NovelToon NovelToon

Suami Turun Level

Bab. 1. Mendadak Janda

Ardi bangun lebih pagi dari hari hari biasanya. Sementara Savitri istrinya masih tertidur pulas di sampingnya. Melihat wajah istrinya yang tertidur pulas, Ardi dibuatnya gemas. Dia lalu menciumi wajah Savitri. Savitri yang merasa tidurnya terganggu lalu mengubah posisi tidurnya miring memunggungi suaminya. Ardi tidak mau berhenti dia malah menciumi tengkuk istrinya.

“Pa.... masih ngantuk aku...” ucap Savitri dengan mata terpejam

“Bangun yuk... nih adik kecil bangun...” ucap Ardi tanpa henti menciumi istrinya

“Pa... “ ucap Savitri menepis tangan Ardi yang sudah menjalar kemana mana.

“Bentar aja Ma, keburu Reni bangun.” ucap Ardi sambil terus beraksi sementara Savitri yang mendapat serangan di pagi hari hanya pasrah. Namun tiba tiba....

“Maaaaa... pipis....” teriak Reni yang tidur di bed kecil terpisah masih di dalam kamar yang sama.

Mendengar teriakan Reni anak bungsunya yang masih berumur tiga tahun Savitri buru buru bangkit dari tidurnya. Savitri berjalan cepat menuju ke bed tempat tidur Reni. Savitri lalu mengendong Reni yang matanya masih terpejam dan selanjutnya dibawanya ke kamar mandi.

“Kok tidak dikasih pempers saja sih.” gumam Ardi sambil mengusap wajahnya dengan kasar.

“Semoga Reni tertidur lagi habis pipis.” gumam Ardi lagi masih berharap bisa mendapat enak enak pagi hari dari istrinya.

“Papa.... ayo halan halan di tomplek.. “ teriak Reni dengan suara nyaring sambil berlari dari kamar mandi lalu menarik tangan Ardi. Savitri yang berada di belakang Reni tersenyum senang.

“Ayo Pa... tebuyu ciang...” ucap Reni sambil menarik narik tangan Ardi.

“Ayo Pa, antar Reni jalan jalan di komplek. Aku bangunin Reno dan bantu mbak Lastri nyiapin sarapan.” ucap Savitri sambil memberesi tempat tidur.

Ardi akhirnya bangkit berdiri dan menuruti keinginan putri kecilnya untuk jalan jalan olah raga pagi di komplek perumahan. Sedangkan Savitri meninggalkan kamarnya untuk pergi membangunkan anak pertamanya Reno yang sudah duduk di kelas satu Sekolah Dasar. Dan selanjutnya membantu asisten rumah tangganya untuk menyiapkan sarapan.

Beberapa waktu kemudian setelah semua selesai melakukan aktivitas pribadinya kini mereka sudah siap di meja makan. Reni dan Reno duduk di kursi khusus anak anak.

“Reno nanti dianter Mama saja ya.. Papa sudah kesiangan nih.” ucap Ardi sambil melihat jam tangannya

“Ini pasti gara gara Adik ga mau segera pulang.” gerutu Reno sambil menatap Reni.

“Butan atu... tadi ada Om om ajak omo omo Papa.” elak Reni dengan bibir manyun ke depan

“Yama omo omo na....” ucap Reni lagi

“Kalau diantar Mama lama disalip temen temen di jalannya.” ucap Reno dengan bibir cemberut.

“Biar lama yang penting selamat dan tidak terlambat sampai sekolah.” ucap Savitri sambil membantu Reno turun dari kursi lalu memasangkan tas punggung anaknya.

“Ma.. Aku duluan ya ada meeting pagi, keburu terjebak macet.” ucap Ardi sambil mengambil Reni dari kursinya lalu menciumi wajah Reni.

“Iya Pa.” jawab Savitri lalu mengambil Reni dari gendongan Ardi kemudian mengulurkan tangannya pada Ardi lalu mencium tangan Ardi. Ardipun selanjutnya mencium kening Savitri. Seterusnya mendekati Reno.

“Sekolah yang benar ya... jangan nakal.” ucap Ardi sambil berjongkok mensejajarkan kepalanya dengan kepala Reno. Lalu mencium kening Reno.

“Iya Pa.” jawab Reno lalu mencium punggung tangan papanya. Ardi bangkit berdiri kemudian mengambil tas kerjanya dan berjalan keluar rumah. Ardi menaiki motor sportnya entah agar bisa lebih cepat jika terjebak macet atau agar mobilnya dipakai istrinya untuk mengantar anaknya sekolah.

Sementara itu Savitri memberikan Reni pada mbak Lastri.

“Ma atu itut te cetoyah....” ucap Reni

“Reni di rumah saja Mama ga lama.” jawab Savitri sambil mengusap lembut kepala Reni.

“Ma.. anter pakai mobil ya.. Papa kerja pakai motornya.” teriak Reno di depan pintu.

“Atu itut Ma.. Atu itut... tan pate mobi mama ndak yepot..” teriak Reni

“Ya sudah ayo.. keburu siang.” ucap Savitri lalu mengambil lagi Reni dari gendongan mbak Lastri.

“Da... da... da.... Mba Lati.... da.. da.“ teriak Reni sambil melambai lambai tangannya pada mbak Lastri

Savitri berjalan menuju ke mobilnya Reno sudah lebih dulu masuk dan duduk di jok di belakang kemudi. Savitri mendudukkan Reni di jok di depan di sebelah kemudi dan selanjutnya dia duduk di kursi kemudi. Savitri menyalakan mesin mobil lalu menjalankan mobil dengan hati hati.

Setelah mengantar Reno ke sekolah, Savitri dan Reni langsung kembali ke rumah. Selama di dalam perjalanan Reni selalu berceloteh. Dan tiba tiba saat di lampu merah ada mobil ambulance melintas dengan kecepatan tinggi.

Uing....uing....uing....uing....

“Ma itu mobi ambuyan bawa oyan catit ya...?” tanya Reni sambil menoleh ke arah mamanya.

“Iya sayang...” jawab Savitri

“Perasaan Mama kok tidak enak ya...” gumam Savitri selanjutnya

“Tenapa Ma?” tanya Reni lagi.

“Entahlah.. aduh... Mama tidak bawa hape nih.” jawab Savitri, Reni yang tadi selalu berceloteh menjadi terdiam karena melihat mamanya gelisah.

Savitri lalu mempercepat lajunya mobil dan beberapa menit kemudian mobil sudah sampai di depan rumah mereka. Saat Savitri turun dari mobil, datang Arya adik Ardi mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.

“Arya kalau naik motor jangan ngebut apalagi sudah masuk di komplek perumahan, berbahaya.” ucap Savitri sambil mengendong Reni.

“Kak.. Bang Ardi... Bang Ardi kecelakaan.” ucap Arya tampak panik.

“Ayo sekarang ke rumah sakit.. Kak Savitri dihubungi pihak kepolisian tadi tapi tidak diangkat.” ucap Arya selanjutnya

Savitri yang masih mengendong Reni di samping mobilnya hanya berdiri mematung.

“Kak, ayo cepat Reni dititip mbak Lastri dulu.” ucap Arya lalu berteriak memanggil mbak Lastri.

Mbak Lastri terlihat berlari tergopoh gopoh dari dalam rumah masih memakai apron di tubuhnya.

“Reni ikut mbak Lastri dulu, Papa sedang sakit anak kecil tidak boleh masuk rumah sakit.” ucap Arya sambil mengusap lembut kepala Reni.

“Hua.... hua.... hua.... atu itut atu itut... atu itut Ma... atu liat Papa cakit... tasian Papa... atu itut.... ituuuuutttt Ma.....” tangis Reni pecah meyayat hati. Savitri memberikan Reni pada mbak Lastri tanpa bisa berkata kata hanya air matanya yang terlihat meleleh.

Beberapa tetangga di komplek yang mendengar suara tangis Reni dan teriakan Arya memanggil mbak Lastri terlihat keluar rumah dan mendatangi mereka. Anisa tetangga depan rumah yang sudah dekat Reni lalu mengambil alih Reni dari gendongan mbak Lastri.

“Titip Reni dulu Tan.” ucap Savitri pada Anisa sambil mengusap air matanya. Anisa menganggukkan kepala. Sedangkan Reni menangis di dalam gendongan Anisa.

“Iya Kak, kebetulan saya libur nanti saya jemput Reno juga.” ucap Anisa sambil mengelus elus Reni memberi ketenangan.

“Sabar Kak... semoga bang Ardi baik baik...” ucap Anisa selanjutnya dan diamini beberapa orang yang berada di sekitarnya.

Savitri lalu masuk ke dalam mobil sedangkan Arya sudah lebih dulu masuk dan duduk di kursi kemudi. Mobil lalu berjalan meninggalkan rumah menuju ke rumah sakit.

Sesampai di rumah sakit Arya dan Savitri berjalan cepat menuju ke ruang ICU yang sudah diinfokan pada mereka.

Mereka berdua diijinkan masuk ke dalam ruangan oleh perawat. Tampak Ardi terbaring dengan mata terpejam di tempat tidur dengan beberapa alat medis di sekitarnya.

Melihat suaminya dengan tubuh terlihat utuh dan tidak terlihat luka luka parah Savitri nampak lega.

“Pa... Bang...” ucap Savitri dan Arya secara bersamaan. Terlihat mata Ardi terbuka secara pelan pelan dan selanjutnya terlihat bibirnya tersenyum.

“Ma.... “

“Ya... jaga anak anak ya...” ucap Ardi sangat pelan dan seterusnya matanya kembali terpejam. Tampak perawat perawat di dalam ruangan panik saat melihat alat medis menunjukkan tanda darurat. Mereka segera bertindak.

Sementara perawat sibuk memberi tindakan. Savitri dan Arya menangis memanggil manggil Ardi. Tidak lama kemudian dokter datang dan segera memberi tindakan. Namun tidak lama kemudian

“Maaf kami sudah berusaha namun takdir berkehendak lain.” ucap Dokter.

“Dok, tubuh suami saya utuh dokter mungkin salah coba periksa lagi....” teriak Savitri.

“Maaf Bu, lihat bagian ini yang mendapat benturan.” ucap Dokter menyibakkan selimut Ardi yang menunjukkan bagian tubuh Ardi yang mendapat benturan keras.

“Organ dalamnya ....” ucap Dokter belum berlanjut karena Savitri sudah terkulai pingsan. Untung Arya yang berada di dekatnya siaga. Arya lalu membawa Savitri ke luar ruangan. Sedangkan para perawat mengurus jenasah Ardi.

Tidak berapa lama kemudian beberapa kerabat juga datang ke rumah sakit. Termasuk orang tua Ardi. Mereka semua menangisi kepergian Ardi yang begitu mendadak.

Savitri dan Mamanya Ardi saling berpelukan untuk saling memberi kekuatan. Mereka berdua lalu masuk ke mobil ambulance yang akan membawa jenasah Ardi ke rumahnya. Mobil yang dikemudikan Arya dan mobil kerabat lainnya mengiringi di belakang mobil ambulance.

Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di komplek perumahan terlihat rumah Ardi sudah dipasang tenda dan sudah banyak orang yang datang.

“Mama..... Papa... “ teriak Reno berlari menuju ke mobil ambulance yang berhenti. Lalu tangis Reno pun pecah sebab dia sudah paham yang namanya kematian. Savitri dan Omanya Reno memeluk Reno sambil menangis. Ingin sebenarnya Savitri untuk tidak menangis agar Reno bisa tenang tetapi dia tak mampu. Kerabat dan tetangga yang berada di sekitarnyapun ikut menitikkan air mata.

Jenasah lalu dibawa ke dalam rumah. Para pelayat semakin banyak yang berdatangan. Teman teman Ardi baik teman sekolah, teman kerja dan teman bermain terlihat banyak yang datang.

Setelah semua tata cara dan upacara pelepasan jenasah terlaksana, kemudian jenasah di bawa ke pemakaman. Savitri selalu memeluk Reno yang berada di dekatnya. Sedangkan Reni selalu di dalam gendongan Anisa yang juga selalu berdiri di dekat Savitri. Arya dan orang tuanya juga orang tua Savitri pun tidak jauh jauh dari Savitri.

Terlihat ada satu orang laki laki di antara para pelayat teman teman Ardi yang selalu mencuri curi pandang melihat Savitri.

Bab. 2. Papa Arya

Selama tujuh hari berturut turut dilakukan doa untuk almarhum Ardi. Orang tua dan kerabat juga menemani Savitri dan kedua anaknya.

Setelah tujuh hari orang tua dan kerabat dekat sudah kembali ke rumahnya masing masing. Savitri dan kedua anaknya merasakan kesepian. Sekarang mereka bertiga kalau tidur di dalam satu kamar yang sama dan di dalam satu tempat tidur yang sama.

“Kakak cekalan bobok di cini.” ucap Reni di atas tempat tidur berukuran besar.

“Temayin Oma dan Nene yan temenin Mama dan atu.” ucap Reni lagi sambil memeluk Savitri.

“Iya aku kemarin ditemani Opa dan Kakek.” ucap Reno

“Sekarang kakak yang jagain Adik dan Mama. Kakak anak laki laki yang akan gantiin Papa.” ucap Reno sambil tatapan matanya menerawang ke atas.

“Tapi Kakak ndak bica dendong atu, ga puya duit bayak.” ucap Reni sambil mengerucutkan bibirnya.

“Besok kakak akan makan yang banyak biar cepat besar.” ucap Reno

“Iya kan Ma?” ucap Reno lagi meminta keyakinan dari mamanya.

“Iya sayang...” jawab Savitri lalu memeluk kedua anaknya secara bergantian.

Waktu terus berlalu mereka harus kembali pada aktivitasnya. Reno sudah harus kembali ke sekolah. Savitri juga harus mengurus bisnis suaminya.

Pagi hari Arya sudah datang ke rumah Savitri.

“Sudah sarapan belum Ya?” tanya Savitri saat membereskan meja makan.

“Kalau belum sarapan dulu.” ucap Savitri selanjutnya

“Om Aya... “ teriak Reni dari dalam kamar dan berlari menuju ke ruang makan.

“Hati hati sayang.... “ ucap Arya sambil menangkap tubuh Reni lalu menghujani ciuman di kedua pipi gembul Reni.

“Reni sudah cantik, mau kemana?” tanya Arya kemudian.

“Mau itut te pelucahahahaha....” jawab Reni menggemaskan.

“Ha....ha... mau ikut meeting?” ucap Arya sambil tertawa kecil gemas melihat dan mendengar suara Reni. Sedangkan Reni menganggukkan kepalanya dengan mantap.

“Om Arya, antar Reno dulu ya.” ucap Reno yang sudah siap rapi dengan tas punggung menempel di tubuhnya.

“Siap Bos.” jawab Arya sambil tersenyum menatap Reno.

Setelah semua siap, mereka berempat masuk ke dalam mobil. Tujuan pertama mengantar sekolah Reno. Setelah mengantar sekolah Reno mereka bertiga melanjutkan perjalanan menuju ke tempat perusahaan almarhum Ardi.

“Ya....” ucap Savitri saat di dalam perjalanan menuju ke perusahaan.

“Iya Kak.” jawab Arya sambil fokus pada kemudinya.

“Jujur aku ga pede ikut datang di acara meeting, rapat penting perusahaan.” ucap Savitri sambil membelai rambut Reni yang duduk di sampingnya.

“Kamu tahu kan, aku lulus SMA langsung dilamar bang Ardi, terus nikah punya anak anak... Aku hanya di rumah saja ngurus anak anak dan rumah.” ucap Savitri lagi.

“Aku dulu datang ke acara perusahaan hanya di acara gala dinner atau acara acara seremonial. Bukan yang acara rapat rapat.” ucap Savitri selanjutnya.

“Tenang saja Kak, kalau kak Vitri sudah mempercayakan pada aku. Ya nanti di forum kak Vitri sampaikan saja semua tugas dan wewenang dikuasakan ke aku.” ucap Arya sambil fokus pada kemudinya.

“Jadi semua lewat prosedur resmi, aku juga enak jalaninya tidak dianggap menyerobot, sebab di akta yang sudah ada kan wewenang dan kuasa jatuh ke kak Vitri selaku ahli waris.” ucap Arya lagi sambil menoleh sekejap ke Savitri.

“Ada hitam di atas putihnya Kak, nanti kalau kak Vitri di forum sudah menyerahkan ke aku, nanti notaris buat akta kuasa.” ucap Arya lagi.

“Aku pasrah semua urusan perusahaan ke kamu Ya, aku ga bisa mikir.” ucap Savitri.

“Terima kasih ya... kamu jadi repot ngurusin keluargaku.” ucap Savitri selanjutnya.

“Tidak perlu terimakasih Kak, keluarga Kakak keluargaku juga.” jawab Arya.

“Atu tayang Om Aya...” ucap Reni yang tadi duduk di jok belakang kini berdiri dan memeluk Arya dengan tangan mungilnya lalu mencium pipi Arya dari belakang.

“Atu juda tayang Reni....” ucap Arya pura pura celat sambil sejenak menoleh lalu mencium singkat Reni.

“Arya, Reni di dalam mobil jangan cium cium dulu... bahaya...” ucap Savitri sambil menarik tubuh Reni lalu didudukkan lagi di jok.

“Atu demes Ma.. om Aya kayak Papa.” ucap Reni sambil menatap Savitri.

“Atu tanen Papa.” ucap Reni dengan suara pelan, sambil menundukkan kepalanya.

“Jalan tidak ramai Kak, sudah masuk kawasan Perusahaan.” ucap Arya.

“Tetap bahaya, aku tidak ingin lagi kehilangan orang orang dekat karena kecelakaan.” ucap Savitri sambil mengelus ngelus kepala Reni.

Akhirnya mobil sampai di perusahaan. Acara meetingpun berjalan dengan lancar. Secara resmi Arya mengambil alih kendali perusahaan Ardi namun kepemilikan masih berada pada Savitri dan anak anaknya.

Pada suatu malam hari Reno tubuhnya panas. Sudah dikasih sirup anti demam masih saja panas sampai mengigau memanggil manggil papanya.

“Ren... “ ucap Savitri sambil membetulkan letak kompres di dahi Reno.

“Kak...” ucap Reni sambil mengusap usap pipi Reno dengan ujung jari mungilnya.

“Reno pengen apa?” tanya Savitri sambil menatap sendu Reno.

“Papa.. Papa..... Papa....” gumam Reno dalam igauannya. Mata Reno masih terpejam rapat.

Savitri kemudian mengambil hapenya dan menghubungi Arya menyampaikan berita kalau Reno demam tinggi.

Tidak lama kemudian Arya datang bersama kedua orang tuanya. Terlihat Oma membawa dua kotak makanan satu kotak besar berisi donat kesukaan Reni dan satu kotak besar berisi piza kesukaan Reno.

“Hallo sayangnya Oma.” ucap Oma di depan pintu kamar. Mbak Lastri sudah membukakan pintu depan buat mereka saat mendengar ada suara mobil berhenti.

“Omaaaaaa... Kaka catit.” teriak Reni masih duduk di tempat tidur menunggui kakaknya.

“Opaaaaaa.... Kaka catit.” ucap Reni lagi saat Oma dan Opanya sudah berjalan mendekat.

“Om Aya mana?” tanya Reni sambil pandangan matanya mencari sosok Arya.

“Masih markir mobil mungkin.” jawab Opa.

“Oma bawa donat dan pizza kesukaan kalian.” ucap Oma sambil menunjukkan kardus makanan yang dibawa.

“Atu mau Om Aya....” ucap Reni lalu lari keluar kamar dan mencari Arya.

“Sini Ma... nanti juga mereka mau.” ucap Reni sambil mengambil kardus makanan dari tangan Oma.

“Reno mau pizza ga?” tanya Savitri, tampak Reno hanya menggelengkan kepala. Savitri lalu berjalan meninggalkan kamar untuk menaruh oleh oleh Oma di ruang makan.

Tidak lama kemudian Arya masuk ke dalam kamar sambil mengendong Reni. Lalu duduk di dekat pembaringan Reno sambil mengusap usap kepala Reno.

“Ya...” ucap Oma sangat pelan.

“Kalau sudah tiga tahun meninggalnya abangmu, kamu nikahi saja Savitri.” ucap Oma lagi dengan nada suara hati hati.

“Kamu kan tidak punya pacar.” ucap Opa yang juga menyetujui permintaan Oma.

“Apa kamu masih berharap pada gadismu yang pergi ke luar negeri itu?” tanya Oma.

“Om Arya suka pada tante Nisa.” ucap Reno pelan sambil mata masih terpejam.

“What?” tanya Oma dan Opa bersamaan.

“Tidak boleh Arya... Tidak boleh menginginkan istri orang, Anisa sudah punya suami.” ucap Oma kemudian.

“Siapa yang menginginkan istri orang.” jawab Arya santai.

“Siapa sih Ma yang tidak suka dengan Anisa, cantik baik pinter, sederhana tidak banyak menuntut suami. Reni aja suka.” ucap Arya selanjutnya sambil tersenyum menatap Reni.

“Iya atu cuta tate Nica.” ucap Reni.

“Tuh kan.. Kak Vitri juga suka, bang Ardi dulu jugs suka, Mama dan Papa pasti juga suka dia.” ucap Arya

“Iya suka karena dia memang sangat baik hati. Savitri juga cantik dan baik... dia tidak sempat kuliah karena Ardi sudah keburu melamarnya.. Ardi hanya ingin dia ngurus anak anak.” ucap Oma.

“Makanya kamu gantiin Ardi, kasihan dia.” ucap Opa

“Aku ngikut aja Ma, aku juga kasihan anak anak kalau dapat papa tiri ga benar.” jawab Arya membuat lega Oma dan Opa.

“Baguslah... besok kalau orang tua Savitri berkunjung ke sini sekalian kita bicarakan.” ucap Oma.

“Aku berharap Savitri menyetujui, cinta nanti bisa tumbuh dengan berjalannya waktu kalau selalu bersama.” ucap Oma lagi.

“Reno sama Reni mau tidak punya papa Arya?” tanya Oma.

“Mauuuuu...” jawab Reno dan Reni bersamaan. Kini Reno terlihat tersenyum dan sudah terbuka matanya tampak bersinar bola matanya.

“Papa....” ucap Reno dan Reni secara bersamaan.

“Belum ... belum jadi papa sayang...” ucap Arya sambil mengacak acak puncak kepala Reno dan Reni secara bergantian.

“Tidak apa apa.. mulai sekarang panggil papa Arya.” ucap Reno.

“Iya papa Aya.” Ucap Reni mengikuti kakaknya.

“Aku besok bilang ke teman teman, kalau aku sudah punya papa lagi aku bukan anak yatim.” ucap Reno sambil tersenyum senang.

“Reno, kalau teman teman ngatain kamu anak yatim, kamu tidak usah sedih. Anak yatim itu disayang Allah, doa anak yatim diperhatikan Allah.” ucap Oma sambil membelai lembut kepala Reno.

“Nanti aku bobo dengan papa Arya.” ucap Reno kemudian

“Atu juda.” ucap Reni

“Tapi di kamar Reno ya.” ucap Arya

“Teyus Mama cama ciapa?” tanya Reni

Sementara itu Savitri yang mau masuk ke dalam kamar dan masih berada dibalik pintu mendengarkan pembicaraan mereka. Savitri lalu menghentikan langkahnya. Air mata Savitri menetes di kedua pipi mulusnya.

“Arya kamu sudah memikirkan perusahaan dan ikut menjaga anak anak itu sudah lebih dari cukup. Tidak perlu kamu mengorbankan hatimu kamu bebas memilih tambatan hatimu.” gumam Savitri dalam hati sambil menghapus air matanya...

“Reno anak yatim bukan aib sayang kamu jangan sedih ya...” gumam Savitri masih menghapus air mata yang masih terus meleleh. Setelah air matanya tidak meleleh lagi, Savitri baru melangkah masuk ke dalam kamar pura pura tidak mendengar percakapan mereka.

Bab. 3. Gandi.... Om Genit

Pada suatu hari di suatu tempat, waktu menunjukkan pukul 12.00 siang. Di sebuah kamar laki laki yang bernama Gandi baru membukakan matanya. Dia membuka pintu kamar lalu berjalan ke kamar mandi mencuci muka dan berkumur kumur. Setelahnya dia langsung berjalan meninggalkan rumah tujuannya tidak lain adalah warung kopi tempat dimana dia biasa nongkrong bersama teman temannya.

Di warung kopi tersebut sudah nongkrong teman teman Gandi dan beberapa teman kecil Ardi . Mereka masih menceritakan tentang kematian Ardi yang mendadak.

“Ga nyangka ya Ardi saat di puncak bisnisnya malah meninggal. Gandi yang bisnisnya amburadul malah gak mampus mampus.” ucap salah satu orang di antara mereka. Saat melihat Gandi mulai duduk di sampingnya.

“Sialan kamu, bisnisku amburadul kan dalam sudut pandangmu.” ucap Gandi sambil menerima satu gelas kopi dari pelayan warung.

“Terus dalam sudut pandangmu gimana?” tanya teman yang lain pada Gandi.

“Berantakan ha....ha.... ha...” ucap dari beberapa orang secara bersamaan sambil tertawa. Terlihat Gandi hanya tersenyum kecut.

“Sudah ga usah bicarakan bisnis, bicara jandanya Ardi aja.” ucap Gandi kemudian

“Aku sudah mengikuti akun instagramnya , ngelike semua postingan, komen banyak, tapi ga direspon.” ucap Gandi lagi lalu menyeruput kopi hitamnya.

“Ada yang punya nomor hapenya ga?” tanya Gandi sambil menatap teman temannya.

“Ga punya, punya nomornya Ardi, aku waktu ngucapkan turut berduka cita di nomor Ardi dijawab tuh..” jawab salah satu dari mereka. Tampak Gandi tidak menjawab namun bibirnya tersenyum menyeringai. Lalu terlihat jari jarinya sibuk mengetik ngetik layar hapenya.

“Kamu jangan macam macam sama dia Gan, ga level kamu sama almarhum Ardi.” ucap salah satu di antara mereka.

“Ga usah banyak omong kalian. Aku benar benar terpesona saat lihat dia. Gila tambah cantik saja dia, saat berduka saja mempesona.” jawab Gandi

“Dulu Ardi nemu dia dimana sih?” tanya salah satu orang di antara mereka.

“Waktu Ardi masih SMA sudah pacaran, Vitri saat itu masih SMP. Selisih usia mereka lima tahun.” jawab yang lain.

“Oooo gedung SMA dan SMP mereka sebelahan ya...” gumam orang yang tanya tadi.

“Iya kayaknya ban sepeda Vitri bocor atau rantai lepas.. terus ditolong Ardi. Lalu mereka dekat terus jadian.” ucap yang lain.

“Kasihan ya... kisah cinta yang manis berakhir tragis dengan kematian Ardi yang mendadak.” ucap salah satu di antara mereka.

“Untung Ardi sudah sukses bisnisnya, jadi meninggalkan banyak warisan buat anak istrinya.” ucap yang lain, dan terlihat Gandi tersenyum sambil mengangguk anggukkan kepalanya.

“Aku harus bisa mendapatkan dia.” gumam Gandi dalam hati.

Sudah beberapa hari pesan text Gandi untuk Savitri yang dikirim ke nomor Ardi, belum juga mendapat balasan. Gandi tidak putus asa dia masih terus memgirim pesan text yang berisi ucapan turut berduka cita dan kata kata untuk memotivasi Savitri.

“Hanya dibaca tidak dibalas.” gumam Gandi lalu meletakkan hapenya di meja.

Namun tiba tiba terdengar suara notifikasi dari hape Gandi, dia lalu buru buru mengambil hapenya, dan saat terlihat ada nama Savitri mengirim balasan Gandi cepat cepat membukanya. Dia sudah merubah nama kontak Ardi diganti dengan nama Savitri. Setelah membuka pesan balasan dari Savitri, Gandi tersenyum. Savitri hanya membalas ucapan terimakasih, sama seperti yang dikirim pada teman teman Ardi yang lain yang mengirim ucapan turut berduka. Namun Gandi sangat bahagia. Gandi lalu menulis pesan text lagi, dia menanyakan kapan acara doa buat almarhum Ardi. Pesan terkirim namun hanya dibaca oleh Savitri. Gandipun dengan sabar menunggu balasan.

Hingga tiba pada saatnya malam hari acara doa empat puluh hari meninggalnya Ardi yang diadakan di rumah Ardi. Keluarga, tetangga dan kerabat yang akan melaksanakan doa sudah datang.

Gandi dan teman temannya pun juga datang.

“Vit ada teman teman Ardi datang.” ucap ibunya Savitri.

“Ayo Ya, temeni aku.” Savitri mengajak pada Arya yang sedang berdiri di dekat mereka.

“Mama aku ikut.” ucap Reno lalu ikut berjalan menggandeng Arya.

“Atu juda.” ucap Reni sambil berlari menuju Arya.

“Papa Aya dendong atu......” teriak Reni kemudian sambil kedua tangannya diangkat ke atas. Arya lalu menangkap tubuh mungil Reni.

Mereka berempat lalu menuju ke depan. Tampak Gandi berada di barisan paling depan dengan membawa tiga kardus besar makanan. Satu kardus donat kesukaan Reni, satu kardus pizza kesukaan Reno dan satu kardus berisi cake buah kesukaan Savitri. Gandi mengetahui kesukaan mereka dari hasil stalking akun media sosial milik Savitri.

Gandi terlihat kaget saat melihat Arya mendampingi Savitri dan anak anaknya. Namun dia cepat cepat menormalkan ekspresi wajahnya.

“Hallo ganteng dan cantik... ini oleh oleh dari Om.” ucap Gandi sambil memberi salam pada mereka. Lalu menyerahkan oleh olehnya pada Savitri dan tidak lupa disertai senyum termanisnya.

“Telimakacih Om.” jawab Reni sambil tersenyum senang karena melihat kardus makanan kesukaannnya.

“Sama sama cantik.” ucap Gandi sambil menoleh menatap Reni sambil tersenyum.

“Terimakasih. Kok repot repot bawa oleh oleh segala, yang penting doanya buat bang Ardi.” ucap Savitri sambil menerima kardus kardus makanan tersebut.

“Tidak repot kok.” ucap Gandi sambil tersenyum

Setelah menyilahkan pada mereka Savitri lalu masuk ke dalam. Sedangkan Arya akan duduk di depan menemani teman teman Ardi. Reno selalu berada di dekat Arya, tangan mungilnya kadang memegang celana Arya kadang memegang kaki Reni yang digendong Arya.

“Papa Aya atu tuyun.” ucap Reni sambil berusaha melorotkan tubuh mungilnya. Arya lalu menurunkan Reni dengan pelan pelan. Sedangkan Gandi yang mendengar Reni memanggil Arya dengan sebutan papa, terlihat menoleh dan mengeryitkan dahinya.

“Mama atu batuin bawa Ma...” teriak Reni setelah turun dari gendongan Arya.

“Ma... atu batuin... Ma....” teriak Reni berlari di belakang Savitri.

“Reni jangan lari lari.” ucap Savitri sambil menoleh ke arah Reni lalu berhenti menunggu Reni.

Acara doa dilakukan dengan khusuk, para perempuan duduk di ruang tengah. Sedangkan kaum laki laki di ruang tamu dan teras. Setelah acara doa selesai. Seluruh keluarga berada di depan untuk mengucapkan terimakasih kepada para tamu. Para tamu bergilir pamit kepada keluarga almarhum Ardi. Dan tiba saatnya teman teman Ardipun pamit. Kini Gandi pamit di giliran terakhir. Gandi menyalami Opa, kakek, Arya, Reno.. dan sekarang dia berada di depan Savitri.

“Terimakasih untuk doa buat bang Ardi.” ucap Savitri.

“Sama sama. chat ku kok kadang tidak dibalas.” ucap Gandi lirih

“Becok atu balat Om denit” ucap Reni yang berada di gendongan Reni.

Teman teman Ardi yang mendengar ucapan Reni menoleh ke arah Gandi sambil tersenyum, sedangkan Gandi hanya bisa nyengir. Mereka terus berjalan menuju ke tempat mobil terparkir.

“Kamu itu keterlaluan Gan, sampai anaknya Ardi panggil kamu Om genit ha... ha....ha...” ucap salah satu dari mereka saat sudah di dekat mobil mereka yang terparkir.

“Masih juga empat puluh hari Ardi meninggal kamu sudah melakukan serangan.” ucap yang lain sambil membuka pintu mobil.

“Biarin sebelum kedahuluan yang lain.” jawab Gandi sambil masuk ke dalam mobil.

“Kok mereka panggil Arya dengan sebutan papa ya...” gumam Gandi saat sudah duduk di jok.

“Ya biasalah keponakan panggil Om nya dengan sebutan papa, bapak atau ayah. Keponakanku juga panggil aku ayah. Tapi by the way, tidak apa apa juga kalau Arya gantiin Ardi, usia Arya juga masih lebih tua dari Vitri, mungkin selisih dua tahun.” ucap salah satu dari mereka.

“Tampang Arya juga mirIp mirip Ardi.” saut yang lain.

"Rejekinya juga." tambah yang laiin. Gandi yang mendengar komentar teman temannya tentang Arya terlihat semakin jengkel.

“Aku akan buat perhitungan dengan Arya kalau itu sampai terjadi.” gumam Gandi dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!