NovelToon NovelToon

Identitas Tersembunyi Sang Menantu

Menikah Karena Terpaksa

Desa Sabulan Danau Toba

Sebuah pesta Pasu-pasu Raja telah selesai dilaksanakan ( Pernikahan tanpa adat hanya pemberkatan)

Tidak ada keluarga dari pihak mempelai wanita.

Elisabet stevani atau yang dipanggil Vani itu, baru saja memasuki kamar pengantin setelah pernikahan sederhana mereka selesai di laksanakan, hanya di hadiri beberapa orang saudara dan tetangga.

“Tinggallah di sini  besok aku akan kembali ke Jakarta untuk bekerja lagi,” ujar Bonar Sinaga menatap perut Vani yang sudah mulai membuncit.

“Abang kenapa langsung pulang?”

“Maksud kamu apa?” Ia balik bertanya menatap istrinya dengan tatapan jijik.

“Maksudku, temani aku bareng satu hari saja, aku belum tahu tentang semua kampung abang.”

“Kamu tidak menganggap sebagai suami kau’ kan?” Tanya Bonar.

“Ya, abang suamiku.”

“He … kau dengarkan aku ya, aku ini  hanya di suruh Pak Sudung untuk menikahi kau, tidak memintaku jadi suami sungguhan.”

“Kalau sudah menikah berarti sudah pasangan suami istri, Bang,” balasnya

lagi.

Wanita yang dipanggil Vani itu hanya menatap lelaki di depannya dengan tatapan sedih.

“Aku  menikahi kau agar anak yang kamu kandung itu ada bapaknya, supaya dia tidak jadi anak haram. Dia bukan anakku, ngapain aku harus bertanggung jawab,” balas Bonar dengan acuh.

Vani diam, ia sadar lelaki yang   berkata  bersedia menikahinya ternyata hanya demi uang, bukan karena peduli padanya dan anaknya.

“Tapi abang mau   menikah denganku.”

“Ya, aku menikahimu tapi bukan berarti memberimu nafkah batin, lagian macam mana pula kau meminta itu pada lelaki asing sepertiku, aku saja tidak pernah menyentuhmu, sadar aku sikit, cantik-cantik tapi tidak bisa jaga diri buat apa?”

“Aku sudah menantu kan di rumah, ini.”

“Ya, kamu menantu di rumah ini dan aku akan tetap suami tetapi itu hanyalah sebatas dalam kertas, aku tidak mungkin jadi bapak untuk anakmu, tapi kamu bisa pakai margaku untuk anakmu,  walau itu  bukanlah benihku,”ujar Bonar.

Itu artinya kelak  jika anak yang di kandung Vani lahir, ia akan menggunakan marga  Sinaga.

Semua itu didengar ibu Bonar dari balik pintu, akhirnya ia paham menantu yang dibawa anaknya ke rumahnya bukanlah wanita yang mengandung  darah daging anaknya, bahkan menolak mereka.

Sedih, kecewa itulah yang terbesit di wajah Ibu Lisda,  wanita sepuh  berusia tujuh puluh tahun itu, selama ini ia hidup dengan putrinya yang idiot di satu rumah papan yang sudah mulai reot di Desa Nahor di Sabulan.

“Kenapa kalian membuangku di sini,” ujar Lisa dengan suara bergetar.

Semua itu sulit baginya, ia biasanya hidup dengan segala kemewahan, tetapi karena kesalahan satu malam ia akhirnya mengalami hal buruk,  ia dibuang ayahnya dan ditinggalkan suaminya.

“Kamu, harusnya senang karena aku sudah menikahimu walau hanya pasu-pasu Raja, setidaknya keluargamu tidak malu,” balas Bonar lagi.

“Lalu bagaimana denganku Bang?”

“Ya, Kamu tinggal di sini.”

“Lalu abang?”

“Aku mau pulang ke Jakarta, kamu gak mengharapkan aku untuk melakukan malam pengantin dengan kamu kan?”

Vani merasakan rasa yang amat sakit di pelupuk dadanya, ia tidak menduga lelaki yang menikahinya beberapa jam yang lalu mengatakan itu padanya.

“Lalu apa aku tinggal sendirian di sini?” Tanya nya lagi mencoba memperjelas situasinya saat itu.

“Dengar …! Di sini ada ibuku dan kakakku yang idiot itu yang akan jadi temanmu di rumah ini.”

“Aku tidak bisa hidup di tempat seperti ini …”

“Makanya jadi wanita itu bisa menjaga diri dan kehormatan, kalau kamu sudah bunting seperti ini kamu pikir ada yang suka lagi sama kamu,” balas Bonar lagi.

“Tapi dulu abang suka sama ku.”

“Itu dulu Elisabet Stevani, sebelum kamu menjajalkan  kehormatan mu pada lelaki lain,” ujar Bonar.

“Lalu sekarang?”

Bonar tertawa miring padanya, lelaki yang dulu pernah menggilainya, kini menertawakannya dan meremehkannya. Itu bukan salah  Bonar, tetapi ia sendiri yang tidak bisa menjaga kehormatannya.

“Jangan mengharap terlalu tinggi Vani, lihat dirimu yang sekarang, kamu bunting dari pria lain dan kamu mengharapkan cinta dariku? Bukankah itu tidak terlalu egois?” Tanya Bonar.

“Apa daddyku  memberimu uang untuk menikahi ku?”

“Ya, itu benar, Pak Sudung yang memberiku uang untuk  menikahimu, dan  beliau juga bilang tidak mau melihatmu selamanya.”

Sedih, hancur itulah yang Vani rasakan selama ini, ia tidak pernah menduga kalau hidupnya akan tragis seperti itu.

Ia ditinggalkan di kamar itu sendiri, ia duduk dengan diam, ia bahkan tidak menangis, air matanya seolah-olah enggan untuk keluar.

‘Untuk apa menangis? Aku kuat ‘ ujarnya menyemangati dirinya sendiri.

Ia menatap sekeliling rumah mertuanya, rumah panggung  berlantai papan itu terasa pengap dan bau apek, tidak lama kemudian  ketukan pintu terdengar,  ia membuka pintu, tampak wanita tua yang sudah ubanan  menatapnya dengan iba.

“Ayo  kita mangan, inang,” ucapnya dengan bahasa indonesia bercampur bahasa daerah.

“Namboru aku ingin mandi dulu.”

“Kalau mau mandi pergi kesana.” Ibu mertuanya membuka jendela kamar dan menunjuk Danau Toba.

‘Astaga mandi di Danau Toba?’

“Tidak ada kamar mandi?”

“Tidak ada,  kami semua mandi di sana, kalau ingin buang kotoran pergilah ke belakang rumah di belakang pohon ada gubuk .

“Ya ampun! Aku tidak bisa hidup seperti ini, aku akan  bilang sama Bang Bonar untuk membawaku dari tempat menyedihkan ini.”

“Ibana dang hea  mulak, alai sahali mulak tu jabu on langsung mamboan parumaen, maila ibana pogos.”

(Dia tidak pernah pulang, sekali pulang langsung bawa menantu, malu dia pulang ke rumah selama  ini karena kami miskin)

“Aku harus bilang padanya namboru kalau aku tidak bisa tinggal di sini,”ucap Vani.

Wanita yang tengah berbadan dua  keluar dari kamar, ia mencari Bonar lelaki yang sudah resmi menjadi suaminya saat ini.

“Aku tidak mau tinggal di tempat ini, aku ingin pulang,” ujar Vani menatap Bonar yang sedang duduk makan di dekat tataring, atau tungku masakan di dapur, di rumah  itu bahkan masih menggunakan  kayu bakar untuk masak.

Saat Vani melihatnya,  ia sempat terkejut, ini pertama kalinya  ia melihat tataring atau tungku memasak pakai kayu.

‘Ya, ampun aku terdampar ke jaman batu’ ucapnya dalam hati.

“Takdirmu tinggal di rumah ini Vani, setidaknya kamu sampai melahirkan anak yang kamu kandung.”

“Kamu tidak perlu memperdulikanku, berikan saja uang yang diberikan keluargaku, lalu aku akan pergi dari rumah ini.”

“Maaf tidak bisa, tugasku menyingkirkan kamu dari keluargamu, itu permintaan Pak Sudung,” ujar Bonar.

Saat mereka berdebat, ternyata ada tetangga yang datang untuk memberi ucapan selamat pada istri Bonar, tidak sengaja mendengar perdebatan antara keduanya.

Inang Lisda sudah tahu kalau kabar itu akan menyebar ke seluruh Desa.

Ia hanya menghela napas panjang, masa sulit itu akan datang lagi menerpa ketenangan hidupnya,  tetapi,  ia sudah biasa mendengar cemoohan para tetangga karena putrinya Mesnur yang  memiliki  kelainan.

Bersambung ….

KAKAK  JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR DAN PENDAPAT KALIAN DI SETIAP BAB DAN JANGAN LUPA JUGA.

Bantu share ya Kakak.

Fb Pribadi: Betaria sona Nainggolan

FB Menulis; Nata

Ig. Sonat.ha

LIKE,  VOTE DAN KASIH  HADIAH

Baca juga  karyaku yang lain

-Indentitas Tersembunyi Sang Menantu( BARU)

-Aresya

-Manusia Titisan Dewa

-Menikah Karena  Wasiat( Cat story)

-Pariban jadi Rokkap

-Cinta untuk Sang Pelakor (Tamat)

-Menikah dengan Brondong (Tamat)

-Menjadi tawanan bos  Mafia (Tama)

Suami Kabur

Suami Kabur.

Vani tidak mau  tinggal di rumah ibu mertuanya yang miskin, rumah dan semua yang ada di sekelilingnya membuatnya muak.

Tidak ada televisi,  bakan lampu penerangan juga hanya menggunakan lampu pijar yang sepuluh wat, jadi sekeliling rumah kayu terlihat remang dan sunyi, hanya suara jangkrik yang terdengar riuh disamping rumah Bonar.

Dalam rumah itu ada dua kamar, kamar pertama ditempati Vani dan Bonar  yang dilengkapi tempat tidur lama, sebuah dipan yang beralaskan tikar bayun dan sebuah kelambu,  dipan tua itu sudah mulai rusak, bahkan sudah mulai bunyi jika tidur diatasnya.

Saat malam tiba ia sengaja tidak tidur  sebelum Bonar pulang, ia masih bersikeras untuk ikut pulang ke Jakarta.

“Tolong Bang, bawa aku pulang, aku janji tidak akan menemui keluargaku,” ujar Vani, ia memohon suaminya agar membawanya ikut bersamanya.

“Kau gila ya! Aku ini punya pacar, tugasku hanya menikahimu”

“Kalau kamu tidak mau membawaku pergi,  berikan uang itu padaku agar aku pergi sendiri.”

“Kau gila ya, pak Sudung memberi uang untukku bukan untukmu, keluargamu membayar ku menikahi agar anakmu lahir punya akta lahir dan punya  bapak.”

“Kalian tidak boleh memperlakukan seperti ini.”

“Makanya, jangan bunting kalau belum menikah,” ujarnya lagi, mereka berantem di dalam kamar, mereka tidak tahu kalau pertengkaran mereka sudah jadi tontonan para tetangga yang tukang gosip.

Tidak lama kemudian Inang Lisda yang melihat beberapa ibu-ibu mengintip dibawah kamar anaknya, ia membawa air satu ember, ia membuka kamar mereka dan membuka jendela lalu menyiramkan air satu ember.

Burrr ….!

Mereka semua berlarian.

“Aha inong?”

(Apa mama?)

“Akka tukang kuping di siram saja pakai air.”

Sadar rahasia mereka sudah terbongkar membuat Bonar ingin secepatnya menghilang  dari kampungnya,  ia sudah capek mendengar  penghinaan dan ledekan dari semua orang di kampungnya dari ia kecil, membuatnya enggan untuk kembali ke kampungnya, ia tidak pernah pulang ke kampung, ia malu.

Kakak perempuannya yang idiot dan bapaknya dari dulu tukang mabuk, bahkan bapaknya meninggal karena mabuk.

Maka di kampung itu ia dapat julukan anakni Partenggen, atau anak tukang mabuk, di tambah  kakak perempuannya yang idiot, yang selalu jadi bahan bulian anak-anak kampungnya, dan sekarang ia menikah dengan wanita yang bunting, ia tahu kalau seluruh kampungnya dari atas sampai bawah pasti sudah menggosipkan dirinya dan keluarganya.

“Sial, semua orang mendengarnya. Kamu keluar dari sini!” ucapnya kesal.

“Aku tidak mau sebelum kamu mengajakku ikut bersamamu.”

“Dasar sinting! Itu tidak akan terjadi, mana mungkin aku mengajak wanita bunting bersamaku, apa nanti kata pacarku sama teman-temanku?”

“Kamu suami yang tidak berguna, tidak bertanggung jawab,” ujar Vani, ia memaki-maki Bonar suaminya.

Paaak …!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya, membuatnya seketika terdiam, pipinya terasa panas  mendapat tamparan tersebut.

“Kamu jangan bicara macam-macam ya, kamu harusnya berterimakasih padaku  karena aku mau menikahimu.”

“Kamu menikahiku lalu meninggalkanku lalu apa artinya?”

“Dengar! keluargamu sendiri membuangmu, bahkan ibu tirimu memintaku melenyapkanmu, tetapi aku punya hati, makanya aku membawamu ke rumah kami, itu aku lakukan karena aku mengingat kebaikan almarhum nantulang.”

“Jangan bawa-bawa almarhum ibuku, kamu orang jahat tidak pantas melakukan itu.”

“Ya, ibumu pasti menangis di surga sana melihat boru  kesayangannya bunting, dan kekasihnya tidak mau bertanggung jawab malah kabur ke luar negeri.”

“Jangan ikut campur urusanku, dia pasti akan datang menjemput kami kalau kamu dan Daddy tidak memaksaku menikah denganmu.”

“Jangan mimpi  Vani, dia sudah meninggalkanmu, dia kabur.”

“Dia tidak kabur, aku percaya pada Andre, dia hanya ingin menemui keluarganya di luar negeri, dia minta izin untuk menikahiku lalu membawaku bersamanya.”

“Jangan Naif lah, memangnya dari Jakarta ke Jerman berapa lama? Sampai berbulan-bulan? Dia sudah meninggalkanmu, sudah berapa bulan, apa kamu menunggunya sampai perutmu yang besar itu sampai meledak dulu?”

Mendengar lelaki  berkulit gelap itu menertawakannya, ingin rasanya ia terjun ke danau toba dan mati, tetapi ia tidak ingin  menyakiti bayi dalam kandungannya, ia ingin tetap bayinya tetap sehat, karena ia yakin Andre kekasihnya akan menjemput mereka berdua, dan membawanya  tinggal di luar negeri,  ia percaya pada kekasihnya karena ia satu-satunya selama ini bersamanya.

“Aku percaya padanya, dia akan datang.”

“Ya, ya percaya saja pada lelaki berengsek itu, kamu tidak tahu, mungkin dia sudah punya kekasih yang lain.”

“Itu tidak akan terjadi karena aku percaya padanya.”

Satu malam itu Vani bahkan ia terjaga sepanjang malam, ia takut suaminya pergi lalu meninggalkannya, tetapi menjelang pagi rasa dingin itu membuat tubuhnya meringkuk, matanya tidak kuat lagi menahan rasa kantuk.

                            *

Suara kokok ayam yang riuh membangunkannya.

Ia mendongak dan panik, ternyata Bonar sudah pergi meninggalkannya, pagi-pagi sekali ia sudah pergi menaiki kapal pertama menuju Mogang

Vani menarik selimut dan keluar  setengah berlari menuju pelabuhan di samping rumah mertuanya, tetapi saat ia tiba semua kapal sudah berangkat tidak ada lagi,  harus menunggu besok.

“Bonar brengsek!”

Ia menangis di tepi pelabuhan, tidak menghiraukan tatapan orang padanya,  ia bahkan berdiri di pinggir batu dengan bertelanjang kaki lalu ia berteriak keras di tepi Danau Toba.

“Aaa …! AAA!”

Semua orang di tepi Danau Toba  yang setiap pagi ramai, ada yang mencuci pakaian ada yang mandi. Danau Toba sumber mata air untuk  setiap rumah di tepi danau.

“Bah nabohado doi?”

(Wah kenapa itu?) tanya seorang kakek yang kebetulan mengangkat  air  dari Danau Toba.

Seketika keluarga Inang Lisda menjadi terkenal karena ulah Vani yang tanpa malu berteriak keras memanggil suaminya.

“Bonar! Awas kamu, aku akan membalasmu nanti. Dasar kribo suami tidak berguna!” Teriaknya di pinggir Danau Toba.

Padahal dipinggir  Danau Toba  itu ada larangan tidak boleh wanita yang rambut panjang  berdiri sendirian dan berteriak tidak sopan,  bisa- bisa namboru penjaga Danau Toba akan marah dan meminta tumbal.

Itulah mitos yang di yakini warga sekitar, makanya saat Vani berteriak- teriak memaki suaminya Bonar, warga sekitar marah dan meminta wanita hamil itu untuk pergi. Tetapi ia tidak mau mendengar larangan masyarakat di sana.

Jadi di panggil lah Inang Lisda ibu mertuanya yang sudah tua, dan Edanya yang idiot, karena kemanapun Inang Lisda pergi, borunya yang kurang waras itu selalu ikut, mau ke pasar mau ke pesta ia juga akan ikut.

“Ayolah inang pulang, di rumah kita bicarakan,” ujar Inang Lisda membujuk menantunya karena juga malu jadi tontonan orang.

Mesnur eda yang setengah waras maju dan meminta edanya atau iparnya untuk pulang, melihat wajahnya yang jelek dan  penampilan edanya yang berantakan membuat Vani semakin gila.

“Pergi sana, menjauh dariku!” Bentaknya mengusir iparnya.

Wanita yang kurang waras itu hanya tertawa dan memiringkan kepalanya ke samping kiri dan ke kanan, setelah lelah berteriak dan puas mempermalukan dirinya sendiri, ia ikut pulang ke rumah.

Dia tidak punya pilihan lain, karena untuk keluar dari Desa Sabulan hanya mengandalkan kapal,  karena desa itu tepat berada di pinggir gunung di sebrang danau Toba.

Setelah Bonar meninggalkan Vani dan tidak meninggalkan uang sedikitpun, wanita berwajah cantik itu sangat marah.

“Suatu saat aku akan membalas kalian semua,” ucapnya kesal, ia mengunci diri di dalam kamar.

Sementara ibu mertuanya dan Mesnur sudah berangkat ke ladang, merasa perut lapar, ia keluar dan mencari makanan di dapur , dengan tatapan  bingung dan jijik Vani membuka periuk atau hudon yang digantung di tengah tungku, ia membuka tutupnya masih ada nasi  tetapi sudah dingin, tidak terbiasa makanan yang dingin ia ingin memanaskan , tetapi ia tidak tahu bagaimana caranya menyalakan api dengan kayu bakar, padahal tubuhnya sudah mulai kelaparan.

“Bodoh amat aku makan dingin saja.”

Ia menyendok nasi ke dalam piring, ia mencari lauk, saat di buka hanya ada  ikan asin dan jengkol lalapan.

“Apa ini? Ini bukan makanan manusia.” Ia melemparkan piring itu  dari tangannya.

Makanan seperti itu tidak akan bisa masuk ke perutnya, tadi malam saat Bonar ada masih membeli lauk dari lapo, sekarang  tidak ada  Bonar, tidak ada makanan yang enak.

Ia membuka dompet miliknya dan mengeluarkan uang sisa, lalu pergi warung. Pemilik warung pun agak jauh dari rumah mertua, Vani memang tinggal di desa terpencil.

Ia membeli telor dan mie instan, hanya karena itulah yang ada makanan yang di jual di warung tersebut.

Tiba di rumah, ia tidak tahu cara memasak pakai kayu bakar, ia diam tidak tahu harus melakukan apa, tidak mau mati kelaparan ia pergi lagi ke warung dan meminta tolong untuk dimasakkan. Mereka semua sudah tahu kalau wanita hamil itu istri Bonar lelaki yang meninggalkannya.

Semua orang hanya bergosip dan melihatnya, tetapi Vani bukan tipe wanita lembek, ia bersikap bodoh amat dengan tatapan semua orang inang-inang  tukang gosip tersebut.

‘Selagi aku tidak meminta-minta dan menyakiti kalian, aku akan peduli dengan tatapan kalian’ ucapnya dalam hati.

“Dek, kenapa tidak masak di rumah ibu mertuamu?” tanya yang punya warung.

“Aku tidak bisa menyalakan api Nantulang.”

“Memangnya mama mertua kau kemana?”

“Gak tau.”

“Coba kau tengok ke ladang atas, ke situ mungkin inang mertuamu.”

“Ya Nantulang.”

Setelah kenyang ia kembali ke rumah dan masuk kembali ke kamar lalu ia memainkan ponselnya , ia terus  mencoba menghubungi  Andre kekasihnya, lelaki yang sudah menanamkan benih di rahimnya.

Tetapi sebagaimana keras pun usahanya untuk menghubungi Andre, nomornya tidak diangkat, bahkan semua orang yang di kenal memblokir nomor Vani.

Di sisi lain, lelaki yang berpakaian setelan jas mahal itu menelepon Bonar.

“Bagaimana?”

“Sudah Pak, saya sudah menikahinya dan saat ini saya meninggalkan di rumah mama saya, saya juga meninggalkan sejumlah uang  untuknya, untuk biaya hidup dan melahirkan seperti yang bapak katakan.”

“Baik, aku tidak ingin melihatnya lagi,  makannya perintahkan pak Dul untuk memblokir  nomor semua orang dari nomornya agar  dia tidak bisa menghubungi orang lagi.”

“Ya Pak.”

“Tapi kamu meninggalkan uang untuknya’ kan?”

“Ya Pak,” jawab Bonar.

Padahal ia berbohong, ia tidak meninggalkan uang sedikitpun untuk Vani, ia membawa kabur uang yang diberikan ayah Vani, ia hanya memberikan sedikit uang untuk biaya hidup untuk ibunya yang sudah tua.

 Bersambung ..

Dia Kembali

Jakarta.

Setelah beberapa tahun kemudian, Vani demi bisa bekerja di perusahaan  keluarganya, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang jaringan internet, salah satu perusahaan besar di tanah air

Vani merubah indentitas dirinya,  mengganti nama menjadi Salsabila, ia juga mengganti semua penampilannya.

Vani berubah menjadi gadis culun bertubuh gemuk dan menggunakan kaca mata,  penampilan jelek itu sukses membuatnya  bisa bekerja di perusahaan  milik keluarganya.

“Siapa namamu?” Tanya Winda, adik tiri Vani, wanita itu dan ibu tirinya yang  menguasai perusahaan keluarganya saat ini.

“Nama saya Salsabila Bu,” ujar Vani  membenarkan letak kaca matanya.

Tubuhnya yang gemuk dan tahi lalat segede gaban di  pipinya  membuatnya tidak bisa di kenal saudara tirinya tersebut.

“Kamu OB baru di sini ya?

aku baru melihatmu.”

“Ya Bu.”

“Ya sudah kamu buatkan aku Teh lemon, harus hangat, jangan terlalu asam, jangan juga terlalu manis, takarannya harus pas.”

‘Aku justru ingin memberimu racun dan menendang mu dari sini wanita jahat’ Elisabet  berucap dalam hati.

Tidak lama kemudian dari arah pintu datang seorang lelaki, Andre mantan pacarnya. Winda memeluk manja dan menggandeng tangan Andre.

“Aku dari bawah cari angin segar, ada apa?”

‘Dasar manusia-manusia hina … lihat saja aku akan membuat kalian berdua menyesal dengan apa yang sudah kalian lakukan padaku’ Vani membatin.

Tiba-tiba Winda melotot tajam padanya sembari berkata;

“Lu ngapain jadi bengong, kan, gue suruh lo bikinin lemon teh,” bentaknya  dengan kasar.

Mereka berdua tidak tahu kalau wanita yang di depan mereka saat ini, orang akan menghancurkan kehidupan mereka. Winda dan Andre sudah menikah.

Ingatan Vani melintas ke beberapa tahun yang lalu;

Beberapa tahun yang lalu saat Vani dibuang ke desa terpencil.

Beberapa hari tinggal di rumah mertuanya, Vani semakin frustasi dengan kehidupan  melarat ibu mertuanya, apalagi saat malam kalau ia ingin ke kamar kecil,  ia akan keluar dari rumah menuju  belakang rumah, itu hal yang sangat melelahkan  untuknya.

Ia berteriak kesal malam itu karena dingin, membuat bolak balik ke kamar mandi, tidak ingin  capek bolak balik ia mengambil ember dari  dapur dan  menampungnya di sana, besok paginya barulah ia buang, karena kemiskinan ibu mertuanya, ia ingin pergi dari sana, ia ingin Andre kekasihnya menjemputnya dari sana.

Setelah susah payah menghubungi nomor Andre, akhirnya nomor itu aktif setelah ia mengganti nomor dan bisa dihubungi, ia menekan nomornya dan seseorang mengangkatnya diujung telepon.

“Halo dengan siapa ini?” Tanya seorang wanita,  suara yang tidak asing baginya.

Itu adalah Winda adik tirinya yang manja.

“Ada Andre?” tanya Vani dengan suara bergetar.

Terdengar juga suara guyuran air dari kamar mandi seperti seseorang sedang  mandi di sana.

“Siapa sayang?” Suara Andre terdengar jelas di ujung telepon.

Tubuh Vani menegang, lelaki yang ia percaya ternyata mengkhianatinya.

“Hei, apa itu kau?” Tanya Winda. “Aku tahu itu kamu pela**r Jal*ng,” ucapnya tertawa renyah.

Mulut Vani seolah terkunci rapat, ia tidak bisa  berucap, tetapi air matanya  tidak berhenti  mengalir.

‘Apa ini? Semua tidak nyata kan? Katakan semua ini hanya mimpi ‘ Ia mencubit lengannya ternyata sakit.

“Aku dengar daddymu membuang kamu ya?” ucapnya lagi.

Seketika tubuhnya tumbang tidak berdaya, ia pingsan saat menyadari kekasih yang  ia percaya selama ini  mengkhianatinya, ia berselingkuh dengan adik tirinya, padahal  berjanji akan datang dari Jerman untuk membawa keluarganya lalu menikahinya.

Kata-kata manis dan janji itulah yang selama ini di pegang oleh Vani, makannya ia mempertahankan anak dalam kandungannya walau semua orang memintanya membuangnya, tetapi ia tetap mempertahankannya karena ia berpikir kalau itu lambang cinta   mereka. Ia percaya setelah ia memberikan mahkota berharganya pada  lelaki yang menyebut dirinya sebagai kekasih .

Vani terlalu percaya pada kekasihnya, ia tidak tahu kumbang yang sudah menghisap sari bunga tidak akan kembali lagi pada bunga tersebut, karena ia sudah tahu ia sudah mendapatkan apa yang ia mau.

Dikhianati kekasih, di tinggalkan suami dan di campakkan keluarganya, itulah kehidupan pahit yang dirasakan Elisabeth Stevani boru situmorang.

Ia  masih terkapar di lantai kamarnya, itu satu pukulan berat untuknya, saat ia bangun tubuhnya sudah diatas dipan dibungkus selimut.

Ipar dan ibu mertuanya yang mengangkat ke atas tempat tidur tersebut.

Akhirnya ia sadar semua orang telah meninggalkannya, sejak saat itu ia berjuang untuk dirinya dan anak dalam rahimnya.

Beruntung Vani mendapat ibu mertua yang sangat baik, walau mereka sangat miskin tetapi  wanita tua itu memberinya cinta tanpa syarat, menerima sebagai menantu. Ia masih ingat bagaimana ibu mertuanya memberinya perhatian, bahkan saat itu ;

“Makanlah dulu, aku  sudah potong  ayam untuk lauk  kita.”

Inang Lisda demi memberi perhatian pada menantunya, ia memotong ayam peliharaanya satu ekor, padahal  rencana ayam tersebut akan di bawa ke onan,  atau pasar untuk membeli ikan asin dan kebutuhan dapur untuk satu minggu.

Kalau dulu sebelum Vani datang, mereka berdua dengan Mesnur bisa makan irit dengan lauk seadanya, tetapi kalau menantunya sudah datang seperti ini, itu artinya bertambah biaya hidup.

‘Aku akan berjuang sendiri,  aku akan membalas mereka semua nanti’ ucap Vani dalam hati saat itu.

Lalu ia berhasil melahirkan putra pertamanya,  ibu mertuanya mau dengan baik mengurus putranya walau  ia tahu kalau bayi laki-laki itu  bukanlah darah daging dari Bonar anaknya, tetapi dengan tulus ia menerima putranya.

Kini, Vani berdiri di hadapan ke dua manusia yang membuatnya menderita, bukan hanya mereka berdua, ada ibu tirinya, daddynya, Bonar suaminya dan orang-orang terdekatnya dulu, ia ingin membalas mereka semua dan merebut apa yang jadi miliknya.

“Hei! Kenapa bengong?” Winda membentaknya lagi.

“Maaf Bu,” ucap Vani mengalihkan wajahnya, hampir saja ia ketahuan sama Andre.

“Kenapa sayang?”

“Ini OB baru suruh bikinin the lemon malah diam,  lu bikin dua, buat suami saya kopi dan saya lemon teh.”

“Baik Bu,” jawab Vani.

Ia mengepal tangannya dengan kuat, ingin rasanya bom dalam dadanya meledak karena menahan amarah, melihat wajah Andre yang mengkhianatinya, ia ingin  memukul keduanya dengan gagang kain pel di tangannya, tetapi ia tidak ingin perjuangannya sia-sia, maka itu ia menahan diri dan menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan, dengan begitulah Ia merasa sedikit tenang.

Apakah Vani mampu bertahan dengan identitas barunya?

Apakah dia bisa membalas semua orang yang pernah menyakitinya?

Bersambung ….

KAKAK  JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR DAN PENDAPAT KALIAN DI SETIAP BAB DAN JANGAN LUPA JUGA.

Bantu share ya Kakak.

Fb Pribadi: Betaria sona Nainggolan

FB Menulis; Nata

Ig. Sonat.ha

LIKE,  VOTE DAN KASIH  HADIAH

Baca juga  karyaku yang lain

-Indentitas Tersembunyi Sang Menantu( BARU)

-Aresya

-Manusia Titisan Dewa

-Menikah Karena  Wasiat( Cat story)

-Pariban jadi Rokkap

-Cinta untuk Sang Pelakor (Tamat)

-Menikah dengan Brondong (Tamat)

-Menjadi tawanan bos  Mafia (Tama)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!