NovelToon NovelToon

Terjerat Pesona Sang Sekretaris

Chapter 1

Dalam kamus hidup aku, tidak ada kata 'berhenti ditengah jalan' alias menyerah, seberat apapun badai menerpa dan membuat aku jatuh berkali kali. Disitulah aku semakin kuat bangun dan berusaha bertahan dari terjangan badai, hingga menemukan titik terang.

Akankah semua ini bisa dilalui olehku??

Entahlah, aku hanya bisa menatap lurus ke depan bersiap siaga dan waspada tentang apa yang akan aku hadapi ke depannya. Aku hanya harus berjuang dan berjuang, demi menggapai apa yang selama ini aku inginkan..

***

"Kamu tak lebih dari anak yang membawa sial terhadap keluarga ini,jika tahu akan begini ayah tak sudi punya anak perempuan sepertimu!!",

"Aku juga tak minta untuk dilahirkan dan menjadi anak ayah", balas anaknya dengan wajah datar dan langsung melengos pergi.

"Sialan. Anak tidak tahu diri!!", timpalnya.

Namun sersi tak menggubris lagi hal itu, dia langsung membalikkan badan dan melengos pergi keluar rumah dan menutup pintu dengan keras.

Braaak..

Lagi lagi Sersi berselisih dengan ayahnya tanpa alasan yang jelas. Sersi tidak melakukan kesalahan yang fatal, namun selalu dibesar - besarkan oleh lelaki yang disebut ayah itu. Dia selalu disebut anak pembawa sial, dan makian yang membuat wanita itu hancur seketika. Hanya dia yang diperlakukan acuh tak acuh oleh kedua orangtuanya semenjak kejadian nahas bertahun-tahun silam, hingga Sersi bertumbuh kembang menjadi wanita yang apatis dan keras kepala karena orangtuanya yang selalu bersikap kasar terhadapnya selama bertahun tahun.

***

Flashback..

Waktu itu, Sersi kecil tengah bermain dengan sang kakak di halaman rumahnya. Sersi kecil yang memakai baju setelan bergambar hello kitty itu tertawa riang, tatkala kakaknya menari nari lucu dihadapannya. Kakak sersi seorang lelaki yang memiliki wajah yang cukup tampan, berkulit putih, mata berwarna hazel, hidung yang mancung dan rahang yang kokoh membuat anak berusia 15 tahun itu terlihat tampan walau diusianya yang masih muda. Mereka berdua bermain dengan riang nya siang itu, tanpa beban dan gembira. Tanpa mereka ketahui bahwa bahaya sebentar lagi akan datang.

Saat Adryan(Kakak Sersi) dan Sersi sedang asyik bermain, datanglah sekelompok orang pria berpakaian serba hitam dan tinggi besar berjalan menghampiri Adryan dan Sersi yang sedang bermain. Wajah mereka tampak sangar, dingin, dan galak itulah yang terlihat oleh kedua mata kakak beradik itu.

"Mana ayahmu bocah!?!!" ucap salah satu pria berpakaian serba hitam itu,

Seketika kedua anak tersebut terperanjat ketakutan, terkejut dengan kedatangan mereka dan terkejut dengan bentakan orang itu. Adryan dan Sersi saling mendekat, Adryan melindungi sersi dengan cara memeluk sersi erat takut adiknya terluka. Lalu adryan menjawab dengan takut takut.

"Mau apa om om ini sama ayah?!" ucap Adryan kepada pria yang tadi berbicara.

"Kau bocah jangan banyak bicara, mana ayahmu hah!" jawab pria sangar itu.

Dan tak lama kemudian, muncullah John yang merupakan ayah dari Adryan dan sersi. Karena john mendengar suara ribut ribut diluar, makanya John yang sedari tadi sedang sibuk bekerja bergegas keluar untuk mengecek.

Dan pas dia keluar, terlihat kedua anaknya saling berpelukan karena ketakutan pada orang - orang serba berpakaian hitam tersebut yang jumlahnya lebih dari 30 orang itu. John, mengepalkan tangan dan rahangnya mengeras, melihat pemandangan ini.

"Mau apa kalian ke rumahku, apa kalian orang suruhan Alfonso hah?!!" ucap John naik satu oktaf dan wajah memerah karena kemarahan yang terpancar dari matanya.

"Hahaha, anda memang pintar Tuan John. Kami memang disuruh Tuan Alfonso untuk membawamu ke basecamp dan membicarakan perihal perusahaan yang anda punya. Bersikaplah koperatif Tuan, agar keluarga anda aman.", jawab si orang yang memiliki luka bakar diwajahnya.

Mendengar itu, amarah John memuncak membuat wajahnya menjadi merah padam serta mengepalkan kedua tangannya.

"Aku tidak akan sudi menyerah pada Alfonso, jangan harap kau bisa membawaku untuk menemuinya. Karena sampai kapanpun, perusahaanku tidak akan aku berikan!!", teriak John pada mereka.

Dan John pun berlari menerjang mereka, berusaha menghajar mereka dengan brutal. Terjadilah adegan adu jotos antara John dan para pria berpakaian serba hitam dengan sangat sengit, John cukup membabi buta memukul para penjahat itu, dan dia juga bisa dengan sangat cepat dan tangkas menangkis setiap pukulan yang diberikan para orang berbaju hitam itu padanya.

Namun nahas, salah satu dari mereka merencanakan ide gila untuk membuat john tumbang dan hancur. Salah satu dari mereka dari orang suruhan Alfonso, tiba-tiba mengeluarkan pistolnya dan membidiknya ke arah john yang sedang berkelahi dan...

Dorr.. Dorr.. Dorr..

Tiga tembakan berhasil mengenai lengan kiri, paha, dan tumit John. Seketika John ambruk, bersamaan dengan Savira yang baru saja keluar dari rumah karena mendengar suara tembakan. Savira menjerit histeris ketika mengetahui bahwa suaminya tertembak sampai jatuh tersungkur.

"Johnnnn..", teriakan Savira menggema.

Savira menghampiri John yang tumbang, Savira menangis melihat keadaan suaminya yang babak belur dan banyak luka penuh darah karena tembakan. Melihat itu, orang suruhan Alfonso hanya tersenyum menertawakan John yang berhasil mereka siksa dan lumpuhkan.

"Setidaknya sudah saya peringatkan tadi, agar Tuan John bersikap kooperatif. Namun Anda memilih untuk tersiksa dan membuat keluarga anda bahaya, dan satu hal yang fatal anda menolak memberikan perusahaan yang diinginkan bos besar kami.. ", ucap pria yang memiliki luka bakar diwajah itu.

Pria yang memiliki luka bakar diwajahnya itu, memberikan kode ke salah satu temannya sebagai isyarat agar menembak John saja.

Sesudah itu dia orang suruhan Alfonso menodongkan pistol ke arah kepala John dan pelatuk siap untuk ditarik. Sesaat sebelum pelatuk itu ditarik, sejurus kemudian Adryan berlari ke arah John ayahnya. Anak itu ingin melindungi ayahnya, Adryan tidak ingin ayahnya celaka. Hingga ia berlari dan

Dorr..

Peluru timah panas itu menembus, mengenai punggung Adryan. John yang melihat itu, kaget tidak menduga bahwa anaknya akan melindungi nya. John tersentak, kala melihat anaknya tertembak dan punggungnya mulai meneteskan darah segar.

"Ayaah.. ", hanya satu kata yang terucap dari bibir Adryan dengan lirih dan lemah sebelum anak itu limbung, dan ambruk ke hadapan John. Savira yang melihat itu, sungguh shock dengan apa yang dia lihat. Sejurus kemudian, Savira berteriak dan memeluk putranya yang bersimbah darah sambil menangis pilu.

***

Ingatan pedih itu selalu terlintas begitu saja di otak Sersi, seperti film yang terus berputar secara berulang-ulang diotaknya. Dalam ingatannya, Sersi kecil yang melihat semua itu hanya bisa diam mematung dan tak memahami situasi apa yang terjadi saat itu.

Sersi yang sedang berjalan sembarangan entah akan pergi kemana, terus berjalan sambil mengingat momen tragis nan pedih itu.

Sejak saat itu, hidupnya berubah. Dia tak lagi mendapatkan kasih sayang orangtua, bisa bermain dengan kakaknya dan hal - hal baik lainnya tak bisa ia dapatkan setelah kejadian tragis itu terjadi. Semenjak kejadian itu, kakaknya menjadi lumpuh tak bisa berjalan dan melakukan apa pun. Walau pun nyawanya terselamatkan, tapi efek tembakan yang mengenai punggungnya itu membuat struktur tulangnya hancur. Dan itulah penyebab, kemarahan John pada Sersi.

"Seharusnya kau saja yang mati, Sersi!!", ucapan itu terngiang di telinga Sersi sampai saat ini.

Perempuan itu terus berjalan tanpa arah, tak ingin mengingat apa pun dan tak mau pulang karena moodnya yang tak lagi baik.

Lama ia berjalan di sekitar kota, Sersi memutuskan untuk pergi menemui temannya Cindy. Saat ini, Sersi butuh teman curhat dan tempat yang nyaman untuk menenangkan dirinya dan melupakan sejenak kepedihan yang dia rasakan. Akhirnya, Sersi pun menghentikan taksi dan pergi ke kediaman temannya itu.

30 menit berlalu, Sersi sampai dikediaman Cindy yang sederhana namun penuh dengan kehangatan. Setidaknya tempat ini sungguh sejuk dan menenangkan walaupun kecil, tidak seperti dirumahnya yang besar namun dipenuhi aura kebencian. Tidak ada kata harmonis lagi, di keluarganya saat ini.

Sersi pun melangkah menuju rumah Cindy, dan berjalan ke arah pintu lalu mengetuknya.

"Halo", ketukan pertama, kedua, ketiga, keempat ketukan barulah ada yang membukakan pintu.

"Hai, akhirnya kau kesini juga Sersi. Ayo masuk, kebetulan ibuku baru saja sudah selesai memasak. Kita makan siang bersama. " ucap Cindy.

"Oke, thanks", hanya itu yang keluar dari mulut cantik Sersi. Dan ia pun melangkahkan kakinya memasuki rumah Cindy yang terkesan 'hangat'.

Terlihat wanita paruh baya itu tengah menata makanan diatas meja makan sana, sepertinya baru saja matang. Karena tercium aroma wangi dari masakannya, masuk ke dalam indra penciuman Sersi saat itu. Membuatnya seketika merasa lapar, karena memang dari pagi Sersi belum memakan apapun tadi.

"Eh, kamu Sersi. Ayo masuk, kita makan bersama. Kebetulan ibu baru saja selesai memasak. Ayo Cindy, bawa temanmu kemari." ajak ibunya Cindy dengan ramah.

Sersi tersenyum manis dan mengangguk.

"Iya Bu, terimakasih. Aduh maaf aku jadi merepotkan kalian, datang kesini jadi numpang makan siang." katanya tidak enak.

Timingnya pas sekali dengan dirinya yang merasa lapar sekarang, kebetulan dia belum memakan apapun dari rumah tadi. Karena keburu emosi dengan ayahnya, suasana rumah tidak begitu nyaman.

"Tidak apa - apa kok tidak merepotkan, kayak seperti sama siapa aja. Justru ibu kangen kamu jarang main kesini sekarang. Cindy kasian gak ada temennya loh nak." ujarnya. Sersi, Cindy dan Ibunya kini mereka duduk bersama dimeja makan.

"Iya bu, aku terlalu sibuk bekerja akhir - akhir ini. Jadi tidak bisa main kesini sering - sering, karena ya sambil kuliah juga bu. Jarang punya waktu luang." jawabnya, Sersi lebih nyaman memanggil ibu pada ibunya Cindy. Karena dia sudah menganggap ibu Cindy sebagai ibunya juga. Dan mereka terlihat akrab, bahkan Sersi dan Cindy terlihat seperti adik kakak. Walau pun dari orangtua yang berbeda, karena kedekatan persahabatan mereka yang sungguh erat.

Sersi mengambil nasi beserta lauk pauknya, setelah ibu Cindy dan Cindy selesai mengambil makanan. Akhirnya mereka pun, makan siang bersama. Sambil mengobrol ringan, menceritakan masalah pekerjaan, dan aktivitas di kampus. Sersi bisa tertawa dan lupa akan masalahnya sejenak di rumahnya, karena dirumah ini dirinya merasa aman nyaman, dan terdapat kehangatan keluarga yang ia rasakan. Tak seperti dirumahnya, yang hanya ada kekerasan dan kebencian yang dipancarkan dari kedua orangtuanya. Entah karena sebab apa diapun tak tahu?

Sungguh berubah drastis perlakuan mereka dulu dan sekarang, membuat terkadang Sersi menjerit di dalam hatinya juga merasa sakit hati seolah dirinya merasa tak diinginkan oleh orangtuanya itu. Sebenarnya dia salah apa?

Rasanya ingin hilang saja dari dunia, agar tak memikul rasa sedih ini dan beban hidup yang teramat berat.

Skip

Sersi dan Cindy sedang berada dikamar, tepatnya dikamar Cindy. Mereka berdua tengah rebahan berdua dikasur, yang satu membaca buku novel fiksi remaja. Dan yang satu sibuk menggambar sketsa desain gaun, Cindy terobsesi dengan gambar - gambar gaun pengantin yang cantik. Dia sangat senang sekali menggambar, bahkan sudah ada belasan desain yang dia gambar dibuku gambarnya.

Karena impiannya ingin menjadi desainer terkenal.

Sedangkan Sersi anteng membaca buku ditangannya, dan sampai akhirnya Sersi berhenti membaca dan mengubah duduknya menjadi ditepian ranjang. Dia menunduk, dan berpikir keras. Haruskah dia seperti dicerita novel tersebut?

Tokoh utamanya sama - sama teraniaya, dan si tokoh itu pergi jauh dari keluarganya karena tak ingin lagi merasakan sakit hati dan agar keluarganya tak menganggap dia beban lagi.

Ya. Dia pun harus pergi sepertinya, itu yang mereka mau bukan. Keberadaan dirinya tak diharapkan lagi, Sersi memutuskan untuk pergi meninggalkan Sicilia dan pergi ke negara dan tempat baru. Sepertinya London Inggris adalah pilihan yang bagus.

Lagipula, sudah lama sekali Sersi mengimpikan ingin pergi kesana untuk liburan. Tapi baiknya, London bukan lagi jadi tempat liburannya. Tapi jadi tempat tinggal barunya, biarlah dia hidup sendiri tapi hatinya tenang.

Tidak seperti sekarang, yang setiap harinya kusut dan amburadul karena terus - terusan diperangi oleh keluarga sendiri. Kecuali kakaknya yang tidak berubah dari dulu, tetap menyayanginya.

Sersi membalikkan tubuhnya, dan duduk jadi menghadap Cindy. Cindy yang masih sibuk berkutat dengan pensil dan kertasnya, lantas menoleh pada Sersi.

"Kenapa Ser? Kayaknya kusut sekali itu muka ya?" tanya Cindy kembali mewarnai gambarnya. Dia tengah mendesain sebuah gaun berwarna ungu burgundy terang yang cantik.

"Cin, kayaknya aku mau keluar aja dari rumah." ujarnya.

Cindy menaikkan alisnya, merasa heran dengan keputusan yang diutarakan Sersi barusan.

"Hah? Serius? Emangnya kalo kamu keluar dari rumah mau pindah kemana? dan tinggal dimana?" tanya Cindy, menyimpan alat gambarnya dan mengambil bantal dan ia taruh ke pangkuannya. Menghadap Sersi yang sepertinya akan memulai sesi curhat. Cindy menjadi pendengar yang baik kalau Sersi sedang sedih, dan penasihat yang baik jika Sersi tengah merasa marah dan emosi jika tak punya arahan.

"Pergi ke London." jawabnya spontan.

"What!! Ke London, Sersi kamu serius? London sangat jauh dari Sicilia, dan lagipula kamu tidak memiliki sanak saudara disana. Nanti kamu tinggal sendirian disana. Bagaimana kamu bisa hidup disana tanpa ada seorang pun yang bisa kamu mintai tolong." Kata Cindy merasa khawatir. Mengapa sahabatnya memilih tempat yang sangat jauh, mengapa tidak pindah kota saja. Ini malah pindah negara.

Sersi menghembuskan nafas berat dan lelahnya.

"Cindy lebih baik aku tinggal sendiri dan bekerja untuk menghidupi diri sendiri. Daripada disini, di rumah orangtuaku tapi serasa dirumah orangtua tiri. Mereka tak menginginkan keberadaan aku sekarang, mereka ingin aku pergi. Jadi aku ingin keluar dari sana, mengabulkan keinginan mereka. Aku yakin, aku bisa hidup sendiri tanpa harus ada pertolongan orang lain." Sersi menarik nafas sejenak.

"Lagipula, aku lelah merasa sakit hati dan selalu dikasari oleh ayahku. Mungkin aku adalah beban bagi mereka, walau pun aku tidak pernah meminta uang karena bekerja sendiri. Ya sudahlah, yang pasti aku sudah tekad bulat ingin pindah ke London saja." ujarnya serius.

Cindy memasang wajah sedihnya.

"Kamu sepertinya serius dengan keputusanmu. Aku tidak akan bisa melarangmu, karena kamu juga berhak bahagia dan memilih jalan hidup kamu sendiri. Keputusan kamu, mungkin memang benar. Aku selalu mendukung kamu, Sersi. Orangtua kamu memang keterlaluan." katanya.

"Tapi aku sedih, sahabatku akan pergi jauh." akhirnya. Cindy memasang raut sedih, tapi ya bagaimana. Kasihan juga hidup Sersi.

"Tenang saja kok, aku akan selalu menghubungi kamu Cin. Kita kan sahabat, aku gak akan pernah lupain kamu." katanya merentangkan tangannya.

Dan Cindy pun memeluk Sersi, kedua perempuan itu berpelukan penuh dengan suasana yang menyedihkan. Karena Cindy sedih mengetahui Sersi akan pindah ke London, dan Sersi juga sedih akan meninggalkan sahabatnya dari kecil. Tapi mau bagaimana lagi, tekadnya sudah bulat. Dan dia ingin segera pergi dari rumah, yang menyiksa batinnya layaknya dineraka.

"Kapan kamu akan pindah kesana?" tanya Cindy.

"Besok." jawabnya.

"Secepat itu Sersi? Kamu sudah memiliki tabungan yang cukup untuk kamu tinggal selama hidup disana?" tanya Cindy yang kaget dengan jawaban yang dilontarkan Sersi.

"Ya, besok aku akan terbang ke London. Malam nanti aku akan membeli tiketnya di online. Aku sudah memikirkan itu, kurasa tabunganku selama bekerja 5 tahun disini cukup untuk bertahan hidup disana. Sebelum aku mendapatkan pekerjaan yang baru." jawabnya.

"Ya sudah, hati hati ya. Besok aku antar kamu ke bandara, kasih kabar ke aku ya jangan lupa. Bakalan sedih nih aku!" katanya.

Cup.. cup..

"Jangan dong! Nanti kalau kamu sudah beres dengan studymu, kamu bisa langsung menyusulku kesana. Kita tinggal disana bersama. Oke?!" ujar Sersi memberikan semangat terhadap sahabat satu - satunya ini.

Cindy tersenyum, kemudian mengangguk.

"Oke, kita akan memulai karir disana bersama. Dan aku akan menjadi desainer terkenal nanti, kamu juga semoga sukses disana ya." kata Cindy.

"Ya semoga saja, makasih ya." .

Akhirnya kedua perempuan itu, saling mengobrol mengenang masa - masa dimana selalu jalan bersama. Kemana mana berdua, kaya adik kakak yang lengket banget. Dan sekarang, mereka saling mengutarakan jika Sersi sudah sampai di London. Rencana apa saja yang akan dia planning.

Sampai akhirnya, tak terasa hari sudah hampir menjelang malam. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, Sersi pun berpamitan pada Cindy dan ibunya untuk pulang. Sore itu Sersi pulang kembali ke rumahnya, untuk segera memulai packing barangnya untuk besok berangkat ke bandara dan terbang ke London.

'waiting me London' batin Sersi berucap, dan perasaan bebas mulai menghinggapinya.

Chapter 2

Apakah aku bersalah atas kejadian itu?

Mengapa mereka begitu membenciku dan aku harus mati?

Entahlah aku pusing memikirkan semuanya, aku akan pergi dari kehidupan kalian dan memulai hidup sendiri untuk diriku sendiri.

***

Keesokan harinya..

Mentari pagi bersinar cerah di atas sana, menerpa wajah Sersi dari celah gorden di jendela yang membuatnya terbangun dari tidur lelapnya. Sungguh pemandangan yang mengagumkan, ketika cahaya matahari menerpa kulit Sersi yang mulus dan seputih susu itu. Terlihat berkilauan ketika cahaya itu mengenai kulit wajahnya.

Sersi membuka matanya perlahan, dan mengerjap beberapa kali ketika silau mentari masuk ke dalam matanya. Kemudian dia bangun, dan duduk ditepian ranjang untuk menghilangkan rasa kantuknya. Lalu, mengambil ponselnya yang berada diatas nakas.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, Sersi mengusap wajahnya lalu menyimpan kembali ponselnya. Sersi bergegas pergi mandi, karena hari ini dia sudah bertekad akan pergi dari rumah ini dan hidup mandiri saja diluar sana. Toh ketika dirinya pergi, orangtuanya pun tak akan memperdulikannya.

20 menit sudah Sersi melakukan ritual mandinya, dia langsung berpakaian dengan gaya outfit sesimple dan sesederhana mungkin dan mengambil tas punggung besarnya untuk membawa pakaian dan barang barang lain miliknya.

Tliiing...

Ketika Sersi sedang membereskan barang barangnya, sebuah notifikasi pesan masuk terdengar olehnya. Sersi pun mengambil ponselnya , dan melihat siapa yang mengiriminya pesan. Ternyata pesan itu dari Cindy. Ia pun langsung membuka pesan itu.

[Sersi, bagaimana. Kamu jadi terbang ke London pagi ini?] ~ Cindy

[Iya jadi Cindy. Aku sudah bertekad bulat akan berangkat ke London hari ini. Dan aku juga sudah membeli tiket penerbangan ke London semalam, 2 jam lagi aku akan terbang.] ~ Sersi

[Oke, aku berangkat ke rumah kamu sekarang ya. Nanti aku tunggu didepan gerbang rumah kamu] ~ Cindy

[Ya cin, terima kasih ya] ~ Sersi

[Oke, sama-sama. aku berangkat.] ~ Cindy

Setelah percakapan berakhir, Sersi kembali membereskan barang-barangnya yang menurut dia penting dan harus dibawa. Setengah jam kemudian, packing selesai Sersi lalu keluar dari kamar dan ingin segera bergegas pergi menuju bandara.

Ketika Sersi menuruni tangga, terlihat ayah, ibu, dan kakaknya sedang sarapan pagi bersama di meja makan. Sersi menoleh dan melihat ke Adryan kakaknya itu, dan memutuskan menghampiri kakaknya terlebih dahulu untuk berpamitan. Karena bagaimanapun Adryan, tetap baik padanya dan Sersi pun begitu selalu berlaku baik pada Adryan kakaknya. Hanya kedua orangtuanya yang seperti membencinya sejak kejadian nahas itu.

"Mau kemana kamu Sersi. Kenapa membawa koper besar dan tas. Mau pergi kemana?", tanya Adryan yang sedang menikmati bubur.

"Aku mau pergi merantau kak. Mungkin bekerja ke luar negeri, supaya bisa mandiri biar dan aku tidak menyusahkan orangtua kita. Kakak baik baik ya disini, aku pergi dulu ya kak. Doakan aku semoga selamat sampai tujuan dan berhasil mendapatkan pekerjaan yang layak."

Baru saja Adryan membuka mulut ingin menjawab perkataan Sersi barusan, tetiba ayahnya menyeletuk duluan hingga membuat Adryan tak sempat berbicara.

"Syukurlah kalau kamu sadar, lebih baik pergi. Kamu anak yang gak tahu diri dan hanya membawa sial ke keluarga ini!!", jawab ketus John tanpa memandang ke arah Sersi yang masih bersimpuh dihadapan kakaknya yaitu Adryan. Tengah meminta doa restu dari kakaknya.

Adryan akhirnya tak berkata apa pun, hanya menatap nanar pada Sersi adik yang begitu ia sayangi satu satunya dan perempuan berharga yang dia punya. Akan segera pergi, dan meninggalkan dirinya. Sersi marah di dalam hatinya ingin sekali mengumpat ketika mendengar penuturan ayahnya John langsung mendelik ketika Sersi menatap ke arah ayahnya itu. Kemudian Sersi pun bangkit berdiri.

"Terserah kalian anggap aku apa!!", ucap Sersi pada ayah dan ibunya kemudian langsung bergegas pergi dari sana.

"Ayah dan mamah ingin aku pergi! Ya aku pergi sekarang!! Dan tak akan kembali. Takkan ada lagi kesialan disini karena aku akan keluar dari dalam rumah ini, semoga kalian berbahagia tanpa ada anak yang pembawa sial ini." ucap Sersi menekankan setiap ucapannya. Dia terbawa emosi juga akhirnya.

Dengan langkah besar sambil menggusur koper besarnya, Sersi ingin segera enyah saja dari sini. Pergi segera dari rumah yang seperti neraka ini, dia ingin melupakan segala kenangan yang pernah dia dapatkan selama 22 tahun hidup di sicily.

***

DI BANDARA

"Hati hati ya Sersi, pasti aku akan rindu sekali sama kamu. Sering sering kasih kabar ke aku ya jika nanti kamu sudah tinggal disana", ucap Cindy.

"Ya! Nanti aku pasti kasih kabar selalu sama kamu setelah aku sampai di London. Kamu akan tetap jadi sahabat aku yang terbaik, titip salamku kepada ibumu ya!", timpal Sersi.

"Oke, nanti aku sampaikan. Semoga sukses kamu disana ya!",

"Hmmm, terimakasih ya. Aku berangkat dulu, 15 menit lagi pesawat yang kunaiki akan terbang. Aku berangkat sekarang ya, jaga diri baik-baik ya Cin." ucap Sersi.

Kedua perempuan beda karakter itu saling berpelukan, dan sedetik kemudian Sersi meninggalkan Cindy dan akan segera menuju pesawat.

Sersi dan Cindy sahabat yang sangat akrab. Sedari mereka kecil, mereka selalu saling menguatkan karena mereka sama - sama kurang beruntung dalam masalah keluarga. Itulah kenyataannya, Sersi yang dikucilkan dan tak dianggap dikeluarganya, dan Cindy yang tak punya ayah sedari bayi membuat mereka merasa memiliki nasib yang sama namun dalam cerita yang berbeda.

Sersi duduk disebelah jendela, setelah pengumuman keberangkatan pesawat akan take on dalam 10 menit lagi. Sersi mengubah mode ponselnya jadi mode pesawat, karena pesawat sebentar lagi akan terbang.

Selama perjalanan Sersi banyak diam, dan tidak terlalu perduli pada sekitar. Karena Sersi terlalu sibuk, bermain ponsel memainkan game kesukaannya candy crush yang sudah beribu - ribu levelnya sembari memakai headset di kepalanya.

Perjalanan ke London memakan waktu berjam - jam. Setelah 8 jam kemudian, tibalah Sersi di London Inggris. Tepat sore hari ketika Sersi sampai disana. Keluar dari bandara dia mencari seseorang yang sudah dihubunginya sebelum kesini. Sersi keluar dari bandara, terus melihat ke sekeliling celingak celinguk mencari seseorang tersebut. Dan..

Tak lama kemudian terlihat ada seorang pria paruh baya berjalan ke arahnya.

"Nona Sersi Vilhauc, benar?",

"Eh, iya pak. Ini Pak Devgan bukan, yang saya hubungi kemarin malam?", tanya Sersi memastikan.

"Benar, saya Devgan. Saya yang akan mengantarkan Nona ke apartemen yang sudah dipesan." ucap pria paruh baya yang bernama Pak Devgan itu.

"Oh iya pak, baik.!".

Sersi pun akhirnya pergi dari bandara, dan menaiki mobil Pak Devgan untuk menuju apartemen yang dia sewa kemarin malam. Lewat aplikasi online dari ponsel miliknya.

Sepanjang perjalanan menuju apartemen, Sersi melihat ke luar jendela dan memperhatikan suasana yang asing tapi nyaman baginya di London ini. Sersi mungkin akan mulai dari nol lagi disini, mencari pekerjaan baru teman baru dan suasana baru.

"Pak, sebelum ke apartemen. Pergi ke supermarket dulu ya!", ucap Sersi pada Pak Devgan yang merupakan orang dari biro jasa aplikasi yang Sersi pakai.

"Baik, Nona!", jawab Pak Devgan disertai anggukan.

Setelah percakapan mereka selesai, akhirnya Sersi pun kembali memandang keluar jendela menikmati indahnya suasana kota London Inggris yang dia kagumkan sejak dulu.

1 jam kemudian, Pak Devgan berhenti di sebuah supermarket yang lumayan besar tempatnya. Mungkin lengkap, karena dekat dengan pusat perbelanjaan kota juga berjejer berbagai macam fasilitas umum lainnya.

"Silahkan Nona!",

"Iya pak, saya ingin membeli makanan dan minuman dulu untuk diapartemen nanti. Saya ke dalam dulu ya pak, tunggu sebentar Pak Devgan ya!", kata Sersi pada Pak Devgan, sambil membenahi isi tas dan tatanan rambutnya.

"Baik. Saya tunggu disini, Nona", timpal Devgan sembari menyunggingkan senyum simpul.

Sersi pun hanya mengangguk sebagai jawaban, sejurus kemudian dia keluar dari mobil dan berjalan memasuki kawasan supermaket. Sersi mengambil troli besar yang berada disamping pintu masuk supermarket ketika dia melewatinya, mulai mengambil bahan makanan untuk persediaan seminggu dalam perkiraannya.

Sersi terus berjalan, mengelilingi semua area supermarket dan mengambil beberapa barang kebutuhan lainnya untuk di apartemen nanti. Baru saja Sersi akan mendorong trolinya, ponselnya berdering. Sersi pun merogoh ponselnya di saku jaket dan melihat id callernya. Dan ternyata Cindy yang menelepon, dia pun menjawab telepon.

[Sersi bagaimana perjalananmu selama dipesawat? Baik baik saja bukan, tidak sampai terjatuh pesawatnya kan?]

[Iya Cindy, aku sudah sampai di London. Perjalananku baik baik saja, dan yang terpenting aku masih sehat dan masih hidup. Jika pesawatnya jatuh mungkin aku tidak bisa mengangkat telepon darimu karena diriku sudah mati. Bicaramu terkadang aneh aiish..!!?]

[Hahaha . Iya iya, aku hanya bercanda. Sedang apa kamu disana sekarang??]

"Aduh..", belum sempat menjawab pertanyaan dari Cindy. Sersi menabrak seseorang di depannya, karena dia mendorong trolinya sambil menelepon dan sampai lupa dengan keadaan sekitarnya.

Orang yang ditabrak itu, tidak bersuara sedikit pun. Tapi hanya membalikkan badan, dan melihat ke manik mata Sersi, menatapnya tajam. Sersi terpaku ditempatnya, melihat lelaki tinggi, putih, memiliki rahang yang kokoh, bermata biru, dan bertubuh atletis. Terlihat dari kaos ketat hitamnya yang membentuk sempurna, tubuh lelaki itu. Seketika Sersi pun terpana.

Dan sedetik kemudian, tersadar dari lamunannya ketika Cindy bersuara diseberang sana.

[Hei, apa kamu masih ada disana. Ada apa, kenapa aku dengar tadi kamu mengaduh??]

Sersi pun menurunkan ponselnya dari telinga, dan berusaha mengatur napas dan detak jantungnya yang tidak karuan akibat lelaki yang sekarang tengah berada di hadapannya. Begini jadinya akibat terlalu mengagumi mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna ini.

"Eh, aku minta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja menabrak kamu, aku tadi sedang menelpon dengan temanku. Aku tidak memperhatikan sekitarku, sekali lagi aku minta maaf." ucap Sersi pada pria itu.

"Hmm, ya. Lain kali hati - hati." jawab lelaki itu datar, lalu pergi dari sana sambil membawa dua kaleng minuman soda.

"Terimakasih!", timpal Sersi lagi.

Lelaki itu pun pergi, ke arah berlawanan dengan Sersi. Maka Sersi pun, berjalan kembali melanjutkan aktivitas belanjanya yang belum selesai. Dia butuh beberapa camilan untuk di apartemen nanti, apalagi gara - gara kejadian ini Sersi gugup berat tanpa alasan ketika tadi tak sengaja menabrak pria tampan tadi. Jadi dia lebih banyak butuh asupan makanan, untuk menetralkan dirinya yang menjadi gugup dan lelah karena jantungnya yang terus berdebar.

***

"Silahkan Nona, sudah sampai. Ini apartemennya." ucap Pak Devgan setelah memarkirkan mobilnya di depan gedung apartemen kelas menengah.

"Oh iya pak, makasih ya pak!." Sersi mengangkat pandangannya dari ponsel kemudian turun dari mobil.

"Iya Nona, sama sama. Saya antar Nona ke atas, biar barang - barang Nona saya yang bawakan.",

"Oh iya pak!".

Pak Devgan pun membuka bagasi dan mengeluarkan beberapa kantung besar barang belanjaan Sersi dari supermarket tadi, lalu menentengnya membawanya masuk ke dalam gedung apartemen sekaligus mengantarkan ke apartemen yang sudah Sersi pesan kemarin malam.

Sersi berjalan duluan memasuki lobby gedung, lalu berjalan menuju lift disusul Pak Devgan dibelakang. 5 menit setelah sampai di depan pintu lift, pintu lift pun terbuka. Sersi dan Pak Devgan pun masuk.

"Pak, apartemen saya dilantai berapa?", tanya Sersi

"Di lantai 3 Nona , pintu apartemen Nona nomor 654", jawab Pak Devgan.

Sersi pun memencet angkat 3 di lift, dan lift pun bergerak sesuai lantai yang dituju.

Triiiing...

Sersi dan Pak Devgan sampai dilantai 3,lalu menelusuri lorong dan mencari pintu nomor 654. Setelah berjalan sekitar 10 menit, pintu nomor 654 pun ketemu dan Sersi mengucapkan terima kasih kepada Pak Devgan yang telah mengantarkannya sampai ke depan pintu apartemennya.

"Terimakasih pak, ini ada sedikit rezeki untuk anak dan istri Pak Devgan. Karena sudah mengantarkan saya sampai ke sini, juga sudah membawakan barang-barang saya." ucap Sersi memberikan uang tip dan mengambil barang belanjaannya dari Pak Devgan.

"Iya Nona, terima kasih kembali. Ini card akses Nona, untuk buka pintu apartemennya, semoga pelayanan saya dan di apartemen ini memuaskan bagi Nona. Saya pergi dulu," jawab Pak Devgan.

"Iya pak, sekali lagi terimakasih!", ucap Sersi sambil tersenyum.

Pak Devgan pun membungkukkan badan, dan langsung pergi dari sana. Sepeninggal Pak Devgan, Sersi pun masuk ke dalam apartemennya sembari membawa barang belanjaannya ke dalam. Sersi sudah merasa lelah hari ini, dia saat ini hanya ingin segera membaringkan badannya diatas kasur dan ingin segera pergi tidur. Mengistirahatkan badan, pikiran dan segalanya. Esok hari pasti akan lebih berat, karena Sersi akan mencari pekerjaan baru di London ini. Negara yang menyimpan sejuta keindahan, siap menanti Sersi. Esok, lusa, dan hari hari berikutnya.

Chapter 3

Keesokan harinya...

Sersi terbangun dari tidur lelapnya karena mendengar suara alarm dari ponselnya yang telah berbunyi nyaring. Sersi dengan malas bangun dan mengucek matanya beberapa kali, dan mengambil ponsel disamping ranjangnya yang tergeletak diatas nakas.

Waktu baru menunjukkan pukul 5 pagi, tapi Sersi pagi ini harus bangun lebih awal karena hari ini hari yang akan paling berat dia jalani. Selain mencari pekerjaan baru, dia pun harus memikirkan bagaimana bertahan hidup disini jikalau nasibnya kurang beruntung dan tidak berada dipihaknya. Mengingat tabungannya sudah terkuras cukup banyak, untuk membayar sewa apartemen, mengurus passport, dan lainnya. Sersi harus lebih bekerja keras lagi untuk mengisi saldo rekeningnya yang sudah mulai menipis. Ya walaupun tabungannya tidak sampai dia habiskan, tapi tetap saja dia harus berjaga - jaga agar tabungannya jangan sampai habis, jadi dia harus mencari pekerjaan dari sekarang. Karena dia hidup ditempat baru, pasti banyak kebutuhan yang harus dia beli, dia bayar, dan lainnya. Karena dia seorang diri disini, jika dia tidak bekerja bagaimana mendapatkan uang untuk memenuhi biaya hidupnya disini.

Dengan langkah gontai Sersi pergi ke kamar mandi untuk mandi pagi dengan air hangat, diluar hawanya terasa dingin ketika dia menyibakkan selimut dan ketika menginjakkan kaki ke lantai. Ditambah dari hawa dingin AC yang Sersi nyalakan waktu malam hari sebelum akhirnya dia pergi tidur.

Setengah jam berlalu, Sersi telah selesai mandi. Tercium aroma strawberry menguar dari tubuh Sersi yang masih terlilit handuk diatas lutut, dan rambut yang masih basah beraroma marsmellow. Humm, manis. Semanis wajahnya. Kemudian berpakaian, sesopan mungkin karena Sersi akan melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan yang ada di London. Walaupun dia tidak yakin akan mudah diterima, takut mempermasalahkan pendidikannya yang hanya tamatan S1 Manajemen Business.

Sersi sempat merasa pesimis karena hal itu, tapi selagi belum dicoba kenapa harus menyerah sebelum mencoba bukan?

Drrrt.... Drrrrt....

Dering ponsel terdengar, ketika Sersi baru saja selesai merapikan tempat tidurnya. Dan segera meraih ponselnya, lalu melihat id callernya tertera nama 'Cindy' disitu dan Sersi langsung menggeser icon hijau.

[Hai Sersi, selamat pagi? Bagaimana kabarmu pagi ini?!] ~ sapa Cindy.

[Ya Cin, pagiku baik. Dan kabarku lumayan baik.] ~ jawab Sersi.

[Baguslah jika begitu, oh ya kemarin ketika aku menelpon kenapa kamu matikan begitu saja? Apa kamu sedang berbicara dengan seseorang, sudah punya teman barukah disana?] ~ tanya Cindy, karena dirinya masih penasaran dengan dimatikannya sambungan telepon sepihak yang dilakukan Sersi kemarin. Apalagi dirinya mendengarkan suara pria ketika sambungan telepon masih tersambung lalu kemudian diputus.

[Oh itu.. em kemarin aku tidak sengaja menabrak seseorang ketika sedang bertelepon denganmu. Aku ketakutan karena orang yang kutabrak laki-laki berbadan besar, dan kamu tahu tatapannya begitu dingin dan tajam sekali.] ~ jawab Sersi.

[Oh ya? Apakah dia tampan?] ~ kata Cindy.

[Hey, kenapa kamu malah menanyakan dia tampan atau tidak. Kamu ini dasar mendengar lelaki saja, hijau matamu.] ~ jawab Sersi lagi.

Terdengar Cindy tertawa kecil diseberang sana.

[Ya aku hanya penasaran saja, bagaimana kamu bisa tetap beruntung. Disini kamu banyak disukai para pria tampan, bisa bisanya disana juga kamu tetap bertemu dengan pria tampan. Kamu jangan terlalu dingin dan cuek Sersi, sekali kali kamu tampil feminim dan bergaul dengan pria. Tidak bosan sendiri terus, masa sudah hidup 23 tahun masih belum pacaran juga] ~ kata Cindy. Pembahasan yang membuat Sersi malas menanggapinya.

[Aku tidak tahu, dan untuk masalah itu. Aku belum ingin menjalin hubungan dengan seseorang untuk saat ini, aku ingin fokus dulu dengan karirku, tidak berpacaran pun tak akan membuatku mati lemas bukan? Jangan bahas itu lagi Cindy, itu membuatku malas menjawab telepon darimu jika terus menyuruhku untuk dekat dengan pria.] ~ Sersi.

[Iya iya, aku tidak akan membahasnya lagi. Tapi ngomong-ngomong kamu baru saja sampai disana, tapi langsung bertemu sama pria tampan. Apa jangan-jangan itu calon pacar kamu, atau mungkin jodoh kamu Sersi. Wah kalau sampai benar, beruntungnya kamu. Tapi nanti jika kamu sampai menemukan jodoh disana, mungkin kamu akan membuat si tengil Dean patah hati Ser.] ~ celetuk Cindy.

Kening Sersi mengkerut.

[Apa hubungannya Dean denganku? Kami tidak berpacaran dan dia bukan siapa-siapa. Dia hanya temanku Cin, rekan kerja lebih tepatnya. Mana mungkin dia patah hati, suka saja padaku mungkin tidak. Sudahlah jangan mengada-ada, aku hari ini akan sibuk. Kita sudahi dulu saja teleponnya ya.] ~ kata Sersi menutup obrolan.

[Oh iya, tapi sepertinya Dean memang suka sama kamu. Dari cara memandang kamu saja berbeda Sersi,] ~ Cindy cekikikan diseberang sana.

Membuat Sersi memutar bola matanya.

[Sudahlah jangan terus mengejekku, aku tidak akan berpacaran dengannya ataupun menikah dengan Dean. Dia pria buaya yang suka bermain wanita, aku tidak suka pria seperti itu. Aku tidak akan berpacaran tapi langsung menikah dengan CEO pengusaha besar Cindy. Puas.] ~ jawab Sersi.

[Hahaha, iya iya. Ya sudah selamat tinggal ya, semoga dirimu cepat mendapat pekerjaan. Bye.]

[Bye too.] ~ Jawab Sersi.

Dan ...

Klik. Telepon diputus oleh Sersi, selesai bertelepon dengan sahabatnya dia melanjutkan kegiatannya yang tadi tertunda. Dia beranjak dari tempat tidur yang sudah selesai dia bereskan, dan berjalan ke arah meja rias untuk memoles wajahnya dengan makeup tipis agar terlihat lebih fresh.

Tanpa dirinya sadari, hari ini, adalah hari dimana menjadi awal dirinya akan berubah nasib. Hanya karena sebuah ucapan yang dia ucapkan di pagi ini, yang langsung dikabulkan oleh Tuhan.

***

Terik matahari mulai membuat Sersi merasa haus dan kepanasan. Waktu sudah menjelang siang hari, tetapi dirinya masih terus berjalan menyusuri jalan dan mengunjungi beberapa perusahaan untuk memasukkan lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan yang Sersi anggap memiliki potensi yang akan membuat dirinya mendapatkan posisi yang lebih baik dan juga bisa menaikkan financialnya.

Karena gajinya yang cukup besar menurutnya. Dia sudah melihatnya di laman internet yang sebelumnya sudah dia searching.

Siang ini, Sersi masih tidak mau menyerah dengan keadaan. Dia masih terus berjalan mencari gedung - gedung perusahaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Terlihat di depan sana, gedung yang hampir semuanya kaca dan menjulang tinggi dengan kemegahan yang hakiki. Terpampang jelas pula logo perusahaan yang bernama "AR Group".

Tanpa menyia - nyiakan kesempatan, Sersi pun berjalan ke arah gedung AR Group tersebut dan berniat melamar pekerjaan disana.

Karena Sersi tahu, sebelum pergi ke sini. Sersi sudah lebih dulu mencari informasi tentang perusahaan - perusahaan terbaik di London yang memiliki gajih besar dan pamornya yang bagus. AR Group salah satu perusahaan yang paling terbaik nomor 2 di London, yang memiliki CEO paling muda dan paling kaya diantara yang lainnya. Menurut artikel yang dibaca Sersi, CEO dari AR Group ini katanya masih single dan muda baru berumur 27 tahun dan memiliki ketampanan yang luar biasa. Dan istimewanya AR Group ini, mencakup bisnis yang sangat luas. Bergerak di bidang produk obat herbal, produk minuman, property, dan pusat perbelanjaan.

"Maaf, selamat siang!", ucap Sersi ketika sampai di meja resepsionis kantor AR Group.

"Selamat siang nona. Ada yang bisa saya bantu? Atau nona memiliki janji temu dengan seseorang disini?", jawab salah seorang resepsionis itu dengan ramah.

"Tidak, saya tidak memiliki janji temu. Saya mau melamar pekerjaan di perusahaan ini, apakah masih ada lowongan pekerjaan disini?" tanya Sersi penuh harap.

Sang resepsionis pun, tidak langsung menjawab.

"Sebentar Nona, saya cek dulu sebentar ya." ucap sang resepsionis tersebut.

"Oh iya, saya akan menunggu." jawab Sersi, didalam hatinya cemas cemas berharap disini ada lowongan pekerjaan untuk dirinya.

Akhirnya resepsionis pun mengutak - atik komputer di hadapannya sebentar, lalu mendongakkan kembali wajahnya ke Sersi.

"Ada nona. Nona boleh menyimpan syarat lamaran kerja melalui saya. Nanti jika lamaran Nona diterima atau tidaknya, pihak perusahaan akan mengirim ke alamat surel anda Nona." jawab sang resepsionis dengan ramah.

"Oh great! Terimakasih, kalau begitu tolong ini dokumen lamaran saya." jawab Sersi antusias, lalu menyerahkan amplop coklat besar berisi syarat untuk melamar pekerjaan.

"Baik Nona, nanti kami mengabari anda. Tetap pantau email anda Nona, terimakasih!", timpal resepsionis tersebut tersenyum ramah lalu menyimpan dokumen lamaran Sersi ditumpukan dokumen lainnya.

Selesai sudah Sersi berhasil mengirimkan lamaran pekerjaan ke perusahaan yang paling baik ini, Sersi keluar dari gedung AR Group dengan perasaan cerah ceria. Dia berharap semoga dewi keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Sersi pun berniat untuk mencari restoran untuk mengisi perutnya yang sudah lapar ini, sebelum pulang kembali ke apartemennya.

"Wah, Chinese food. I love it!" teriak Sersi. Ketika melihat ternyata diseberang kantor ini ada restoran Chinese food, dia pun segera pergi kesana. Untuk segera makan siang dengan menu andalan favoritnya. Olahan bebek yang sangat memanjakan lidahnya yummy.

***

"Samuel apakah bisnis underground ku berjalan lancar? Tyler mengabari ada apa saja bulan ini?!!", tanya Tuan Muda AR Group yaitu Alexander Rudwig.

"Bisnis underground lancar Tuan, semua aman terkendali. Omset meningkat selama 3 bulan terakhir ini Tuan, dan Tyler mengabari semua aman terkendali." jawab Samuel orang kepercayaan Alex diperusahaan AR Group ini. Juga sebagai pengelola utama bisnis underground milik Alexander.

"Good. Pastikan semuanya selalu terkendali, jangan kecewakan aku Samuel!", timpal Alexander.

"Siap Tuan, saya pastikan semua selalu aman dan omset selalu bertambah", jawab Samuel kepada Alexander.

Alexander hanya memberikan anggukan kepala, lalu dengan isyarat tangan menyuruh Samuel segera keluar dari ruangannya. Samuel pun, bergegas keluar dari ruangan Tuan Mudanya setelah mendapatkan perintah.

Tersisalah Alexander seorang diri di ruangannya, terlihat pria itu kembali berkutat dengan dokumen dokumen yang harus dia pahami dan kerjakan.

Sungguh akan jadi pemandangan yang indah bagi perempuan yang menjadi pasangannya, Tuan Muda yang memiliki paras tampan sempurna mulus tanpa cacat. Pemilik rambut hitam, hidung mancung, dan mata berwarna biru teduh membuat siapa saja jatuh hati ketika melihatnya. Ditambah memiliki rahang yang kokoh, menambah pesona dan ketampanannya.

Kesuksesan Alexander diraih sejak dia masih muda. Saat itu dia masih berumur 23 tahun, lulus kuliah business dengan cumclaude tertinggi di universitas terbaik di London. Yakni di Imperial College London.

Setelah berhasil mendapatkan gelar sarjana, Alex memulai bisnis pertamanya di sektor pangan. Makanan dan minuman adalah bisnis awal yang dia rintis, dengan modal yang dia pinjam dari ayahnya.

Tak disangka, strategi bisnis Alex sangat bagus hingga dia bisa mengepakkan sayapnya lebar - lebar dan bisa mendirikan perusahaan sendiri yang dia berinama AR Group. Dalam waktu 4 tahun saja, Alex berhasil memperluas bisnisnya ke berbagai sektor dan berhasil menggaet para investor.

Bayangkan seorang Alexander dengan usia muda, memiliki perusahaan hak paten sendiri tanpa ada campur tangan keluarga atau saudara. Rekening yang saldonya mungkin tidak terbatas, wow sungguh beruntung wanita yang bisa mendapatkan diri Alexander. Wanita tersebut akan bahagia, dan segala sesuatunya pasti terjamin dengan baik.

Tengah sibuk dengan pekerjaannya, tiba - tiba ponsel Alex berdering. Alex pun mengangkat kepala dan beralih meraih ponsel yang terletak di sebelah telepon kantor, melihat siapa yang menelepon.

Dan tertera id caller disana 'Portland Hospital'.

Tanpa berpikir panjang, Alex pun mengangkat telepon tersebut.

"Hallo!?." kata Alex pertama kali.

"Maaf Tuan Alex, Tuan Alden Rudwig kondisinya makin melemah. Tuan Alden, terus menanyakan anda tuan meminta anda datang untuk menemuinya!?!." suara suster dari seberang sana.

"Oke, saya segera kesana!."

Klik.

Telepon pun diputus sepihak oleh Alex.

Dia pun langsung bangkit berdiri, meninggalkan sejenak pekerjaannya untuk menemui ayahandanya di rumah sakit. Dengan langkah lebar Alex keluar dari ruangannya, dan meminta Samuel untuk menghandle beberapa dokumen yang dia baca tadi.

Sampai di lantai dasar gedung AR Group, Alex lantas keluar dari lift dan langsung keluar dari loby dan berjalan menuju mobilnya yang sedang terparkir. Alex menaiki mobil Bentley Flying Spurs Sedan hitamnya, dan langsung melajukan mobilnya menuju Portland Hospital.

Satu jam berlalu, Alex pun telah sampai dipelataran Portland Hospital. Setelahnya dia pun turun dari mobil Bentleynya dan bergegas masuk ke dalam gedung rumah sakit itu. Alex pergi ke lantai 2 dimana ruangan ayahnya dirawat.

Dentingan lift terdengar, dan pintu lift pun terbuka. Alex langsung keluar dari lift dan berjalan menelusuri lorong rumah sakit, menuju ruangan dimana ayahnya dirawat. Dan ketika sampai di ruangan VVIP itu, Alex langsung masuk ke dalam ruangan ayahnya.

Pemandangan yang terlihat sungguh membuat sisi rapuhnya muncul, seketika aura mencekam, arogan dan dinginnya hilang. Tergantikan dengan rasa kesedihan yang begitu dalam. Sebelum menemui ayahnya, Alex menormalkan raut wajahnya agar ayahnya tak melihat raut kesedihannya.

"Papah..." panggil Alexander pada Alden. Ayahnya yang sedang terbaring diranjang rumah sakit dengan kondisi yang makin melemah.

Alden yang sedang memejamkan matanya pun, perlahan membuka matanya dan mengerjapkan matanya beberapa kali menyesuaikan dengan cahaya lampu yang serasa menusuk matanya.

"Alex.. akhirnya kau datang juga, papah kira kamu tidak akan datang seperti biasanya, karena terlalu sibuk dengan bisnismu yang semakin besar itu." ucap Alden sembari tersenyum.

"Tidak Pah, Alex mencemaskan papah. Walaupun urusan perusahaan masih banyak, tapi Alex serahkan semuanya ke Samuel. Dia bisa handle semuanya. Papah paling penting bagi Alex, kesehatan papah menurun. Papah jangan banyak memikirkan hal yang berat, supaya kesehatan papah tetap stabil." ucap Alex kali ini sangat mengkhawatirkan sekali ayahnya yang semakin kurus dan pucat.

"Dan aku minta maaf pah, jika akhir-akhir ini aku jarang mengunjungi papah dirumah sakit. Ya papah tahu, persaingan bisnis semakin ketat dan banyak yang ingin menjatuhkan bisnisku. Jadi aku harus menyelesaikan semuanya untuk menjaga bisnisku tetap stabil dan aman." ucap Alex sembari duduk disisi ranjang dekat ayahnya disertai dengan raut wajah sedihnya.

Alden hanya tersenyum. Sebenarnya dia tidak mempermasalahkan hal itu, hanya saja Alden ayahnya Alex merasa dirinya tidak akan lama lagi dia hidup didunia ini. Jadi dia harus memberitahukan keinginan terakhirnya pada anak sulungnya itu, sebelum kondisi dirinya kian memburuk. Sebelum masa-masa kritisnya dia ingin melihat Alex menunaikan keinginannya yang terakhir.

"Ya its oke Alex. Papah paham, AR Group perusahaan pribadi kamu. Kamu hebat bisa mendirikan perusahaan sendiri, tanpa campur tangan papah maupun oranglain. Tapi papah ingin membicarakan suatu hal penting yang harus kamu penuhi." kata Alden Alfarez Rudwig dengan serius.

"Hal penting?," ucap Alex sambil menautkan alisnya merasa heran, dan bingung. Hal penting apa, yang akan dibicarakan ayahnya.

"Iya Alex. Kamu tahu, kondisi papah semakin buruk dari hari ke hari. Terapi dan operasi tidak dapat menyembuhkan penyakit kanker selaput otak papah. Papah rasa, waktu hidup papah tidak banyak. Sebelum papah meninggal, papah ingin kamu memenuhi satu hal keinginan yang sangat papah harapkan kamu bisa memenuhinya ka.. " belum sempat meneruskan ucapannya. Ucapan Alden dipotong oleh Alex.

"No Pah. Papah akan sembuh, percayalah. Papah hanya perlu waktu lebih lama untuk berobat, aku percaya papah akan sembuh dan sehat seperti dulu lagi. Jangan bicara seperti itu pah, Alex dan Sofia masih butuh papah!." timpal Alex mulai resah akan ucapan ayahnya, yang seperti akan menyerah dengan perjuangan hidupnya.

"Alex, Papah hanya manusia biasa. Tuhan yang membuat papah bisa hidup sampai sekarang, dan tuhan juga yang mengambil papah pulang. Dan papah tidak tahu itu kapan?

Tapi, Papah sudah tidak memiliki lagi harapan hidup dan sembuh Alex. Penyakitku sudah akut, mungkin aku akan mati besok, lusa atau kapanpun. Jadi aku harus memulai persiapan untukmu dan adikmu sebelum aku pergi dari dunia ini!." jawab Alden sambil menatap nanar ke langit - langit ruangan kamar inapnya.

Alex tidak menjawab. Dia hanya menatap ayahnya lekat, kini di dalam pandangannya. Ayahnya semakin kurus, dan sedikit berantakan. Rambut yang sudah tidak ada akibat efek samping dari terapi yang dilakukan untuk pengobatan ayahnya, dan warna kulit wajah dan seluruh tubuhnya yang semakin pucat seperti vampir. Membuat Alex, mengkhawatirkan kesehatan sang ayah.

"Alex..." panggil Alden, karena melihat putra sulungnya tengah terdiam mematung tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Ya Pah...", jawabnya lembut.

"Alex Papah akan mempercayakan perusahaan A2 Corporation kepada kamu, dan tolong jaga Sofia. Papah sudah mewasiatkannya ke Mark jika papah meninggal nanti. Kamu yang akan langsung jadi pemilik serta pemimpin perusahaan A2 Corporation. Dan ada satu hal lagi, yang papah inginkan dari kamu Alex. Mungkin ini cukup berat bagimu, tapi ini yang satu-satunya papah ingin sekali melihatnya." Kata Alden menatap wajah anak laki-laki satu satunya, dengan lekat dan penuh harap.

"Sebelum papah meninggal, aku ingin melihat kamu menikah Alex. Usiamu sudah 30 tahun, diusiamu yang sekarang dirimu sudah matang untuk menikah. Papah ingin memiliki menantu terlebih dahulu.." ucap Alden serius dan tegas. Penuh harap, agar Alex sanggup mewujudkan harapan terakhirnya.

Dan Alex yang mendengar perkataan ayahnya, seketika terdiam tidak menjawab maupun melakukan isyarat tubuh lainnya. Hanya raut wajah yang sulit untuk diartikan, seperti sedang berbicara dengan batin sendiri. Ini sebuah permintaan, yang agak berat Alex wujudkan. Mengingat dia tidak pernah bermain wanita, dan sulit untuk jatuh cinta.

'married? With who?' batin Alex bermonolog.

'kenapa papah menginginkan permintaan yang sulit aku wujudkan, oh ya Tuhan'.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!