Ayo! Ayo! Ayo!
Teriakan penyemangat membuat dua pengendara yang sedang bersiap diatas motor menjadi lebih bersemangat.
Mereka sama-sama mengeluarkan banyak asap dari masing-masing tunggangan mereka. Saling memperlihatkan keangkuhan dan mengintimidasi satu sama lain.
"Cih! Aku tidak akan kalah dengan orang bisu seperti dia" desis seorang laki-laki sambil melirik lawannya.
Seseorang yang menjadi pusat perhatian musuhnya itu hanya terdiam. Tatapan matanya tajam dan hanya tertuju pada jalanan beraspal yang terlihat sedikit gelap dihadapannya. Arena balap liar ini sudah seperti taman bermainnya.
Dari dalam helm berwarna hijau machanya, orang yang dijuluki pangeran bisu itu nampak bosan dengan balapan liar kali ini.
Sementara lawannya malah terlihat sangat tertarik dan antusias melawan pangeran bisu yang terkenal tidak pernah kalah semenjak kemunculannya 3 tahun yang lalu.
"Bersiap"
Seorang perempuan yang memakai baju seksi compang campingnya begitu semangat dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.
"Mulai!"
Dengan suara gemulai, perempuan tadi menurunkan tangannya. Dan kedua pembalap liar tadi menggeber motornya dengan kecepatan tinggi.
Tidak disangka pangeran bisu langsung memimpin dengan motornya yang terbilang lebih jelek dari si lawan, tapi masih tergolong bagus.
Tanpa ada sesi saling menyalip, pangeran bisu menang telak dari lawannya dengan jarak yang sangat jauh.
"Pangeran kereeeen" sorak sorai mulai terdengar dari para penonton.
"Pangeran mau kah kau berkencan denganku?"
Si pangeran bisu menepikan motornya, membuat lebih banyak perempuan berkerumun kearahnya. Mereka saling berdesakan untuk melihat sang pangeran.
Orang yang sedari tadi dielu-elukan itu membuka helmnya, membuat sekelompok perempuan berteriak histeris. Mereka terpesona dengan ketampanan sang pangeran.
Kulit putih dan wajah tampan yang sedikit cantik, membuat kaum hawa rela bertekuk lutut dihadapannya. Rambutnya cukup panjang untuk seorang laki-laki, menambah kesan maskulin yang unik. Tubuh setinggi 175 cm itu dianggap pas untuk ukuran laki-laki normal.
Raut wajahnya yang selalu datar menambah kesan keren yang sulit untuk dijelaskan.
"Harap minggir, pangeran ingin istirahat dulu ya" Seorang laki-laki mencoba menghalangi para fans perempuan untuk mendekati si pangeran. Ia memaksa mereka untuk mundur dan memberikan ruang untuk sang pangeran.
Dia adalah Soni, laki-laki yang selalu terlihat bersama pangeran. Soni juga selalu menyebut kalau dia adalah manager sang pangeran bisu. Karena keberadaannya lah, orang-orang bisa mengetahui maksud pangeran. Sekali lagi, pangeran itu tidak pernah bicara, lalu siapa yang akan menerjemahkan maksudnya?
"Pangeran bisu, jadi ini ya"
Fans perempuan yang tengah mengerumuni pangeran bisu memberi jalan pada seseorang. Dia adalah Vanya, perempuan paling cantik yang berada area balap. "Tampan sekali" pujinya didepan pangeran.
"Vanya, sebaiknya kau jangan mendekati pangeran, dia tidak suka" Soni, manager abal-abal milik pangeran mulai menunjukkan sikap profesionalnya.
"Tidak ada yang tidak terpikat padaku Soni" Vanya membelai dagu Soni, dan langsung membuat playboy cap kampak itu tak berdaya.
Kewaspadaan Soni dibuat bocor dengan mudahnya oleh Vanya, dan gadis seksi itu berhasil mendekati pangeran.
Pangeran bisu masih terdiam, dia tidak menunjukkan ekspresi yang sama dengan Soni saat melihat Vanya mendekatinya.
Entah urat ekspresinya itu tidak berfungsi, atau memang dia tidak tertarik dengan Vanya, si cantik yang terkenal sebagai 'hadiah' untuk pemenang balapan liar.
"Julukanmu pangeran? Memang tampan" Vanya mengusap bahu sang pangeran yang masih tidak bergeming.
"Bagaimana malam ini kita bertemu di hotel? aku yakin kau sebenarnya tidak bisu. Dan mari kulihat kemampuanmu dibidang yang lain" Vanya mengedipkan mata dengan ekspresi menggoda menunggu jawaban sang pangeran.
Tanpa diduga pangeran itu mengangguk, membuat semua orang yang melihat terkejut.
"Memang setahan-tahannya seorang laki-laki pasti akan luluh dengan seorang Vanya" seseorang berseru.
Dalam riuhnya kehebohan semua orang, sang pangeran diam-diam tersenyum sinis.
Bodohnya mereka
❀
Beberapa jam kemudian, gerombolan penonton balapan liar mulai membubarkan diri. Mereka takut jika terlalu lama berkerumun akan menarik perhatian polisi.
Soni secara diam-diam mengajak pangeran bisu bicara berdua.
"Kau menambah masalahku saja! kenapa malah menerima ajakan Vanya?" Soni mondar-mandir dengan gelisah. Dia tidak tahu bagaimana mencari solusi dari masalah ini.
"Apa otak manusiamu berubah menjadi otak udang?" pangeran bisu akhirnya bersuara. "Jika aku menolaknya, lama kelamaan semua orang akan curiga kalau aku sebenarnya adalah perempuan"
Fakta memang cukup menyakitkan. Pangeran bisu yang selama ini diidam-idamkan oleh seluruh perempuan di area balap liar ternyata seorang perempuan tulen.
"Tapi kan-" suara Soni yang hendak protes langsung di sela oleh pangeran.
"Kau saja yang tidur dengan Vanya, dan berikan aku bonus lebih" sang pangeran kembali menebar senyuman licik. "Membuatku berlomba di hari senin, aku juga harus mendapat lebih banyak gaji"
"Tapi kau mempersulitku!" Soni masih tidak terima.
"Aku menguntungkanmu dasar bodoh!" pangeran bangkit dari posisi jongkoknya lalu melepas ikatan rambutnya.
"Kau ini-" Soni ingin protes lebih banyak, tapi pangeran kembali menyelanya.
"Urus Vanya untukku, selamat tinggal" pangeran yang sebenarnya adalah seorang perempuan itu pergi. Dia pulang sambil berjalan kaki seperti biasa.
Mungkin jika orang-orang dari balap liar tadi melihatnya sekarang, pasti mereka tidak akan bisa menebak kalau dialah sang pangeran yang dielu-elukan.
❀
"Yve!!! sudah kuduga kamu balapan liar lagi! bukankah sudah kubilang berkali-kali, jangan balapan lagi!"
Seorang perempuan yang terlihat imut dengan rambut sebahunya, nampak marah sekaligus khawatir dengan gadis yang ia panggil Yve itu.
"Lagipula aku tidak akan mati, jadi jangan khawatir"
"Yve!!!"
Mengacuhkan teriakan bossnya, Yve memilih langsung memasuki ruang ganti pegawai.
Yvenia Guilietta, atau kerap dipanggil Yve, merupakan seorang perempuan dengan tinggi badan 175 cm. Hobinya adalah balapan liar dan minum minuman keras.
Dia akan mabuk berat saat waktu gajian tiba, menghabiskan setengah gajinya untuk membeli minuman.
Dan kebiasaan yang tidak bisa ia tinggalkan adalah merokok. Rasanya itu sudah seperti keharusan dalam hidupnya.
"Yve, aku serius, kamu harus dengarkan aku" perempuan imut sebelumnya mengikuti Yve ke ruang ganti pegawai. Dan dia masih belum berhenti mengomel.
"Iya aku mengerti, balapan itu bahaya, minuman keras itu bahaya, dan merokok itu bahaya" Yve mengulang kata-kata bossnya yang sering menasehatinya setiap hari.
"Yve! Aku serius!"
"kak Tina" Yve membalikkan badan dan tersenyum dengan lembut. "Terimakasih nasehatnya"
Yve kemudian kabur secepat mungkin. Dia tidak ingin mendengar ceramah pagi dari bossnya.
Orang yang senantiasa memperhatikan Yve itu bernama Tina. Dia adalah boss, teman, sekaligus keluarga bagi Yve. Itu karena Yve tidak mempunyai keluarga untuk bisa dianggap.
Dulu, Yve yang sebatang kara berjalan tak tentu arah di malam hari, lalu ditemukan oleh Tina. Dan perempuan baik itu mengajarkan Yve bagaimana caranya bekerja, menyekolahkannya, dan memperbolehkan Yve tinggal di cafe miliknya.
Setiap hari sepulang sekolah, Yve akan membantu Tina mengurus cafe. Dan dari pekerjaannya itu, Yve mendapat upah bulanan yang akan dia pakai untuk menambah uang saku.
Tina bersikap seperti kakak yang baik bagi Yve. Meskipun Yve cukup keras kepala jika dinasehati, tapi Tina tidak kenal lelah untuk menyadarkan gadis cantik yang sudah ia anggap seperti adik sendiri itu.
Tidak terasa sudah 5 tahun mereka bersama.
Hari berlangsung dengan cepat. Dinginnya malam mulai menembus kulit dan menusuk tulang sampai ke sumsumnya.
"Apa kau kedinginan?"
Tina bertanya dengan wajah khawatir. Dia akan menjadi kakak yang sangat perhatian ketika melihat adik tak kandungnya sedang kesusahan.
"Ya"
Yve menjawab singkat, dengan kedua tangannya masih rajin mengelap meja.
Sekarang adalah waktunya cafe tutup. Tina sudah akan pergi dari cafe sebelum perasaan sebagai kakaknya muncul dan merasa iba pada Yve, yang harus tinggal sendirian didalam cafe dengan cuaca dingin.
"Yve, menginaplah di rumahku. Malam ini sangat dingin, dan aku mengkhawatirkanmu" Tina sedikit mendongak untuk menangkap ekspresi di wajah Yve.
"Tidak mau"
Masih dengan jawaban singkat dan ekspresi acuh tak acuhnya, Yve kembali melanjutkan acara bersih-bersih cafe.
"Tapi-"
"Jangan pedulikan aku"
Yve mulai membungkus plastik besar sampah dan mengikatnya. Ia akan membuang sampah seperti biasa, dan merokok 2 batang di dekat bak sampah.
"Baiklah... tapi jangan tidur terlalu larut. Setelah membuang sampah langsung masuk lagi ya"
Tina akhirnya mengalah, dia mengeluarkan beberapa kalimat perhatiannya, sebelum akhirnya benar-benar pergi dari cafe.
Seperti kegiatan sehari-hari, Yve sudah hafal di luar kepala tentang apa saja yang akan ia lakukan setelah ini.
Setelah mengunci pintu depan, Yve bergegas menuju pintu belakang untuk membuang sampah.
Pemandangan yang terlihat setelah membuka pintu belakang adalah gang sempit tempat biasanya orang-orang di cafe nya mengirim barang.
Gang kecil ini juga terhubung dengan beberapa jalan kecil lainnya di balakang gedung sekitar.
Setelah menaruh sampahnya. Yve mengeluarkan sebatang rokok dan mulai menyalakannya. Asap rokok yang keluar dari bibir kecil gadis itu beradu dengan dinginnya malam.
Yve menyandarkan punggungnya ke tembok, dan kembali menikmati rokoknya. Pikirannya menjadi tak karuan di saat-saat seperti ini.
Di otaknya penuh dengan banyak hal, mulai dari sekolahnya, balapan liarnya, dan... keluarganya.
Yve kembali menghisap rokoknya, dan mengeluarkan asap putih keloter selanjutnya. Bau bakaran rokok yang khas bercampur dengan mint yang merupakan rasa yang tertulis pada bungkusnya.
Hidupku membosankan
PRANG!!!
Suara barang-barang yang berjatuhan memecahkan sunyinya malam.
Kepala Yve tertarik untuk melihat sekeliling. Suara itu sepertinya tidak jauh dari tempatnya berdiri. Tapi karena gang sempit itu tidak memiliki lampu, jarak pandang Yve menjadi terbatas.
Selang beberapa detik suara derap kaki dari banyak orang mulai terdengar.
Kini Yve memaksa indra pendengarannya bekerja lebih keras, dan dengan kewaspadaan yang tinggi, Yve bersiap untuk apa saja yang akan mengejutkannya dari balik tirai kegelapan di hadapannya.
"Tolong aku!" seorang laki-laki keluar dari balik tirai kegelapan. Dia berjalan terhuyung-huyung kearah Yve. Tapi api harapan dimatanya padam seketika saat melihat satu-satunya orang yang ia temui hanyalah seorang gadis lemah.
"Sial" desisnya memandang Yve. Masih dengan suara serak yang dipaksakan, dia kembali membuka suara. "Pergi! pergi! atau gadis sepertimu akan melihat sesuatu yang sangat sadis"
Yve ingin tertawa mendengar itu, tapi ia menahannya agar pikiran laki-laki tadi terus berkembang biak.
"Cepat pergi! aku hampir tidak bisa menjaga diriku sendiri, apalagi menambah beban orang sepertimu, gadis kecil" kini laki-laki itu berkata dengan terburu-buru.
Yve hanya mengangkat sebelah alisnya dan menatap remeh kearah laki-laki yang kini sudah berada dihadapannya.
Drap! drap! drap!
Entah sejak kapan, ada banyak orang berpakaian rapi mulai mengelilingi Yve dan si laki-laki misterius. Mereka semua membawa senjata. Dan beberapa dari mereka memiliki memar di beberapa bagian tubuh. Mungkin suara yang sebelumnya terdengar adalah perkelahian mereka.
"Kau tidak bisa lari lagi!" salah satu orang yang membawa pistol mulai berteriak. Suaranya yang besar menggema di dalam gang dan tenangnya malam.
Mereka semua memakai jas rapi. Apakah suruhan orang kaya?
Yve meneliti satu demi satu orang di sekitarnya. Dia tidak memiliki rasa takut sama sekali sekarang.
"Siapa yang dibelakangmu itu?!"
"Dia tidak ada hubungannya!" laki-laki di awal merentangkan tangannya seolah memberikan barikade untuk Yve. Tentu saja itu tidak akan berguna jika seandainya gerombolan orang ini menyerang.
Yve masih dengan tenang mencoba memproses apa yang terjadi.
Seorang laki-laki misterius dikejar oleh segerombolan orang berpakaian rapi. Apakah orang yang dikejar itu sangat kaya?
Senyum Yve mengembang. Otaknya sangat cepat jika memproses masalah uang dan benda berharga lainnya.
"Aku bisa membantumu" Yve berbisik seperti ular yang menemukan mangsa kearah laki-laki misterius tadi.
"Kau? jangan bercanda!"
Seorang gadis dengan memakai baju pelayan berkata ingin menyelamatkanku? dari gerombolan orang yang bahkan jumlahnya lebih dari 10? Lelucon apa yang dia mainkan?
Yve menaruh tangannya di pundak laki-laki dihadapannya, lalu ia mendorongnya kebelakang. Menggantikan posisi pelindung yang beberapa menit lalu seperti hendak menyelamatkannya.
Untung saja kak Tina tidak memberikan seragam dengan rok
Entah ini waktu yang tepat atau tidak, tapi Yve mulai mensyukuri ide bossnya itu.
"Jangan ikut campur gadis kecil!" salah satu pria berpakaian rapi meraung dengan penuh amarah.
"Aku punya senjata tidak ya" perkataan santai yang keluar dari mulut Yve membuat para pria di depannya langsung bersikap sianga.
"Ops! cuma serbet" Yve mengangkat serbet yang sedari tadi menggantung di saku celananya.
wung!
Yve melempar serbet itu kearah gerombolan pria dengan persenjataan lengkap.
Karena insting dan kehati-hatian yang tinggi, para pria itu langsung membidik serbet dengan bodohnya.
Belum sempat sadar dari serbet yang mengambang di udara, Yve sudah berdiri di belakang salah satu orang yang tak jauh darinya. Dia mencekik orang itu hingga secara tidak sadar melepaskan pistol di tangannya.
Pistol yang sekarang tak bertuan itu, langsung diambil alih oleh Yve, mengangkatnya dengan kaki ramping miliknya. Dan sekarang gadis itu memiliki sebuah pistol.
Puk!
Serbet sudah jatuh diatas tanah yang dingin.
Dengan nekat, Yve melayangkan sebuah tembakan ke salah satu orang yang mengincarnya. Dan kena!!!
Dor!
Orang lain membak Yve, tapi masih kalah cepat oleh gadis itu yang sudah membungkuk terlebih dahulu. Dan tembakan itu malah mengenai komplotannya sendiri.
Orang-orang mulai berjatuhan, dan darah yang menggenang jadi lebih banyak. Lucu sekali karena itu perbuatan dari teman mereka sendiri.
Dengan cekatan, Yve menyambar sebuah pistol lain yang pemiliknya sudah meregang nyawa terlebih dahulu. Gadis mematikan itu sekarang memiliki 2 pistol ditangannya.
Dor! dor!
Yve melayangkan tembakan dengan asal, lalu kembali berjongkok. Ia melakukan itu berkali-kali agar tidak terkena tembakan. Meskipun serangannya asal-asalan tapi dia yakin setidaknya itu bisa membuat musuhnya terluka.
Semakin banyak yang tersingkir semakin susah. Karena Yve tidak bisa bersembunyi di belakang orang-orang seperti sebelumnya.
Dor! dor!
Sekarang hanya tersisa 3 orang saja. Itu mudah. Karena setelah ini hanya akan berakhir seperti perkelahian jalanan yang biasa Yve alami.
"Di-dia menyeramkan!" salah satu dari ketiga orang yang tersisa sudah tidak memiliki keberanian lagi, dan dua orang disampingnya sepertinya juga sama. Itu terlihat jelas dari tatapan matanya yang kosong.
Dor! dor! dor!
Yve menoleh. Itu bukan tembakan darinya.
Laki-laki yang meminta pertolongan di awal lah yang melakukannya. Dia memakai senjata dari beberapa mayat yang berserakan.
"Aku hampir tidak percaya. 13 orang bersenjata lengkap, kalah dengan seorang gadis dan serbetnya" laki-laki tadi tertawa dengan aneh.
"10 orang. Karena ketiga orang ini bukan aku yang membereskannya" Yve melemparkan pistol ditangannya dengan jijik, lalu menatap laki-laki yang diselamatkannya.
"Jadi... bisa kita bahas bayarannya?" senyuman dari seorang gadis yang baru saja membunuh orang, terasa sangat menyeramkan.
"Jadi apa yang kau inginkan?"
Laki-laki itu bertanya sambil membenahi jas rapinya. Matanya sayu menahan rasa sakit dari pelipisnya yang masih mengeluarkan darah, tidak membuatnya menghentikan tatapan tajam kearah Yve.
"Hanya beberapa juta saja tuan" Yve berbicara layaknya melayani pelanggan seperti saat bekerja di cafe.
"Tuan? sebutan yang bagus" tiba-tiba laki-laki itu mulai terlihat sombong dan memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku.
"Sebentar lagi para pengawalku akan datang dan membayarmu. Tadi aku terpisah jalan dengan mereka" kembali laki-laki itu menunjukkan sikap angkuh.
Yve tersenyum dan lagi-lagi menyusun rencana kotor lainnya. Kau pikir, aku hanya ingin itu? orang kaya sepertimu sungguh sial karena bertemu denganku.
Laki-laki itu tiba-tiba meringis kesakitan sambil memegang pelipisnya. Yve hanya melihatnya dengan wajah dingin.
"Tuan, sudah terlambat untuk berpura-pura sakit sekarang" Yve mendongak, dan memperlihatkan lehernya. Sikap mengancam ini adalah andalannya.
"Aku serius, ini sakit" dia terduduk diatas tanah sambil memegang kepalanya.
Jeh! aku tidak akan mengurusmu meskipun kau titisan dewi Fortuna
Yve baru ingat sesuatu, rokoknya tadi masih menyala dan hilang dari jepitan jarinya. Dia celingukan mencari rokok itu diantara para mayat. Belum ada setengah dia menghisapnya, dan sekarang hilang percuma.
"Mencari ini?" sebuah tangan dengan rokoknya masuk dalam penglihatan Yve.
Gadis itu mendongak dan mendapati seorang pria dengan tubuh kekar berada dihadapannya.
"Beng, kau lama sekali" laki-laki yang sebelumnya Yve panggil tuan itu, menyapa pria kekar dihadapannya dengan santai.
"Maaf tuan, lalatnya tadi banyak sekali" pria itu berkata dengan nafas yang sedikit berat. Sepertinya dia habis dikroyok dan terlibat pertempuran yang cukup sengit.
Yve mengambil rokoknya dari tangan pria itu tanpa mengatakan sepatah katapun, lalu ia berjalan dengan santai ke sisi laki-laki sebelumnya.
"Jangan mendekati tuan!" sekarang Pria kekar itu meneriaki Yve.
"Tidak apa-apa Beng. Dia yang menyelamatkanku" ucapan dari si laki-laki misterius sukses membuat pria itu melongo, matanya melotot seperti akan keluar dari kepalanya.
Tak lama gerombolan orang-orang mulai berdatangan. Bajunya terlihat senada dengan milik pria kekar tadi. Jadi pasti ini anak buahnya.
"Tuan" gerombolan itu membungkuk bersamaan, seolah-olah itu adalah latihan koreografi yang sudah lama mereka latih.
Yve masih tidak berkata apapun. Dia memandang remeh orang-orang yang kini membungkuk dihadapannya.
"Sudahlah, lagipula mereka semua sudah mati" suara tegas yang masih terkesan lembut itu keluar dari laki-laki disampaing Yve.
"Tuan, apakah itu benar? gadis ini yang... " pria yang disebut Beng itu masih tidak percaya dengan ucapan tuannya yang terdengar mustahil.
"Kalian lebih tidak percaya lagi, kalau kubilang dia melawan mereka bermodalkan serbet"
Yve mengangkat sebelah bibirnya, tersenyum dengan adidaya namun terkesan misterius.
Orang-orang dihadapannya menelan ludah ketakutan dan menatap Yve tak percaya.
"Berikan dia imbalan-"
Duakkk
Bruk
"Kau-" Beng hendak meraung saat melihat kelakuan Yve.
Gadis itu menendang punggung si tuan laki-laki, lalu memelintir tangannya kebelakang. Membuatnya tak bisa bergerak.
"Keterlaluan!" salah satu anak buah Beng membidik Yve dengan pistolnya.
"Jangan tembak!" teriakan laki-laki dipitingan Yve menggema. "Apa maumu?" dia mengalihkan pandangannya kearah Yve.
Setelah memastikan posisinya aman, Yve membuka suara. "Aku ingin banyak uang, bir, dan motor baru"
Semua orang yang mendengar itu menggeleng tidak percaya. Seorang gadis memalak tuan mereka di depan mereka, para pengawalnya.
"Jadi itu alasanmu membantuku?" laki-laki itu menatap Yve dan mencari jawaban diantara kedua mata gadis itu.
"Tentu saja. Kau pikir aku pahlawan pembela kebenaran?"
"Tuan, ijinkan aku membunuhnya" tangan Beng sudah gatal hanya dengan melihat gadis kecil itu pamer keahlian.
"Berikan saja apa yang dia mau" ucapan itu terdengar indah di telinga Yve.
"Tapi tuan," Beng masih tidak setuju.
"Berapa yang kau mau?"
Mata Yve menjelajahi setiap pakaian pengawal laki-laki ini. Dia bermaksud menebak seberapa kaya orang ini untuk dimintai uang. Dan berapa kalipun dilihat, mereka memakai setelan jas rapi yang menandakan tuannya bukan orang sembarangan.
"Uang 100 juta, 2 krat bir, dan motor sport keluaran terbaru" kata Yve santai.
"Apa kau gila?!" Beng kembali meneriaki Yve. Sepertinya pita suaranya sangat tebal hingga dia tidak takut membuatnya putus.
"Aku bisa memberikan uangnya sekarang, tapi bir dan motor harus dikirimkan besok"
Ingin mencoba berunding denganku?
Yve menghela nafas dengan kasar. Pikirannya penuh pertimbangan. Bagaimana kalau orang ini berbohong? dan tidak membawakan apa yang kuminta?
"Baiklah" ucap Yve setelah terdiam beberapa saat. "Tapi aku ingin uang muka"
Yve melirik orang-orang dihadapannya dan mulai menggunakan nada suara tinggi, "kalian! cepat keluarkan semua rokok yang kalian punya, sekarang!"
"Hah?! memangnya kau siapa?" Beng ingin mencari gara-gara dengan Yve.
"Patuhi saja!" tuan mereka lagi-lagi membela Yve.
Dengan malas orang-orang itu mengeluarkan semua rokok yang mereka punya.
Akhirnya aku bisa mencoba rokok dengan merk mahal
Yve tersenyum tipis. Membayangkan hadiah-hadiah yang akan ia dapatkan setelah ini.
Gadis itu juga akan mendapatkan motor baru. Ia semakin mantap ingin menantang Nord, rajanya balapan liar. Pertandingan Raja melawan pangeran, hanya dengan membayangkan itu membuat Yve ingin melompat kegirangan sekarang.
Tapi... ada satu hal yang mengganjal pikirannya dari tadi. Kenapa dia menuruti permintaanku? sejauh ini dia tidak menentang apapun. Oke itu mencurigakan.
"Siapkan uangnya" perintah si laki-laki, dan Yve masih belum berniat melepaskannya sebelum ia memegang uang 100 juta.
"Dimana aku harus mengirimkan motor dan bir?" laki-laki itu kembali menoleh kearah Yve.
"Besok siang, tepat di jam 12. Aku akan berada disini" Yve memicingkan matanya dengan tajam. "Dan jangan berpikir untuk berbuat curang dengan menyuruh pengawalmu mengroyokku" tatapan Yve berubah menjadi ancaman.
"Aku tidak akan melakukannya. Besok kita bertemu disini"
❀
Sinar matahari belum sepenuhnya terlihat. Langit masih berwarna jingga dan sedikit demi sedikit menyapu warna hitam yang sudah selesai melakukan tugasnya.
Tina sudah berada di dalam cafe. Bersiap untuk jam buka cafe yang tinggal beberapa menit lagi.
Dia ingin sekali melihat Yve sekarang, tapi ia tahu jelas kapan gadis itu bangun. Sekarang mungkin orang yang ia maksud sedang menjelajahi dunia mimpi yang indah. Tina jelas tidak ingin membangunkannya.
Karena ada sisa sampah yang belum dibuang, Tina bermaksud membuangnya sendiri dan mengarah ke pintu belakang.
"Aaaaaaaa!!!"
Yve terperanjat kaget. Ia hampir melompat dari atas kasur setelah mendengar teriakan histeris dari Tina.
Kak Tina?
Suara itu... dari arah pintu belakang!
Dengan perasaan cemas yang merambat ke seluruh tubuhnya, Yve berlari kearah pintu belakang secepat mungkin. Tubuhnya yang masih lemas karena baru saja bangun tidak dihiraukannya.
"Ada apa kak Tina?!" Yve langsung mendekati perempuan imut itu dan mengecek tubuhnya.
"Tidak apa-apa, maaf membangunkanmu Yve" ekspresi bersalah Tina terlihat jelas, kemudian kembali berkata. "Cctv disini rusak"
"Jadi... kau berteriak karena cctv rusak?" Yve kembali meyakinkan Tina. Dan perempuan itu mengangguk dengan mantap.
"Tidak terkejut karena mayat?" Yve mengangkat sebelah alisnya.
"Mayat? mayat apa?" Tina memiringkan kepalanya dengan bingung.
Yve baru menyadari kalau gang di depan mereka sangat bersih. Tidak ada mayat, bahkan bekas darah yang menggenang pun tidak ada. Bagaimana bisa membersihkan bekas darah sebanyak itu?
Mungkin mereka... memang bukan orang sembarangan
Yve melirik cctv yang rusak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!