"Sah!"
Sebuah kata sah membuat hati Elyna lega sekaligus terharu. Dia tidak menyangka pada akhirnya akan dipersunting oleh seorang pria yang tidak dia kenal, tapi dia sangat yakin jikalau pria itu mampu menjadi imam yang baik. Lengkungan senyum terukir di wajah cantiknya yang sudah dirias sedari pagi.
"Ibu, Ayah, El hari ini sah menjadi seorang istri," batinnya berkata. Dia memejamkan matanya sejenak. Menahan kesedihan yang mendalam yang tengah dia rasakan. Ketika anak-anak yang lain menikah didampingi oleh kedua orang tuanya, beda dengan Elyna yang hanya bisa berharap jika kedua orang tuanya tenang di surga sana.
"El, kita ke suami kamu." Suara lembut terdengar.
Nesha, dia adalah istri dari kakak suaminya. Wajahnya cantik dan terlihat amat sederhana. Sedangkan di sampingnya ada seorang wanita yang lebih cantik dari kakak iparnya, yakni adik ipar dari sang suami. Dari segi penampilan Elyna sudah dapat menilai jikalau adik ipar suaminya tersebut bukanlah dari kalangan biasa. Sesederhana apapun penampilannya tetap saja barang mahal yang dia kenakan.
Nesha dan juga Echa menggandeng tangan Elyna menuju tempat diadakannya akad. Dadanya bergemuruh sangat kencang. Dia ingin melihat wajah asli dari suaminya yang hanya bisa dia lihat pada sebuah foto yang ayah mertuanya berikan.
Langkah demi langkah kakinya menapaki karpet merah yang terbentang. Sudah terlihat punggung tegap seorang pria yang kini sudah sah menjadi suaminya. Mengenakan pakaian sama dengan dirinya. Jantung pun sudah tidak bisa dikondisikan.
Tak terasa kini dia sudah berada tepat di samping suami tercinta. Nesha dan Echa membantunya untuk duduk di kursi tepat di samping pengantin pria. Mereka harus membubuhkan tanda tangan terlebih dahulu di buku nikah.
Elyna tidak berani menatap pria yang berada di sampingnya. Pandangannya masih dia tahan untuk tidak menoleh. Hingga penghulu mengatakan bahwa saatnya mempelai pria memakaikan cincin di jari manis mempelai wanita. Sungguh Elyna sangat bahagia. Dia tidak sabar ingin segera melihat wajah suaminya.
Perlahan lahan pria itu menolehkan tubuhnya. Pada saat itu nektra mata mereka bertemu. Sungguh Elyna ingin berteriak sangat keras.
"Tampan!"
Begitulah batinnya berkata. Matanya pun tak berkedip melihat suaminya yang lebih tampan dari foto yang selalu dia pandang.
"Kini, giliran mempelai wanita Elyna memasangkan cincin di jari manis mempelai pria, yakni Rifal Addhitama."
Tangan Elyna bergetar dan dapat dilihat oleh semua orang. Mereka yang ada di sana hanya mengulum senyum. Begitukah rasanya menikah karena perjodohan? Masih sama-sama canggung. Bagaimana dengan acara malam pertama mereka nanti? Begitulah pikiran para tamu yang berada di sana..
"Sekarang, Nak Rifal kecuplah kening istrimu dengan penuh cinta juga sangat dalam." Perintah Pak penghulu membuat tubuh Elyna menegang seketika. Memakaikan cincin di jari manis sang suami saja dia sudah gemetar. Bagaimana jika dia dikecup oleh pria yang kini menjadi makhramnya.
Elyna tidak melihat reaksi suaminya seperti apa. Dia hanya menunduk dengan menahan senyum. Diiringi dada yang berdegup sangat hebat.
Sebuah benda kenyal dan hangat menyentuh keningnya. Refleks Elyna memejamkan matanya. Tak terasa bulir bening pun menetes di ujung matanya. Sungguh bahagia rasanya.
"Ananda Elyna, ciumlah tangan suamimu dengan penuh cinta." Tak segan Elyna meraih tangan kanan Rifal dan menciumnya dengan sangat dalam dan begitu lama.
"Nak Rifal, kecuplah ujung kepala istrimu yang kini ada di hadapanmu." Apapun yang dikatakan pak penghulu katakan Rifal lakukan.
Banyak ucapan selamat beserta doa mengalir pada mereka berdua. Rifal dan Elyna menyikapinya dengan sebuah senyuman. Ketika sudah mulai senggang, Elyna mulai mengajak berbincang Rifal.
"Mas, ka-"
Rifal meninggalkan Elyna begitu saja tanpa satu buah kata pun. Elyna tercengang, tetapi dia masih berpikir positif. Hidup dipenuhi buruk sangka akan menjadikan tubuh manusia kurus kering dan otak tidak bagus.
Elyna hanya memandangi punggung tubuh Rifal yang semakin jauh dan kini menghilang. Elyna tidak memiliki pikiran apapun kepada suaminya. Hingga sang ayah mertua menghampirinya dan memeluk tubuhnya.
"Makasih ya, El. Sudah mau menerima lamaran Papih." Perkataan Addhitama membuat Elyna menitikan air mata. Ucapan ayah mertuanya sama seperti mendiang ayahnya. Sangat lembut dan penuh cinta.
Mata Elyna terus melihat ke sekeliling ruangan yang didekor sedemikian cantiknya. Dia juga tersenyum ketika melihat keponakan-keponakan suaminya yang sangat akur satu sama lain. Mata Elyna memicing ketika melihat adik iparnya memeluk tubuh seorang wanita yang amat cantik tengah menitikan air mata. Dahi Elyna mengkerut dan banyak pertanyaan di dalam benaknya.
"Siapa wanita itu? Kenapa dia menangis?" Benaknya terus berkata. Dia melihat sang adik ipar sangat dekat dengan perempuan cantik itu.
Pandangannya teralihkan ketika Elyna dihampiri oleh salah seorang yang mengatur baju pengantin yang harus dia gunakan. Dia pun mengikuti ke mana orang itu pergi.
"Kak, Key pengen ngucapin selamat kepada mereka,' lirih sekali perkataannya. Ditambah wajahnya sangat sembab juga matanya merah terlalu banyak menangis.
"Apa kamu yakin?" Sebuah anggukan yang menjadi jawaban dari perempuan itu.
Helaan napas kasar keluar dari mulut Echa. Dia tidak ingin sang sepupu semakin terluka. Sudah pasti ini akan sangat menyakiti hatinya.
"Pikirkan lagi, Key."
Saran dari Echa ditolak oleh perempuan tersebut. Dia tetap bersikukuh ingin bertemu dengan kedua mempelai pengantin yang baru saja sah sebagai sepasang suami-istri.
Echa pun menuruti keinginan sepupunya tersebut. Namun, dia tidak melihat keberadaan Rifal juga Elyna.
"Pengantinnya lagi ganti kostum," ujar Nesha.
Echa menatap ke arah sepupunya. Hanya wajah sendu yang dia tunjukkan. Echa mengajaknya untuk bergabung bersama keluarga mereka yang berada di sana. Ada rasa iba yang para keluarga tunjukkan. Namun, si perempuan muda itu hanya menunduk dalam. Menahan laju air matanya agar tak menetes di hadapan mereka semua.
Setengah jam berselang, sepasang pengantin sudah berganti pakaian. Kali ini Elyna terlihat lebih cantik dan Rifal sangatlah tampan. Pasangan yang serasi. Bertepatan dengan Rifal dan Elyna menuju pelaminan, perempuan yang tengah menunggunya menoleh. Dia melihat pasangan suami-istri baru itu sangat bahagia dan cocok. Ada air yang sudah ingin menetes dari pelupuk matanya. Sekuat tenaga dia tahan.
Semua orang terkejut ketika perempuan itu meninggalkan mereka dan menuju pelaminan. Echa dan adiknya sudah ingin mengejar perempuan itu. Namun, mereka dilarang oleh ayah kandung perempuan tersebut.
"Biarkanlah! Untuk terakhir kalinya."
Sebuah kalimat yang teramat mengiris hati. Mereka semua hanya bisa memandangi dari kejauhan. Terlihat tubuh si perempuan itu membeku sama halnya dengan si pengantin pria yang mematung.
🎶
Harusnya aku yang di sana
Dampingimu dan bukan dia
Harusnya aku yang kau cinta
Dan bukan dia
Harusnya kau tahu bahwa
Cintaku lebih darinya
Harusnya yang kau pilih bukan dia
"Selamat!"
...****************...
Semoga kalian suka, ya.
Jangan lupa tinggalkan komen kalian.
Bab-nya gak akan panjang kok gak kaya cerita-cerita aku yang lain.
"Selamat!'
Sebuah kata dengan uluran tangan terarah kepada Rifal. Tubuh pria itu menegang dan wajah wanita yang berucap tak indah dipandang. Sembab, mata merah dan hidung pun merah. Wajahnya pun memucat walaupun sudah dihiasi perona bibir.
Interaksi kedua manusia itu tak luput dari pandangan Elyna. Dia sedikit bingung kenapa suaminya hanya terdiam. Padahal tangan perempuan di depannya sudah terulur, menunggu untuk disambut. Jantung Elyna berhenti berdetak ketika suaminya malah memeluk tubuh si perempuan itu. Si perempuan tidak membalasnya, tetapi raut kesedihan terpancar jelas di wajahnya.
"Harusnya ini semua tidak terjadi."
Perkataan lemah yang samar terdengar di telinga Elyna. Akan tetapi, dia harus mengontrol semuanya. Dia tidak boleh berburuk sangka. Walaupun hati kecilnya mengatakan bahwa perempuan ini bukanlah wanita biasa untuk sang suami.
"Semoga bahagia," balas Keysha dengan begitu lirih. Sekuat tenaga dia menahan laju air mata. Dia tidak boleh menangis.
Keysha ingin mengurai pelukan Rifal. Namun, suami dari istri orang itu mencegahnya. "Ijinkan aku memelukmu untuk terakhir kalinya."
Tes.
Bulir bening menetes begitu saja membasahi wajah Keysha. Janjinya pada diri sendiri dia ingkari. Terlalu sakit kenyataan yang harus dia hadapi. Sungguh dia rapuh kali ini. Ingin rasanya dia membawa lari suami orang ini. Namun, logikanya masih berjalan dengan baik dan tidak akan bertindak keji.
Cukup lama mereka berpelukan, akhirnya Keysha mengurainya. Dia tersenyum ke arah Rifal dengan wajah yang basah.
"Terima kasih." Hanya kalimat itu yang mampu Keysha katakan. Dia tidak sanggup jika harus berlama-lama menatap wajah tampan sang pujaan yang kini sudah sah menjadi milik orang.
Keysha mulai meninggalkan Rifal dan beralih pada seorang wanita cantik berhijab. Dia tersenyum manis ke arah Elyna.
"Selamat ya, Mbak." Ucapan begitu tulus yang membuat Elyna menganggukkan kepala juga menyambut uluran tangan Keysha. Namun, di hatinya tersemat pertanyaan besar. Siapa? Dan ada hubungan apa?
"Semoga jadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah." Doa yang sebenarnya amat berat untuk Keysha ucapkan. Namun, dia harus berlapang dada sekarang. Mengikhlaskan apa yang Tuhan takdirkan bukan miliknya.
"Jaga dia baik- baik, ya." Keysha menoleh sejenak ke arah Rifal yang juga tengah menatapnya. "Aku titipkan dia kepadamu, Mbak. Berikan cinta tulusmu kepadanya." Seulas senyum penuh kesakitan Keysha ukirkan. Kemudian, dia turun dari pelaminan dengan memegang dadanya yang teramat sesak.
🎶
Aku titipkan dia
Lanjutkan perjuanganku 'tuknya
Bahagiakan dia Sayangi dia
Seperti ku menyayanginya
'Kan ku ikhlaskan dia
Tak pantas ku bersanding dengannya
Akan ku terima dengan lapang dada
Aku bukan jodohnya
Bulir bening menetes begitu saja dan semua keluarga Keysha sudah menyambutnya. Memeluk tubuh Keysha dengan begitu erat. Punggung Keysha pun bergetar sangat hebat. Itu tak luput dari pandangan Rifal yang berada di pelaminan.
"Harusnya kamu yang di sampingku sekarang. Aku pasti akan sangat senang."
Sesekali Elyna melirik ke arah sang suami yang sedari tadi masih memperhatikan perempuan cantik itu. Pandangan suaminya pun amatlah berbeda. Membuat Elyna semakin curiga. Namun, untuk kesekian kalinya dia menggelengkan kepala. Dilarang suudzon, begitulah mindsetnya dia atur.
Elyna dikejutkan perginya sang suami secara mendadak dari pelaminan berbarengan dengan perginya perempuan tadi dan juga keluarganya.
"Mas!" Refleks Elyna memanggil suaminya. Namun, Rifal terus melenggang begitu saja.
Elyna nampak kebingungan, ditambah banyak tamu undangan yang mempehatikan. "Siapa perempuan itu?" batinnya bertanya.
.
Selama acara resepsi sederhana berlangsung, Rifal sama sekali tidak membuka suara. Ditanya oleh Elyna pun tidak menjawab. Dia bagai patung bernapas. Raut wajahnya terlihat sangat menyedihkan. Seperti orang frustasi.
Elyna ingin mencairkan suasana di atas pelaminan yang begitu hening. Namun, sang suami tetap saja menutup mulutnya dengan sangat rapat.
Rangkaian acara sudah selesai, Elyna sudah masuk ke kamar hotel di mana nantinya dia dan sang suami menghabiskan malam pertama di sana. Hembusan napas kasar keluar dari mulut Elyna yang sudah duduk di pinggiran tempat tidur. Dia masih mengenakan baju pengantin. Raut wajahnya pun terlihat sedih.
Dia teringat ketika Rifal meninggalkan pelaminan. Cukup lama Rifal pergi hingga ketika dia kembali, wajahnya nampak sedih. Seperti orang yang habis menangis. Ingin rasanya Elyna bertanya, tetapi Rifal seakan menutup dirinya. Mulutnya seakan mengharamkan untuk berbicara padanya. Lebih baik Elyna mengalah. Ketika suaminya sedang menjadi api, lebih baik dia berperan menjadi air agar rumah tangganya bisa awet dan langgeng.
Lamunannya terburai ketika pintu kamar tersebut terbuka. Elyna tersenyum hangat ke arah suaminya yang baru saja masuk ke dalam kamar. Namun, Rifal melewatinya begitu saja. Seperti tidak menganggap dia ada di sana.
"Mas, mau langsung mandi atau-"
Ucapan Elyna terhenti ketika Rifal hanya meletakkan jasnya dan pergi kembali. Elyna cukup terkejut dengan sikap Rifal. Dia pun mencoba untuk mengejar Rifal. Naasnya, dia terjirat gaun pengantin yang dia kenakan hingga terjatuh. Suara kesakitan mampu Rifal dengar. Namun, tak membuatnya membalikkan tubuhnya hanya untuk sekadar menolong wanita yang sudah sah menjadi istrinya.
"Mas," ucap Elyna bertepatan dengan pintu yang sudah tertutup.
Senyum penuh kegetiran yang Elyna tunjukkan. Mencoba berdiri sendiri dari posisi tersungkur. Tarikan napas panjang keluar dari mulutnya.
"Pernikahanmu pasti akan berujung bahagia, yakinkah El." Elyna bergumam sendiri. Menyemangati dirinya sendiri.
Jam terus bergerak, tetapi suaminya tak kunjung kembali ke kamar hotel. Padahal dengan percaya dirinya Elyna sudah mengenakan pakaian dinas. Salah satu cara membahagiakan suami di malam pertama pernikahan mereka.
Elyna sudah bolak-balik kamar mandi dengan tubuh yang dibalut selimut. Meskipun sendiri dia malu jika harus melihat dirinya memakai pakaian yang tidak pantas dikatakan pakaian. Hanya kain jaring ikan yang sangat tipis.
Elyna sesekali melihat ke arah jam dinding. Juga melihat lekuk tubuhnya yang dibalut selimut.
"Aku tidak terlalu buruk. Kulitku putih, dan semuanya terawat," gumamnya. "Semoga suamiku akan senang dan aku tidak mengecewakan fantasinya."
Ekspektasi Elyna terlalu tinggi, hingga pada akhirnya dia kecewa sendiri. Suaminya tidak pulang sampai pagi.
" Ke mana kamu, Mas?" Elyna benar-benar tak memejamkan mata. Dia terus menunggu suaminya pulang.
Adzan subuh berkumandang. Tak teras bulir bening menetes begitu saja dari pelupuk matanya ketika lafadz Allahu Akbar Allahu Akbar.
"Harusnya aku tidak boleh terlalu berharap kepada manusia," ucapnya dengan senyum kekecewaan.
"Maafkan hamba, Ya Allah."
Elyna turun dari tempat tidurnya dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Sengaja mengguyur kepalanya dengan air dingin agar panas hati juga pikirannya padam.
Selepas menjalankan sholat subuh, harapan Elyna masih ada. Dia tetap menunggu suaminya sambil duduk di sofa dengan tangan yang menggenggam tasbih. Berdzikir hingga dia ketiduran.
Suara bel terdengar membuat Elyna terlonjak dan sebuah kalimat istighfar keluar dari mulutnya. Dia melihat ke arah dinding dan ternyata sudah terang. Di luaran sana sudah terang..
"Pasti Mas Rifal." Ternyata harapan itu tetap ada.
Elyna yang masih menggunakan mukena pun segera membukakan pintu. Senyumnya pun menguar.
"Tidur lagi?" Elyna mengangguk dengan senyum canggung. Dia masih mengenakan mukena yang dipakai untuk solat subuh.
"Emangnya berapa ronde semalam?"
...****************...
Boleh minta komennya gak? Biar Up-nya rutin.
"Key."
Suara seorang pria terdengar sangat berat. Keysha yang hendak membuka pintu mobil pun mengurungkan niatnya. Memilih untuk menoleh ke belakang yang ternyata ada Rifal yang tengah berlari ke arahnya.
"Aku sangat mencintai kamu, Key." Rifal memeluk tubuh Keysha dengan sangat erat. Sedangkan Keysha tidak membalasnya sama sekali. Tangannya masih dia letakkan di bawah.
Hati kecilnya ingin sekali membalas pelukan dari seseorang yang sudah lama ini mengisi hatinya. Namun, sebuah keadaan membuat mereka harus berpisah dengan sangat terpaksa. Merasa tidak ada pergerakan dari Keysha, Rifal mengendurkan pelukannya. Wajah Rifal basah dan menandakan bahwa pria dewasa itu menangis. Hati Keysha semakin teriris.
"Maafkan aku," sesal Rifal. "Andaikan aku tidak menerima-" Perkataan Rifal terhenti ketika sepasang tangan menyentuh pipi Rifal. Mengusap lembut wajah Rifal yang basah.
"Jangan salahkan keadaan," balas Keysha. "Anggap saja ini adalah takdiR Tuhan."
Azkano, ayah dari Keysha terdiam mendengar ucapan dari sang putri. Dia sangat melihat betapa sedihnya putrinya itu. Kesedihan putrinya hari ini ada andil dirinya juga. Seharunya dia mengijinkan Rifal melamar putrinya, bukan malah menyuruhnya menunggu. Sedangkan umur Rifal sudah tidak muda lagi.
Sekuat tenaga Keysha menahan rembesan air mata. Ternyata di sini bukan hanya dirinya yang terluka, sang mantan kekasihnya pun amat terluka.
"Terima kasih atas kenangan manisnya selama ini." Seulas senyum Keysha berikan, menutupi hatinya yang sudah tak karuhan.
"Aku tidak mencintai dia," ucap lemah Rifal. Namun, masih mampu Keysha dan Azkano dengar.
"Tapi, sekarang dia itu istrimu, Kak." Keysha berucap dengan begitu lembut. Tangannya mulai menggenggam erat tangan Rifal hingga sang empunya tangan melihat ke arah tangan mereka yang tengah saling genggam.
"Lupakan aku, Kak."
Perkataan yang tidak Rifal harapkan keluar juga dari mulut Keysha. Sorot matanya penuh keseriusan juga kepedihan. Respon dari Rifal hanya menggeleng.
"Dia tidak akan pernah bisa menggeser posisi kamu di hati aku," balas Rifal. "Dan aku tidak akan pernah sanggup untuk melupakan kamu."
Mata Keysha sudah berair. Dadanya sesak, hatinya perih mendengar ucapan yang teramat tulus. Berbanding terbalik dengan kenyataan yang terbilang tidak mulus.
"Tidak boleh begitu, Kak," cegah Keysha. "Dia tidak salah," lanjutnya lagi.
Hembusan napas berat keluar dari mulut Keysha. Tangannya masih menggenggam tangan Rifal dan hati kecilnya tidak ingin melepaskannya. Ingin egois, tapi dia bukanlah wanita sadis.
"Jangan sakiti dia, walaupun Kakak tidak cinta. Cukup aku saja yang mengalah," tekannya.
Rifal pun terdiam mendengarnya. Hati wanita di hadapannya ini sungguh luar biasa baiknya. Tidak menyimpan dendam sama sekali.
"Jangan buat Papih Kakak kecewa kepada Kakak. Beliau menaruh harapan yang besar kepada Kakak. Biarkan aku yang mengubur harapanku untuk kebahagiaan Kakak juga Papih Kakak." Lagi-lagi Keysha menyunggingkan senyum manisnya, dan Rifal hanya bisa membeku dengan mulut yang kelu.
"Aku pergi ya, Kak. Sekali lagi selamat menempuh hidup baru dan bahagialah selalu."
Perlahan genggaman tangan itu terlepas dan Keysha dengan pelan membalikkan tubuhnya. Tak teras bulir bening menetes dan mengalir dengan begitu derasnya.
"Aku hanya ditakdirkan menjaga jodoh orang."
Batin Keysha berkata dengan sangat perih. Uluran tangan dari sang ayah Keysha sambut dan dia sama sekali tidak menolehkan wajahnya ke arah belakang. Cukuplah Rifal menjadi masa lalunya dan sekarang sudah waktunya untuk menata masa depan.
Rifal tidak dapat berkata apapun. Hanya air mata yang menetes lagi. Ternyata dia cengeng, dia lemah, dan dia rapuh. Dia terus menatap mobil yang membawa Keysha hingga mobil itu tidak terlihat lagi olehnya.
Rifal sama sekali tidak pernah melihat ataupun menatap wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya. Hatinya benar-benar tertutup sangat rapat untuk wanita manapun. Hanya Keysha, Keysha dan Keysha.
"Mas." Suara yang sama sekali tidak membuatnya menoleh. Dia masih terdiam bagai patung bernapas.
Ketika resepsi selesai, Rifal memilih untuk bergabung dengan adik juga kakaknya. Tidak langsung masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah disiapkan. Padahal Elyna sudah masuk ke dalam kamar pengantin.
"Bukannya belah duren," goda Rindra. Hanya tatapan datar yang Rifal berikan. Malas rasanya menimpali ucapan kakaknya tersebut.
"Empin gimana?" tanya Radit kepada Echa.
"Gak kenapa-kenapa," jawab sang istri. "Kita juga dilarang ke sana sama Riana juga Aksa. Suruh istirahat di sini dulu," tambahnya lagi.
"Di rumah sakit ada siapa aja?" tanya Radit. Echa menyebut satu per satu nama anggota keluarganya. Nama Aska dia sebut dan membuat Rifal sedikit tersenyum.
"Di mana Gavin dirawat?" Pertanyaan Rifal membuat semua orang menatap bingung ke arahnya. Namun, Rifal tetap meminta jawaban atas pertanyaannya kepada adik iparnya.
"Di mana, Cha?" paksa Rifal. Echa pun memberitahukan nama rumah sakitnya.
Rifal ingin segera pergi ke rumah sakit tersebut, tapi suara sang ayah membuat langkahnya terhenti.
"Papih mau bicara berdua sama kamu."
Hembusan napas kasar keluar dari mulut Rifal. Dia tahu apa yang akan dikatakan oleh ayahnya. Mau tidak mau dia harus mengikuti perintah ayahnya. Mereka berdua sudah ada di kamar sang ayah. Rifal duduk di sofa yang ada di sana. Sang ayah pun duduk di sebelah putra keduanya.
"Jangan pernah berbuat kesalahan yang tak semestinya kamu lakukan," ucap Addhitama.
"Pernikahan ini adalah sebuah kesalahan yang harusnya tidak Ipang lakukan. Harusnya Ipang menikah dengan Keysha bukan dengan wanita itu." Rifal berani menjawab ucapan dari ayahnya. Inilah di mana dia lelah dengan semuanya. Harusnya menata kebahagiaan malah mendapatkan kesedihan yang tidak dia inginkan.
"Salah Ipang apa, Pih?" Mata Rifal sudah menatap lekat sang ayah. Tatapan sedih, lelah jadi satu.
"Selama ini Ipang selalu jadi anak penurut. Ipang selalu menjadi anak penengah yang menyatukan kakak dan adik Ipang berseteru. Sekarang, kenapa Papih malah membuat perseteruan dengan Ipang? Kenapa Pih?" Semua gejolak di dada yang sebulan ini Rifal rasakan dikeluarkan tanpa ampun. Suaranya pun bergetar.
"Apa Ipang tidak boleh memilih kebahagiaan Ipang sendiri?" tanyanya lagi. Sorot matanya kini sendu dan berair. "Apa belum cukup Ipang terus mengalah selama ini? Mengenyampingkan keinginan Ipang demi Papih, Bang Rindra juga Radit. Apa semuanya tidak cukup, Pih?"
Addhitama terdiam mendengar ucapan dari putra keduanya. Hatinya sakit ketika mendengar Rifal berkata seperti itu.
"Umur kamu sudah tidak muda lagi," ucap Addhitama. "Umur Papih juga sudah tidak akan lama lagi. Apa salah kalau Papih ingin melihat putra kedua Papih menikah sebelum Papih meninggalkan kalian?"
"Kenapa Papih menjelma bak Tuhan? Kenapa Papih sok tahu dengan umur Papih? Jangan jadikan itu alasan untuk merenggut kebahagiaan yang sudah Ipang raih dengan Keysha. Harusnya Papih jangan lakukan ini," tuturnya dengan nada yang teramat lemah.
"Ipang juga ingin bahagia dengan wanita yang Ipang cinta. Ipang ingin seperti Bang Rindra juga Radit yang bahagia dengan istrinya." Rifal bagai orang frustasi kali ini.
"Papih yakin, pernikahan ini akan membuat kamu bahagia. Cinta akan datang karena terbiasa."
Rifal tersenyum sinis mendengar ucapan dari sang ayah. Dia mulai menatap ayahnya kembali.
"Jika, Ipang tidak bisa mencintainya ... bolehkah Ipang menceraikannya?"
...***To Be Continue***...
Komen dong ya ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!