Pintu kamar terbuka, nampak seseorang terlempar hingga jatuh di ranjang.
"Tidak..., tidak...!!!.",
"Sean, jangan lakukan ini.",
"Aku, mohon jangan!!.",
Nampak seorang wanita memohon pada seorang laki-laki yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Ellyana, bilang kau yang mengenalkan mereka bukan?!.", tanyanya, yang kini sedang menjambak rambut Cellya.
"Itu kejadian sudah lama. bahkan kita, sendiri yang mengenalkan mereka.", jawabnya. raut wajahnya, nampak menahan rasa sakit di kepala karena tarikan di setiap ujung rambutnya.
"Bohong!!...," bentaknya.
Tangannya menghempaskan rambut beserta empunya hingga jatuh tergeletak di ranjang.
Cellya meringis, tapi tak berani menangis. ia tidak ingin Sean semakin terpancing emosi dan menghajarnya ketika mendengar suara Isak tangisnya.
"Berulang kali kau, membohongiku. kau mengatakan, kita saling mencintai sejak kecil, lalu kita bertunangan sebelum aku, kuliah ke London. dan yang terakhir, kau bahkan mengatakan bahwa kita sudah sah menikah dan menunjukkan bukti buku pernikahan pada ku.",
"Sebenarnya, apa mau mu?!.",
"Sedari dulu aku, hanya mencintai Ellyana.", sambungnya.
"Tapi itu semua benar. kisah itu, moment itu, dan akta pernikahan itu. tidak ada yang bohong ataupun di rekayasa. ibu, ayah bahkan kedua orang tua ku sudah menjelaskan dan mengatakan padamu. tidak ada yang membohongimu.", jawab Cellya.
"Oh ya?!.", ucap Sean. ia nampak mendekat kan wajah nya pada Cellya. membuat wanita itu nampak khawatir akan perlakuan selanjutnya yang akan ia terima.
"Aku, membencimu!!.", teriaknya tepat di depan wajah Cellya, sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan gadis itu yang kini tengah menangis sedih sepeninggal Sean.
Sean, lelaki yang sudah lebih dari setahun resmi jadi suaminya itu, telah kehilangan ingatannya. Tidak ada yang tersisa, ingatannya hilang begitu saja.
Padahal sebelum pergi ke London, mereka sempat mengikrarkan janji setia, sumpah pernikahan yang di gelar secara khidmat di sebuah gereja.
Hanya ada mereka, kedua orang tua dari para mempelai, keluarga dan kerabat dekat.
Acara sakral itu di laksanakan secara mendadak begitu, Sean di terima di universitas London.
Alasannya, Sean tidak mau meninggalkan Cellya tanpa sebuah ikatan pasti, mengingat mereka akan berpisah lama untuk menempuh kuliah masing-masing.
Juga berjaga-jaga agar Cellya tidak di ambil orang lain.
Selesai ikrar janji suci, mereka hanya menikmati waktu seminggu menjadi suami istri yang sesungguhnya sebelum, akhirnya Sean benar-benar pergi untuk kuliah, menempuh pendidikan sesuai keinginan orang tuanya.
Bila memungkinkan, saat libur semester mereka akan saling bergantian mengunjungi satu sama lain.
Terkadang, Sean yang harus pulang ke Indonesia untuk menemui Cellya sekaligus mengunjungi keluarganya. tak jarang pula, Cellya yang harus terbang ke London untuk melepas rindu pada suaminya.
Namun, semua berubah setelah kecelakaan itu. Sean, tak lagi mengingatnya. bahkan, keluarga nya harus berulang kali mengenalkan diri padanya, agar ia yakin bahwa mereka adalah keluarga.
Emosi Sean tak stabil, mudah marah dan tidak terkendali. ia menganggap saudara kembar Cellya, Ellyana sebagai calon istrinya.
Padahal, bila di perhatikan dengan seksama. mereka bukanlah kembar identik.
Cellya, lebih mirip papanya. dengan pipi tirus, mata coklat di sertai kelopak mata bulat yang indah dan dagu lancipnya.h dan
Sedangkan Ellyana lebih dominan ibunya. pipi yang sedikit chubby, mata biru namun sedikit sayup dengan kelopak mata yang sedikit sipit.
mela
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Cellya beranjak dari ranjang sepeninggal suaminya. deru mobil Sean terdengar jelas keluar dari rumah mereka.
Ia nampak menghela nafas berat dan menghembuskan nya sebelum akhirnya, ia sampai dan berdiri di samping jendela balkon kamarnya.
Percayalah, ini adalah hal biasa baginya. Sean marah dan melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Melampiaskan kekesalan dan amarah nya setiap kali, ia merasa kesal dan cemburu terhadap Ellyana.
"Apa dari dulu dihatinya, tidak ada aku?",.
"Ah tidak, percayalah Cellya!!... ia hanya sedang lupa saja.",
"Tidak perlu sedih atau kecewa. semuanya akan membaik seiring berjalannya waktu.",
"Dia akan segera ingat. dan janji kalian untuk memiliki anak-anak yang lucu serta menggemaskan akan segera terwujud.",
"Setelah nya, akan ada banyak waktu untuk di habiskan bersama sampai maut memisahkan.",
Otak dan hatinya bergemuruh. saling bersahutan untuk menenangkan dan menegarkan dirinya, agar tidak mudah menyerah.
Ia nampak tersenyum sekilas sebelum akhirnya, pergi berganti baju dan merapikan diri.
Kini, ia tengah duduk di depan sebuah komputer. ia nampak menyibukkan diri dengan tugas kantor nya yang belum selesai.
Sesekali, ia nampak berganti posisi meluruskan kakinya atau duduk bersila. membuat posisi nya senyaman mungkin di atas kasur nya.
Tak terasa waktu menunjukkan pukul dua belas malam. ia yang menyadari hal itu, segera menyudahi dan merapikan pekerjaan nya.
Cellya meletakkan semua pekerjaan yang perlu ia bawa besok di atas nakas samping tempat tidur nya. ia begitu cermat dan cekatan.
"Ting tong....
Terdengar bel rumah berbunyi beberapa kali. ia yang sudah bersiap menarik selimutnya segera beranjak dari tempat tidur. keluar dari kamar nya dan berjalan cepat ke arah pintu.
"Ceklek...",
"Maaf, nona. tuan, mabuk berat.", ucap supir pribadi Sean.
"Ya, maaf merepotkan mu.",
"Bisa tolong antar, tuan?!, ke kamar atas?.", sambung Cellya.
"Baik, nona.",
"Terimakasih.",
John memapah sang majikan menaiki tangga menuju kamar Sean. dan seperti biasa, Cellya segera mengambil air hangat di dapur untuk suaminya.
Ini adalah pemandangan biasa. ya, setiap kali mereka bertengkar pasti akan berakhir dengan mabuk nya Sean saat pulang ke rumah.
John baru saja membaringkan tubuh Sean dengan benar di ranjangnya ketika, Cellya masuk dengan membawa segelas air hangat.
"Saya permisi, nona.", pamitnya setelah menyelesaikan tugasnya. membuat Cellya mengangguk dan mengucapkan terima kasih atas bantuan John.
Ia berjalan mendekat, menghampiri suaminya yang tengah terbaring dan sesekali mengigau tidak jelas.
Ia sedikit mengangkat leher belakang sang suami dan menyodorkan gelas berisi air hangat di bibir Sean, agar efek mabuk serta berat di kepala suaminya sedikit mereda.
Namun, tiba-tiba Sean menarik Cellya. membuat air itu tumpah di mana-mana.
"Cellya..., jangan pergi. Ellyana berbohong padaku, dia bilang kau bertunangan dengan si brengsek David, itu.", ucapnya.
Ya, jelas... setiap kali mabuk. nama Cellya yang di ucapkan. awalnya, ia mengira suaminya sudah mengingat semua tentang mereka.
Tapi dokter mengatakan, itu adalah reaksi normal saat seorang amnesia mabuk. itu menandakan, jauh di bawah alam sadarnya, ia mengenali diri dan orang sekitar dengan baik. tapi ketika kembali sadar, maka yang terjadi adalah hal yang berbeda lagi.
"Cellya...", panggil Sean. tangannya masih erat memeluk tubuh Cellya yang berada di atasnya.
"Jangan pergi aku, mohon!.", sambungnya, memelas.
"Aku, sangat mencintaimu. aku, akan segera mengurus sura perceraian dengan Ellyana.",
"Kita akan kembali bersama, ya?!.", sambungnya. membuat mata gadis itu berkaca-kaca. ia mengangguk pelan, yang membuat Sean tersenyum bahagia memandang gadis pujaannya.
...----------------...
Sean menarik tubuh Cellya hingga, akhirnya mereka Cellya benar-benar jatuh dalam pelukan Sean.
Ia merangkup wajah istrinya, menatap matanya dalam dan mulai mendekatkan wajahnya pada Cellya.
"Tidak!. jangan Sean, jangan!!...", ucap Cellya pelan. ia berusaha menolak karena, ia tau esoknya pasti ada perdebatan dan perseteruan seperti yang sudah-sudah.
"Aku mencintaimu.", hanya itu yang terucap dari bibir Sean yang terus berusaha dekat dengan Cellya. bahkan kini, pelukan pada pinggang Cellya yang berada di atas tubuhnya semakin mengerat.
"Sean, tidak ak.....
"Mmph...., kalimat nya urung selesai. Sean telah berhasil menyambar bibir tipis milik istrinya.
"Hahh!!...", seru Cellya ketika berhasil melepaskan ciuman Sean. ia nampak sedikit lega dan mengambil nafas dalam.
Namun tak berlangsung lama. Sean, berhasil memindahkan posisi mereka. kali ini, ganti dia yang berada di atas, menindih tubuh Cellya.
"Sean, ini tidak benar. ok?!.",
"Aku mohon jangan lakukan ini.", sambungnya.
"Aku sangat mencintaimu, Cellya.", ucapnya. sebelum akhirnya, berlanjut mencumbu istrinya.
Malam itu, seperti biasa saat Sean mabuk. sekuat apapun Cellya berontak tidak akan bisa lolos dari cumbuan suaminya.
Sebenarnya tidak masalah untuk melakukan hal itu, karena mereka memang suami istri. tapi, setiap kali percumbuan itu terjadi. setiap itu juga, akan ada amarah Sean yang harus ia terima.
Ya, itu di lakukan saat Sean mabuk. dan ia selalu mengira bahwa Cellya, mencari kesempatan melakukan hubungan intim saat ia mabuk agar mereka tidak bisa bercerai.
Percumbuan panas itu baru saja selesai setelah Sean, mengeluarkan semua hasrat nya. ia nampak lemas menindih tubuh Cellya.
Nafasnya yang terdengar tidak beraturan tadi, perlahan mereda. ia nampak masih menggeletakkan kepalanya di dada Cellya, sebelum akhirnya mengecup kening Cellya untuk sesaat dan beralih merebahkan tubuhnya di samping Cellya.
Sean nampak kelelahan, matanya terpejam. nampak tau wajah nya terlihat lega dan bahagia.
Cellya beringsut perlahan dari ranjang. ia tidak ingin membuat Sean terbangun. untuk sejenak, dia duduk di tepi ranjang sambil memunguti bajunya yang berserakan dimana-mana. namun ketika ia hendak berdiri, ia merasakan ada yang menarik tangan nya.
"Mau kemana?!.", tanya Sean. membuat ia sedikit terkejut.
"Ahh..., mandi.", jawab Cellya.
"Temani aku sebentar lagi.", pinta Sean. tangannya masih menggenggam tangan Cellya.
"Aku mohon!.', pintanya sekali lagi, yang membuat Cellya akhirnya luluh, dengan permintaan suami dan segera mendudukkan dirinya di ranjang.
Sean tersenyum manis. ia meraih pinggang Cellya agar lebih dekat dengan nya. Sean juga menarik selimut dan menyelimuti kaki Cellya. sementara ia, tidur di pangkuan istrinya, dan Cellya bersandar pada dinding ranjang.
"Sayang, kapan di perutmu ada baby kita?!.", tanyanya. Cellya tau, itu pertanyaan ngelantur seorang laki-laki yang sedang mabuk. jadi, ia hanya diam tak menjawabnya.
"Aku ingin baby.", sambung Sean.
"Baby yang cantik seperti kamu, dan tampan seperti aku.",
Sekali lagi Cellya hanya diam. ia nampak bingung dan takut mendengar ucapan Sean barusan.
"Berjanjilah!..., kita akan punya banyak baby agar rumah kita ramai, seperti janji kita dulu.", sambungnya lagi, namun kali ini matanya mulai terpejam, dan suaranya mulai berat.
Ya, Sean mulai tertidur akibat mabuk dan kelelahan. diam-diam Cellya menghapus bulir bening yang mulai jatuh di kedua pipinya.
Pikiran nya berkelana, bagaimana kalau ada baby, tapi Sean tidak mau mengakui?!. mengingat bagaimana marahnya Sean, setiap kali mereka selesai berhubungan karena Sean mabuk.
Atau, bagaimana kalau ada baby tapi Sean belum juga pulih ingatannya?!. bahkan ingatannya tidak pernah kembali lagi. apa ia mau menerima kenyataan yang ada?!. mau menerima baby yang lahir dari rahim nya?!.
Entahlah, pertanyaan dan kekhawatiran itu membuat Cellya cepat-cepat menghapus air yang menggenang di pelupuk matanya.
...----------------...
Cellya memastikan Sean tertidur pulas sebelum memindahkan kepala suaminya. ia memastikan Sean nyaman sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar Sean, dan segera turun ke lantai bawah menuju kamar nya.
Cellya segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. bekas kecupan, tanda kepemilikan dari suaminya tersebar di beberapa bagian tubuh nya. sangat kontras, sehingga sangat nampak di kulit nya yang putih bersih.
Ia terduduk di bawah guyuran shower. tak ada yang tau apa yang dia pikirkan saat ini. begitu selesai, Cellya hanya keluar dari kamar mandi, mengganti pakaian dengan piyama dan naik ke ranjang nya.
Pagi menyambut.
hanya beberapa jam saja dia tertidur, sebelum akhirnya terbangun karena alarm jam yang terus berbunyi. ia segera bangun, mencuci muka dan bersiap ke dapur.
Sebagai seorang istri, salah satu tugasnya sehari-hari adalah memasak untuk suami. meskipun, terkadang Sean tak menyentuh makanan yang ia buat.
Tangan Cellya, nampak begitu terampil. mengupas bawang, memotong kentang dan bahan-bahan dapur lainnya.
Ia juga nampak lihai memasak, sebelum akhirnya semua hidangan itu berhasil tersaji semua di meja makan.
"Kau melakukan nya lagi?!.", sebuah suara yang khas berhasil menarik perhatiannya. membuat Cellya menoleh ke arah tangga.
Nampak suaminya sudah berdiri di tangga dengan piyamanya. Cellya terdiam mendengar nya. percuma di jelaskan, berulang kali pun akan tetap sama.
"Harus aku katakan berapa kali, nona Amira Cellya Christian bahwa, sebanyak apapun kau melakukan hal itu padaku. aku, tetap pada pendirian ku. kita akan tetap bercerai nanti.", ucapnya tegas. membuat Cellya hanya diam. ia nampak menghela nafas dalam.
"Cara kotor mu ini, tidak akan pernah mempengaruhi keputusan ku untuk menggugat cerai dirimu secepatnya.", sambung nya sebelum ia berbalik menaiki tangga. membuat Cellya menatap punggung suaminya dengan mata berkaca-kaca.
"Oh ya!. satu lagi.", ucap Sean, yang menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ke arah Cellya, sehingga membuat gadis itu, dengan cepat bereaksi mengalihkan pandangannya pada semua sajian di atas meja.
"Dengarkan ini baik-baik!.", sambung Sean. langkah nya menuruni tangga dan berhenti di samping istrinya.
Ia meraih wajah Cellya, menekan jari-jari tangannya pada kedua sisi pipi istrinya untuk memastikan, Cellya mendengar perkataan nya dengan jelas.
"Jangan lupa untuk meminum obat penunda kehamilan. karena jika sampai kau hamil, aku tidak akan pernah sudi mengakui keberadaannya.",
"Aku tidak peduli dengan status ku yang akan di coret dari daftar nama keluarga, hanya karena menceraikan mu. karena percuma juga aku memiliki segalanya tapi, harus hidup bersama mu selama nya. hidup seperti ini, melihat mu dengan tipu daya dan sandiwara mu ini, rasanya lebih baik jika aku hidup di neraka.", sambung nya. ia menghempaskan wajah Cellya kasar.
Sean berjalan menaiki tangga menuju kamar nya tanpa menoleh lagi, setelah nya. membuat Cellya yang di tinggal kan segera menghapus air mata yang sedari tadi di tahannya agar tidak jatuh di hadapan suaminya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ponsel Cellya berdering. membuat nya segera mengakhiri kesedihan nya.
Ia nampak menarik nafas dalam-dalam, dan berdehem beberapa kali untuk melegakan tenggorokan nya sebelum menyapa suara di seberang.
"Iya.", ucap nya pada seseorang di seberang telepon.
"Baiklah. aku akan ke sana sebelum ke kantor.",
"Iya, terimakasih.", ucapnya sebelum mengakhiri pembicaraan mereka.
Ia segera berlari ke arah kamarnya. Cellya nampak berganti baju, merapikan rambutnya dan segera meraih tas.
Cellya menatap ke arah lantai atas, berharap suaminya segera turun sehingga ia bisa segera pamit untuk berangkat kerja. namun, cukup lama ia menunggu suaminya tidak kunjung turun.
Akhirnya, ia memutuskan untuk menulis pesan pada sang suami.
Cellya membuka tasnya, mengambil bolpoin dan buku diary nya. ia menuliskan sesuatu dan setelah selesai ia merobek buku itu, sebelum menyelipkan pesannya di bawah gelas jus yang sudah ia siapkan untuk suaminya.
Bergegas ia memasukkan buku dan bolpoin nya dan segera berjalan dengan cepat keluar rumah menuju garasi mobil rumah mereka.
Ia segera masuk ke dalam mobilnya, menyalakan mesin dan perlahan mulai melakukan kendaraan nya keluar garasi, melewati taman rumah dan keluar gerbang setelah seorang penjaga rumah membuka kan pintu gerbang nya.
Cellya melajukan mobilnya cepat di jalan raya, ia tidak ingin terjebak macet, mengingat ini adalah jam nya para pekerja kantoran berangkat. dan lagi, sebelum ke kantor ia harus mampir dahulu ke sebuah tempat.
Mobil Mercedez Benz - GLA 200 itu, nampak mulus memasuki pelataran parkiran sebuah rumah sakit.
Cellya segera keluar setelah memarkirkan mobilnya. ia nampak mengunci pintu mobil, dan berjalan sedikit cepat memasuki rumah sakit.
Ia melangkah pasti, sesekali membalas sapaan atau menyapa beberapa orang, perawat dan dokter yang kebetulan ia jumpai saat berjalan menuju ruang dokter yang menangani nya.
"Tok...
"Tok...
"Tok ...
Cellya segera masuk setelah beberapa kali mengetuk pintu sebuah ruangan.
"Selamat pagi.", sapa nya pada seorang wanita yang duduk di kursi depan meja dalam ruangan itu.
"Selamat pagi, nona. silahkan duduk.", sapa nya kembali yang membuat Cellya, segera mengambil duduk berseberangan dengan dokter.
"Bagaimana akhir-akhir ini, nona?!.", tanya dokter itu.
"Masih sering pusing kah?!.",
"Obat nya tidak bereaksi lagi?!.", sambung dokter Lin. dokter yang menangani Cellya selama kurang lebih enam bulan ini.
Cellya nampak menghela nafas dalam sebelum menjawab.
"Iya. masih sama, apa perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut?!. atau harus mengganti obat dan metode terapi nya?!.", jawab Cellya yang kembali bertanya pada dokter Lin.
"Sebaiknya, kita melakukan pemeriksaan secara keseluruhan. karena, ada hal yang mengganjal dari pemeriksaan darah, nona kemarin.", jawab dokter muda itu.
Cellya nampak berpikir sejenak. ia, ada pertemuan dan rapat pagi ini. tapi, tidak mungkin ia melewatkan pemeriksaan kesehatan nya begitu saja. bagaimana pun, ia masih memiliki keinginan untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama Sean.
"Apa lama?!.", tanyanya, setelah cukup lama terdiam.
"Tidak sampai satu jam, nona. mulai pendaftaran sampe pelayanan.", jawab dokter Lin.
"Pendaftaran?!.", tanyanya, tidak mengerti. bukankah ia sudah terdaftar sebagai pasien tetap rawat jalan lebih kurang enam bulan ini?!.
"Iya. kita perlu berkunjung ke poli kandungan untuk USG.", jawabnya. membuta Cellya mengerutkan kening hingga kedua alis mata nya hampir menyatu. raut wajahnya, nampak belum mengerti kemana arah pembicaraan dokter Lin.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Cellya nampak duduk di kursi ruang tunggu. ia mengantri dengan pasien lain yang datang untuk memeriksakan kandungannya.
Ia melihat sekeliling. nampak mereka begitu bahagia, periksa di antar oleh suami, orang tua, mertua atau kerabatnya.
Nampak juga beberapa orang dari suami mereka atau orang tua mereka yang datang, nampak mengusap-usap perut dan berbicara dengan calon anak atau calon cucu mereka yang tentu saja masih di dalam perut ibunya. wajah para ibu hamil itu, nampak sumringah dan bahagia, tida seperti dirinya.
Cellya tersenyum getir melihat hal itu.
"Nona, mari masuk!.", ajak dokter Lin, yang berhasil membuyarkan pikiran nya. ya, ia hanya di temani dokter muda itu saja.
Cellya mengangguk. ia berdiri dan berjalan perlahan mengikuti langkah dokter Lin.
"Selamat pagi.", sapa asisten dokter kandungan itu, ramah.
"Pagi.", jawab Cellya, di sertai senyuman manisnya.
"Silahkan duduk, bunda. kita periksa tekanan darah dulu.", ucapnya. yang membuat Cellya segera duduk, sementara dokter Lin berbicara dengan dokter Ben, dokter spesialis kandungan di rumah sakit itu.
Setelah nya, Cellya di minta berbaring di bed rumah sakit. ia merasakan cairan dingin berupa gel yang di teteskan di atas perutnya.
Dokter nampak memakai sarung tangan elastis nya sembari masuk dari balik tirai.
"Sehat, bunda?!.", sapa dokter ramah sembari tersenyum, sebelum menaikkan masker yang berada di bawah bibir untuk menutupi mulut dan hidung nya, sesuai standar operasional prosedur di rumah sakit. Cellya hanya menjawab dengan senyuman.
Mulai lah pemeriksaan itu di lakukan. di layar monitor mulai nampak kantung rahim Cellya.
"Lihat bunda!.",
"Rahimnya sehat. janin nya juga sehat.", Cellya nampak menatap layar monitor yang berada jauh di atasnya.
"Baby nya berukuran 6-7cm, bunda. namun, organ tubuh sudah terbentuk dengan sempurna.", lanjut dokter itu menjelaskan.
"6-7 cm?!.", tanyanya. masih dengan rasa tidak percaya. memang ia sudah telat hampir sebulan. tapi, menurut nya itu wajar karena, selama fokus pengobatan ini siklus haidnya berantakan dan bermasalah.
Dalam sebulan kadang ia bisa haid sampai dua kali. atau bahkan tidak haid sama sekali. jadi, ia sama sekali tidak berpikir bahwa ia sedang hamil.
"Paru-paru, ginjal berfungsi dengan baik.", sambung dokter yang masih terus memutar alat di atas perut Cellya, sembari terus fokus memandang monitor yang hanya berwarna hitam putih itu.
"Kita dengar detak jantungnya ya!.", ucap dokter.
Begitu suara detak jantung milik bayi kecil itu terdengar. air mata Cellya mulai menggenang.
"Sangat sehat ya, bunda.",
"Detak jantung nya jelas dan beraturan.", sambungnya.
"Bisakah kalian merekam nya?!.", tanya Cellya tiba-tiba. matanya yang basah tidak lepas dari monitor yang menunjukkan pergerakan bayi kecil di perutnya. membuat perawat mengangguk dan segera merekam.
Perawat merekam monitor yang menunjukkan pergerakan bayi dan tidak lupa juga merekam suara detak jantung bayinya.
Pemeriksaan selesai. Cellya di bantu asisten dokter segera merapikan baju sebelum akhirnya turun dari bed.
"Pelan-pelan, bunda.", ucap perawat, mengingatkan.
"Terimakasih.", jawab Cellya, lalu tersenyum.
Ia segera bergabung dengan dokter Lin Dan dokter kandungan yang sudah duduk untuk mencatat hasil pemeriksaan.
"Mari ikut saya, nona.", ajak dokter Lin, setelah dokter kandungan itu memberikan laporan pemeriksaan pada dokter Lin.
"Terimakasih atas bantuannya, kami permisi.", ucap dokter Lin,
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!