Vania melangkah dengan cepat menuju pada pekerjaannya,dia sudah terlambat karena harus mengurus ibunya yang sedang sakit dulu sebelum berangkat ke tempat dirinya bekerja.Dia berhenti di trotoar menunggu waktu untuk menyeberang jalan.
Sayup-sayup telinganya menangkap pembicaraan para wanita di sebelahnya
"Hey,kalian sudah dengar belum kalau ada konglomerat yang sedang mencari seorang wanita yang mau mengandung.Katanya bakal dibayar mahal kalau terpilih" ujar seorang gadis berambut ikal antusias
"Benarkah? tapi siapa orang gila yang mau melakukan hal gila seperti itu..Yang benar saja.Mengandung anak tanpa ikatan pernikahan,Memalukan.Emang siapa konglomerat gila itu?" Tanya teman disebelahnya yang terlihat tomboy
"Tidak ada yang tau siapa konglomerat itu,karena dia menutup data dirinya erat-erat.Tapi sudah banyak yang mendaftar namun semuanya gagal,sepertinya ada seleksi juga tapi aku tidak tau apa itu.dan ini alamat serta nomornya,kemarin aku dikasih oleh seorang bibi dijalan.Katanya mungkin saja aku berminat" ujar sigadis ikal panjang lebar sambil memperlihatkan secarik kertas yg terdapat alamat sama nomor konglomerat gila tersebut.
"sudah! buang saja kertas itu.hanya orang gila yang melakukan hal rendah seperti itu.Menjual rahim,yang benar saja"gumam gadis tinggi disebelah kirinya yang langsung mengambil kertas ditangan gadis ikal dan dibuangnya sembarangan.
Vania tersenyum mendengar pembicaraan para wanita itu,matanya menilik kearah kertas yg teronggok diatas rumput dipinggir trotoar.
Dia berpikir orang seperti apa yang mau melakukan hal gila tersebut. Dan juga, orang seperti apa yang bersedia melakukan hal konyol dengan mengandung anak hanya untuk bayaran yang sangat tinggi.
Dunia memang sungguh sangat kejam, hanya orang-orang yang sudah putus asa dan tidak memiliki hati yang pasti dengan suka rela melakukan hal seperti itu demi uang
Vania tersenyum kecut, melihat dari kondisinya yang serba kekurangan Vania mungkin menjadi salah satu kandidat dari orang-orang tersebut.
Tapi tidak, Vania tidak akan melakukan hal serendah itu, ia masih punya harga diri untuk bertahan hidup. Ia tidak akan menjual tubuhnya apa lagi mengandung anak seseorang demi uang yang besar.
Tanda untuk menyeberang sudah menyala, Vania berlari-lari kecil menyebrangi jalanan menuju tempat kerjanya, meninggalkan kertas alamat nomor aneh itu jauh dibelakangnya.
"Hei Vania anastasha, apa yang kau lakukan? ayo cepatlah" suara Mira memanggilnya dari balik pintu ruang ganti, sahabat sekaligus partner kerjanya itu tadinya sudah berangkat terlebih dahulu ketempat berkumpulnya para pekerja hotel ternama milik granger group
Vania merapikan scraf berwarna merah dilehernya lalu menyelipkan anak rambutnya yang keluar dari ikatan kebelakang telinganya terburu-buru, ia pasti akan dimarahi oleh manager Heru jika terlambat sedikit lagi
"Tunggu aku" Setelah merasa rapi, iapun berlari menyusul Mira ketempat berkumpulnya para karyawan hotel untuk melakukan apel pagi
"Eheem.." manager bagian HRD itu berdeham tidak suka melihat keterlambatan Vania yang sering kali terjadi ini.Ia menyukai Vania, tapi ketidak disiplinan Vania membuatnya harus mengerutkan alisnya terus menerus
"Vania..Kau terlambat lagi?"
"Maafkan aku Manager.. aku harus memastikan ibuku berada dalam kondisi yang nyaman sebelum aku meninggalkannya sendirian" sesal Vania. Semua tahu bahwa Vania hidup hanya berdua saja dengan ibunya yang sedang sakit-sakitan.
Manager Heru hanya bisa menghembuskan nafasnya. Ia adalah pria yang juga menyayangi keluarga sendiri, karena itu ia akan memaklumi apapun jika itu menyangkut masalah keluarga
"Sudahlah, masuk kebarisan" Vania tersenyum mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya masuk kedalam barisan dan menerima jadwal pagi ini yang harus ia lakukan.
Vania Anastasha, adalah gadis muda berusia 23 tahun penuh energik dan sangat suka tersenyum. Hal itulah yang membuatnya mudah bergaul dan disenangi oleh siapa saja. Namun, tidak ada yang pernah tahu untuk apa senyum itu ada.
Vania selalu berusaha tersenyum untuk membuatnya bisa menikmati hidupnya yang cukup memprihatinkan
Ayahnya sudah meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil ketika ia masih kecil, tidak ada harta benda yang bisa Ayahnya tinggalkan padanya, hanya sebuah rumah kecil yang saat ini Vania tinggali berdua bersama ibunya.
Satu-satunya orang yang ia miliki. Hidup dengan keuangan yang pas-pasan Vania harus bekerja untuk menghidupi dirinya dan ibunya yang sakit keras setelah kepergian sang Ayah
karena itu setelah lulus dari sekolah Vania memutuskan untuk bekerja, tidak seperti teman-temannya yang lain yang lebih beruntung bisa melanjutkan studinya di perkuliahan.
" Vania.. kau tahu, hari ini direktur granger akan berkunjung kesini" Vania sedang merapikan meja resepsionis ketika Mira lagi-lagi memanggilnya dan mulai mengajaknya mengobrol, kebiasaan yang selalu Mira lakukan sebelum tamu berdatangan
"Pemilik Hotel ini?"
"Pemilik hotel ini dan banyak hotel lainnya lagi. aah.. aku benar-benar penasaran dengan wajahnya, banyak yang bilang tuan granger sangat tampan dan mempesona, tapi itu sebelum dia memasang topeng dingin di wajahnya. Kau tahu,itu karena dia ditinggal pergi oleh orang yang sangat ia cintai"
Vania menarik nafasnya tertahan
"Wanita itu meninggal?"
"Tidak, dia menikahi laki-laki lain.Ya Tuhan..benar, karena itu aku penasaran, seperti apa wajah pria yang ditinggalkan tersebut"
"Apa kita bisa melihatnya hari ini?" tanya Vania bersemangat.
" Tentu saja, kita kan menjaga bagian penting di hotel ini" jawab mirapenuh keyakinan
"Mira,menjaga meja resepsionis bukanlah bagian penting"kekeh Vania
"Yaa.. selain kita bekerja menjaga meja dan mendata tamu-tamu harus mengambil kamar yang mana kita juga mendapatkan pekerjaan lain dengan mengawasi para tamu yang datang" jawab Mira
"Tidakkah itu menyenangkan, kita bahkan tahu pejabat mana yang sedang mengunjungi selingkuhannya di hotel ini"
"Ssstt.. Kumohon diamlah Mira" Vania menyuruh Mira diam ketika tamu pria dan wanita menghampiri meja resepsionis.
Vania tersenyum menyambut kedua orang itu, yang menurut Vania kemungkinan adalah pasangan suami istri.
"Selamat pagi" sapa Vania ramah
"Iya.. kami ingin check out pagi ini" laki-laki itu menyerahkan kuncinya kepada Vania
"Oo iya" Vania pun bergegas mengambil data dari si penghuni kamar lalu menyerahkan tagihan kamar kepada laki-laki itu.
Matanya melirik Mira yang saat ini sedang asik memandangi si wanita dan pria. Vania mendelikkan matanya kepada Mira agar berhenti menatap tidak sopan tamu mereka
Mira menaikkan bahunya lalu melengos pergi meletakkan kunci di tempat kunci-kunci kamar berada
" Mira.. kau tidak sopan menatapi tamu seperti itu,Manager Heru sudah sering kali menegurmu"
"Mereka tidak terlihat seperti sepasang suami istri"Mira menghiraukan teguran dari Vania
"Kau lihat gelagatnya?"
"Ya Tuhan, jangan lagi" Vania menutup kedua telinganya karena sudah sangat hapal kebisaan Mira yang akan berbicara panjang lebar, mendeskripsikan seperti apa yang terlihat dimatanya.
Vania menurunkan telinganya lalu tersenyum, pagi yang biasa. Vania bersyukur pagi ini ia bisa bekerja seperti biasa bersama Mira dan teman-teman yang lain
Di tahun pertama ia bekerja di hotel ini Vania bekerja sebagai Room servise, yang membersikan kamar-kamar tamu setelah ditinggalkan. Lalu tiba-tiba manager Heru memberikannya kesempatan bekerja dibelakang meja ini.
"Wajahmu terlalu sayang untuk diletakkan dibagian belakang" begitulah yang manager Heru katakan padanya ketika ia menaikkan jabatan Vania
Vania menyambut gembira berita itu, bersama-sama dengan Mira mereka mulai bekerja dibalik meja resepsionis. Yang Vania yakini, Mira sangat-sangat menikmati pekerjaan ini
Begitu juga dengan Vania, bagaimana tidak? Gaji mereka naik dan mereka tidak harus bekerja membersihkan toilet lagi. Vania benar-benar bersyukur dengan keadaan ini
Setiap malam diam-diam Vania selalu berdoa agar ia bisa selamanya bekerja di Hotel ini
" Apa..? kau ingin aku memberhentikan beberapa pegawai kita"Manager Heru melebarkan matanya terkejut mendengar berita yang baru saja diucapkan oleh manager yang jabatannya lebih tinggi darinya itu
"Kita harus mengurangi beberapa orang yang bekerja tidak efisien"
"Tapi kenapa? Bukankah pengunjung hotel ini banyak, kita bahkan kekurangan orang, tapi anda malah ingin memberhentikan beberapa orang?"
"Ini perintah langsung dari tuan Granger. Kita akan menyaring beberapa pekerja baru yang lebih berkualitas dan terpelajar. Tuan Granger benar-benar keras dan ingin semuanya sempurna. Semua pekerja diharuskan memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari SMA" Manager Heru terdiam
"Itiu artinya.Kau ingin aku memberhentikan siapa saja?"
"Kita liat dibagian depan, ada Yuna azara, Saharawati, Mira aurora dan Vania anastasha. kau tahu siapa yang harus diberhentikan bukan? Diantara keempatnya yang paling buruk adalah Mira Aurora, yang selalu bergosip selagi bekerja, para tamu sering protes tentang hal itu, tapi nilai plusnya adalah selagi bekerja dia juga sedang meneruskan kuliahnya. Tetapi Vania Anastasha....."
"Dia tidak kuliah" jawab manager Heru
"Iya.. kau mengerti kan?"manager Heru menganggukkan kepalanya. Lalu ia meneruskan menyeleksi orang-orang yang akan ia berhentikan dibagian room servise, dimana orang-orang yang lebih tua tidak diperbolehkan lagi bekerja karena kerja mereka telah melambat
Manager Heru hanya bisa diam dan patuh mendengarkan, ia tidak tahu harus menjelaskan seperti apa tentang pemberhentian beberapa orang ini. Ia tahu, mereka yang diberhentikan adalah tulang punggung keluarga, mereka pekerja keras dan sudah bekerja bertahun-tahun di Hotel ini
Manager Heru yakin mereka tidak akan terima diberhentikan begitu saja. Entah kenapa tuan muda Granger menerapkan peraturan baru yang menurutnya adalah peraturan bodoh dan tidak berperasaan
"Apaaa....? manager Heru. apa-apaan ini, kenapa kami tiba-tiba dipecat?" seruan kekagetan dan protes dari orang-orang yang sengaja ia kumpulkan itu membuatnya semakin merasa bersalah
"Maafkan aku, ini perintah langsung dari atasan"manager Heru tidak bisa berbuat apa-apa lagi, ia akan menanggung semua kemarahan mereka sebagai ganti para petinggi diatasnya
Sebagian dari mereka menangis dan marah, merasakan adanya ketidak adilan dari pemilik hotel itu. Manager Heru melirik Vania dengan pandangan meminta maaf. Vania terdiam selama memandangi manager Heru.Hati-hati ia mendekati manager itu
"Pak, apa aku tidak bisa dipindahkan ke bagian lain saja? aku bersedia kembali ke pekerjaan lamaku, sebagai pelayan room servise"Manager Heru menggelengkan kepalanya
"Maafkan aku, kau selalu terlambat datang ketempat kerja itu juga menjadi salah satu pertimbangan"
" Aku bisa mengubahnya, aku akan datang lebih pagi"
"Maafkan aku Vania" Sekali lagi manager Heru menggelengkan kepalanya
"Aku akan membuat riwayat kerjamu agar kau bisa lebih mudah mendapatkan pekerjaan baru. Maafkan aku"
Vania berjalan dengan kepala tertunduk menuju meja resepsionis, pagi ini ia merasa bersyukur karena ia bisa bekerja seperti biasa tetapi siangnya ia harus menerima tamparan keras karena ia dipecat dengan alasan yang tidak masuk akal
Memang dirinya adalah gadis yang tidak berpendidikan tinggi, tapi pekerjaanya bagus, lebih bagus dari Mira
" Haaah..."Vania menghembuskan nafasnya sedih. Ia duduk dibelakang meja menatap kosong layar komputer dihadapannya
"Vania. Kau lama sekali… Tuan Granger baru saja melewati lobi kita. Ya Tuhan, pemilik hotel ini benar-benar tampan. Dia tinggi, dengan wajah yang sangat mempesona dan terlebih lagi pembawaanya sangat berkelas, aku yakin dia adalah pria yang keras, dingin, mematikan dan tidak kenal ampun, tapi sisi positifnya adalah berdasarkan gosip yang beredar aku tahu bahwa laki-laki itu bisa menjadi laki-laki paling romantis untuk kekasih yang sangat dia cintai, haaah.. aku penasaran siapakah wanita yang beruntung itu"Mira menoleh kearah Vania yang sama sekali tidak menyahutinya
"Ada yang salah?"Mira mendekati Vania
" Kenapa manager Heru memanggilmu Vania?"tanya Mira lagi
Wajah Vania benar-benar terlihat kosong dan sedih saat ini, membuatnya khawatir detik itu juga"Aku.. dipecat…"
"Apaaa....?"
"Ini gila.. kau tidak mungkin dipecat seenaknya begitu saja"
" Aku sudah melakukan semampuku Mira"
🍀🍀🍀
"Kau tidak melakukan apapun, teganya kau memecat hampir semua orang-orang yang lebih membutuhkan pekerjaan ini dari pada kita"Mira langsung menyemprot Manager Heru
"Bukan aku.. ini perintah langsung dari tuan Granger.Pemilik Hotel ini"Managar Heru menajamkan tatapannya kepada Mira
Setelah Mira tahu Vania dipecat gadis itu langsung mendatangi manager Heru dan memarahinya habis-habisan tidak perduli bahwa pria tu adalah atasannya sekalipun
"Sudahlah Mira.. Aku akan mencari pekerjaan yang lain" Vania menarik tangan mira agar menjauh dari ruangan kerja manager Heru
"Kau sudah bekerja dan mengabdikan dirimu disini selama 5 tahun, setelah kau lulus sekolah, tapi apa yang kau dapatkan dari itu semua?. Pemecatan? Ini tidak adil"
"Lalu aku harus apa?. kita hanya rakyat kecil yang bekerja pada satu tempat, apa yang bisa kulakukan jika aku tidak diinginkan lagi?. sudah menjadi haknya untuk memberhentikan aku jika aku tidak memenuhi keinginan pemilik tempat ini bukan?. Sudahlah mir, aku tidak mau kau mendapatkan masalah dari ini"
"Aku tidak peduli"
"setidaknya pikirkan adik-adikmu. Aku tidak ingin kau ikut dipecat karena membela diriku"Mira terdiam, ia menatap nanar Vania lalu menatap ke manager Heru berang serta menatap sedih pegawai yang lain yang sengaja ia bawa untuk mengajukan protes, Mira pun mendesah pasrah
"Aku tadinya merasa simpati dengan tuan Granger tapi setelah hari ini.."Mira menggelengkan kepalanya berkali-kali
" Semoga saja ada seseorang yang bisa mengubah kepribadiannya yang tidak manusiawi itu"
🍀🍀🍀
Di sisi lain didalam Hotel itu. Julian Granger sedang menatap keluar jendela, setelah memastikan managernya bekerja dengan baik, memecat beberapa orang yang kurang berkualitas Julian berdiam diri diruangan kerja manager Raka.
Ia menyadari kurang stabil dan kurang bagusnya Hotel ini, ia harus membuat hotel ini menjadi terdepan dengan pegawai yang berkualitas. Dengan kerja yang berkualitas akan menghasilkan hasil yang memuaskan
Ddrrtt..ddrrttt.. Julian meraih ponsel dari sakunya dan menempelkannya ditelinganya
"Ada apa Ma?"
"Kau sudah ke hotel itu?. bagaimana?"
"Hmm.. ada banyak yang harus dibenahi, aku sudah membuang beberapa yang menurutku tidak menguntungkan"
"Apaa.. apa maksudmu?"
"Maksudku, aku sudah memecat orang-orang yang kurang kompeten"
"Julian bagaimana mungkin kau memecat orang-orang itu? mungkin saja ada dari mereka yang merupakan kepala keluarga, hidup keluarga mereka bergantung pada mereka"
"Mereka bisa menemukan pekerjaan lain diluar sana"jawab Julian dingin.
" Julian..."
"Jika Mama ingin aku menangani hotel ini, maka ini yang harus terjadi" Julian memotong ibunya cepat sebelum protes ibunya keluar lagi.
Terdengar ******* nafas ibunya sebelum menjawab
"Baiklah nak, terserah kau saja. yang penting hotel itu tidak terabaikan"
Vania berjalan dengan perasaan hancur dan sedih, meskipun ia mendapatkan pesangon yang besar ia tetap menghawatirkan kelangsungan hidupnya kelak
Bagaimana jadinya nanti jika ia tidak kunjung mendapatkan pekerjaan?. Pesangonnya tidak akan cukup menutupi semua biaya hidupnya dan Ibunya, ibunya harus terus ke rumah sakit untuk mengecek kondisinya, dan biayanya tidaklah murah
Vania harus secepatnya mendapatkan pekerjaan lain. Dalam diam, Vania menunggu dihalte bis. Matanya menatap kosong ke trotoar yang tanpa sengaja matanya melihat kertas yang sama yang pagi tadi dibuang para wanita yang dilihatnya.Kertas itu terbawa angin hingga tepat didepannya.Vania terdiam lama menatap kertas itu, berapa kira-kira bayaran yang akan ia dapatkan?. Pertanyaan itu terlintas dibenaknya
Saat itu juga. Vania menggelengkan kepalanya cepat
"Tidak.. aku tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu, melakukannya sama saja dengan menjual diri"bisik Vania. ia masih sehat dan masih bisa menemukan pekerjaan yang lain
"Aku pulang" Vania memasuki rumahnya dengan senyum terkembang diwajahnya, dia tidak akan memasang wajah sedih ataupun memperlihatkan tanda-tanda ada yang tidak beres padanya sedikitpun
"Ibu?" panggil Vania
"Van.. kau sudah pulang?, apa itu?" Ibunya keluar dari dapur terkejut melihat kotak besar yang dibawa oleh Vania
Vania melirik kotak yang berisikan barang-barangnya yang berada didalam lokernya di hotel itu tadi kemudian meletakkanya diatas meja
"Bukan apa-apa, hanya beberapa barang yang ingin kubawa pulang.Ibu sedang apa?" Vania mengenduskan hidungnya mencium aroma masakan dari dapur.
"Memasak untukmu"
"Oo..? bukankah Ibu sedang tidak enak badan? Kenapa memasak?"Ibunya tersenyum menenangkan
"Setelah lelah bekerja, kau pasti ingin makan makanan yang enak bukan? Caa.. mandilah lalu aku akan siapkan nasi untuk kita berdua"
Meninggalkan Ibunya bekerja didapur, Vania pun mulai memasuki kamarnya dengan membawa serta kotak yang ia bawa tadi. Ia duduk ditempat tidur dengan nafas yang mendesah panjang, ia harus secepat mungkin menemukan pekerjaan baru
Vania masuk kedalam kamar dengan segala pikirannya.Dia kesusahan berpikir dimana dia akan mendapat kerja dengan hanya bermodalkan selembar ijazah SMA.Tapi dia tidak akan berputus asa
SRAAAKKK… Vania membolak-balikkan koran yang ia beli keesokan paginya, duduk dihalaman rumahnya yang kecil sambil melingkari beberapa kolom lowongan pekerjaan
Rata-rata dari lowongan pekerjaan itu membutuhkan orang yang berpendidikan minimal S1. Selain itu hanya ada pekerjaan paruh waktu menjaga toko atau pekerjaan buruh untuknya
Vania menggelengkan kepalanya menjadi buruh gajinya tidak akan sebesar gajinya sebelum ini tapi setidaknya ia memiliki pekerjaan dan menghasilkan uang untuk dirinya dan juga ibunya
Vania menoleh kearah rumahnya dengan perasaan sedih, seandainya Ayahnya masih hidup mungkin hidupnya tidak akan serumit ini
" Aaah.. dasar tuan Granger menyebalkan" Vania membaringkan dirinya di teras rumahnya, memandangi langit biru yang tepat berada diatasnya
"Siapa itu tuan Granger?"suara Ibunya menyahut dari dalam rumah. Vania mendudukkan dirinya cepat lalu berbalik menghadap kearah dalam rumah
"Bukan siapa-siapa"
"Kenapa kau tidak bekerja hari ini?"tanya Ibunya tiba-tiba.Vania memalingkan wajahnya kedepan lagi sambil mengerutkan hidungnya
"Aku masuk jam sore"
"Aa.. kau jarang mengambil jam sore"
"Iya... eehhmm.. ada temanku yang tidak bisa mengambil jam sore, jadi ia memintaku bertukar jam denganya"
"Oo..vania,kita kehabisan garam, bisakah kau membantu membelinya untuk Ibu?"
"Baiklah bu" Vania bangkit, memakai sepatunya lalu bergegas keluar rumahnya menuju warung yang ada didekat rumahnya.
Dalam perjalanannya menuju ke warung tiba-tiba pikirannya teringat pada kertas yang dilihatnya tadi.Terpikir olehnya kenapa ada orang yang menginginkan hal aneh seperti itu
Tapi di zaman sekarang itu bukanlah hal yang aneh.Namun,kenapa harus ada seleksi hanya untuk mengandung.Kenapa tidak dipilih saja seorang wanita yang datang di awal.Bukankah sama saja semua wanita,ada rahim tempat mengandung.Aneh pikir Vania lagi
Tiba-tiba saja terbersit rasa penasaran dibenak Vania untuk mengetahui seperti apa orang gila yang mempunyai keinginan seperti itu?.
Setelah membeli garam dari warung Vania kembali dan membelikan beberapa kue panggang untuk Ibunya,Vania bersenandung ringan sembari melangkah pulang
Tidak ada yang bisa ia lakukan saat ini selain menerima apa yang sudah ditakdirkan untuknya, karena itu Vania akan selalu tersenyum menghadapi semuanya
"Ibu... ini garamnya" Vania masuk kedalam rumah dengan tangan menjinjing kantong belanjaannya
"Ibu...?" menyadari tidak adanya sahutan Vania pun memanggil sekali lagi ibunya. Dengan alis yang berkerut Vania berjalan menuju dapur.Matanya melebar terkejut melihat ibunya tergeletak dilantai dapur
"IBUU...?" Vania berlari cepat menghampiri ibunya, memutar tubuh ibunya cepat lalu mencari tanda-tanda kehidupan ditubuh ibunya,
Nafasnya berhembus pelan karena ibunya masih hidup, Vania melirik ke kompor yang masih menyala, memasak sesuatu yang berada didalam panci itu kemudian meraih ponselnya menelpon ambulan.
Dirumah sakit, Vania menunggu diruang tunggu dengan perasaan yang campur aduk. Berharap dokter akan keluar secepatnya dan membawa berita baik untuknya.
"Tuhan tolong, semoga ibuku hanya pingsan saja.. tolong.." Vania tidak bisa berdoa yang lebih dari ini lagi, ia tahu ibunya sering sekali sakit-sakitan dan pingsan karena penyakit kanker yang dideritanya
"Nona Vania" Vania berdiri dari bangku yang didudukinya menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruang periksa
"Bagaimana dok?"
"Sama seperti yang aku katakan padamu operasi atau kita hanya tinggal menunggu waktu"
"Tapi…"
"Kanker yang ibumu derita menyebar sangat cepat, jika tidak segera dioperasi maka aku tidak bisa lagi menolongnya, maafkan aku"
"Aku.. aku butuh waktu lagi untuk mengumpulkan uangnya dok, tidak bisakah menunggu?"
" Tidak akan ada yang tahu apa yang akan terjadi pada ibumu selagi kita menunggu" Vania menghembuskan nafasnya sambil menganggukkan kepalanya mengerti
Jadi beginilah keadaannya, ia dipecat dan tabungannya belum cukup untuk membayar biaya operasi ibunya. Meskipun ditambahi dengan uang pesangon sekalipun uangnya masih belum cukup. Bahkan masih banyak yang kurang
"Aku harus bagaimana?" Vania pulang kerumah mengambil semua uang yang dimilikinya lalu menghitungnya cepat, ia sudah memberitahukan keadaan ini kepada Mira untuk meminta sedikit bantuan yang ia yakini belum cukup untuk menutupi kekurangan biaya operasi ini
vania harus berfikir cepat, dimana ia bisa mendapatkan uang dalam jumlah yang besar dengan waktu yang singkat. Jika ia meminjam uang di bank akan butuh waktu lama untuk memprosesnya.
Dimana..? dimanaa.. ia bisa mendapatkan uang dengan cepat?. . . . Tap..tap..tap.. suara langkah kaki seseorang dikoridor rumah sakit membuat semua orang menoleh pada si pemilik kaki, begitu juga Vania yang sedang duduk bersandar dikursi ruang tunggu sambil memegang handphone ditangannya
Ia melihat Mira berlari sambil menghembuskan nafasnya yang tersengal-sengal kearahnya.
"Aku sudah mengumpulkan uang dari teman-teman dihotel, manager Heru juga menyumbang dengan jumlah yang besar. Ini.." Mira mengulurkan amplop yang berisi uang kepada Vania
" Apa cukup?" Vania mengambil uang itu lalu menghitungnya cepat, kepalanya menggeleng lemah.
"Aku masih butuh banyak lagi"
"Ya Tuhan, aku.. aku akan mencoba meminjam ditempat lain ya? kau jangan bersedih"
" Mir..." Vania menghentikan Mira yang sudah hendak pergi meninggalkannya.
"Aku.. punya alternatif lain" Vania mengulurkan tangannya yang memegang selembar kertas yang sedikit robek karena sudah ia genggam dan remas sejak dari halte.Vania memutuskan mengambil kertas itu entah untuk apa.Tangannya seakan bergerak sendiri saat akan memungut kertas berisikan alamat dan nomor itu
Mira mengambil ragu-ragu kertas itu dan melihatnya dengan hati-hati
"Apa ini?" tanya Mira penasaran saat melihat hanya ada alamat dan sebuah nomor di kertas itu
Vania menghembuskan nafasnya dan menceritakan pada Mira apa yang didengarnya kemaren tentang asal usul kertas itu
Mata Mira melebar terkejut, dia tak dapat percaya dengan apa yang di dengarnya Pikirannya pun sama seperti Vania yang menganggap konyol keinginan itu.
"Kau gila, aku tidak akan mengizinkanmu melakukan ini semua"
"Tapi itu satu-satunya cara untuk mendapatkan uang dengan cepat"
"Yaak.. Vania anastasha, ini sama saja dengan menjual dirimu untuk melahirkan seorang anak, sama saja dengan kau menjual bayi pada seseorang"
"Aku tahu, tapi tidak ada salahnya mencoba bukan?" Mira duduk dihadapan Vania sambil menggenggam kedua tangan sahabatnya itu
"Kau sedang kalut, pikiranmu tidak bekerja dengan logis. Tarik nafas panjang lalu hembuskan secara perlahan, nah begitu.. sekali lagi"Mira mengusap tangan Vania
"Masih banyak cara lain, kita pinjam uang ke Bank"
"Butuh waktu untuk memprosesnya"
"Baiklah, kita pinjam uang ke manager Raka"
"Kau tahu dia tidak akan memberikannya"
"Sial, kau benar.. lalu kita pinjam uang ke..."
"Sudahlah Mir..."potong Vania
"Kau tahu tidak ada cara lain lagi"
Airmata jatuh diwajah Mira, ia tahu. Tapi ia tidak bisa mengizinkan Vania melakukan tindakan konyol seperti itu
"Kau akan menyesal nantinya" bisiknya pelan
"Aku akan lebih menyesal jika aku tidak bisa menolong Ibuku, satu-satunya keluarga yang kumiliki" Vania berujar pelan, matanya menatap tidak fokus ke tangannya yang digenggam oleh Mira
"Aku tidak bisa kehilangan Ibu" Mira mengusap airmata dipipinya mencengkeram kuat tangan Vania
Ia tidak berkata-kata lagi, tidak melarang ataupun mengizinkan. Yang bisa dilakukannya saat ini adalah mendukung Vania
"Kau sudah menghubungi nomornya?" Vania menganggukkan kepalanya
"Aku akan bertemu dengan orangnya nanti malam. Bisakah kau menolongku menjaga Ibuku malam ini?"
"Tentu saja aku bisa"
🍀🍀🍀
Malamnya.. Seorang pria tua dengan rambut yang sudah mulai memutih dan kerutan diwajahnya memasuki ruang tamu dengan langkah yang santai dan berwibawa, pria itu menatap Vania yang berdiri ditengah-tengah ruangan dengan mata yang meneliti tajam
Gadis itu masih muda, bahkan terlalu muda pikirnya
"Anda nona Vania Anastasha" tanya pria tua itu
"I..iya.Saya Vania" Vania menunduk dengan hormat kepada pria tua itu
" Kita sempat berbicara ditelepon tadi, kupikir kau sedikit lebih tua dari suaramu, berapa usiamu?"
"Iya..? 23 tahun tuan" Pria tua itu berjalan memutari Vania matanya menatap dari atas sampai kebawah pakaian Vania
'Wanita ini sepertinya wanita baik-baik, sederhana dan wajahnya cukup cantik' pikirnya.
"Boleh aku tahu alasanmu untuk menerima tawaran ini?" Vania menelan salivanya ngeri karena tatapan meneliti pria tua itu
Apakah pria ini yang menginginkan anak itu
" Aku.. aku membutuhkan uang tuan"
"Uang? Untuk apa?" pria itu menaikkan alisnya
"Untuk biaya operasi ibuku"
" Ibumu sakit..?"
"Ya tuan...Kanker"
"Oo... jadi karena untuk membiayai operasi Ibumu kau bersedia hamil selama sembilan bulan untuk seseorang?" Vania menelan salivanya, membasahi tenggorokannya yang kering dan memejamkan matanya yang terasa perih
" Yaa.."jawabnya serak. Pria tua itu sekali lagi menaikkan alisnya. sungguh menarik, pikirnya
CEKLEEEEEKKK.. seseorang menginterupsi kejadian diruang tamu itu. Pria tua itu menoleh kearah pintu yang baru saja terbuka lalu tersenyum
"Tuan muda, aku baru saja akan menelponmu"
Vania menolehkan kepalanya ke seseorang yang pria tua itu panggil tuan muda, matanya melebar menatap wajah tampan pria yang baru saja masuk dengan pakaian olahraga, serta keringat yang tampak membasahi wajah dan sebagian pakaiannya
Vania yakin pria itu baru saja selesai berolah raga.Tapi bukan itu yang membuatnya mematung, jantungnya berdegup sangat kencang hanya dengan memandangi wajahnya. Tubuhnya tinggi, rambutnya sedikit basah karena peluh dan tubuhnya terlihat sangat kekar. Membuat sesuatu didalam diri Vania bergetar detik itu juga
"Pria itu melirik kearah Vania kemudian melihat kearah pria tua itu
" Ada apa?"
"Aku menemukan calon yang kau inginkan?" Alis pria itu terangkat sebelah, iapun menoleh pada Vania dengan pandangan yang meneliti
Menatap Vania dari kepala hingga kaki.Vania memakai pakaian yang sangat biasa dengan celana jeans dan kaos biasa dibalik jaket birunya
Gadis ini masih sangat muda pikirnya, biasanya yang akan datang kesini untuk menerima tawaran itu adalah seorang wanita yang sudah lanjut usia, seorang pelacur ataupun seorang pecandu narkoba. Dan Pria itu tidak melihat ketiga kriteria itu dari dalam diri Vania
"Berapa usiamu?"
"23"jawab Vania serak
" pekerjaan?"
"Tidak ada" Pria itu menganggukkan kepalanya
'O**rang miskin' Pikirnya
"Kau seorang pelacur?" Wajah Vania memerah seketika
"Bukan"
" Pecandu narkoba?"
"Bukan"
" Kau masih perawan?" Vania melebarkan matanya terkejut, wajahnya yang memerah semakin merah. Pertanyaan Pria ini lebih mengejutkan dari pada pertanyaan yang diucapkan oleh pria tua itu pikirnya
"Kenapa tidak menjawabku?" Vania tersentak mendengar suara pria itu.Apa yang harus ia jawab, jika ia mengatakan ia masih perawan apakah mereka akan menerimanya?
"Tidak" jawab Vania memutuskan untuk berbohong
"Kau berhubungan s3x dengan berapa orang pria sebelum ini?"tanya pria itu, semakin menyelidiki, semakin tidak sopan
"Sa.. satu.." jawan Vania tergagap. Ia harus berbohong lagi
"Kau punya penyakit bawaan atau semacamnya?"
" Tidak"
" Kau gadis yang sehat?"
"Sangat sehat"
" Berapa ukuran panggulmu?"
"Apa...?" Vania mengerjabkan matanya bingung, apa maksud dari pertanyaan itu
Vania sedang berfikir bingung ketika tiba-tiba lengan kekar pria itu melingkar dipinggangnya. Tubuhnya tiba-tiba saja menempel didada Pria itu, membuat Vania bisa melihat dengan jelas peluh yang membasahi leher pria itu
Menelan salivanya pelan Vania pun meletakkan kedua tangannya didada pria itu, menjaga jarak diantara mereka. Pria itu mengusap pinggangnya lalu turun ke p4nt4tnya dan naik lagi mengusap tulang panggulnya
Vania diam dalam usapan itu, sesuatu mengalir dari sentuhan itu. Jantungnya berdegup sangat kencang, ia belum pernah dipeluk bahkan disentuh seperti ini. Matanya naik menoleh kewajah pria itu, Vania terdiam karena pria itu sedang memandanginya
Nafas vania tertahan karena interaksi dari tatapan itu. ia tidak bisa tidak terpesona oleh mata yang menyorot tajam itu. Vania kembali bisa bernafas lega ketika dilepaskan dari pelukan pria itu, tubuhnya sedikit linglung karena dekapan yang tiba-tiba terlepas
"Kau harus mematuhi semua peraturan yang ada. Kau dilarang untuk membuka mulut sedikitpun, tidak ada yang boleh tahu kau mengandung, dan untuk siapa kau mengandung, tidak ada yang boleh tahu juga keberadaanmu selama mengandung. Kau akan tinggal disalah satu rumahku selama sembilan bulan, diberi makan dan fasilitas yang mewah. Kau boleh pergi setelah kau melahirkan secepat yang kau bisa. Tidak boleh ada kasih sayang untuk anak itu atau pun cinta. Anak itu milikku dan bukan milikmu. Kau mengerti?" Vania terdiam sejenak, lalu ia pun menganggukkan kepalanya.
"Bagus, secepatnya pindah kesini.."
" Anuu.." Vania memotong
" Bayarannya?"
"kau akan dibayar 1 milyar"
Vania melongo takjub mendengar harga yang diucapkan oleh pria itu. itu harga yang sangat fantastis
Vania bahkan bisa membeli sebuah rumah dan mobil mewah dengan uang itu
" Akan ada surat kontrak untuk ini, jika kau membuka mulutmu, menceritakan ini semua kepada orang lain kau akan dituntut. Jika kau sudah mengerti kau bisa pulang dan kemasi barangmu"
"Anuu.." Vania memotong pria itu lagi
"Apa aku bisa mendapatkan setengah dari bayaranku sekarang?, aku membutuhkannya" Pria itu menaikkan alisnya bingung
"Ibunya butuh biaya untuk operasi"pria tua itu menjawab pertanyaan diwajah pria muda itu
"Berikan setengah dari biaya itu, jika dia kabur dengan uang itu. Tuntut dia" pria itupun pergi setelah memberi perintah pada pria tua itu
"Baik tuan muda, kemarilah Nona Vania"
"Aku diterima? Begitu saja?"tanya Vania kaget. Mengikuti pria tua itu yang berjalan kesalah satu ruangan. Pria tua itu tersenyum
"Ada banyak yang mencalonkan diri tetapi kebanyakan dari mereka adalah sampah, kau adalah gadis normal pertama yang datang, yaah.. tapi tidak terlalu normal karena kau mau melakukan hal konyol ini bukan?"
" Aku butuh uang"jawab Vania "Tapi, aku terkejut karena aku langsung diterima"
"Tuan muda Granger tidak ingin membuang kesempatan langka, sudah lama dia menunggu orang yang pas untuk mengandung anaknya"
"Tuan muda Granger?" Vania membeo
"Apa maksudmu dia pemilik dari lima hotel berbintang di Jakarta?" pria tua itu mengangguk
"Apa maksudmu dia adalah Julian Granger"
"Tepat sekali Nona. dan seperti peraturan yang berlaku. Kau dilarang menyebarkan berita ini pada siapapun" pria tua itu masuk kedalam sebuah ruangan dan berjalan menuju meja besar yang bisa diasumsikan sebagai meja kerja.
Pria tua itu mengambil selembar cek lalu menuliskan angka dikertas tersebut. Vania masih terdiam membisu, luar biasa pikirnya
Julian Granger, orang yang membuatnya dipecat adalah orang yang akan memberikannya uang lima ratus juta untuk operasi Ibunya
"Ini uangmu" pria tua itu memberikan cek itu kepada Vania
"Oo.. terima kasih tuan…" Vania ragu untuk memanggil nama pria tua itu
"Norman" jawab pria tua itu
"Pelayan sekaligus pengurus rumah ini, kita akan sering bertemu"pria itupun tersenyum kepada Vania.
Vania mau tidak mau membalas senyum pria itu. Pelan-pelan ia menatap angka di cek itu, jadi beginilah akhirnya, ia akan hamil selama sembilan bulan lalu pergi begitu saja setelah ia melahirkan
Yang membuat Vania terpana adalah, ia akan mengandung anak dari JULIAN GRANGER
Julian sedang berdiri dibalik jendela kamarnya menatap sosok kecil wanita yang baru saja keluar dari rumahnya. Awalnya ia hampir saja menyerah menemukan wanita yang bersedia mengandung anaknya tapi ketika melihat gadis itu hatinya ditumbuhi oleh harapan, akhirnya ia akan memiliki seorang anak
Ini adalah ambisi teraneh yang akan dilakukan oleh orang, tapi tidak bagi Julian. Karena ia tahu ia tidak akan pernah lagi mencintai seorang wanita selain Angeline sania.
Ia menghabiskan seluruh cintanya untuk gadis itu sehingga tidak ada lagi yang tersisa untuk wanita lain. Melihatnya menikah dengan pria lain membuat hati Julian hancur, tapi tidak membuat cintanya pada wanita itu memudar.
Keinginan untuk memiliki anak ini tidak muncul tanpa alasan, ini semua bermula ketika ia tahu Angel melahirkan bayi perempuan
Membayangkan ada seorang anak yang mirip dengan Angel membuat Julian juga menginginkannya, menginginkan seseorang yang bisa membuatnya membagi cintanya, seseorang yang polos dan lugu seperti bayi
Lalu munculah ide itu, memiliki anaknya sendiri, Julian menyingkirkan ide untuk mengadopsi anak, ia menginginkan anaknya sendiri, darah dagingnya sendiri
Harapan itu sempat hilang karena berbagai macam orang yang mencalonkan diri. Tidak ada seorang pun yang memenuhi kriterianya sampai gadis itu datang. Vania Anastasha, Julian terkejut melihat gadis itu berdiri diruang tamunya tadi, wajahnya mengingatkannya pada satu-satunya cintanya
Vania memiliki wajah yang mirip dengan Angel, selain itu rasa dan bentuk tubuhnya pun mirip dengan Angel
Julian memejamkan matanya, tanpa memikirkan apapun lagi, ia langsung menerima gadis itu. Gadis yang berwajah mirip dengan Angel
Julian tersenyum membayangkan ia akan memiliki seorang anak perempuan yang berwajah mirip seperti Angel.
🍀🍀🍀
"Kau benar-benar diterima?" Mira menggelengkan kepalanya, sahabatnya benar-benar telah melakukannya.
" Dan kau benar-benar akan melakukan hal gila ini?"
" Apa lagi yang bisa kulakukan?" Vania menatap sendu pintu operasi yang saat ini sedang dihuni oleh Ibunya. Sudah hampir satu jam pintu itu tertutup. Mira menghembuskan nafasnya pasrah, tidak ada lagi yang bisa ia katakan untuk sahabatnya
" Semoga kau tidak terluka karena ini. Bukan hanya tubuhmu yang akan kau korbankan, tapi perasaanmu. Apa kau sanggup meninggalkan anak itu nantinya?. Aku benar-benar menghawatirkanmu"
"Entahlah Mir. Aku tidak tahu"
"Haah.. sudahlah, lalu apa yang akan terjadi? Bagaimana cara kerjanya?"
" Aku tidak tahu, dia bilang aku harus bersembunyi selama sembilan bulan, dan Mira.. aku ingin kau merahasiakan hal ini dari siapapun, termasuk dari Ibuku. Begitulah perjanjiannya, tidak boleh ada yang tahu"
"Okee.. lalu siapa yang akan memiliki bayi itu? apa sepasang suami istri yang ingin memiliki anak?. Bayi tabung?" Mira mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya penasaran
Vania tidak terpikir akan hal itu sebelumnya, apa Julian Granger memiliki istri? Mira pernah bilang, pria itu patah hati karena wanita yang ia cintai menikahi pria lain, apakah itu artinya Julian granger tidak menikah?. lalu, bagaimana caranya dia bisa hamil nantinya? Bayi tabung?. Tapi, kenapa Julian granger mempertanyakan keperawanannya?
"Aku tidak tahu, dan aku dilarang untuk memberitahumu, atau siapapun"
" Ck.."Mira berdecak pelan
"Jadi kau akan menghilang selama sembilan bulan?"
"Mungkin lebih, aku kan tidak tahu kapan hamilnya"
"Aah.. kau benar"Mira menganggukkan kepalanya
"Lalu apa yang akan kau katakan pada ibumu?"
"Aku akan bilang aku mendapatkan pekerjaan yang mengharuskanku keluar kota selama beberapa bulan. Karena itu akan membutuhkan bantuanmu lagi Mir.."
" Aku akan membantumu" jawab Mira cepat. Vania tertawa pelan
"Aku belum mengatakan apa yang kuminta"
" Tidak perlu, aku sudah tahu. Kau ingin aku menjaga Ibumu kan?"
"Iya kau benar" jawab Vania.Matanya menerawang jauh. Sedih membayangkan harus terpisah jauh dari Ibunya.
"Kau tidak dilarang untuk menelpon kami kan?" Mira memeluk Vania tiba-tiba.
"Tidak, aku akan sering menelpon kalian" jawab Vania, membalas pelukan Mira
"Terima kasih banyak Mir.. kau sahabat terbaikku"
🍀🍀🍀
Vania berdiri tegak diruang tamu dirumah besar milik Julian Granger itu sekali lagi, dengan tas yang berisi beberapa pakaian dan barang-barang penting miliknya berada disebelah kakinya
Ia menunggu dalam diam seseorang yang akan menyambutnya. Meskipun ia telah dipersilahkan masuk oleh penjaga gerbang, Vania tetap belum menemukan siapapun didalam rumah itu, termasuk pak Norman sendiri, pengurus rumah besar itu
Vania menoleh kearah tangga ketika mendengar suara langkah kaki, matanya melebar melihat sosok wanita anggun keibuan yang berparas cantik, wanita yang sudah berumur tetapi masih terlihat awet muda
"Kau menunggu siapa?" tanya wanita itu, suaranya yang mengalun lembut membuat Vania tersenyum
"Eehhm.. aku menunggu tuan Norman"
" Ada urusan apa dengan Norman?" Vania diam, apa yang harus ia katakan untuk menjawab wanita ini. Aku adalah wanita yang akan mengandung anak dari Julian granger selama sembilan bulan?
" Nona Vania, kau sudah datang" Vania menghembuskan nafasnya lega ketika mendengar suara Pak Norman masuk kedalam ruangan itu.Wanita dihadapan Vania menaikkan alisnya bingung.
"Siapa dia?"
"Dia wanita yang dicari oleh tuan muda, nyonya"
Wanita itu semakin menaikkan alisnya
" Kau bercanda, apa Julian benar-benar akan melakukannya?" lalu menoleh kepada Vania
" Dan gadis ini bersedia melakukannya? Ia terlihat masih sangat muda"
" Sebenarnya bulan depan usiaku 24 tahun" Vania menyahuti wanita itu
" Tetap saja kau masih sangat muda sayang, apa kau pernah menikah? Apa kau masih perawan?" Vania menelan salivanya pelan, kenapa wanita ini mempertanyakan keperawananya juga
" Kau masih perawan" tuduh wanita itu
"Tidak" jawab Vania cepat
"Ya, aku bisa melihat dari matamu. Aku tidak akan mengizinkan Julian melakukan ini. Merusak seorang gadis muda hanya untuk memenuhi obsesinya pada wanita yang sama sekali tidak memikirkannya"
" Nyonya" panggil Vania menghentikan wanita itu yang hendak beranjak pergi.
"Kumohon, aku bisa melakukanya dan dengan kesadaran penuh bersedia melakukannya" Vania tidak tahu siapa wanita ini, tapi ia harus memohon padanya, ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika semua ini batal, karena Vania tidak akan sanggup mengembalikan uang yang sudah ia pakai untuk biaya operasi Ibunya
Wanita itu memandang sedih Vania, ia tahu gadis itu adalah gadis yang baik dan sopan. Akan ada korban dari semua ini nantinya, yang pastinya membawa perasaan gadis ini
" Ya Tuhan, sayang kau sudah gila.. putraku sudah gila. Dan kau juga sudah gila karena mematuhi semua perintahnya" wanita itu menunjuk tajam kepada Norman
Satu-satunya Pria yang patuh dan setia kepada Julian sejak Julian masih kecil hingga tumbuh besar menjadi Pria yang berhati dingin
" Lama-lama aku juga bisa gila" Wanita itu pergi meninggalkan ruangan itu dengan omelan yang panjang disetiap lorong rumah. Vania menatap bingung wanita itu lalu menoleh kearah pak Norman
"Nyonya Granger memang seperti itu. Ia menyayangi tuan muda sekaligus takut padanya. Mari Nona. kita akan pergi"
Vania mengambil tasnya dan membawanya bersamanya, bukan masuk kedalam rumah tersebut tetapi keluar dari rumah itu
"Kita akan kemana tuan?"
"Kita akan ke rumah yang letaknya jauh dari keramaian. Dan panggil saja aku Paman"
"Iya paman. Apa aku akan tinggal disana?"
"Ooh ya, berdasarkan perintah dari tuan muda, kau akan tinggal disana sebelum dan selama masa kehamilanmu nanti. Kau dilarang untuk keluar dari rumah itu selangkah pun, ini dilakukan untuk kerahasiaan bayi itu"
"Aku mengerti" jawab Vania patuh
" Bagaimana kabar ibumu?"
"Iya... Beliau sudah membaik, dan kemarin sudah pulang kerumah"
" Apa ada yang menjaganya?"
"Yaa.. temanku yang menjaganya" pak Norman tersenyum
"Baguslah.." Vania tersenyum kepada pak Norman
" Terima kasih atas perhatiannya paman" Pak Norman membalas senyum Vania dengan sukarela, ia menyukai gadis ini. pikirnya
"Tidak perlu sungkan" Bersama dengan Pak Norman, Vania dibawa kesebuah rumah yang jauh dari keramaian.
Rumah itu terletak didaerah pegunungan, terlihat sangat besar dan nyaman karena udara segar yang keluarkan dari pepohonan yang mengitari rumah itu. Pak Norman benar-benar serius ketika mengatakan rumah itu jauh dari keramaian, karena Vania sedikitpun tidak melihat adanya rumah disekitar rumah besar itu.
"Kenapa rasanya aku sedang berada dirumah seorang simpanan?" guman Vania ketika memasuki rumah itu
Pak Norman yang mendengar gumaman itu tersenyum
"Ini rumah peristirahatan milik keluarga Granger. Tuan besar dan nyonya besar bersama tuan muda sering menghabiskan waktu ditempat ini ketika liburan. Rumah ini jarang didatangi lagi ketika tuan besar meninggal"
" Beruntungnya aku bisa tinggal disini" seru Vania kagum
Pak Norman lagi-lagi tersenyum, ia benar-benar jadi menyukai gadis ini setelah beberapa jam bersama, Vania ramah dan mudah tersenyum, Vania juga selalu mengucapkan kata-kata yang sopan dan menghibur. Sulit untuk tidak menyukainya
Diam-diam Pak Norman berharap, mungkinkah Julian akan merasakan hal yang sama sepertinya?, menyukai gadis ini lalu melupakan wanita yang jelas-jelas tidak mencintainya serta melupakan ide konyol ini
"Aku akan meninggalkanmu disini"
"Apa..? sendirian?"
" Yaa.., tuan muda akan datang kesini"
" Oh…?" rona merah merayapi wajah Vania
"Kapan?"
"Aku tidak tahu pasti. Semua yang kau butuhkan ada disini, aku akan sering kesini membawa bahan-bahan makanan, tentunya kau harus memasak untukmu sendiri"
" Aku mengerti"
"Kalau begitu, aku permisi"
" Aah.. paman" panggil Vania, menghentikan gerakan Pak Norman yang hendak beranjak dari sana
" Aku penasaran bagaimana caranya nanti aku bisa hamil?" Pak Norman menaikkan alisnya tidak mengerti
"Maksudku, apa dengan cara seperti bayi tabung? Inseminasi buatan?"
Pak Norman tersenyum memaklumi, jadi gadis ini sedikit khawatir, pikirnya
"Tuan muda tidak akan melakukanya setengah-setengah Nona. Bayi tabung sangat beresiko, orang-orang bisa menyebarkan berita ini kapan saja"
"Jadi maksudnya?" suara Vania tercekat ditenggorokanya, jadi mereka harus melakukan hubungan *3**?. Vania menelan salivanya pelan
"Apa yang kau cemaskan? Itu bukan kali pertama kau melakukannya kan?" Vania tersentak kemudian tertawa canggung dengan wajah memerah
"Ya tentu saja paman" Vania memperhatikan laju mobil Pak Norman yang menjauh, ia kembali kedalam kamar yang ditemukannya disalah satu kamar-kamar yang ada disana. Kamar itu cukup besar dan nyaman, dengan pemandangan indah terpampang luas dibalik jendela kamarnya
Vania masih menghawatir apa yang akan terjadi padanya. Ia pikir, Julian granger akan memintanya mengandung dengan cara inseminasi buatan, tetapi yang akan terjadi bukan itu. itu artinya Vania harus melepaskan keperawanannya terlebih dahulu
Apa yang harus Vania lakukan?, jika Julian tahu ia masih perawan. Vania yakin pria itu akan marah, sangat marah. Lalu apa?, menuntutnya karena telah berbohong?
" Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!