NovelToon NovelToon

Mafia And The Princess Of Wands

Magic of Wands

"Lea berhati-hatilah, kalau kamu terlalu melongok ke bawah, kamu akan jatuh ke bumi." Kata mamaku memperingatkanku.

"Bumi? Apa itu? Apakah itu suatu tempat?" Tanyaku.

Mama mengangguk, "Tempat yang indah sekaligus menyakitkan." Jawab mama.

Hal itulah yang selalu kuingat sampai sekarang. Usiaku sudah 20 tahun, rasa ingin tahuku semakin lama semakin besar.

"Genevieve, ayo kita kesana. Jujur saja aku bosan disini." Ajakku kepada sahabatku. Aku mempunyai dua orang sahabat, mereka selalu menemaniku kesana dan kemari.

Biasanya kami bermain ke pucuk-pucuk daun, atau pergi ke rumah Nyonya lebah untuk membantunya mengumpulkan madu-madu.

Oh, aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Lea. Lea saja tidak ada kepanjangan, penulis menciptakanku karena dia sudah terlalu pusing membuat cerita konflik rumah tangga yang terlalu serius, sehingga terciptalah aku dan kawan-kawanku ini, Genevieve dan Rose.

Oh, si penulis baru saja membisikiku, katanya nama Genevieve terlalu panjang jadi dia akan menggantinya, tunggulah sebentar dia sedang berpikir.

Tik...tok

Tik...tok

Aha, dia membisikiku lagi namanya tetap Genevieve tapi panggil saja Vivi, aneh sekali bukan? Aku dapat mengerti keanehannya.

Baiklah, kali ini aku akan memperkenalkan diriku, namaku Lea. Aku adalah seorang putri kerajaan Magic Of Wands di atas awan. Biasanya kami punya sayap untuk terbang ke pucuk daun itu, tapi kalau kami tidak mau memakainya tidak apa.

Seperti Tinkerbell tapi kami seukuran manusia bumi. Aku sudah belajar tentang manusia bumi. Kalau kami jatuh ke bumi, kami akan mempunyai kekuatan untuk melindungi diri kami sendiri, tapi sayap kami akan hilang.

Karena aku seorang putri kerajaan, orangtuaku mengharuskanku memakai seorang pengawal, laki-laki tentu saja. Supaya ada konflik di bab berikutnya kan. Dia bernama Rue.

Tempat tinggal kami persis seperti desa Tinkerbell, hanya saja kami besar tidak mini. Kami juga punya bubuk terbang atau bubuk ajaib.

Dan aku sangat penasaran apa saja yang ada di bumi. Jadi, sore ini aku mengajak Vivi dan Rose untuk berjalan lebih dekat ke arah bumi.

"Aku ingin sekali kesana, bagaimana dengan kalian?" Tanyaku sambil melongok penuh harap.

"Aku ikut saja denganmu, Lea." Jawab Vivi.

Rose pun mengangguk, "Tapi, apa kamu tidak takut?" Tanya Rose.

Aku menggeleng, "Hanya saja, kita harus menghilangkan Rue dulu bukan? Dia tidak mungkin mengikuti kita selamanya." Sahutku.

"Apakah kamu akan melompat ke bawah sana, Lea?" Tanya Vivi.

"Tentu saja. Kan tinggal melompat saja, kita pasti akan terjatuh ke bawah tidak mungkin melayang." Aku menjawabnya, "kita diskusikan dulu waktu yang tepat untuk kita melompat ke bawah." Usulku.

Mereka berdua mengangguk. Hari demi hari kami hanya berdiskusi tentang turun ke bumi.

"Apa kamu punya uang? Berdasarkan riset yang aku lakukan, hidup di bumi itu butuh uang." Sahut Rose.

"Benar juga. Kita bisa mencari pekerjaan disana begitu kita sampai." Jawabku santai.

Mereka mengangguk lagi dan menyetujui saranku. Dan akhirnya kami sudah menentukan waktu untuk turun ke bumi. Tapi mereka setuju ikut denganku asal Rue diajak.

Sialnya, mereka memintaku untuk memikirkan cara bagaimana supaya Rue mau ikut dengan kami.

Apa kudorong saja Rue terlebih dahulu? Pikirku.

Atau, kami pura-pura terjatuh dan meminta pertolongannya kan otomatis dia bisa ikut dengan kami?

Baiklah, begitu saja!

Hari yang dinanti pun tiba...

"Aku sampai tidak bisa tidur selama tiga hari." Sahut Vivi.

Aku melihatnya dan mengernyitkan keningku, "Kenapa harus sampai tiga hari tidak tidur?" Tanyaku.

"Aku membayangkan kalau kita tersesat di bumi, Lea. Yang kudengar, bumi itu indah tapi menyakitkan. Kalau disini yang menyakitkan hanyalah ucapan nenek sihir jahat itu." Sabut Vivi lagi.

Nenek sihir jahat itu adalah seorang wanita tua penjaga pintu air terjun, yang konon katanya air terjun itu air terjun ajaib, bisa mendatangkan keuntungan, bahkan cinta abadi namun nenek itu selalu mengoceh tentang banyaknya orang yang datang di siang hari sehingga mengganggu jam tidur siangnya.

Kami sudah tiba di pintu awan, perbatasan antara langit dan bumi.

"Apa yang akan anda lakukan nona Lea? Ini area terlarang." Ucap Rue.

Aku sengaja berjalan di tepiannya supaya aku bisa jatuh dan sengaja mengajak Rue tanpa menimbulkan kecurigaan.

"Aku hanya berjalan disini, tunggu saja disana!" Sahutku.

Aku mengajak Vivi dan Rose berlarian disana, padahal kami sambil mengecek barang bawaan kami.

Aku meminta Vivi mendorongku, dan nantinya dia yang akan berpura-pura meraih tanganku, dan begitu seterusnya sampai ke Rose.

"Vivi, sekarang!" Bisikku.

Vivi mengangguk, dan mendorongku kencang bahkan terlalu kencang, "Vivi, tanganmu!!!" Teriakku, aku terjatuh dan tidak sempat meraih tangan Vivi.

Vivi menyusulku, dan aku sempat mendengar kehebohan di atas sana, "Rue, Lea terjatuh!! Aku akan menangkapnya!" Teriak Rose.

Seperti yang sudah kuperkirakan, Rie ikut terjun bersama kami...

Brukkk

Brukk

"Vivi, tubuhmu berat." Sahutku tertindih tubuh Vivi.

Brukk

Brukk

"Ouch, be...bergeserlah..." Sahutku. Kemudian berdiri setelah mereka bergeser dari tubuhku.

Aku melihat sekelilingku, lalu lalang kendaraan beserta suara bising yang luar biasa. Orang-orang sibuk berjalan dengan sesuatu benda yang menempel di tangan mereka. Ada juga gedung-gedung tinggi yang tingginya hampir menyentuh rumah kami.

"Lea, apa ini bumi?" Tanya Rose.

Rue merapatkan lengannya di lenganku, "Nona Lea, berhati-hatilah." Katanya.

"Sepertinya ini bumi, tapi kok kumuh yah dan sangat berisik?" Jawabku.

Kami saling merapatkan diri, karena ini berbeda sekali dengan tempat tinggal kami.

"Lea, lihatlah bangunan itu. Kenapa kita tadi tidak turun melalui bangunan itu?" Tanya Vivi.

Aku memandang ke arah yang di tunjuk oleh Vivi, "Benar juga, tidak terpikirkan olehku, Vi." Jawabku sambil berbisik.

Kami berjalan berempat, dan nampaknya membuat jalanan besar itu menjadi terlalu sempit sehingga kami memutuskan untuk berjalan berdua-dua.

"Lea, sayapmu dan sayap Rue hilang!" Sahut Rose, meraba-raba punggungku.

"Bagaimana dengan sayap kami?" Tanyanya, berbalik ke belakang dan memintaku untuk memeriksanya.

"Sayap kalian juga hilang! Benar kata mama, ketika sampai di bumi, sayap kita akan menghilang." Jawabku.

Kami kembali berjalan dalam barisan dua saf. Selagi kami berjalan dan melihat-lihat, tiba-tiba saja sebuah mesin roda empat berwarna hitam berhenti di depan kami, dan keluarlah empat hingga lima orang pria berpakaian aneh.

"Kami menemukannya!" Sahut si pria tanpa rambut.

"Segera tangkap!" Kata suara seseorang di dalam kotak kecil.

Kemudia mereka memegangi kami, dan memaksa kami masuk ke dalam mesin beroda itu.

"Hei...hei! Apa ini? Dan siapa kalian?" Tanyaku memberanikan diri.

Teman-temanku ikut di masukan ke dalam mobil bersamaku.

Tak lama sekepulan asap muncul dari atap mesin itu dan membuat kami mengantuk dan tertidur.

...----------------...

The Boss

Entah dimana kami berada sekarang, tapi kami berada di sebuah bangunan aneh yang sangat besar. Mungkin ini lebih besar dari kamarku di kerajaan asalku.

Seorang pria berbadan tegap, bermata empat dan berwarna hitam menyeramkan, dengan pakaian rangkap-rangkap hitam mengerikan mendekati kami.

"Siapa diantara kalian yang bernama Lea?" Tanya pria itu dengan suara menggelegar.

Deg

Darimana dia mengenalku?

Apa dia turun ke bumi juga?

Atau apakah dia orang suruhan orangtuaku yang diutus untuk mencari kami?

"Aku Lea!" Jawabku tanpa sedikit pun rasa takut.

"Nona Eleanor telah ditemukan bos. Mereka sedang berada di ruang tamu anda saat ini." Katanya, seperti saat Rue melaporkan kenakalanku.

"Nona Eleanor bersama dengan beberapa orang temannya." Katanya lagi.

"Mohon maaf, namaku Lea. Bukan Eleanor." Sahutku memberanikan diri berbicara kepada pria bermata empat itu.

"Sebentar bos, wanita ini sedang berbicara." Katanya, dan menutup benda segi empat yang tadi dia pakai untuk berbicara.

"Siapa tadi kamu bilang namamu?!" Tanya pria itu galak.

"Lea." Jawabku singkat.

"Ya, Lea siapa? Siapa nama panjangmu? Aku tau namamu Lea. Wajahmu pun mirip dengan Lea itu. Jangan mempermainkanku!" Sahutnya.

"Lea saja, tidak ada kepanjangan." Jawabku.

Pria itu kemudian pergi dan berbisik-bisik dengan benda berbentuk kotak itu.

"Aneh sekali. Apa benar ini bumi?" Tanya Rue.

Aku mengangkat bahuku, "Entahlah. Semua yang ada disini belum pernah aku lihat, dan kenapa banyak pria bermata empat dan berwarna hitam? Dan benda kotak apa itu?" Otakku kudorong hingga batas maksimal supaya bisa berpikir dengan baik dan benar.

"Lea, apa kamu tidak takut?" Tanya Vivi.

Aku menggeleng, "Tidak ada yang aku takutkan disini. Aku hanya takut orangtuaku mencariku kemudian menghukumku, itu lebih menakutkan. " Sahutku membayangkan aku dikurung di dalam kamarku yang membosankan, dan sayapku di patahkan. Itu lebih mengerikan bukan? Sama seperti ketika kamu sudah lelah menulis, dan otakmu menolak untuk bekerja sama, ditambah lagi level karyamu tidak kunjung bertambah. Aku rasa itu lebih mengerikan daripada di sekap disini.

Tak lama, seorang pria lain berjalan dengan angkuhnya mendekati kami, dan ia langsung melihatku.

Deg

Dia tampan sekali. Jantungku berdegup kencang.

Pria itu memperhatikan wajahku, dari atas ke bawah tidak ada yang luput dari pancaran matanya.

"Siapa namamu?" Tanyanya.

"Le....Lea." jawabku.

"Lea siapa? Aku butuh nama panjangmu!" Tukasnya.

Ada apa dengan orang-orang ini? Apa mereka tidak mampu mengingat wajah seseorang sampai harus selalu menanyakan nama panjang?

"Namaku Lea. Tidak ada panjang-panjangnya!" Seruku kesal.

Pria itu melepas mata luarnya, dan

Triiiinnnng.

Dia mempunyai dua mata sepertiku, dan matanya sangat indah. Berwarna hijau lumut. Aku memandang matanya dan mengikuti tatapan matanya.

"Siapa kamu?!" Tanyanya jengah.

"Sudah kubilang namaku Lea." Jawabku lagi kebingungan.

Pria itu bertolak pinggang, dan memandang kesal kepada pria-pria lainnya, "****!! Kalian salah orang!! Kembalikan mereka!" Perintahnya.

Dan sebelum dia pergi, dia kembali menatapku. Entah apa yang dilihatnya, kemudian dia berbisik kepada salah satu pria berbadan tegap itu. Aku tidak bisa mendengarnya.

"Nona Lea mari ikut saya." Kata pria berbadan tegap itu pada akhirnya.

Aku, Vivi, Rose dan Rue mengekorinya. Rue berjalan dengan siaga seolah-olah akan ada sesuatu atau seseorang yang bisa menyerangku kapan saja.

"Pssst....siapa pria bermata hijau lumut itu?" Tanyaku memberanikan diri, dan aku juga bingung kenapa aku harus berbisik.

"Tidak perlu tau, Nona. Ini kamar untuk Nona Lea." Katanya mempersilahkanku untuk masuk, namun Vivi, Rose dan Rue dilarang masuk kesitu.

"Kenapa mereka tidak boleh bersamaku?" Tanyaku memprotes.

"Kami datang bersama." Sahut Rue.

Vivi dan Rose mengangguk, "Benar. Kenapa sekarang kami di pisahkan?" Protes Rose.

"Bos Max yang memintaku untuk memisahkan kalian." Jawabnya kaku.

"Max? Nama pria bermata hijau lumut itu? Dan siapa lagi Eleanor?" Tanyaku.

Mendengar pertanyaanku, pria bermata empat itu sedikit emosi, "Tidak perlu banyak tanya! Penulisnya juga belum tau siapa Eleanor, apalagi aku!" Jawabnya galak.

Aku menghela nafasku, "Baiklah. Vivi dan Rose turuti saja dulu kemauannya. Rue tetaplah siaga dan berjaga-jaga." Titahku kepada mereka.

Mereka mengangguk.

Aku memasuki kamar yang ukurannya sedikit lebih kecil dari ukuran kamarku disana. Semua interiornya di penuhi warna hitam dan emas.

Kalau tau di bumi aku tetap berada di kamar, lebih baik aku tetap di rumah kan?

"Aaarrggghhh!!!" Aku mengacak-ngacak rambutku kesal.

Tok...tok

"Aku masuk!"

Aku mendengar suara pria mengetuk pintu kamarku, dan masuklah Max, si pria bermata hijau lumut itu.

"Untuk sementara tinggallah disini. Dan jangan banyak tanya! Ada beberapa ruangan yang kalian tidak boleh masuki, nanti akan di tunjukkan oleh orangku." Sahutnya.

"Kalian juga boleh berjalan-jalan atau bermain dengan syarat tetap berada di lingkungan rumah ini!" Sambungnya lagi.

"Lea? Begitu kan namamu?" Tanya dia lagi.

Aku mengangguk, "Dan siapa namamu?"

"Max. Panggil aku Max." Jawabnya.

Rasa penasaranku membuncah keluar, "Siapa itu Eleanor? Kenapa kalian mencarinya? Apa dia mirip denganku? Dan apakah ini bumi? Mengapa bumi seperti ini?" Aku mengajukan pertanyaan dengan beruntun.

Dia tersenyum, di luar dugaan senyumnya manis sekali dan membuatnya jadi seribu kali lipat lebih tampan.

"Menurutmu ini dimana?" Max balik bertanya. Aku mengangkat bahuku.

"Disini bumi. Kalau kita di Mars, aku tidak akan setampan ini kan?" Katanya lagi masih dengan senyum manisnya. Dan ternyata Max memiliki lubang di kedua pipinya. Seperti kawah kecil tapi ini versi mini dan manisnya.

"Makhluk Mars juga ada yang tampan, hanya saja disana panas sekali walaupun banyak air." Sahutku.

Dia mengangguk dan tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, baiklah Lea. Disini bumi, dan sekarang kamu berada di sebuah kota besar yang sangat sibuk. Tentang Eleanor, belum saatnya kamu tau tentang dia. Karena nama itu hanya tercetuskan saja, untuk penokohannya masih akan dipikirkan oleh si author. Sekarang beristirahatlah, Lea." Katanya.

Max bangkit berdiri dan memperhatikanku, "Pakaianmu aneh. Setelah kalian beristiraha, ikutlah denganku." Katanya. Lalu dia pergi meninggalkan jantungku yang berdetak-detak seolah ada kelompok marching band disana.

...----------------...

Max POV

"Bagaimana? Apa kita perlu mencari Eleanor yang sesungguhnya?"

"Tidak perlu. Kita akan menundanya. Hubungkan aku dengan Nelson." Perintahku.

"Baik bos. Laksanakan."

Selang beberapa menit, aku sudah terhubung dengan Nelson, salah satu kolegaku.

"Kabar baik Max. Aku dengan kamu sudah menemukan Eleanor?" Tanya Nelson.

Aku tersenyum, "Belum. Kali ini Eleanor tidak mudah di temukan, tidak seperti biasanya." Sahutku.

"Tapi nampaknya kamu santai-santai saja? Bagaimana kalau Lea pergi jauh?" Tanya Nelson.

"Dia tidak akan kemana-mana, Nelson. Dia akan selalu kembali kepadaku, aku yakin itu." Ucapku dengan penuh keyakinan.

"Mengapa kamu tidak mencarinya kali ini?" Tanya Nelson lagi. Dia penasaran sepertinya.

Aku kembali tersenyum, "Aku menemukan Lea baru, dan aku rasa aku lebih suka Lea yang ini." Jawabku sambil membayangkan apa saja yang bisa kulakukan dengan Lea baruku ini.

Nelson tertawa, "Hahahaha. Pantas saja kamu tidak khawatir, Max. Oke then, i'll leave now and enjoy your new Lea, Max." Ucap Nelson, dan menyudahi panggilanku.

Aku memutar-mutar kursiku, dan berpikir tentang Lea. Ya hanya tentang Lea.

...----------------...

Lea oh Lea

"Kita mau kemana?" Tanyaku saat pria berbaju hitam membawanya keluar kamar.

"Bos Max ingin bertemu." Jawabnya singkat.

Aku mengikuti pria itu dengan patuh. Dia melihat ke kanan kiri, "Hei, bagaimana aku memanggilmu?" Tanyaku lagi.

"Kamu tidak perlu memanggilku." Jawabnya lagi.

Aku memainkan bibirku, baru kali ini aku bertemu pria yang sangat tidak sopan, "Kamu galak sekali. Di tempat asalku kalau kamu galak seperti itu, kamu akan dijadikan teman seekor macan. Macan itu cerewet sekali apalagi macan betina. Bisa seharian dia mengoceh. Aku pernah dihukum ke...."

"Stop! Bisakah kamu diam?!" Tanyanya dan berbalik ke arahku. Melihatku dengan tajam. Apakah aku sangat mengganggunya?

"Baiklah. Maafkan aku." Sahutku tertunduk.

Aaahh...ingin sekali rasanya aku membawa tongkat sihirku supaya aku bisa menyihirnya menjadi sepotong daging dan akan kuberikan kepada Leon, seekor singa peliharaanku.

Tak lama dia membukakan pintu untuk aku masuk ke dalam ruangan Max.

"Terimakasih." Sahutku.

Dia terkejut saat aku mengucapkan terimakasih kepadanya.

Aku berjalan masuk. Max sedang tidak ada di ruangannya, lantas kenapa aku di antar kesini? Bagaimana dengan Rue dan kawan-kawanku yang lain? Nanti akan aku tanyakan kepadanya.

Ruangan Max dihiasi dengan dinding batu berwarna putih tulang, dengan lantai kayu yang dilapisi oleh karpet berwarna hijau zamrud.

Design rumah ini seperti rumah tradisional, dimana semua furniturenya terbuat dari kayu. Ditambah dengan hiasan tanaman di dalam pot yang di letakkan di seluruh pojok ruangan dan meja. Sehingga meninggalkan kesan teduh dan asri.

Ada jendela berukuran sedang di tengah ruangan Max, aku berjalan ke arah jendela itu dan melongok keluar.

"Wah, kota bumi ini ramai sekali yah. Luar biasa." Sahutku.

Krek...

Krek...

Krek...

Tiba-tiba beberapa batu dinding bergerak, dan seperti akan terlepas dari tempatnya. Aku memperhatikannya, dan lama kelamaan batu yang bergerak bertambah banyak dan membentuk sebuah pintu. Dan Max keluar dari balik pintu batu itu.

"Max!!" Sahutku terperanjat.

Dia tersenyum, "Hai Lea. Maaf kamu harus menunggu." Sahutnya, "Ayo ikuti aku!" Perintahnya.

Max mengambil tanganku dan memasukannya ke lengannya.

Deg

Deg

Deg

Kenapa aku berdebar? Dia bahkan tidak lebih tampan dari makhluk Mars yang pernah kutemui. Ada apa denganku?

Dia mengajakku berjalan kaki, banyak pertokoan di sepanjang jalan ini, aku tidak berhenti menengok kanan atau kiri, sampai leherku nyaris patah.

"Kota bumi ini hebat sekali." Sahutku.

Max tertawa, "Hahaha...sebut saja kota. Aku akan mengajakmu ke kedai es krim." Katanya. Kemudian kami berhenti di suatu tempat yang sangat manis, bahkan bau toko ini pun manis.

Di tempatku hanya ada wangi kayu manis dan dedaunan. Tapi tempat ini wangi berbagai macam.

Aku mengendus-endus udara di sekitarku, "Harum sekali disini." Kataku.

Begitu aku dan Max berjalan masuk, semua pengunjung satu per satu.

Max menggelengkan kepalanya, "Kita duduk disini dulu yah. Kamu mau rasa apa?" Tanyanya.

"Bau wangi apa ini? Aku mau pesan yang wangi ini saja." Sahutku.

"Okei." Max memanggil pramusaji, dan menyebutkan pesanannya.

Tak lama pramusaji mengantarkan segelas lebar makanan berbentuk bulatan yang aneh sebanyak 3 bulatan dengan entah apa itu yang berbentuk panjang dan mempunyai ulir berwarna coklat dan putih. Dan banyak potongan buah, ada yang aku kenal juga, ceri.

Aku menatap yang kata Max adalah es krim. Max memandangku, "Makanlah, Lea." Katanya.

Aku melihatnya dan melihat Max bergantian.

Max mengambil sendokku dan menyuapiku...

"Wah, dingin sekali. Tenggorokanku serasa membeku. Segarnya." Sahutku kegirangan.

"Apa ini? Apa itu es krim?" Tanyaku melontarkan rasa keingintahuanku.

Max tersenyum, "Lea, darimana asalmu?" Tanya Max.

"Aku dari kerajaan di sebuah negri di atas awan." Aku menjawabnya.

Max tertawa mengejekku, "Hahahaha... Lea, imajinasimu luar biasa sekali. Harusnya kamu jadi penulis komik atau novel saja...hahahaha." ejeknya.

Aku heran kenapa dia tertawa.

"Apa yang lucu?" Aku bertanya.

"Mana ada negri di atas awan, Lea." Katanya lagi.

"Ada dong." Sahutku.

Max menatapku lekat-lekat, dia mencari kejujuran di mata dan wajahku, aku yakin dia tidak akan menemukannya karena aku mengatakan yang sebenarnya.

"Dan nama kamu hanya Lea?" Tanyanya lagi.

"Mengapa semua orang di rumahmu menanyakan namaku? Aku sudah menjawabnya berkali-kali juga, namaku hanya Lea." Jawabku.

"Aku mempunyai seorang teman, namanya Eleanor. Wajahnya mirip sekali denganmu, dan memang dia suka sekali mengganti nama atau warna rambutnya." Kata Max.

Aku mengangguk, "Aku punya pertanyaan sebelum kita berlanjut ke temanmu itu, apa benda yang selalu kalian bawa itu? Yang kalian pakai untuk berbicara? Dan mengapa kalian selalu bermata empat?" Tanyaku.

Pertanyaanku kembali membuat Max tergelak, "Hahahaha...astaga Lea. Kamu lucu sekali. Jadi kamu benar-benar tidak tau tentang benda itu? Baiklah, benda untuk berbicara itu namanya ponsel. Dan kami tidak bermata empat tapi kami berkacamata." Jawab Max masih sambil tertawa.

Aku mengangguk, paling tidak sekarang dia tau aku bukan dari sini, dan akan segera melepaskan kami.

"Jadi, apakah kalian benar bukan dari sini?" Tanya Max lagi, "mengingat kamu saja tidak tau apa itu kacamata."

Aku menggeleng, "Nama negriku adalah Magic of Wands atau tongkat ajaib. Setiap dari kami akan memiliki sebuah tongkat sihir dan sepasang sayap. Kamu boleh memegang punggungku, akan ada dua tonjolan dan lengkungan di belakang lenganku." Sahutku sambil membelakanginya.

Max menyentuh punggungku dengan lembut, dia meraba-raba setiap inci tubuh belakangku untuk mencari ujung sayap.

Jantungku kembali berdetak cepat.

Tidak sampai situ, Max meraba belakang lenganku untuk mencari lengkungan sayapku, dan dia berhenti di siku lenganku. Aku rasa dia menemukannya, maka aku membalikkan badanku.

Deg...

Aku berhadapan dengannya

I...ini dekat sekali!!! Sahutku dalam hati dan segera menjauh darinya.

"Apa kamu menemukannya?" Tanyaku kepada Max.

Dia menggeleng, "Tidak. Anggap saja saat ini aku percaya kepadamu. Ayo kita pergi dari sini!" Katanya.

Max mengajakku naik ke dalam mobilnya. Bukan dia yang mengendarainya. Mobil ini lama sekali.

"Lain kali aku akan mengajakmu terbang ke rumah Nyonya Lebah untuk memgumpulkan madu." Ucapku.

Max tidak menanggapi omonganku, maka aku diam dan hanya melihat-lihat hingga kami berhenti di sebuah pusat perbelanjaan megah.

Dia memanggil beberapa wanita, dan salah seorang dari mereka mendandaniku dan menggantikan pakaianku.

"Lea, lihatlah kesini!" Perintahnya.

Aku melihat ke arah Max, di belakang Max ada cermin besar sekali, dan aku melihat pantulan diriku dari cermin, "ini berbeda sekali denganku." Sahutku hanya kepada diriku sendiri.

Aku menatap Max kembali, "Aku tidak suka ini!" Ucapku, "Mana pakaianku sebelumnya?" Tanyaku lagi.

Entah mengapa begitu melihat pakaianku diganti, aku merindukan orangtuaku.

Max melarangku untuk berganti pakaian, dan melangkah keluar diikuti oleh wanita-wanita penjual pakaian dan para pengawalnya.

...----------------...

Max POV

"Bagaimana ini Nelson, aku tidak pernah menyukai Eleanor yang asli, tapi dengan Lea yang ini jantungku seperti melompat keluar." Sahutku kepada Nelson.

"Mata-mataku mencurigai Eleanor ada di kota sebelah. Aku meminta orangku untuk kesana dan mencarinya." Jawab Nelson.

"Lalu?" Tanyaku lagi meminta pendapatnya tentang pernyataanku tadi.

"Silahkan saja kamu menyukainya, bagaimanapun juga dia istrimu, kan?" Ucap Nelson.

"Istri bayaranku. Hanya karena orangtuanya tidak mampu membayar hutangnya, anaknya dijual kepadaku. Sampai kapan pun tidak akan pernah lunas!" Sahutku.

"Tapi, kamu juga berhutang kepada orangtuanya, Max." Seru Nelson mengingatkan.

"Ya, aku tau itu." Sahutku dan mengakhiri panggilanku dengannya.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!