NovelToon NovelToon

THE ALEXIS

RACE

Pegunungan tengah malam. Di saat hampir seluruh mata penduduk kota terpejam, keramaian justru bangkit di tengah gerimisnya hujan.

Hingar-bingar keriuhan suara manusia dengan musik hip hop sebagai backsound-nya, terasa begitu menyenangkan. Dan juga menghangatkan suasana malam yang makin memabukkan untuk berkumpul dan berbagi canda tawa bersama kawan.

Deru suara mesin yang bersaut-sautan mulai menjadi pusat perhatian. Seperti biasa, akan ada pertandingan untuk mengadu kecepatan.

Dan kini, mereka sudah bersiap untuk memulainya. Ada dua mobil balap yang sangat mengagumkan telah bersiap sedia. Mereka hanya tinggal menunggu sang Lady mengibaskan sapu tangannya.

“One___two___three, GO!” Dan melesat lah kedua mobil itu bagaikan kuda.

Malam makin larut, sedangkan Godzilla GTR-R35 dan McLaren 765LT Spider masih berpacu dengan derasnya air hujan yang mengguyur medan pertempuran.

Dua mobil tersebut pastinya tidak akan berhenti hingga mencapai batas akhirnya. Mereka berusaha untuk saling mengalahkan.

Kejar-mengejar, salib-menyalip hingga tikung-menikung adalah keahlian mereka. Dan itu lah yang sedang mereka lakukan, untuk memperjuangkan sebuah kemenangan.

Yah, seperti biasa. Setiap weekend, pasti akan ada street race yang menggunakan lintasan pegunungan sebagai medannya.

Kini sang Black Spider tengah memimpin, sedangkan Grey Godzilla tampak mengekor di belakang. Masih terlalu dini untuk menentukan siapa yang akan jadi pemenang.

Seseorang di balik kemudi Godzilla tampak begitu tenang, bahkan dia hanya menyetir dengan menggunakan satu tangan.

Tangan kanan bersandar di kaca mobil untuk menopang pipinya. Entah karena dia sudah menguasai medan, atau memang memiliki kemampuan.

Yang jelas, kedua bola matanya tetap menatap mobil dan lintasan di depannya dengan sangat tajam. Itu menunjukkan bahwa fokusnya tidak pernah hilang.

Di tiga perempat lintasan, sang Godzilla berhasil mengimbangi laju Spider yang memimpin di depan.

Dan saat berada di tikungan tajam, sang penantang melakukan drifting di bagian dalam jalan. Mau tidak mau membuat sang Spider tergusur ke bagian luar jalan. Alhasil Godzilla tersebut kini mendapatkan jarak untuk membalikkan keadaan.

Jarak antar moncong mobil mereka memang hanya berbeda beberapa centi, namun hal itu bisa menjadi tolak ukur yang pasti. Bagi setiap pengemudi, hal itu merupakan jarak yang begitu berarti, dan sangat menguntungkan untuk mengakhiri pertarungan di malam yang syahdu ini.

Dengan memanfaatkan kemiringan di bagian dalam jalan, Godzilla tersebut menambah kecepatan, melesat meninggalkan Spider yang tadinya sempat menjadi pengendali keadaan.

Bisa ditebak, sang pengemudi Spider pasti kesal bukan main. Baru pertama kalinya dia dikalahkan di kandangnya sendiri.

Tunggu dahulu, apa dia benar-benar kalah? Tidak! Dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Pertarungan belum usai. Dia tidak boleh kalah dengan orang asing ini.

Walau sang Spider tetap berusaha untuk mengejar laju mobil di depannya, tetapi tetap saja lawannya itu tak memberikan celah sedikit pun untuknya.

Garis finish pun sudah di depan mata, tetapi dia masih harus berusaha untuk membalikan keadaan.

Selama ini dia belum pernah kalah, dan dia pun tidak mau dikalahkan. Dia tak akan membiarkan musuhnya mendapat kemenangan.

Dia terus menempel pada mobil di depannya, dan tak akan memberikan kesempatan pada musuhnya untuk melakukan aksinya yang kedua.

Dalam menganalisa kemampuan lawan, dia memang ahlinya. Perlu diakui, bahwa lawannya kali ini memang memiliki skill yang luar biasa.

Ada celah untuk membalikan keadaan, tetapi sayangnya kali ini dia terlambat menyadarinya. Ternyata sang lawan pun juga menyadari bahwa dia bisa membalikan keadaan.

Dan tanpa membuang-buang waktu, sang lawan pun melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya.

"What the__!?"

Drifting yang dilakukan orang itu benar-benar berbahaya. Dia benar-benar nekat.

Hujan memang telah reda, tetapi air hujan yang membasahi aspal bisa saja menggelincirkan bannya. Jurang yang curam di bawah sana siap menantinya.

Lebih gilanya lagi, orang itu tidak hanya melakukannya sekali dua kali.

Karena perbuatan gila lawannya, dia harus menuai kekalahan kali ini. Dia memusnahkan ambisi untuk menang malam ini karena dia masih harus hidup di dunia ini.

Dan akhirnya dia mencapai garis finish tiga puluh detik lebih lambat dari Grey Godzilla milik sang penantang kali ini.

...***...

Seseorang dengan mengenakan hoodie berwarna biru muda, keluar dari Godzilla yang sedang dikepung oleh puluhan manusia yang tengah bersorak-sorai menyambut kedatangannya. Seketika mereka terkesiap di tengah-tengah suara mereka saat melihatnya.

Bagaimana tidak? Tidak pernah terlintas di benak mereka bahwa seorang wanita yang akan keluar dari dalam sana.

Wanita itu tidak memperdulikannya, dia hanya memberikan seulas senyum singkat untuk mereka. Seulas senyum kikuk yang begitu singkat, namun mampu mengalihkan dunia mereka.

Dia meninggalkan mereka bersama imajinasi mereka, memberikan tanda untuk memberikan jalan untuknya. Dan entah mengapa, mereka menyingkir begitu saja bagaikan robot yang patuh pada aba-aba.

Wanita itu berjalan sambil menoleh kebelakang. Merasa aneh dengan tatapan dan tingkah semua orang.

There is something wrong with ma face?

Entah lah, dia menelengkan kepalanya sesaat lalu memilih untuk mengabaikan mereka semua.

Dengan langkah ringan, dia menghampiri mobil yang baru saja datang. Sedangkan di belakang, mereka masih berkasak-kusuk dengan dia sebagai topik pembicaraan.

Hal itu tetap dia abaikan. Karena sekarang, dia sedang ingin menyambut kekalahan sang lawan.

Keningnya berkerut saat melihat seseorang keluar dari Black Spider yang merupakan sang penguasa kandang.

Orang itu adalah seorang pria dengan hoodie dan celana jeans berwarna hitam, yang kini tengah menatapnya lekat dengan sorot mata tajam.

Tatapan itu, bagaikan tatapan yang mampu membekukan semua orang. Tatapan itu mengintimidasi dan menguliti siapa saja yang menjadi objek sasaran.

Dalam beberapa detik, dia telah berada tepat di depan sang lawan. Sedikit mengejutkan, bahwa ternyata pria itu terlihat lebih tampan dari yang dia bayangkan.

Jika boleh menggambarkan, saat ini dia sedang berhadapan dengan maha karya paling indah yang diciptakan oleh Tuhan.

Orang itu bagaikan dewa dari surga yang datang untuk mengembara di dunia yang fana. Entah bagaimana manusia ini tercipta. Seluruh lekukan wajahnya terpahat dengan sempurna, bahkan pancaran sinar rembulan pun turut memujanya.

Ya, satu kata yang tepat untuk diucapkan. Tampan! Namun memiliki aura yang menakutkan.

Persis seperti mata elang. Mata monolit nan sipit itu memiliki tatapan yang dingin sedingin es dan tajam setajam pedang.

Mungkin icicles lebih mirip untuk dijadikan sebagai perumpamaan. Tapi... icicles tidak lah setajam pedang yang bisa menyayat seseorang.

Adakah benda yang lebih bisa dijadikan sebagai gambaran? Entah lah. Sangat sulit untuk didefinisikan.

Yang jelas pria ini memiliki aura gelap yang begitu dominan. Hal itu dipertegas dengan kedua rahang yang tajam, bahkan udara dingin pegunungan menambah atmosphere di sekelilingnya terasa begitu mengerikan.

"Khiara! Aaakh____itu Khiaraaaa!"

Wanita itu menoleh ke sumber suara yang telah meneriakkan namanya. Tampak beberapa segerombolan wanita histeris bagaikan fans yang bertemu dengan idolanya.

Khiara membuka tudung hoodie dari kepalanya, memberikan senyum manis dan melambaikan tangan pada mereka.

"Senang bisa bertanding denganmu. Mungkin lain kali kita bisa bertemu lagi di arena yang lebih seru."

Khiara kembali pada sang pria dan membuka percakapan dengan senyum ramahnya, tetapi tidak dengan matanya. Matanya begitu datar tanpa ekspresi di dalamnya.

"Apa maksud dari semua ini?" Setelah beberapa lama akhirnya pria tersebut membuka suara.

"Maksud semua ini?" Khiara tampak seolah sedang berpikir untuk mengartikan pertanyaan sang pria.

"Kurasa tidak ada, ini hanya lah balapan biasa."

Jawaban Khiara mampu membuat kedua tangan yang tersembunyi di balik saku hoodie hitam itu terkepal sempurna.

Mana ada balapan biasa yang menggunakan kenekatan sempurna? Wanita ini bisa saja tergelincir ke jurang kematian di atas sana!

Menuruni jalanan yang licin akibat hujan dan pada tikungan tajam dengan kecepatan layaknya setan. Apakah itu bukan salah satu usaha untuk menjemput kematian?

Oh, GOD!!

Seakan susah untuk membalasnya dengan kata-kata, pria itu hanya bisa memberikan tatapan beku dari kedua mata elangnya.

Tatapan yang begitu dalam dan intens hingga menembus ke dasar mata, seakan menelanjanginya untuk mencari jawaban yang harusnya dia terima.

Namun sayang, Khiara tak terpengaruh sama sekali dengannya. Tak ada jawaban yang bisa dia dapatkan dari sana.

Khiara hanya terus menatap tepat ke manik matanya tanpa ada rasa takut di dalamnya. Seulas senyum kecut tersungging di bibir mungilnya. Dan yang mengejutkannya, sedetik kemudian mata itu berhasil mengimbanginya.

Mata almon itu berubah menjadi sorot mata yang tajam nan mengerikan. Jika tatapan pria di depannya bisa membekukan apa pun yang dilihatnya, maka tatapan Khiara saat ini mampu mengoyak apa pun yang menjadi mangsanya.

Semua orang di sana bergidik ngeri melihatnya. Bahkan mereka merasa yakin, jika mereka telah melihat kilatan listrik yang begitu kuat saling beradu di antara mata keduanya. Hingga seseorang datang menginterupsinya.

Bagaimana pun juga, harus ada orang yang menengahi mereka. Jika tidak, maka akan tercipta medan pertempuran yang mencekam di tengah-tengah mereka.

"Senang bertemu denganmu Alex," ujar Khiara sambil berlalu.

Alex tetap menatap punggung Khiara tanpa memalingkan pandangannya barang sedetik pun darinya. Hingga Grey Godzilla itu melaju meninggalkannya, dia masih saja menatapnya.

***

-Awas nanti kalian buta lho kalau mata kalian saling beradu setrum kayak begitu. Wkwkkw-

NIGHTMARE

Dinginnya malam sebentar lagi akan tergantikan oleh hangatnya sinar sang mentari. Namun sepertinya matahari pun masih ingin bersembunyi. Seakan malu untuk menampakkan diri.

Tentu saja! Lukisan ketampanan yang terpancar dari paras rupawan, seakan meluruhkan sinar sang rawi. Buliran air suci yang mengaliri wajah, tangan dan kaki seakan menambah indahnya paras sang Titisan Dewa Yunani.

Namun sayang, keindahan yang terpampang tak selaras dengan apa yang ada di dalam. Karena kini jiwanya tengah diselimuti oleh kemarahan.

Disaat jalanan masih begitu lengang, dia memacu kuda besinya bak orang kesetanan. Menginjak pedal gas dengan sangat dalam, untuk merasakan adrenalin yang memuncak di setiap tikungan. Karena saat ini, dia sedang butuh pelampiasan.

Tak ada lagi tempat yang bisa dia jadikan sebagai tujuan. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke kandang.

Ruang tamu yang gelap tampak kembali terang. Para pelayan telah berjajar menyambut kepulangan sang tuan, walau kemudian segera dibubarkan.

"Mr. Alex__" Salah seorang asisten rumah tangganya dengan lancang membuatnya menghentikan langkahnya.

Saat berbalik, ingin sekali dia mencekiknya. Namun apa yang dibawa oleh pelayannya mampu menahannya.

"Maafkan saya tuan. Tetapi ini yang anda minta sejak beberapa bulan lalu." Ucap sang pelayan sambil menyodorkan sebuah benda dengan kedua tangan.

"Di mana kau menemukannya?"

"Di belakang kulkas tuan, terbungkus aluminium foil." Jawab sang asisten dengan suara sedikit bergetar.

"Belakang kulkas?" Dia mengkonfirmasi ulang sambil mengambil album keluarga dari tangan si pelayan.

"Iya, Tuan." Secuil seringai terbersit di sudut bibir Alex. Dia mengangguk tanda mengerti.

Pintar juga. Dia mengakui kecerdasan ibunya.

Menyimpan barang berharga di balik kulkas sungguh di luar pemikiran. Namun itu bisa menyelamatkan barang tersebut bila terjadi kebakaran.

"Pergi lah." Alex mengusir pelayannya dan mulai menaiki tangga.

"Baik, Tuan."

Alex memainkan album tersebut dengan mengetuk-ngetukkannya di telapak tangan. Dia melangkah menuju kamar, melepaskan hoodie dan duduk di tepi ranjang tanpa menyalakan lampu kamar. Matanya sudah terbiasa dengan cahaya temaram. Selaras dengan hidupnya yang diselimuti kegelapan.

Segera dia membuka album keluarga di tangannya. Membalik halaman demi halaman untuk mencari apa yang di carinya. Namun berulang kali dia membaliknya, tetap tidak bisa menemukannya. Hingga frustrasi dan putus asa datang menyapa.

Dia melemparkan album itu ke atas ranjang. Mengusap wajahnya dengan kasar. Lalu menghempaskan tubuhnya dan menutup matanya dengan satu lengan.

Dia harus meregangkan semua ototnya yang tegang. Tak lupa, dia juga mencoba untuk menghempaskan semua isi kepalanya yang terus membayang. Namun otaknya kembali melayang pada jalannya pertandingan.

Tidak dimungkiri bahwa dia sangat terkejut saat seorang wanita keluar dari mobil lawan. Yang artinya dia telah dikalahkan oleh seorang perempuan. Perempuan bodoh yang berhasil membuat suara gemelutuk keras di balik rahang.

Namun setelahnya kejutan apa yang ditemuinya? Yah, bidadari surga!

Khiara, itu lah nama yang di dengarnya. Ujung alisnya berkedut saat Khiara menarik ke belakang ujung hoodie-nya. Menampakkan seluruh wajah di balik tudung yang menghalanginya. Jika saja ini surga, maka dia ingin tetap berada di dalamnya.

Bidadari di hadapannya mampu membuat seorang Alexander terpikat. Kulitnya yang berpendar bagaikan sinar, seolah melambai padanya untuk diusap.

Kilauan cahaya pada mata almond-nya yang sempurna seakan mampu menenggelamkannya. Bak musik indah yang seharusnya hanya bisa didengar oleh telinga, tetapi justru terlihat nyata di matanya.

Sungguh visualisasi yang sempurna. Adakah sesuatu yang bisa mengalihkan pandangannya darinya? Tidak ada.

Tidak ada hingga suara riang membangunkannya. Membuatnya kembali tersadar akan tindakan bodoh yang telah dilakukan Khiara.

Apa? Lebih seru katanya!? Tindakan bodoh apalagi yang akan wanita ini lakukan? Lintasan ini saja sudah sangat membahayakan. Mau lintasan seperti apalagi yang ingin dia taklukkan?

Sumpah Alex tidak akan membiarkan. Jika saja wanita itu melakukan kesalahan, maka dia akan berakhir di dasar jurang. Tetapi wanita itu justru mengatakan hal yang mampu membuatnya mengepalkan kedua tangan.

"Cari tahu semua tentangnya!" Pintanya pada Ata, teman kuliahnya yang menjadi partnernya sekaligus sahabat satu-satunya.

"Maksudmu wanita yang bernama Khiara tadi?" Pertanyaan Ata mampu membuat Alex mengalihkan perhatiannya dari setir mobilnya.

"Adakah orang lain yang menjadi topik utama kita?"

"Tidak ada." Alex mengangkat sebelah alisnya. "Jika dilihat, banyak orang yang mengenalnya. Sepertinya akan mudah mencari informasi tentangnya."

Apakah itu akan mudah atau tidak, Alex tidak peduli. Dia tetap harus mendapatkan informasi. Ata tahu akan hal ini.

Tujuh tahun adalah waktu yang cukup untuk mengenal Alex dengan seluruh tabiat yang dimiliki. Bukan karena Alex orang yang mudah didekati dan dimengerti, hanya saja Ata terlalu pintar untuk memahami bagaimana Alex yang sulit dipahami.

"Wajah itu___" Alex bergumam dalam kegelapan.

***

Seorang wanita berdarah campuran Asia-Rusia langsung membanting tubuhnya ke sofa. Lelah, itu lah yang dirasakannya.

Sudah dua hari sejak kepulangannya. Tempat ini, menjadi sangat asing baginya. Mungkin karena sudah banyak perubahan yang terjadi di kotanya.

Yah, itu wajar saja. Karena empat-lima tahun adalah waktu yang cukup lama.

dia meraih tablet dari dalam tasnya, dan beranjak menuju dapur, mencari air putih untuk meredakan dahaganya.

Segelas air putih telah membasahi kerongkongannya. Kini dia tengah memusatkan perhatian pada tabletnya. Profil seseorang tengah terpampang di sana.

Meskipun sudah hafal di luar kepala, dia tetap saja membukanya. Berharap ada update terbaru tentangnya. Dan tiba-tiba, sekelebat rasa penasaran muncul di benaknya. Segera dia menuju ke ruang kerjanya.

Komputer dengan empat multiple monitor mendominasi sudut ruang kerjanya. Jemari lentiknya mulai menari di atas keyboard, menuliskan berbagai kode di layar monitornya.

Sebuah portal universitas ternama tengah terbuka di hadapannya. Dia mulai mengetikkan sebuah nama.

Alexander Sebastian.

Sebuah senyum samar muncul di sudut bibirnya. Menampakkan kepuasan dalam dirinya. Sepertinya dia akan menambah daftar pekerjaannya. Dia meraih bingkai foto yang tergeletak di samping monitornya. Tampak foto ceria dirinya bersama seorang wanita.

Tiba-tiba saja, awan mendung mulai menyelimuti wajah cantiknya. Setetes air hujan yang turun dari kelopak matanya mulai membasahi pipi mulusnya.

Kenangan masa lalu seakan mencubit hatinya. Buru-buru dia membalik bingkai fotonya. Seakan tak kuasa membendung rasa yang menyesakkan dada.

Dia kembali menekuni monitor di hadapannya. Membuka website universitasnya untuk mengganti beberapa kelas yang akan di ambilnya.

Setelah selesai, dia segera mematikan komputernya. Dia beranjak dari tempatnya menuju kamar di sebelahnya.

Di bawah cahaya bulan yang temaram, dia menghela napas dalam. Tak ada niatan untuk menyalakan lampu kamarnya, karena dia hanya perlu merebahkan tubuhnya. Berharap dia bisa tidur nyenyak walau hanya sekejap.

Kota ini memberikan ribuan kenangan manis untuknya. Namun, kota ini juga menorehkan kenangan pahit baginya. Sebenarnya dia sangat enggan untuk kembali. Namun sebuah tanggung jawab harus dia sunggi.

Rasa takut, frustrasi, dan depresi yang dahulu pernah menjamahnya kini kembali mendatangi. Bayang-bayang kelam itu kembali memenuhi memori. Berbagai pertanyaan menghinggapi diri. Apakah dia yakin dapat bertahan sendiri? Tanpa ada seorang pun yang menemani?

Tak mau ambil pusing, dia memutuskan untuk memejamkan kedua bola matanya. Istirahat, itu lah yang dibutuhkannya. Meski kini tidur nyenyak merupakan barang langka untuknya. Tetapi dia tetap berharap, dia bisa tertidur pulas tanpa dihantui bayang-bayang kelam yang menyesakkan dada.

Namun apa mau dikata? Harapan hanya sekadar harapan. Malam ini pun, tidur nyenyak sepertinya tidak bisa dia dapatkan. Dalam tidurnya, dia kembali menyaksikan kenangan pahit masa lalunya. Membuatnya terlonjak dari tidurnya.

Kulit pucat pasi terpatri di wajahnya. Menandakan ada yang tidak beres dengan dirinya. Keringat mengucur dengan derasnya. Layaknya usai melakukan lari maraton puluhan kilometer jauhnya. Nafasnya yang terus menggebu-gebu, dan detak jantung yang terus memburu.

"Hahhh___ haahh___ hahhh___ haaahh___.”

Dia segera membuka laci nakas dan mengambil obat yang tersimpan di dalamnya. Membuka botol obat dan menenggak beberapa pil dengan segera. Ketenangan perlahan demi perlahan mulai didapatkannya.

Jam dinding di seberang ranjangnya sudah menunjukkan pukul setengah lima. Dengan langkah gontai dia menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu yang menyejukkan jiwa. Mengadu pada Tuhannya adalah pilihan yang sempurna.

***

-Eh itu obat apaan?? Jangan bilang itu narkoba ya, ntar sakau loe jadinya.-

SEE YOU AGAIN

⎾Can you help me? Tolong singkirkan j*lang ini dariku, dia benar-benar membuatku pusing.˩

Alex yang baru saja selesai membersihkan diri, segera membaca pesan yang tertera di ponselnya. Dia menghela nafasnya dalam, menghembuskan nya kasar dalam sekali hembusan. Dia berusaha meredam amarahnya dengan meremas ponselnya. Beruntung ponselnya tidak remuk di tangannya.

“Di mana?” Dia segera bertanya setelah nada sambung terhubung, tanpa menunggu sautan dari orang di seberang sana.

“Cafe teras.”

Dia segera memutuskan sambungan begitu saja, membuat orang di seberang sana menggantungkan kata-katanya. Seperti biasa, Alex selalu bersikap seenaknya. Ata yang baru saja akan bilang, jangan kelamaan! tetapi apa daya tak ada kesempatan untuk mengatakannya. Sudah pasti hanya mendengus kesal lah yang bisa dia lakukan.

Alex masih duduk di tepi ranjang, dia melirik album keluarga yang masih tergeletak di tempat semula. Alisnya berkerut kala melihat ketebalan cover yang sedikit aneh baginya. Dia meraihnya dan mulai merobek cover depan album dengan tangannya. Dan ternyata merobek kertas tebal yang tertempel dengan kuat di setiap sisinya itu, sangat menyusahkan.

Kreeekkk____

Akhirnya cover album tersebut terkoyak dengan sempurna. Senyum kepuasan terlukis di bibirnya. Ternyata ada selembar foto yang tersembunyi di balik cover-nya. Dia mengambil dan menyelipkannya di dalam dompetnya. Sangat pas menghiasi dompet mahalnya.

Kilauan sinar mengejutkannya. Ada benda lain yang tersemat di dalamnya. Dia mengambil besi perak berhiaskan permata di atasnya. Dia menyejajarkannya dengan wajahnya, lalu mengamatinya dengan saksama.

Senyum misterius yang entah apa artinya tersungging di sudut bibirnya.

Alex segera meraih kunci mobil dan melesat membelah keramaian kota. Kini saatnya untuk menyelamatkan Ata. Dia tidak akan membiarkan siapa saja mengganggu rekan sekaligus sahabatnya. Apalagi saat rekannya itu sedang dia tugaskan melakukan sesuatu untuknya. Dia sangat tahu siapa yang dimaksud oleh Ata.

Dia sendiri sudah jengah dengan ulah j*lang satu itu yang mengusik hidupnya. Dan dia sadar, di sini yang paling menderita karena dirinya adalah Ata. Pria itu yang harus sering berurusan dengannya, saat wanita itu tak menemukan dirinya.

Tak berapa lama, dia sudah sampai di tempat mereka. Di depan cafe, seorang waiter memberinya salam dan menawarkan bangku untuknya. Tetapi dia tidak mengindahkannya. Dia mengangkat sebelah tangannya sebagai tanda bahwa dia tidak membutuhkannya saat waiter tersebut berniat mengikutinya. Dia melangkah masuk ke dalam cafe tersebut dan mengedarkan pandangannya. Dapat!

“Apa yang kau lakukan di sini?” desisnya dari balik punggung wanita yang membelakanginya.

Wanita itu terkejut dan memutar tubuhnya. Wajahnya berbinar saat mengetahui siapa yang ada di belakangnya. Tak lain dan tak bukan ialah sang pujaan hatinya.

“Alex, uuh___kamu ke mana saja sih? Aku nyariin kamu dari tadi," ujarnya sambil menghambur pada lengan Alex dan bergelayutan di lengan kekarnya.

Sangat berbeda dengan wanita tersebut, Alex justru menatap wanita tersebut dengan tatap dingin. Dia beralih pada Ata yang sedang mengotak-atik laptop di depannya. Sama sekali tidak terpengaruh dengan kedatangannya.

Ya, tentu saja. Karena Ata sudah tahu akan kedatangan Alex. Dia sama sekali tidak perlu repot-repot memastikan keberadaan Alex di sampingnya. Yang dia mau saat ini adalah Alex segera membawa pergi wanita itu mejauh darinya agar dia bisa melanjutkan tugasnya.

“Kau lebih lambat dari yang ku harapkan, bro!” ujar Ata tanpa memalingkan wajahnya dari laptop kesayangannya.

Tetapi tak ada tanggapan yang ke luar dari bibir Alex. Itu tandanya dia tidak peduli, tetapi dia menuntut sesuatu yang seharusnya dia dapatkan. Ata segera menoleh pada Alex. Seulas senyum penuh arti tersungging di bibirnya. Dan sebuah info yang diharapkan oleh Alex akhirnya keluar juga.

“Khiara Alexia Mac Louis.”

Merasa puas, Alex segera menyeret wanita yang sedang bergelayut manja di lengannya pergi dari sana. Untuk saat ini, sebuah nama itu sudah cukup untuknya. Selebihnya dia akan mendapatkannya setelah mengurus wanita ini.

“Ah, iya. Mungkin kau harus tahu hal ini. Dia bukannya nekat, tetapi memang sangat berbakat!” imbuh Ata sebelum Alex jauh meninggalkannya.

Langkah Alex terhenti, dia menoleh ke Ata dengan menautkan kedua alisnya.

“Kau akan tahu setelah ini," sahut Ata sambil melambai-lambaikan ponselnya.

***

Suasana mall begitu ramai di akhir pekan. Banyak pengunjung yang datang dengan pasangan. Apa semua orang menargetkan mall sebagai sasaran liburan? Sungguh menyebalkan! Dengan langkah gontai dia menyeret kakinya menuju fast food restaurant.

Rasa lapar sudah datang menyerang. Tetapi rasa kantuk masih saja bersarang. Tentu saja, dia hanya tertidur selama satu setengah jam. Dan setelahnya, bola matanya tidak dapat kembali terpejam.

Bayangkan! Dalam kurun waktu kurang dari lima menit, dia sudah menguap untuk yang kesekian. Tanpa memedulikan orang-orang di sekitaran, dia merentangkan kedua tangan. Menguap sembarangan, kemudian beralih memijat tengkuk, bahu dan lehernya untuk melakukan peregangan.

Aroma fresh dari tubuhnya memang menguar, namun justru wajah letih lah yang terpancar.

Balutan kaus oversize putih di padukan dengan hotpants denim dan sneakers putih yang membuatnya terlihat modis pun tak mampu menutupi keletihannya. Sepertinya tubuhnya memang tidak bisa diajak kerja sama.

Langkahnya terhenti begitu saja. Kakinya menggantung saat akan memijakkan kakinya di langkah berikutnya.

Well, sepertinya apa yang dia lihat saat ini mampu mengusir kantuk sialan yang mengerubunginya. Dua orang yang berhenti tak jauh di depannya yang entah sejak kapan, membuatnya terbangun sepenuhnya.

Sempit sekali kota ini, pikirnya.

Seorang pria dengan kaus putih oversize tengah menggenggam pergelangan tangan seorang wanita seksi di sebelahnya. Namun sorot mata itu justru menatapnya intens seakan menguncinya.

Tetapi bukan Khiara namanya jika tak mampu lepas dari mata tajamnya. Khiara bukan lah orang yang mudah diintimidasi dengan tatapan seperti apa pun juga.

Dengan sendirinya, lidah Khiara bergerak menyentuh gigi geraham atasnya membuat mulutnya terbuka dan perlahan alis kirinya tertarik ke atas begitu saja. Sangat khas dengan caranya menilai sesuatu yang syarat akan ekspresi meremehkan.

Pandangannya turun ke tangan kekar yang menggenggam pergelangan tangan yang kecil dengan erat, kemudian beralih pada wanita yang lumayan cantik di sebelahnya. Bitchy. Sebuah penilaian yang meluncur begitu saja di otaknya.

Dia sudah tidak sanggup meredam senyum congkak serta gesture tubuhnya, yang cukup menunjukkan bahwa dia sedang meremehkan lawannya.

Ternyata seperti ini seleranya? Sedetik kemudian dia segera berlalu seolah-olah tak terjadi apa-apa.

Sesungguhnya, mereka tidak begitu lama berhenti di posisi mereka. Pertemuan itu begitu cepat, begitu pula dengan penilaian dan penentuan sikap.

Yah, berpikir cepat memang bagian dari dirinya. Dan sepertinya lawannya ini bisa mengimbanginya. Mereka melangkah saat dirinya mulai melangkah.

“Kita bertemu lagi, huh? Khiara Alexia Maximilian!”

Kalimat itu begitu menusuk telinganya pada bagian akhir yang sengaja diberi penekanan. Membuatnya sedikit tersentak dan mengangkat wajahnya, yang walaupun sebenarnya dia tidak sedang menundukkan kepalanya.

Hanya saja, lawannya ini lebih tinggi darinya. Kata terakhir itu mampu membuat tangannya secara reflek menarik tangan kekar yang bebas di sebelahnya. Membuat mereka menahan langkahnya.

Ada keterkejutan yang bisa Khiara rasakan di sana. Begitu pun juga dengan Khiara. Belum pernah dia berani menyentuh kulit seorang pria kecuali orang-orang terdekatnya. Tetapi kali ini, dia justru refleks menyambar lengan pria yang berpapasan dengannya. Dan anehnya dia tidak merasakan takut di dalam dirinya.

Sebuah pertanyaan ingin sekali dia tanyakan, bagaimana dia bisa tahu nama pemberian papanya? Tetapi diurungkan karena sebuah suara menjengkelkan menginterupsinya.

"Hei apa yang kau lakukan? Dasar wanita sialan!" Wanita yang berada di sebelah itu melakukan aksi protesnya. Dia merasa terganggu dengan Khiara. Tetapi Khiara tidak memperdulikannya.

"Akh___sakit Alex." Dan sepertinya Alex pun tidak mau diganggu olehnya. Wanita itu berusaha membuka cengkraman Alex dari pergelangan tangannya yang tiba-tiba saja terasa lebih menyakitkan.

Di saat yang bersamaan, bahu Alex dan Khiara yang bertautan mengeliminasi jarak di antara mereka. Kedua wajah yang awalnya sama-sama lurus memandang ke depan, kini saling menoleh dan mempertemukan sepasang mata tajam milik seorang wanita dan sepasang mata yang begitu datar namun penuh akan kehangatan milik seorang pria. Ini adalah pertama kalinya mereka saling menatap dalam jarak yang begitu dekat.

“Jangan meremas tangannya! Kau bisa melukainya, Alexander Sebastian!” desis Khiara dengan penekanan pada akhir kalimatnya, sambil melirik wanita yang menempel pada bahu Alex yang satunya. Membuatnya melepaskan senyum tipis di sudut bibirnya.

Wanita itu masih saja berusaha untuk melepaskan diri, namun usahanya seakan sia-sia. Dan Khiara pun seakan tidak peduli, karena ucapannya hanya lah sekadar basa-basi. Tatapannya kembali pada Alex yang tak mengalihkan matanya barang sedetik pun darinya.

Jengah dengan tatapan yang terkesan aneh baginya, dia memilih untuk pergi.

"See ya."

Khiara melepaskan cengkraman tangannya, menyunggingkan senyuman manis padanya, dan berlalu begitu saja. Di tempatnya, Alex masih membatu dalam posisinya dan mengiringi kepergian Khiara dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

***

-Heh, Lexus! Kenapa gak kalian tampol aja sih tu wanita? Gangguin aja kerjanya. Sebel gue jadinya!,😤😤😤-

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!