NovelToon NovelToon

Titisan Dewa

Awal Kisah

Desa Klentang yang berada di wilayah tengah benua Pulau Hijau, hiduplah satu keluarga sederhana yang kesehariannya hidup bertani dan berburu. Piyo dan Mailang sepasang suami istri sudah 9 tahun menikah namun belum dikaruniai keturunan, namun hal ini tidak membuat keduanya putus asa dan senantiasa berharap Sang Pencipta memberikan berkahnya demi kesinambungan keturunan keluarga mereka.

"Suamiku, persediaan daging kita tinggal hari ini pergilah berburu biar aku yang akan melihat sawah...", kata Mailang kepada Piyo.

"Baik istriku... aku, Randang, Bua dan Tulong sudah berencana dan sepakat... nanti sore kelompok kami akan berangkat ke hutan Tembo untuk berburu...! ", kata Piyo.

Hutan Tembo berada disebelah selatan desa Klentang, menempuh 2 hari perjalanan berjalan kaki dan sehari dengan berkuda. Kehidupan penduduk desa Klentang cukup makmur karena setiap keluarga mempunyai kuda (kuda liar) yang dijinakkan hasil tangkapan dihutan, selain itu berbagai hewan tangkapan dijadikan daging untuk dimakan dan dijual ke pasar di kota terdekat, sedangkan binatang liar yang dijinakkan selain dijual ke pedagang dapat juga diternak sehingga Desa Klentang terkenal dengan pusat penjualan Kuda Liar.

Setelah sibuk membuat sarapan dan bekal makan siang Mailang berangkat menuju sawah yang sebulan lagi akan dipanen, sementara itu Piyo mempersiapkan peralatan berburunya terutama tali dan jaring untuk jebakan binatang hutan, tak lupa dia mengasah Belati dan Kapak berburunya serta menyiapkan Busur beserta anak panahnya. Matahari sudah mulai condong ke barat, persiapan berburu sudah selesai. Piyo duduk di beranda rumahnya sambil menggulung tembakau menunggu kedatangan tiga saudara sepupunya, karena mereka berencana melakukan perjalanan sore hari menggunakan kuda menuju hutan tempat berburu. Gulungan tembakau kedua hampir habis sampai terdengar suara dari arah jalan desa,...

"Apa kabar saudara Piyo...!", kata suara itu.

"Ehh...! saudara Bua...! kalian sudah tiba...? mampir dulu...! sambil menunggu istriku kembali pulang dari sawah...", kata Piyo.

"Baiklah...!", kata Bua sambil menambat tali kekang kuda-kuda tunggangan mereka di sebuah pohon kayu sebesar paha orang dewasa didepan rumah Piyo. Beriringan 3 sosok pria dewasa berotot dan berbadan tegap ciri khas seorang pemburu menuju beranda rumah Piyo.

"Bagaimana persiapanmu saudara Piyo...!", tanya Randang sambil menarik sebuah kursi untuk duduk bersandar didinding rumah.

"Sudah beres...! aku sudah menyiapkan tali anyaman baru... dan tali yang lalu sudah kujadikan jaring...! sebagai tambahan jaring yang lama...!", kata Piyo.

"Wah...! kebetulan... saudara Piyo sudah menambah panjang jaring kita... karena nantinya tujuan utamaku akan menangkap kuda liar...! terutama yang berbuluh putih...! itu adalah pesanan dari saudagar kaya dikota...!", kata Tulong.

30 menit menunggu... sampailah Mailang istri Piyo dari menjaga padi disawah... mengusir serbuan burung-burung pemakan biji padi.

"Wah...! kalian sudah siap berangkat rupanya...?", kata Mailang setelah melihat mereka.

"Iya istriku...! nanti kamu hati hati dirumah... kami berencana berburu selama 5 hari...! ditambah perjalanan bolak balik... mungkin ada seminggu baru tiba kembali dirumah...!", kata Piyo.

Untuk bekal makanan sudah disiapkan masing masing roti kering dan beras, tak lupa arak wangi buatan keluarga Randang yang terkenal di desa itu. Seluruh perlengkapan diletakkan dalam karung dan diikat menggantung dikedua sisi punggung bagian belakang kuda, sementara Busur serta anak panah, Kapak, Belati dan Pedang berburu tergantung dipunggung dan pinggang masing masing pemburu itu dan tak lupa botol keramik berisi arak wangi menggantung disisi lain pinggang mereka.

"Kami berangkat dulu istriku...?, doakan kami mendapat hasil dan selamat selama berburu...!", kata Piyo kepada sang istri.

"Baiklah suamiku...! berhati-hatilah diperjalanan dan selama di hutan sana... semoga mendapat hasil yang banyak...!", kata Mailang melepas kepergian sang suami bersama kelompoknya.

Menuju Hutan Tembo

Lima desa, dua sungai dan empat perbukitan telah dilewati 4 sosok pemburu berbadan kekar itu, dan tanpa terasa enam jam telah berlalu sejak mereka keluar dari perbatasan desa Klentang. Dibawah sinar cahaya bulan terdengar derap langkah kaki kuda memacu di keheningan malam,...

"Kita cari tempat beristirahat dulu...! kuda kuda kita mulai terlihat letih...!", kata Piyo.

"Kearah timur... satu kilometer ada padang rumput...! tempat yang bagus buat kuda-kuda kita beristirahat dan makan...!", kata Bua.

"Baik....! sekalian untuk tempat kita beristirahat malam ini...", kata Piyo.

10 menit berselang nampaklah hamparan padang rumput seluas area satu kilometer, tampak didepan hutan berbukit area luar dari hutan Tembo tempat mereka akan berburu. Hutan itu terkenal karena banyaknya jenis hewan buruan didalamnya, apalagi di area dalam yang terdapat beberapa jenis hewan buas dan didalam kawasan area inti hutan terdapat sebuah area yang dinamakan kawasan terlarang. Area inti hutan tersebut selain dikelilingi rawa yang bisa menyedot apapun diatasnya, juga karena terdapat berbagai hewan siluman, dan sepanjang sejarah perburuan di benua pulau hijau belum ada satupun pemburu yang berani memasuki area inti hutan Tembo tersebut makanya area inti tersebut dinamakan area hutan terlarang.

Barang bawaan sudah diturunkan semuanya dari punggung kuda dan mereka membiarkan kuda kuda itu bebas disekitar mereka. Piyo dan teman-temannya berbagi tugas mendirikan tenda dan mengumpulkan ranting kayu untuk membuat api, selain untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya malam juga untuk menakuti hewan buas untuk mendekat. Aroma harum arak wangi sambil makan roti kering yang menemani keheningan malam dari keempat pria tersebut, mereka duduk mengelilingi api unggun sambil menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah. Randang dan Piyo mendapat giliran jaga pertama dan akan bergantian 3 jam kemudian.

Sinar matahari mulai memancarkan cahayanya dari timur, keempat sosok pemburu mulai menyiapkan kuda dan barang bawaan mereka diatas punggung kuda, setelah memadamkan sisa bara api unggun semalam dengan perlahan mereka bergerak menuju hutan didepan mereka. Dua jam kemudian mereka telah memasuki area luar hutan, kicauan burung dan suara binatang lainnya menyambut keempat pemburu perkasa dari desa Klentang itu, 4 pria dewasa berbadan kekar dengan usia kisaran 30 sampai 33 tahun perlahan mengamati hutan yang dikelilingi pohon pohon besar ukuran pelukan 2 sampai 3 orang dewasa.

Dalam hutan terdapat juga berbagai jenis tanaman obat dan herbal yang berguna untuk kesehatan dan pengobatan, juga dapat dijual dalam bentuk cairan obat maupun dalam bentuk pil. Keluarga Tulong terkenal dengan keluarga Tabib (ahli pengobatan) dan keluarga Bua dikenal dengan keluarga Alkemis (ahli membuat obat), dan tak jarang ada juga diantara mereka yang ahli keduanya sebagai Alkemis juga menjadi seorang Tabib. Sebagai pimpinan kelompok Piyo mengatur tugas, Bua dan Tulong mencari kayu ukuran lengan orang dewasa untuk dibangun pondok kecil tempat tinggal mereka selama 5 hari masa perburuan. Demikian juga dengan Randang dan Piyo yang bertugas menurunkan semua barang-barang bawaan mereka, kemudian mengeluarkan semua jaring yang terbuat dari anyaman tali kulit kayu untuk disambung menjadi satu. Pekerjaan persiapan ini membutuhkan waktu 2 sampai 3 jam, dan mereka selesai ketika waktu sudah tengah hari.

"Saudara Randang... Tulong dan Bua kita istirahat dulu dan mengisi perut...! dan akan mulai berburu sore nanti sampai malam hari...!", kata Piyo.

"Baiklah saudara Piyo...! pondok sudah selesai tinggal memasukkan semua barang bawaan kita...!", kata Tulong.

Selesai mengisi perut mereka beristirahat melemaskan otot-otot, mengumpulkan tenaga untuk persiapan mulai berburu sore nanti.

Tangkapan pertama

Kawanan Rusa liar yang jumlahnya puluhan ekor dengan santai memakan pucuk daun muda dari ranting pohon, dari arah samping kanan Piyo dan Bua mengendap-endap perlahan sambil mengarahkan busur panahnya kearah kawanan Rusa liar yang sedang asyik makan itu. Dari arah samping kiri Randang dan Tulong bersiap membentang jaring yang panjangnya mencapai 70 meter dengan salah satu ujungnya sudah diikat kesebuah batang pohon, lebar jaring lebih dari 2 meter dengan ukuran mata jaring 15 centimeter membuat jaring yang kokoh dan lentur itu mampu menjebak hewan-hewab kecil seperti kelinci, ayam hutan dan kucing hutan. Jaring itu juga dapat menjebak hewan yang berukuran besar seperti kuda dan sapi hutan, keahlian dan ketangkasan empat pemburu ini sudah terasah bertahun tahun sejak mereka muda karena itu adalah pekerjaan mereka setiap hari sebagai mata pencaharian mereka selain bertani.

"Saudara Bua...! kamu bidik Rusa betina yang lagi duduk itu...! aku bidik yang dibelakangnya...! agar yang lain terkejut dan lari mengarah ke jaring...", kata Piyo.

"Baik saudaraku...!", kata Bua berbisik kemudian melesatkan 2 buah anak panah kearah rusa-rusa betina itu...

"Shut....

"Shut....

Dua anak panah melesat dengan cepat dan tepat menancap dileher kedua Rusa betina tersebut, ringkikan kedua rusa itu membuat kaget kawanan lainnya dan dengan cepat berhamburan lari kearah depan menuju jaring yang sudah disiapkan Randang dan Tulong, darah muncrat bagai air mancur dari leher kedua Rusa betina tersebut sambil berontak berguling guling akhirnya roboh tak berdaya karena kehabisan tenaga dan darah, sementara 20 meter arah depan Randang dan Tulong berjibaku dengan jaring yang sudah dibentang. Dengan cepat Piyo dan Bua berlarian datang membantu untuk menarik tali jaring yang sudah menjerat enam ekor Rusa, ada seekor rusa jantan dengan tanduk bercabang empat berhasil terjaring serta tiga ekor betina dewasa dan dua ekor betina masih muda.

"Wah lumayan tangkapan pertama kita...! dua ekor dijadikan daging dan enam ekor tangkapan hidup akan menambah jumlah ternak kita nantinya...!", kata Piyo.

"Iya... terlebih ada seekor rusa jantan dewasa...! sungguh beruntung kita hari ini...", kata Randang sambil mengikat kaki rusa-rusa tersebut dibantu ketiga kawannya.

Perlu keberuntungan untuk menangkap rusa jantan, selain kuat dan lincah juga karena lompatannya yang bisa mencapai dua meter lebih. Dari pengalaman berburu mereka pada setiap musim berburu, dari ratusan tangkapan rusa untung-untungan terdapat seekor rusa jantan dewasa. Hari ini dari enam ekor terdapat seekor jantan sehingga membuat keempatnya tersenyum senang, mereka membayangkan hasil peternakan rusa liar mereka didesa mendapatkan tambahan jantan yang produktif. Karena sampai saat ini dari ratusan ternak rusa mereka hanya memiliki dua ekor jantan, sehingga setiap tahunnya hasil ternak tidak bertambah dan hanya mengandalkan dari hasil berburu.

Hasil buruan sudah diikat semuanya, dan secara bergantian keempat pemburu itu memikul hewan buruannya menuju pondok darurat yang mereka buat. Dipondok itu selain kandang darurat juga ada kandang tempat untuk hasil tangkapan hidup, dan mereka menyiapkan kandang-kandang yang berukuran besar maupun kecil. Memerlukan waktu selama dua jam lebih untuk mengangkut hasil buruan sampai ke pondok mereka, Rusa yang hidup walaupun sudah dimasukkan dalam kandang darurat tapi masih harus diikat untuk mencegah mereka berontak dan lari terutama rusa jantan. Sementara itu yang sudah mati disembelih dan dipotong beberapa bagian, kemudian dipanggang diatas bara api agar dagingnya tidak membusuk. Tak terasa hari mulai gelap, mereka beristirahat sambil yang lainnya menyiapkan makan malam dengan rencana akan melakukan perburuan malam dengan target sarang babi hutan dan mencari kawanan kuda liar berkumpul.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!