Mahendra mengambil ponselnya dan menghubungi teman satu SMA waktu mereka masih di bangku SMA dulu. ia mahasiswa jurusan ilmu komunikasi semester 5. mempunyai tinggi badan 183 dengan tubuh yang ramping idola para wanita. kulitnya yang kuning langsat, berlesung pipi di bagian kanannya. mempunyai mata bulat, alis tebal dan bibir tipis. Mahendra sedang mencari nama seseorang di ponsel miliknya kemudian menekan nomor itu, melakukan panggilan.
📞Damar
halo Hen. suara seseorang di sebrang sana
📞Mahendra
dimana Dam...?
📞Damar
masih di kampus. kenapa...?
📞Mahendra
gue mau tanyain soal yang kemarin
📞Damar
oh, sebentar sore datang aja di kos, ketemu sama bang Rahim yang orang kepercayaan ibu Nani pemilik kos. sekalian elo liat-liat kamar yang mau elo tempatin
📞Mahendra
elo belum mau pulang...?
📞Damar
bentar lagi gue pulang. gue tunggu di kos bentar sore ya
📞Mahendra
ok, nanti gue kabari
📞Damar
sip
klik
Mahendra mematikan sambungan teleponnya. merasa lapar, ia kemudian memakai jaketnya dan mengambil kunci motor untuk ke luar mencari makanan yang dapat mengenyangkan perutnya.
hanya beberapa menit saja ia sudah tiba di warung penjual nasi uduk. segera ia memesan satu porsi dan kemudian pulang kembali ke kosnya.
"darimana Hen...? tanya seorang penghuni kos
" beli makan bang. bang Agus baru mau pergi kampus...?" Mahendra memarkirkan motornya
"iya nih. sebenarnya gue malas banget pergi, panas. tapi yaaa namanya juga berjuang kan" ia tersenyum ke arah Mahendra
"semangat bang, semoga skripsinya langsung di ACC sama dosennya" Mahendra memberi semangat
"makasih Hen. gue cabut ya"
"iya bang"
setelah Agus berlalu, Mahendra langsung masuk ke dalam rumah kost dan naik ke lantai dua menuju kamarnya. Mahendra menikmati makan siangnya dengan satu bungkus nasi uduk yang dibelinya tadi. setelah makan, ia pun menyalakan laptopnya untuk mengerjakan tugas yang akan di kumpulnya esok hari.
ting....
pesan masuk di ponsel Mahendra. ia membuka sandi di layar ponselnya untuk melihat siapa yang mengirimkan dia pesan. ada dua pesan yang masuk. satu dari Damar dan satu lagi dari seorang gadis.
Damar : jadi datang kan, bang Rahim udah nungguin elo
Mahendra : jadi, gue siap-siap dulu
Mahendra membalas pesan dari Damar, kemudian membuka pesan yang satunya lagi.
Viona : aku mau bicara
Mahendra menghela nafas panjang setelah membaca pesan dari gadis yang bernama Viona. ia tidak berniat membalas pesan itu. Mahendra segera bersiap untuk menuju ke tempat Damar karena seseorang yang bernama Rahim telah menunggunya.
"assalamu'alaikum" salam Mahendra saat tiba di sebuah kost yang bercat kan warna hijau
"wa alaikumsalam" jawab seseorang dari dalam
"cari siapa...?" seorang laki-laki berbadan tinggi sama dengan Mahendra dan berkulit putih dengan tahi lalat di bibir kanannya sebelah atas, yang juga merupakan salah seorang penghuni kost di tempat itu, bertanya dengan ramah kepada Mahendra
"Damar ada...?" tanya Mahendra
"oh, Mahendra ya...?" tebaknya
"iya"
"Damar di dalam, silahkan masuk"
laki-laki itu mempersilahkan Mahendra masuk ke dalam. di dalam banyak penghuni kost yang sedang bersantai di ruang tamu dengan televisi yang menyala.
"Damar.... Damar, teman lo datang nih" laki-laki tadi memanggil Damar yang sedang berada di dapur
"duduk Hen" laki-laki itu mempersilahkan Mahendra duduk di sebuah kursi kayu
"makasih" Mahendra duduk di kursi kayu itu
"siapa Wili...?" tanya salah seorang
"temannya Damar, sepertinya penghuni baru di kost ini. benar nggak Hen...?" jawab Wili, laki-laki yang menyambut Mahendra tadi
"iya bang, rencananya seperti itu" jawab Mahendra tersenyum
"oi Hen, udah datang. maaf ya, gue tadi lagi cuci piring" Damar datang menghampiri Mahendra dari arah dapur
"elo yang nyuci piring Dam. bukannya hari ini giliran bang Iyan yah...?" salah seorang baru saja turun dari lantai dua dan duduk bergabung bersama mereka
"bang Iyan masih sibuk di cafe, mungkin malam baru pulang" jawab Damar
"oh iya, bang Rahim mana...?" tanya Damar
"ke minimarket depan, bentar lagi pulang" jawab Wili,
setelah menunggu beberapa menit, yang ditunggu akhirnya datang juga dengan kresek belanjaannya.
"nah itu bang Rahim" ucap Damar saat melihat Rahim masuk ke dalam
"bang Rahim, nih teman gue udah datang" lanjut Damar
"oh iya. maaf ya menunggu. gue tadi dari beli kertas HVS" jawab Rahim
"beli kertas doang bang, makanan ada kah...?" laki-laki yang berbaju hitam yang sibuk menonton menimpali
"elo perasaan dari tadi makan mulu deh Randi, heran gue" Wili melihat ke arah laki-laki yang bernama Randi
"ya nggak apa-apa. lagian yang gue makan kan makanan bukan orang" Randi menimpali lagi
"jadi gimana Hen, mau lihat kamar kostnya sekarang...?" tanya Rahim
"boleh bang" jawab Mahendra
"kalau gitu ikut gue ke lantai dua" aja Rahim
kamar kost itu memiliki sepuluh kamar. lima di lantai bawah dan lima di lantai atas. saat masuk kost itu kita akan dihadapkan dengan ruang tamu yang luas dengan meja dan kursi kayu untuk tempat duduk tamu yang datang. televisi berada di pojok sebelah kanan karena sebelah adalah jalan menuju dapur.
setelah itu kamar kost yang berjejer dan bernomor dari nomor 1 sampai nomor 5. kamar nomor 5 adalah yang berdekatan dengan dapur dan tangga yang menuju ke lantai dua.
di lantai dua tiga kamar saling berjejer dan dua kamar berhadapan dengan tiga kamar tersebut. tertulis dari nomor 6 sampai nomor 10. saat menaiki tangga, sebelah kanan adalah tempat mencuci dan sebelah kiri adalah jejeran kamar menuju balkon. di balkon itu, sebelah kanan tempat menjemur dan sebelah kiri biasanya digunakan para penghuni kost untuk bersantai.
Rahim dan Mahendra menaiki anak tangga menuju lantai dua. dua kamar yang saling berjejer adalah merupakan kamar yang kosong, menunggu penghuni baru untuk siap ditempati.
"ini kamarnya. terserah elu mau pilih kamar 9 atau kamar 10" ucap Rahim membuka kedua pintu kamar itu
Mahendra masuk dan memeriksa kamar 9. terdapat lemari tempat pakaian, meja dan kursi sebagai tempat belajar dan kasur untuk tempat tidur serta kamar mandi.
ia kemudian memasuki kamar nomor 10. kamar itu fasilitasnya sama dengan kamar nomor 9.
"gue pilih kamar 9 aja bang" ucap Mahendra
"elo yakin...?" tanya Rahim memastikan
"yakin bang"
"ya sudah kalau gitu. sekarang kamar nomor 9 punya elo. itu kuncinya dan kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk bilang sama gue atau ke penghuni kost yang lainnya ya"
"iya bang, terimakasih"
"kalau gitu gue tinggal ya, semoga betah di sini" Rahim memukul pelan bahu Mahendra kemudian meninggalkannya
setelah Rahim pergi, Damar datang dan membantu Mahendra membersihkan kamar itu. karena besok dirinya sudah akan menempati kamar nomor 9 itu.
"Dam, kamar yang tiga itu udah ada orangnya ya...?" tanya Mahendra
"udah. yang kamar 7 penghuninya itu bang Iyan, kamar 6 Alan dan kamar 8 Kevin" jawab Damar
"terus, mereka pada kemana...?"
"kalau Alan sam Kevin paling ngampus, kalau bang Iyan sih dia masih kerja"
"kerja dimana...?"
"di cafe. eh udah belum, kalau udah turun yuk" ajak Damar
"ayo, udah bersih juga nih"
mereka ke luar dari kamar. Mahendra mengunci pintu kamar barunya itu dan berjalan menuju lantai bawah.
"gimana Hen, nyaman nggak sama kamarnya...?" tanya Wili
"nyaman bang" jawab Mahendra tersenyum
"semoga betah ya Hen" ucap Randi
"makasih bang. in shaa Allah" jawab Mahendra
"jangan panggil gue abang lah, kayaknya elo lebih tua dari gue" ucap Randi
"iya kah" Mahendra tersenyum kikuk
"gue kenalin deh satu-satu penghuni di sini supaya elu tau" Damar memberi usul
"laki-laki yang ada tahi lalatnya di bibir namanya Wili, penghuni kamar 5. yang lagi megang remot matanya sipit namanya Randi penghuni kamar 4. terus yang pakai baju merah sambil main laptop itu namanya bang Olan penghuni kamar 2. bang Rahim penghuni kamar 1 dan gue penghuni kamar 3. kami semua penghuni kamar di bawah. tinggal bang Iyan, Alan sama Kevin penghuni kamar atas yang belum datang" Damar menjelaskan
"kalau ada apa-apa tinggal bilang aja ke kita, nggak usah sungkan. kita di sini sudah saling mengangap seperti keluarga sendiri" ucap Olan ramah
"iya bang. kayaknya gue bakal betah disini" jawab Mahendra
"harus itu" timpal Randi yang masih sibuk dengan film horornya
setelah berbincang cukup lama, pukul 5 sore Mahendra berpamitan untuk pulang dan akan kembali esok hari dengan semua barang-barangnya.
kost 010, itu adalah nama kost baru yang akan di tempati oleh Mahendra. kost itu tidak begitu jauh dengan kampus tempat ia menimba ilmu. tempatnya ada di belakang kampus besar dan hanya berjarak beberapa meter saja. berbeda dengan kamar kost yang ia tempati beberapa bulan ke belakang, jauh dari kampus dan hal itulah yang menjadi alasannya ia mencari tempat tinggal yang baru. meskipun ia mempunyai kendaraan namun pulang perginya membuat dirinya tidak sanggup.
biasanya jika Mahendra masuk pagi maka jadwal kuliah berikutnya adalah siang. sudah jelas masih banyak waktu menjelang siang. ia kadang pergi ke kost temannya hanya untuk menunggu waktu siang karena kalau pulang di kostnya sangat jauh.
Mahendra tiba di kostnya menjelang magrib. ia segera memarkirkan motornya dan masuk ke dalam.
"baru pulang Hen...?" Raka penghuni kost bertanya
"iya bang. banga Raka kapan datangnya...?" tanya Mahendra
"baru, jam 3 tadi. eh elo jadi pindah ya...?"
"jadi bang, in shaa Allah besok gue pindah"
"jam berapa, biar gue bantu pindahan. kebetulan gue besok free nggak kerja"
"sore bang, pulang dari kampus"
"oke, sore ya. nanti elo beritahu gue aja"
"gue nggak ngerepotin bang...?"
"ya enggak lah, elo kayak sama siapa aja. eh udah makan belum. cari makan yuk"
"belum bang. kalau gitu gue mandi dulu bang nanti kita cari makannya"
"oke sip, gue tunggu ya"
"iya bang"
Mahendra naik ke lantai dua dimana kamarnya berada. ia segera bersiap untuk mandi karena badannya sudah sangat lengket. setelah mandi dirinya mulai mencari baju di lemari untuk dirinya kenakan.
ting
ting
ting
bunyi ponsel Mahendra terus berdenting. entah sudah berapa pesan yang masuk. ia mengecek pesan itu dan ternyata dari gadis yang bernama Viona.
sama seperti tadi, Mahendra tidak berniat membalas pesan itu. ia hanya membaca dan kemudian menyimpan ponselnya di kantung celananya. setelahnya ia turun ke bawah untuk menghampiri Raka yang sedang menunggunya.
"maaf ya bang gue lama. ayo berangkat sekarang" ajak Mahendra
"ayo. pakai motor gue aja ya" Raka berdiri dan menuju kamarnya mengambil kunci motor
"iya bang"
keduanya membelah jalan raya untuk mencari makanan yang mereka suka. pilihan mereka jatuh ke nasi padang. setelah memesan, mereka berjalan-jalan sebentar di tempat keramaian. rupanya ada pasar malam di tempat yang mereka lewati. keduanya setuju untuk mampir sebentar melihat-lihat aneka dagangan dan akhirnya Mahendra tertarik dengan jaket hoodie berwarna hitam.
tanpa mereka sadari waktu berjalan dan sekarang menunjukkan pukul 11 malam. keduanya bergegas untuk pulang, terlebih lagi penghuni perut yang memberontak meminta jatah.
"awas bang" teriak Mahendra
ciiiiiit
braaaaak
Raka yang hampir saja menabrak seseorang langsung membanting stir motornya ke samping dan mereka menabrak tiang listrik.
keduanya jatuh dari motor, namun untungnya mereka tidak mempunyai luka yang serius. orang yang mereka hampir tabrak bergegas pergi dengan terburu-terburu. ia seperti seseorang yang misterius. memakai jaket warna hitam, masker dan topi hitam kemudian kepalanya ia tutupkan lagi dengan topi jaketnya. orang itu menghilang di gelapnya malam tanpa ada lagi yang dapat melihatnya.
"Hen, elo nggak apa-apa...?" Raka mencoba untuk berdiri
"nggak apa-apa bang, hanya lecet tangan doang. bang Raka gimana, nggak ada yang luka kan" Mahendra menghampiri Raka membantunya untuk berdiri
"kayaknya kaki gue yang luka. syukurlah kalau elo nggak apa-apa. gue kaget banget tadi. habisnya itu orang nyebrang jalan sembarangan. untung nggak gue tabrak"
"masih bisa bawa motor nggak bang. kalau enggak biar gue yang bawa"
"iya, elo aja yang bawa. kaki gue nggak sanggup"
mereka berdua kembali ke kost dan Mahendra yang membawa motor sementara Raka bonceng di belakangnya.
Mahendra dan Raka tiba di kost menjelang larut malam. pagar sudah di kunci dan dengan terpaksa, Mahendra menghubungi Agus untuk membukakan mereka pagar.
"maaf ya bang kita ganggu larut malam" Mahendra tidak enak hati
"nggak apa-apa. kalian baru pulang, darimana aja...?" Agus yang membuka pagar bertanya dan heran saat melihat mereka berdua
"dari pasar malam bang, kita habis jatuh dari motor" jawab Mahendra
"serius, kok bisa"
"kita masuk dulu di dalam deh. tutup lagi gus pagarnya" ucap Raka
"iya"
Agus kembali mengunci pagar dan kemudian ia masuk ke dalam menyusul Mahendra dan Raka. mereka berada di ruang tamu kost tersebut.
"bang minum dulu" Mahendra mengambil air putih untuk Raka
"makasih Hen" Raka meneguk air itu sampai habis
"elo berdua darimana sih, tengah malam begini baru pulang...?" tanya Agus penasaran
"cari makan sih sebenernya terus kita jalan-jalan sebentar dan singgah di pasar malam. pas pulang malah kena apes. hampir tabrak orang gue, untuk gue banting stir kalau nggak masuk buih gue" jawab Raka yang membuka sepatunya dan melihat kakinya yang sakit
"masih sakit bang kakinya...?" tanya Mahendra
"banget. kayaknya terkilir deh" Raka memijit kakinya yang sakit
"kompres pakai air hangat aja ya bang, gue ambilin airnya" usul Mahendra
"nggak usah Hen, biar gue kompres sendiri aja. lebih kalian istrahat, pasti elo capek kan. elo juga gus, istrahat. makasih udah bukain kita pintu" Raka menatap Agus
"santai aja kali. kalau gitu gue masuk ya, ngantuk banget soalnya"
"oke"
Agus meninggalkan Raka dan Mahendra di ruang tamu.
"elo nggak apa-apa bang gue tinggal...?" Mahendra agak ragu
"nggak apa-apa, lagian gue juga mau masuk kamar. lebih baik elo istrahat gih, jangan lupa makan dulu, dari tadi kan kita belum makan"
"abang juga jangan lupa makan. kalau gitu gue naik ke atas dulu ya bang"
"iya, tidur yang nyenyak"
Mahendra meninggalkan Raka, naik ke lantai atas dan masuk ke dalam kamarnya. sebenarnya ia begitu mengantuk dan ingin istrahat namun rasa perih di perutnya membuat Mahendra harus makan terlebih dahulu untuk memberi makan cacing yang ada di dalam perutnya.
setelah makan, Mahendra langsung baring di tempat tidurnya. meskipun ia tau tidak baik setelah makan langsung baring, namun matanya sungguh sudah tidak bisa diajak kompromi. hanya beberapa menit, dirinya sudah berlabuh di alam mimpi.
pagi harinya setelah sholat subuh, Mahendra memeriksa kembali tugas yang akan ia kumpul di perkuliahan paginya. merasa cukup, dan waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, Mahendra turun ke bawah untuk membeli sarapan di luar.
"sarapan dulu Hen, gue udah masak nasi goreng tuh di dapur" Agus sedang sarapan pagi di meja tamu
"wah kebetulan, makasih bang" Mahendra langsung ke dapur untuk mengambil nasi goreng buatan Agus dan menghampiri Agus untuk sarapan bersama
"oi Gus, tumben lo bangun pagi" Roki yang baru bangun dan menuruni anak tangga bertanya
"lagi latihan bangun pagi. makan Ki, ada nasi goreng tuh" jawab Agus
"makasih banget. tapi gue mau sarapan roti aja. mau beli di depan. mau nitip nggak, gue yang traktir" timpal Roki menuju pintu
"nggak deh, udah kenyang sama nasi goreng. Mahendra mungkin yang mau nitip" Agus melihat ke arah Mahendra.
"gue juga nggak bang, makasih" ucap Mahendra
"oke lah kalau gitu" Roki berjalan keluar pagar untuk membeli roti di dekat kost mereka
"bang Raka belum bangun ya bang...?" Mahendra melihat pintu kamar Raka yang masih tertutup rapat
"masih tidur mungkin. elo kuliah jam berapa...?" tanya Agus
"jam 8 bang, kuliah pagi" jawab Mahendra
"pulang nanti tinggal beritahu gue ya, nanti gue bantu pindahan"
"makasih bang" Mahendra tersenyum
setelah sarapan, Mahendra kembali ke kamarnya bersiap untuk ke kampus. ia masuk ke dalam kamar mandi dan tidak lama keluar lagi. ia mencari kemeja yang akan dikenakannya hari ini. merasa sudah rapi, Mahendra mengambil laptop dan menyimpannya di dalam tas. ia juga mengambil kunci motor dan keluar dari kamarnya menuju lantai bawah.
"bang Raka, gimana kakinya...?" tanya Mahendra saat melihat Raka sedang berada di ruang tamu bersama dengan Roki
"lumayan sakit. elo mau ngampus...?" ucap Raka
"iya bang. kalau gitu gue berangkat dulu yang bang, takut telat"
"Hati-hati ya" ucap Raka
"iya bang"
Mahendra mengendarai motornya menuju kampus. di jalan yang mereka lalui tadi malam, tempat dirinya dan Raka jatuh dari motor, terdapat beberapa mobil polisi dan para warga yang berhamburan di tempat itu.
"kenapa tuh...?" gumamnya
Mahendra mendekat karena penasaran ada apa sebenarnya. apakah ada yang kecelakaan atau semacamnya.
"ini kenapa ya pak...?" tanya Mahendra kepada seorang bapak yang ada di dekatnya
"ada mayat" jawab sang bapak
"mayat...?" Mahendra kaget
"iya, mayatnya cewek" lanjut bapak itu
terlihat beberapa polisi sedang mengangkat kantung mayat dan di masukkan ke dalam ambulan. sepertinya akan di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut tentang kematian yang dialami sang korban.
Mahendra melirik jam tangannya, sudah dekat waktunya dia akan masuk. segera ia tancap gas dan setengah jam perjalan, ia sampai di kampus besar dan ternama itu. ia memarkirkan motornya di parkiran fakultasnya.
"Mahendra" panggil seseorang
baru juga dirinya tiba di parkiran, sudah ada seseorang yang memanggil namanya dan ia tau siapa yang memanggilnya itu.
"elo kok nggak pernah balas pesan gue sih" gadis itu adalah Viona
"gue sibuk Vi, sorry" jawab Mahendra turun dari motornya
"sekarang nggak sibuk kan, gue mau bicara"
"maaf Vi, nanti aja. gue ada kelas"
Mahendra meninggalkan gadis itu yang sedang menatapnya pergi. sepertinya Dewi fortuna sedang berpihak kepada Mahendra. baru beberapa detik ia duduk, dosen yang mengajar masuk ke dalam kelas mereka.
"huffttt... hampir aja gue telat" Mahendra membuang nafas
selesai dengan perkuliahan, Mahendra bersiap untuk pulang karena akan mengurus perpindahan kostnya. namun langkahnya terhenti saat ia mendengar teman-teman satu ruangannya itu sedang membicarakan masalah pembunuhan.
"astaga nggak percaya banget gue. ini kan Sisil, mahasiswi manajemen" Ranti yang satu jurusan dengan Mahendra menutup mulutnya
"kenapa sih, ada apa...?" tanya Mahendra penasaran
"nih lihat" Robi memperlihatkan berita yang tersebar di akun sosial media
mayat seorang wanita ditemukan di jalan xxx dengan keadaan yang mengenaskan. di duga korban mati karena di tusuk beberapa kali di perutnya bahkan sampai mengeluarkan isi perutnya. dari identitas korban, korban bernama Sisil seorang mahasiswi manajemen di salah satu kampus ternama di kota ini. di perkirakan, korban dihabisi tadi malam karena lukanya yang masih begitu baru.
(astaga, ini kan jalan yang gue lewati semalam bersama bang Raka. jadi tadi malam itu ada pembunuhan di tempat itu) batin Mahendra saat membaca berita yang ada di ponsel Robi
(apa yang hampir kami tabrak tadi malam itu adalah.... pembunuhnya ya. pakaiannya serba hitam semua dan gerak geriknya juga mencurigakan)
"oi Hen, lo tegang banget" Robi menepuk bahu Mahendra membuat dirinya kaget
"kasian banget ya" Mahendra memberikan ponsel Robi
"iya, cantik-cantik tapi mati mengenaskan" timpal Robi
"kalau gitu gue duluan cabut ya" pamit Mahendra
"ok bro" semua teman-temannya melambai
Mahendra menuju parkiran, saat ia akan memakai helmnya, Viona datang dan mengambil helm itu dari tangan Mahendra.
"kita perlu bicara" ucapnya
Mahendra menghela nafas kasar. dengan terpaksa ia membonceng Viona untuk mencari cafe terdekat, tempat mereka bicara.
"ada apa...?" tanya Mahendra. mereka berada di cafe depan kampus. masih pagi namun sudah ada beberapa pelanggan yang datang. pastinya mereka mahasiswa di kampus itu
"elo menghindar terus dari gue. kenapa sih Hen" Viona menatap mata Mahendra
"itu perasaan elo aja. akhir-akhir ini gue sibuk jadi nggak sempat balas pesan dan angkat telepon elo" jawab Mahendra
"gue punya salah ya sama elo...?"
"emang elo merasa punya salah sama gue...?" Mahendra menatap tajam gadis yang ada di depannya itu
"nggak, gue merasa nggak punya salah" jawab Viona terlihat kikuk
"ya kalau gitu ngapain nanya" Mahendra bersandar di kursinya
"gue nanya karena elo menghindari gue terus dari kemarin-kemarin. Hen, gue kangen" Viona memegang tangan Mahendra
"banyak orang Vi, malu" Mahendra menarik tangannya
"elo kenapa sih Hen. kemarin-kemarin elo nggak kayak gini sama gue" Viona terlihat kesal
"kalau gue ada salah bilang dong Hen, jangan kayak gini. gue nggak bisa tanpa elo"
"cih, bullshit" Mahendra jengah
"lo kok ngomong gitu sih Hen" Viona kaget mendengar ucapan Mahendra
biasanya laki-laki yang ada di depannya itu sangat bersikap lembut dan manis padanya. tapi kali ini, Mahendra begitu berbeda dari sebelumnya. tidak ada sikap lembut yang ia tunjukkan seperti saat mereka terus bertemu dulu.
"sekarang gue tanya Vi. ada yang lo sembunyikan dari gue...?" Mahendra menatap tajam Viona
"s-sembunyikan apa sih Hen. gue nggak ngerti" Viona terlihat gugup
"ya sudah kalau elo nggak mau ngaku. gue pergi dulu, masih banyak pekerjaan yang harus gue selesaikan"
Mahendra beranjak dari duduknya dan menuju kasir untuk membayar minuman yang mereka pesan. bahkan minumannya tidak ia sentuh sama sekali. setelah membayar, Mahendra keluar dari cafe tanpa mengajak Viona untuk pergi dari tempat itu.
pukul 13.00 Mahendra tiba di kost. suasana kost nampak sepi karena penghuni kost itu banyak yang keluar, entah ke kampus atau pergi bekerja. biasanya akan ramai saat menjelang sore hari.
Mahendra naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamarnya. akan sangat panas bila harus pindah sekarang. ia memutuskan untuk pindahan saat sore nanti. sekarang ia menggunakan waktu santainya untuk tidur siang.
drrrrttt...... drrrrttt
ponsel Mahendra bergetar, yang menghubunginya adalah Damar. dengan setengah sadar ia mengangkat panggilan temannya itu.
📞Damar
jadi pindah nggak Hen...?
📞Mahendra
emang udah jam berapa sih...? tanya Mahendra dengan suara seraknya khas orang bangun tidur
📞Damar
jam 4. mau pindah nggak, kalau iya nanti gue bantu
📞Mahendra
udah sore ya. jadi kok jadi. nggak usah deh Dam, makasih. elo tunggu gue aja di situ "
📞Damar
oke lah. gue tunggu ya. Hati-hati
📞Mahendra
ok sip
panggilan di tutup. Mahendra segera membersihkan dirinya dan melaksanakan sholat ashar. setelahnya, ia membereskan semua pakaian dan barang-barang miliknya. ada satu koper kecil tempat pakaiannya. laki-laki memang tidak membutuhkan banyak pakaian, lain halnya dengan perempuan. kemudian ada juga tas ransel tempat penyimpanan barang-barangnya yang lain.
Mahendra keluar dari kamarnya dan menguncinya. kemudian ia turun di lantai bawah dengan barang bawaannya.
"mau kemana lo Hen...?" tanya Roki saat melihat Mahendra membawa koper dan satu tas
"elo mau pindah Hen...?" tanya Raka yang juga ada di tempat itu
"iya, gue mau pindah bang" jawab Mahendra
"eh buset dah. elo pindah nggak bilang-bilang" ucap Roki
"maaf bang. soalnya ini juga mendadak" Mahendra tidak enak hati
"ya sudah. terus siapa yang mau anterin elo bawa koper besar begitu...?" tanya Raka
"emmm" Mahendra juga bingung
"sama gue. kebetulan gue juga mau ke kost teman dekat kampus. jadi kita barengan aja" Agus yang baru keluar dari kamarnya menimpali
"ayo Hen. elo yang bawa motor ya" ajak Agus
"siap bang. kalau gitu gue pergi dulu bang Roki, bang Raka" Mahendra berpamitan kepada kedua laki-laki itu
"oke. Hati-hati ya. jangan lupa sering-sering main kesini ya" ucap Raka mengantar mereka sampai ke depan bersama dengan Roki
"iya bang"
Mahendra dan Agus mengendari motor Mahendra. tas ransel di simpan di depan dan koper di simpan di tengah-tengah antara ia dan Agus. jarak yang cukup jauh membuat mereka berdua sampai di kost baru Mahendra sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore.
"ini kost baru lo Hen...?" tanya Agus saat mereka telah sampai
"iya bang. dekat dengan kampus" jawab Mahendra
"kalau gitu gue langsung cabut ya Hen, teman gue udah nungguin di depan"
"nggak gue antar saja bang"
"nggak perlu, lagian dekat kok. gue pergi dulu ya"
"iya bang. sebelumnya terimakasih banyak bang udah bantuin gue"
"sama-sama. gue pergi ya" Agus melambaikan tangan
"Hati-hati bang"
setelah Agus pergi, Mahendra mengangkat koper dan tasnya untuk masuk ke dalam tempat tinggal barunya.
Mahendra mengangkat barang-barangnya dan mendekati pagar yang tidak di kunci. bebannya yang berat membuat dirinya mengangkat sebagian dulu barang bawaannya.
seorang laki-laki yang baru saja datang melihat Mahendra yang akan masuk ke dalam.
"penghuni baru ya...?" tanyanya
Mahendra menghentikan langkahnya dan berbalik. seorang laki-laki yang berbadan tegap, kulit putih dan rambut klimis menghampiri dirinya. laki-laki di hadapannya itu memperlihatkan senyum ramahnya menambah ketampanannya.
"iya bang. gue penghuni baru kamar 9" jawab Mahendra tersenyum
"kalau gitu kenalkan gue Kevin, penghuni kamar 8" Kevin mengulurkan tangannya dan di sambut baik oleh Mahendra
"kalau gitu gue bantu angkat barang-barangnya, kayaknya elo nggak bisa angkat sendiri" Kevin mengambil tas yang disimpan Mahendra di samping pagar
"terimakasih bang, maaf bangat gue merepotkan"
"nggak apa-apa, ayo masuk" Kevin masuk terlebih dahulu dan di susul oleh Mahendra
di ruang tamu ada Wili yang sedang nonton bersama Randi. kedua pria itu menyambut kedatangan Mahendra dengan senyuman yang ramah.
"oi Hen, selamat datang di tempat baru" ucap Randi
"iya, terimakasih" Mahendra mengangguk
"udah datang lo, kirain masih lama" Damar dari arah dapur dengan segelas air putih di tangannya
"baru aja datang" jawab Mahendra
"ayo Hen ke atas" ajak Kevin yang sudah berada di tangga
Mahendra menyusul Kevin naik ke lantai dua. tepat di depan kamar 9 Kevin berhenti menunggu Mahendra untuk membuka pintu kamarnya yang di kunci.
cek lek
pintu di buka, keduanya masuk ke dalam kamar yang telah dibersihkan oleh Mahendra kemarin bersama dengan Damar.
"ini tas lo gue simpan di sini ya" Kevin menaruh tas Mahendra di atas tempat tidur
"iya bang. makasih bangat udah bantuin gue"
"santai aja kali. kalau ada apa-apa tinggal bilang gue aja atau ke anak-anak yang lain. kami di sini sudah saling menganggap seperti keluarga sendiri satu sama lain" Kevin tersenyum dan duduk di kasur tidur Mahendra
"iya bang, gue lihat kayaknya penghuni di sini baik-baik semua. kayaknya gue bakal betah di sini" mahendra duduk di kursi belajar
"harus itu. dan kayaknya elu jangan panggil gue abang deh, gue rasa kita seumuran"
"emang umur abang berapa...?"
"20 tahun, elo berapa...?"
"sama, gue juga 20 tahun. kita ternyata seumuran ya"
"makanya itu jangan panggil gue abang. yang dipanggil abang di sini cuman bang iyan, bang Rahim dan bang Olan karena mereka bertiga lebih tua daripada kita"
"gitu ya. mereka kerja atau masih kuliah bang, eh maksud gue Vin" ucap Mahendra
"kalau bang Rahim itu dosen. dia orang kepercayaan ibu Nani dalam mengurus kost ini. bang Rahim udah lama tinggal di sini, dari awal masuk kuliah sampai sekarang dia masih bertahan di sini. jadi ibu Nani mempercayakan dia untuk mengurus rumah kost ini. terus kalau bang Iyan, dia kerja di cafe. jadi dia itu jago meracik kopi, kalau elu mau diracikkan kopi sama dia, bisa dah elu minta ke dia" Kevin menjelaskan
"terus kalau bang Olan...?" tanya Mahendra
"kalau bang Olan pekerja kantoran. dia kerja di salah satu perusahaan ternama" jawab Kevin
"gitu ya. mereka udah menghasilkan uang ya, tinggal kita yang masih minta dikirimkan uang"
"sabar aja Hen, rejeki mah udah ada yang ngatur" timpal Kevin tersenyum kecil
"terus kalau kamar 10 belum ada yang isi ya"
"untuk sekarang sih belum, mungkin nanti kalau ada yang berminat. kamar 10 sih belum lama kosong, baru beberapa minggu yang lalu penghuninya keluar karena sudah selesai kuliah dan memilih pulang kampung"
"terus kalau kamar 9 ini udah lama kosong ya sebelum gue datang...?"
"emmm.... ada satu bulanan lah sampai elo yang menempati" ucap Kevin dan Mahendra manggut-manggut
"kalau gitu gue ke kamar dulu ya. mau mandi bau asem dari tadi" Kevin beranjak menuju pintu
"iya. sekali lagi makasih ya Vin"
"yoi" balas Kevin mengangkat jempol kanannya
baru saja Kevin keluar dari kamar Mahendra, laki-laki itu sudah ada yang memanggilnya.
"bang Kevin" suara seseorang yang memanggil Kevin terdengar di dalam kamar Mahendra. Mahendra beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. ia ingin berkenalan dengan orang yang memanggil Kevin
"kenapa Lan, baru pulang kuliah lo...?" tanya Kevin
"iya. bang gue minta cas laptop dong, cas laptop gue ketinggalan di kos teman" Alan menghampiri Kevin. laki-laki itu belum menyadari keberadaan Mahendra di depannya
"ada di kamar nanti lo ambil. elo baru datang mau buka laptop lagi, nggak sakit kelapa lo Lan...?"
"yaaa mau gimana lagi tuntutan tugas. harus di kirim sekarang ke email dosen. sebenarnya ya bang gue capek banget ngurus tugas ini itu. ternyata jadi mahasiswa nggak segampang itu ya" tanpa sadar Alan bersandar di tubuh Mahendra yang ia kirakan adalah pintu kamar nomor 9 karena fokusnya dari tadi hanya kepada Kevin
"eh astagfirullah" Alan terlonjak kaget karena tempatnya bersandar bukanlah pintu
Alan melihat ke arah Mahendra yang sedang tersenyum ke arahnya namun entah kenapa Alan malah berteriak setan dan melompat ke arah Kevin.
"setaaaan" mahasiswa jurusan manajemen itu yang masih semester 1 berteriak keras dan melompat ke tubuh Kevin dan menggelantung
"oi Lan turun nggak lo, berat tau. lagipula mana ada setan sih" Kevin berusaha melepaskan pelukan Alan namun laki-laki itu menggeleng tidak ingin turun
sementara Mahendra, dirinya tertawa ngakak melihat Alan yang entah kenapa takut kepada dirinya bahkan menganggap kalau dirinya adalah setan.
"bang, itu di depan kamar nomor 9 siapa bang. kamar nomor 9 kan kosong nggak ada penghuninya" Alan bertanya yang masih dalam gendongan Kevin
"ya makanya itu elo turun supaya kenalan" ucap Kevin
"nggak mau, gue takut. kabur aja yuk bang" Alan semakin merapatkan pelukannya
"hihihihihihi.... Alan, kenalan yuk" bisik Mahendra di telinga Alan. Mahendra yang entah kenapa merasa gemas dengan tingkah Alan seketika langsung punya pikiran untuk menakuti anak itu
"kyaaaaaaaa nggak mau" Alan turun dari tubuh Kevin dan berlari tunggang langgang menuju lantai bawah
"buahahahaha" Kevin dan Mahendra tertawa terbahak melihat Alan yang kabur ketakutan
di lantai bawah, Alan menghampiri Wili dan Randi yang masih sibuk menonton tayangan di televisi. teriakan anak itu membuat keduanya menoleh dan bingung.
"bang Wili" Alan mengambil tempat di tengah-tengah dan memeluk tubuh Wili dari samping
"kenapa lo Lan. macam dikejar setan aja lo" Randi berucap
"di atas memang ada setan bang, makanya gue kabur" Alan semakin merapat ke arah Wili
"ada-ada aja lo Lan. mana ada setan sih, ngawur nih anak" Wili yang sudah menganggap Alan sebagai adiknya membalas pelukan adiknya itu
"bahas apaan sih pakai nyebut setan segala" Rahim yang baru saja pulang duduk bergabung bersama mereka. laki-laki yang berumur 25 tahun itu membuka dua kancing kemejanya karena merasa gerah.
"di atas ada setan bang. gue nggak mau tinggal di atas, takut. bang Wili, gue tidur di kamar abang aja ya" Alan mulai merengek
"jadi cowok penakut banget sih Lan. lagian mana ada setan sih, dari dulu rumah kost ini aman-aman aja dari para jurig" Rahim menimpali ucapan adik mereka itu
"itu di kamar nomor 9 kan nggak ada orangnya. tapi tadi gue liat ada laki-laki yang berdiri di depan pintunya. siapa lagi kalau bukan setan coba. malah ngajak kenalan lagi. gue kan takut" Alan masih tidak ingin melepaskan pelukannya dari tubuh Wili
"hahahaha" semua yang ada di situ tertawa ngakak mendengar penuturan Alan
"kok pada ketawa sih. nggak lucu tau" Alan cemberut karena abang-abangnya itu malah menertawakan ucapannya
"setan darimana sih Lan. itu mah Mahendra, penghuni baru kamar nomor 9" Rahim meluruskan kesalahpahaman Alan
"penghuni baru...?" Alan melepaskan pelukannya dan duduk seperti yang lainnya
"iya. dia baru aja datang tadi. perasaan elo nggak rabun deh Lan. masa iya nggak bisa bedain setan sama manusia" Randi mengacak rambut Alan
"jadi dia bukan setan...?" tanya Alan
"bukan adikku yang ganteng" Wili mencubit pipi adik mereka itu
"hish... gue dikerjain. awas aja" Alan menggeturu dan cemberut
Mahendra masih terkekeh di dalam kamarnya. tidak habis pikir olehnya kalau salah satu penghuni kost 010 akan menganggap dirinya sebagai makhluk halus. dirinya merasa lucu dengan tingkah Alan yang lari ketakutan karena ulahnya.
"kayaknya gue keterlaluan banget deh udah bikin dia ketakutan" ucap Mahendra
merasa gerah, Mahendra mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. beberapa menit di dalam kamar mandi, ia keluar dan mengambil bajunya di lemari.
tok....tok....tok
suara ketukan terdengar dari luar. Mahendra mendekati pintu kamarnya dan membukanya.
"bang Wili. masuk bang" Mahendra mempersilahkan
"nggak usah Hen. gue ke sini mau ngajak elo sholat magrib di masjid. anak-anak yang lain udah pada siap di bawah" Wili mengutarakan maksudnya. laki-laki itu memang sudah siap dengan pakaian sholatnya. baju koko warna putih dan sarung warna biru
"oh gitu. kalau gitu gue pakai baju sholat dulu bang"
"kita tunggu di bawah ya"
"iya bang. gue nggak akan lama"
Wili kembali turun ke bawah sedang Mahendra memakai baju sholatnya dan sarung kemudian bergegas keluar menyusul yang lainnya. tidak lupa ia mengunci pintu kamarnya.
"nah itu Mahendra. ayo berangkat" Rahim beranjak dari duduknya
Alan melihat ke arah Mahendra. masih teringat kejadian tadi sore membuat Alan enggan untuk menegur Mahendra. mereka berjalan ke arah masjid yang hanya beberapa meter dari kost mereka. semuanya ikut ke masjid kecuali Iyan dan Olan karena mereka berdua belum pulang dari tempat mereka kerja.
kini para penghuni kost 010 kembali setelah melaksanakan sholat magrib di masjid. mereka masuk ke dalam dan menuju kamar masing-masing, kemudian mereka berkumpul di ruang tamu karena hanya di tempat itu yang luas untuk mereka berkumpul.
"assalamu'alaikum" suara salam terdengar dari luar
"wa alaikumsalam" jawab mereka semua
dua orang yang mengucapkan salam masuk ke dalam. mereka adalah Iyan dan Olan yang baru saja pulang kerja.
"bang Olan bawa apaan tuh. makanan kah bang...?" Randi mempertanyakan kantung yang dipegang oleh Olan
"iya. ini nasi goreng gue beli di jalan pas pulang buat kita semua" jawab Olan duduk di kursi di ikuti oleh Iyan
"biar Alan yang siapin nasi gorengnya bang" Alan berlari ke dapur untuk mengambil piring dan sendok
Mahendra menyusul Alan karena dirinya ingin berkenalan sekaligus meminta maaf atas kejadian tadi sore. di dapur, ia melihat Alan sedang mengambil piring.
"Hai Alan" sapa Mahendra
Alan melirik sekilas dan kembali mengambil piring.
"hmmmm" Alan menjawab dengan berdehem
"gue Mahendra penghuni kamar nomor 9"
"udah tau" jawab Alan acuh
"gue mau minta maaf soal tadi sore. maafin gue ya" Mahendra berharap Alan tidak marah padanya
"abang tadi sengaja nakutin gue kan" Alan menatap Mahendra dengan tatapan penuh selidik
"sebenarnya sih nggak gitu. tapi melihat elo begitu bertingkah menggemaskan jadi gue.... "
"nah tuh kan abang sengaja nakutin gue. gue nggak mau maafin" Alan kembali berjalan ke arah ruang tamu
Mahendra yang belum mendapatkan maaf dari Alan, merasa tidak tenang. ia kemudian menyusul Alan ke ruang tamu.
"jadi elo penghuni baru kamar nomor 9...?" tanya Iyan melihat ke arah Mahendra
"iya bang. gue Mahendra" jawab Mahendra sopan
"gue Iyan. tinggal kamar 10 yang belum ada penghuninya ya" ucap Iyan
"kayaknya dekat-dekat ini kamar 10 bakalan terisi lagi deh" Rahim menimpali
"ada yang mau masuk lagi bang...?" tanya Damar
"iya. kayaknya keponakan ibu kost sendiri. tapi belum tau sih, jadi atau nggak" jawab Rahim
mereka makan malam bersama dengan nasi goreng yang di belikan oleh Olan. malam menjelang larut, semua penghuni kost masuk ke dalam kamar mereka untuk beristirahat.
"tolong.... tolong" ditengah malam yang gelap gulita, seorang wanita meminta tolong dari siapa saja yang bisa menolongnya. sayangnya tempat itu sangat sepi tanpa seorangpun
"kenapa meminta tolong sayang, apa gue semenakutkan itu" seseorang yang memegang pisau, memakai jaket hitam, masker dan topi mendekat dengan senyuman yang menyeringai
"a-apa maumu" wanita itu sangat ketakutan
"pertanyaan yang bagus. gue suka itu" ia duduk di dekat wanita yang sudah berlinang air mata karena takut akan dicelakai
laki-laki misterius itu mendekati telinga wanita itu dan membisikkan sesuatu.
"gue mau.... nyawamu" ucapnya dengan suara yang menakutkan
"j-jangan... gue mohon jangan bunuh aku"
"terlambat sayang. selamat bertemu dengan malaikat maut"
sreeeeeet
pisau tajam itu menyayat leher si wanita membuat wanita itu menggelepar seperti ayam yang habis disembelih. setelahnya wanita itu tidak bergerak sama sekali. ia telah kehilangan nyawanya. entah kesalahan apa yang telah diperbuatnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!