menang undian itu. Aku menggunakan nama anak perempuanku saat memasukkan kupon. Mungkin, ini memang takdir Tuhan. Dia memberikanku kesempatan untuk berjumpa denganmu walau hanya satu kali lagi," jawabnya dengan suara parau.

"Hem, saya mengerti. Terima kasih, Tuan Aksara. Fanny akan mengamankanmu dari orang-orang agar kau tak dikenali. Saya tahu jika Anda berusaha agar tak dikenal dengan penampilan ini," ucapku menduga.

Kulihat Tuan Aksara tersenyum. "Kau jeli dan peka. Dari dulu, aku sudah menyadari hal itu. Kau memang hebat, Alia," ucapnya yang membuat senyumku makin terkembang karena ini pertama kalinya sebuah pujian terlontar dari mulutnya.

Kulihat Fanny mengajak Tuan Aksara untuk menjauh dari kumpulan para sahabat pena. Mereka meninggalkan ballroom entah ke mana, tapi yang pasti, kami akan bertemu lagi.

Usai melakukan banyak kegiatan dengan jumlah tamu undangan 150 orang, akhirnya penderitaanku siang itu berakhir.

Acara ditutup dengan foto bersama di atas panggung seraya menunjukkan bingkisan ke arah kamera. Di mana foto itu nantinya akan dipublikasikan oleh pihak manajemen di salah satu akun media sosial mereka.

Aku yang sudah tak sabar bertemu dengan mantan bosku karena ia tiba-tiba muncul kembali setelah 5 tahun tak kuketahui kabarnya, bergegas mendatangi ruangan bersama dua pengawal yang menjagaku saat sesi tanda tangan.

Salah satu pengawal dengan potongan ala tentara menggunakan kartu aksesnya untuk membuka sebuah pintu entah kamar siapa di salah satu lantai di hotel tersebut.

PIP! CEKLEK!

"Oh!" kejutku saat pintu terbuka dan ternyata, tak hanya Agatha Fanny sahabatku serta Tuan Aksara Roma yang berada di dalam ruangan itu, tapi juga ada suamiku begitupula lainnya.

"Masuklah. Kami sudah lama menunggu," ucap suamiku, tapi lebih seperti sindiran.

Kulangkahkan kaki memasuki ruangan dan kulihat salah satu pengawal menutup pintu. Kutoleh ke belakang dan mereka berdua berdiri di sana seperti menjaga.

Aku merasa tegang dan gugup. Masih teringat jelas insiden 5 tahun silam yang membuatku mengalami sedikit trauma karena sikap mantan bosku yang bernama Aksara Roma dan tak lain adalah salah satu penulis terkenal pada zamannya. Saat itu, aku menjadi ghost writer untuknya.

Beruntung, pria berambut hitam yang kini menjadi suamiku dengan penuh perhatian selalu mendampingi dan membawaku kembali ke dunia nyata. Ia berjanji untuk selalu melindungiku hingga akhir hayat.

"Tak apa. Aku akan di sini mendampingi dan melindungimu," ucap suamiku yang bernama Robby Purnama dan ia berprofesi sebagai polisi.

Aku mengangguk dengan senyuman dan duduk bersamanya di sofa panjang. Agatha Fanny teman wartawanku duduk di samping Tuan Aksara Roma, tepat di seberang.

***

ILUSTRASI. SOURCE : GOOGLE

Makasih masih setia menyimak kelanjutan ceritanya. Ditunggu dukungan berupa rate bintang 5, tips koin, poin, dan juga vocernya ya❤️ Lele padamu 💋

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!