Di tengah suara lantunan musik pernikahan, di antara indahnya dekorasi bunga dan juga gemerlapnya lampu yang begitu terang. Seorang wanita berjalan dengan anggun ke arah pelaminan. Dia tidak sendirian, dia datang bersama dengan beberapa wanita yang seumuran dengannya. Dengan gaun merah mudanya, dia bercengkrama dengan beberapa wanita yang adalah teman semasa dia SMA.
Namanya Larasati, usianya 21 tahun beberapa bulan yang lalu. Dia adalah seorang wanita yang sederhana dan baik, semua orang yang mengenalnya tahu itu. Mempelai wanita yang sedang berdiri di pelaminan itu adalah salah satu teman sekolahnya di SMA. Laras rela jauh-jauh datang ke kota B ini karena memang mempelai wanita bernama Tasya itu adalah sahabat dekatnya. Tasya bahkan pernah membantu Laras membayar yang sekolahnya ketika sang ayah yang hanya seorang petani belum bisa membayar biaya sekolah Laras yang sudah menunggak selama 2 bulan, dan jika tidak di lunasi maka Laras tidak bisa mengikuti ujian sekolah.
Karena hal itulah walaupun harus menempuh perjalanan menggunakan kereta selama 8 jam lebih, Laras tetap datang ke kota B ini untuk menghadiri undangan pernikahan dari Tasya, sahabatnya saat di SMA dulu.
Kehidupan Laras sekarang sudah membaik, semenjak dia menikah dengan seorang pengusaha yang kebetulan saat itu menolong ayahnya ketika kecelakaan. Tapi tetap saja meskipun dia bisa pergi ke kota ini dengan pesawat agar lebih cepat, dia tetap lebih memilih naik kereta bersama dengan beberapa temannya yang juga menghadiri pernikahan Tasya dari kota A.
Suami Laras adalah seorang pengusaha yang sukses, dia bahkan membantu perekonomian keluarga Laras sampai sangat berkecukupan. Sang ayah yang awalnya hanya butuh tani, tidak perlu lagi repot-repot pergi ke sawah setiap pagi dan pulang petang hari. Begitu pula sang ibu yang pekerjaan nya hanya membantu ayah Laras. Laras juga masih mempunyai seorang adik yang masih sekolah. Dan semua biaya hidup, biaya sekolah adik Laras juga suaminya itu yang menanggung. Laras sangat mencintai suaminya itu, begitu pula sang suami yang selalu menunjukkan kalau dia sangat mencintai Laras.
Memang suaminya tidak bisa setiap saat berada di sisi Laras karena dia sangat sibuk. Maka dari itu, saat ini sang suami juga tidak bisa menemani Laras pergi menghadiri undangan pernikahan bersama sang suami.
"Laras, untung aja ya suami kamu bayarin ongkos kita dan juga hotel untuk menginap malam ini. Kalau gak, mungkin kita gak bakalan dateng ke acara nya Tasya ini. Megah banget ya!" ucap Tari salah seorang teman Laras dan Tasya.
"Iya wajar lah megah, Tasya kan memang anaknya kepala desa di kota A. Dia kuliah ketemu anak orang kaya, tambah kaya dong. Wajar dong pestanya megah banget, sampai semua teman SMA nya aja di undang. Bayangin tuh berapa hari nih pesta!" ucap Wulan sambil terkekeh.
Wulan juga adalah teman dari Laras. Mereka mengobrol sambil mengantri untuk memberi selamat pada pengantin di pelaminan. Antrian yang lumayan panjang memang terlihat, karena tamu yang diundang di pesta pernikahan ini sangat banyak. Suami Tasya juga adalah seorang pengusaha yang terkenal di kota B ini. Wajar saja undangannya sangat banyak.
Di saat sedang mengantri tiba-tiba saja ponsel Laras berdering. Laras segera meraih ponsel dari dalam tasnya. Di lihatnya layar ponsel, dan di sana tertera nama sang suami. Laras menamai kontak suaminya dengan Mas Abimanyu. Buru-buru Laras menggeser icon telepon berwarna hijau ke atas dan meletakkan ponselnya di depan telinganya.
"Halo mas...!"
Laras merasa kalau dia sama sekali tidak bisa mendengarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. Dia lalu menepuk bahu Wulan dan sahabatnya itu pun dengan cepat menoleh ke arahnya.
"Kenapa?" tanya Wulan dengan cepat.
"Mas Abi telepon, tapi aku gak bisa denger. Suara musiknya terlalu kencang di sini, aku keluar dulu ya. Kamu tolong jaga antrian ku ya!" ucap Laras sambil tersenyum.
Wulan pun menanggapinya dengan senyuman dan jari jempol yang dia angkat ke atas.
"Sip, aku jagain antriannya. Kamu buruan terima telepon suami kamu. Kalau dia marah, bisa-bisa kita gak di kasih ongkos pulang!" ucap Wulan sambil terkekeh di ikuti Tari yang juga mendengar obrolan kedua sahabatnya itu.
Laras lalu bergegas meninggalkan antrian dan berjalan ke arah luar gedung. Dia mencari tempat uang suara musiknya tidak terlalu kencang. Setelah dirasa cukup tenang. Laras kembali menempelkan ponselnya di telinga nya.
"Halo mas!" ucap Laras.
"Halo sayang, ada apa? kenapa aku panggil-panggil kamu tidak menyahut?" tanya Abi di seberang telepon.
"Maaf mas, tadi suara musiknya terlalu kencang. Aku tidak bisa mendengar suara mu dengan jelas. Jadi aku keluar dulu cari tempat sepi!" jelas Laras.
"Oh begitu, bagaimana sayang apa semuanya baik-baik saja? perjalanan mu lancar?" tanya Abi yang terdengar cemas.
"Semua lancar mas, ini aku sedang berada di gedung pernikahan teman ku itu bersama dengan Wulan dan juga Tari. Mas sendiri bagaimana? apa semua urusan mas berjalan baik. Pasti tidak mudah ya mas, mas harus bolak balik keluar kota untuk mengurus semua usaha yang di tinggalkan oleh kedua orang tua mas yang sedang berada di luar negeri. Kapan mereka kembali mas? sudah setahun dan aku belum pernah bertemu dengan mereka, hanya dengan paman mas saja dan bicara melalui telepon dengan mereka!" keluh Laras yang memang selama setahun menikah dengan Abi dia belum pernah bertemu dengan kedua mertuanya hanya bicara lewat telepon saja.
"Sabar sayang, mereka juga pasti akan kembali kan. Dan saat mereka kembali aku akan langsung mengajak mu menemui mereka. Sayang aku merindukan mu!" ucap Abi yang langsung membuat Laras tersipu.
"Aku juga!" jawab Laras malu-malu.
"Aku akan kembali lusa, masih ada beberapa urusan pekerjaan yang harus aku tangani. Jaga dirimu baik-baik ya sayang!" ucap Abi terdengar begitu lembut dan perduli pada Laras.
"Iya mas!" jawab Laras.
Laras lalu menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas ketika sang suami sudah memutuskan panggilan teleponnya. Laras berniat ingin kembali ke dalam gedung, tapi tiba-tiba.
Brukk
Seorang gadis kecil dengan pakaian yang sangat cantik dan kunciran rambut dua yang menggemaskan tidak sengaja menabraknya.
Laras langsung memeluk gadis kecil yang kemungkinan usianya sekitar lima tahun itu agar tidak jatuh ke lantai.
"Sayang, kamu tidak apa-apa cantik?" tanya Laras yang khawatir kalau saja gadis kecil itu menangis.
Laras sedikit terkejut ketika melihat mata gadis itu.
'Hah, matanya. Kenapa mirip sekali dengan mas Abi!' pikir Laras.
Namun Laras segera menggelengkan kepalanya dengan cepat mengusir semua pikirannya yang tidak baik.
"Sayang dimana orang tuamu?" tanya Laras pada gadis kecil itu.
Gadis kecil itu lalu menunjuk ke arah dalam gedung.
"Baiklah, ayo Tante antar kamu ke ibumu!" ucap Laras lalu menggandeng tangan gadis mungil itu masuk ke dalam gedung.
Begitu masuk ke dalam gedung, pandangan mata Laras langsung mengarah kepada antrian teman-temannya. Ketika merasa antrian itu masih agak jauh, dia pun lalu kembali bertanya pada gadis kecil itu sambil sedikit membungkukkan badannya.
"Sayang, dimana ibu mu?" tanya Laras dengan lembut pada bocah kecil itu.
Gadis kecil itu tidak bicara, tapi tangannya lagi-lagi terangkat dan menunduk ke arah tamu VVIP di sebelah kanan gedung.
Mata Laras langsung melihat ke arah yang ditunjukkan oleh gadis kecil dengan dress princess berwarna biru muda itu.
"Wah, rupanya kamu tamu VVIP ya. Senangnya, kamu tidak perlu mengantri sepertiku ha ha ha!" gumam Laras lalu terkekeh sendiri.
Tapi saat Laras akan melangkah dia agak ragu, masalahnya undangannya hanya undangan biasa. Dia takut para penjaga tidak memperbolehkannya untuk masuk ke bagian tamu VVIP itu.
"Eh, bagaimana kalau aku tidak boleh masuk?" tanya Laras sambil bergumam.
Laras lalu kembali menundukkan badannya.
"Sayang, siapa namamu? dan siapa ibu mu? biar aku antar kamu ke petugas saja ya!" ucap Laras lagi.
Tapi baru Laras berkata seperti itu, gadis kecil itu langsung menggenggam erat tangan Laras dan menggelengkan kepalanya.
"Hah, kamu tidak mau?" tanya Laras dengan raut wajah yang sudah bingung.
Gadis kecil itu lalu menganggukkan kepalanya.
"Tapi kamu tahu kan siapa namamu?" tanya Laras lagi.
Dan gadis mungil itu menggelengkan kepalanya perlahan ketika mendengar pertanyaan Laras yang satu itu.
"Aih, usiamu sepertinya sekitar 5 tahun kan? kok gak tahu nama sendiri?" tanya Laras tapi dengan gumaman pelan.
"Ya sudah, antarkan saja. Kalau sudah disana pasti ada yang mengenal mu kan!" gumam Laras lalu kembali menggandeng tangan gadis mungil itu dan berjalan ke arah para tamu VVIP yang tentu saja mereka berada di antara bangku yang tersusun lebih rapi lengkap dengan meja besar yang penuh dengan aneka makanan dan juga minuman.
Ketika akan masuk ada dua orang penjaga.
"Permisi, bisa tunjukkan undangan anda. Sepertinya anda baru datang?" tanya salah seorang penjaga.
"Em, begini pak. Sebenarnya saya bukan mau masuk ke dalam tapi saya mau mengantarkan anak ini, dia tadi tersesat sendirian di luar dan dia bilang ayah dan ibunya ada di dalam situ!" ucap Laras.
Kedua penjaga itu saling pandang, salah seorang dari mereka sepertinya memang mengenali gadis kecil itu.
"Iya, ini nona yang tadi bersama dengan... siapa itu pengusaha terkenal itu!" ucapnya yang lupa pada nama ayah gadis kecil itu.
"Baiklah, biar saya yang antar ke dalam!" kata salah seorang penjaga.
Tapi saat Laras akan melepaskan tangan gadis kecil itu, gadis kecil itu malah menangis dan memegang tangan Laras semakin kuat.
"Sayang, jangan menangis. Paman itu akan mengajakmu bertemu ibumu!" ucap Laras sambil mengusap air mata di pipi gadis kecil itu.
"Baiklah nona, sebaiknya anda saja yang antar gadis kecil ini masuk. Tapi saya harap setelah itu anda langsung keluar ya!" ucap penjaga yang kasihan pada gadis kecil yang terus menangis itu.
Laras pun langsung mengangguk paham.
"Iya pak permisi!" ucap Laras melewati dua penjaga itu sambil menggandeng gadis kecil itu bersamanya.
Semakin Laras melangkah, semakin kaki dan tangannya gemetaran. Baru melewati dua meja saja, matanya sudah di buat silau dengan berbagai perhiasan berlian yang di kenakan oleh para tamu VVIP di tempat itu.
"Sayang, masih jauh ya. Dimana meja ibu mu?" tanya Laras yang semakin tidak percaya diri dengan apa yang dia kenakan ketika berjalan di antara para wanita yang semua benda yang mereka pakai bahkan seharga rumah pemberian suami Laras.
Gadis kecil itu tiba-tiba langsung melepaskan tangan Laras. Dan berlari ke arah sebuah meja yang sangat terang.
Mata Laras tertuju pada arah gadis kecil itu berlari, dia tersenyum karena melihat gadis kecil itu sudah menemukan kedua orang tuanya.
Tapi senyum di wajah Laras langsung sirna ketika dia melihat seorang yang sangat dia kenali di meja dimana gadis kecil itu menuju.
"Mas Abi!" lirih Laras.
Tapi pandangan justru tertuju pada seorang wanita yang sangat cantik, dengan gaun terbuka dan kalung dengan berlian yang begitu besar sebagai liontin nya. Tapi sebenarnya bukan semua itu yang sedang diperhatikan Laras, perhatian Laras tertuju pada tangan wanita itu yang memeluk erat lengan suami Laras.
Laras mendengus kesal, dengan langkah cepat dia bergegas menuju ke arah meja dimana suaminya sedang duduk dan tidak menyadari kehadirannya.
Semakin dekat, Laras semakin terbakar cemburu. Dia segera menarik tangan Abi dari arah belakang.
"Mas Abi!" panggil Laras yang langsung membuat pelukan wanita di sebelah Abi terlepas dan membuat Abi berdiri dari kursinya.
Mata Abimanyu melebar, dia benar-benar terkejut.
"Laras!" lirih Abi.
"Siapa kamu?" tanya wanita yang tadi memeluk lengan Abi.
Terlihat jelas kalau wanita itu terlihat sangat kesal. Laras yang merasa kalau wanita itu menggoda suaminya pun berdiri dengan berani di depan Abi.
"Kamu yang siapa? main peluk-peluk suami orang sembarangan!" kesal Laras dan dia berkata dengan nada yang agak keras.
Kejadian itu membuat beberapa tamu lain yang berada dekat dengan meja Abi berdiri dan melihat ke arah mereka.
Abi yang tidak menyangka Laras berada di depannya langsung berusaha memegang kedua lengan Laras.
"Laras, sebaiknya kita keluar!" ajak Abi.
Tapi Laras langsung menepis tangan suaminya itu, dan menatap tajam ke arah wanita yang dia kira menggoda suaminya.
"Gak mau mas, eh kamu jangan coba-coba dekati suami saya ya!" ketus Laras dengan berani.
Mata Abi langsung memerah, dia dengan kuat kembali mencoba untuk menarik Laras pergi, tapi wanita itu malah menghalangi Abi.
"Suami?" tanyanya.
Mata wanita itu langsung menyipit ke arah Abi.
"Mas Abimanyu Mahendra ini adalah suamiku, Sarah Amelia. Siapa yang tidak tahu akan hal itu?" tanya Sarah dengan suara yang sengaja dia ucapkan dengan keras.
Deg
Laras langsung menoleh ke arah Abi yang mata dan wajahnya sudah merah.
"Mas?" tanya Laras.
"Hah, berapa lama kamu menikah dengan suami ku?" tanya wanita itu yang bahkan tidak terlihat terkejut.
Laras berusaha untuk tetap tenang dan mencerna semua perkataan wanita di hadapannya itu.
"Satu tahun, dua tahun? pasti tidak lebih dari itu kan. Aku sudah menikah dengan Abimanyu selama 7 tahun. Jadi sekarang sudah jelas kan, siapa yang menggoda siapa disini?" tanya Sarah begitu percaya diri dan menekankan setiap kata yang dia ucapkan.
Semua orang yang melihat dan mendengar kejadian itu langsung bergunjing, dan menatap Laras dengan pandangan sangat merendahkan.
Laras menoleh ke arah Abi, ketika Sarah masih terus menghinanya. Laras lalu berlari keluar dari ruangan VVIP itu. Dan ketika Abi akan mengejarnya, Sarah menahan tangan Abi.
"Kamu harus jelaskan semua ini padaku!" kesal Sarah dengan mata dan wajah yang sudah merah karena marah.
Abi menepis tangan Sarah dan lebih memilih mengejar Laras. Sarah semakin kesal di buatnya, dia juga langsung memerintahkan pada baby sitter anaknya untuk membawa anaknya pergi bersama dirinya meninggalkan acara pesta pernikahan ini.
***
Bersambung...
Begitu masuk ke dalam gedung, pandangan mata Laras langsung mengarah kepada antrian teman-temannya. Ketika merasa antrian itu masih agak jauh, dia pun lalu kembali bertanya pada gadis kecil itu sambil sedikit membungkukkan badannya.
"Sayang, dimana ibu mu?" tanya Laras dengan lembut pada bocah kecil itu.
Gadis kecil itu tidak bicara, tapi tangannya lagi-lagi terangkat dan menunduk ke arah tamu VVIP di sebelah kanan gedung.
Mata Laras langsung melihat ke arah yang ditunjukkan oleh gadis kecil dengan dress princess berwarna biru muda itu.
"Wah, rupanya kamu tamu VVIP ya. Senangnya, kamu tidak perlu mengantri sepertiku ha ha ha!" gumam Laras lalu terkekeh sendiri.
Tapi saat Laras akan melangkah dia agak ragu, masalahnya undangannya hanya undangan biasa. Dia takut para penjaga tidak memperbolehkannya untuk masuk ke bagian tamu VVIP itu.
"Eh, bagaimana kalau aku tidak boleh masuk?" tanya Laras sambil bergumam.
Laras lalu kembali menundukkan badannya.
"Sayang, siapa namamu? dan siapa ibu mu? biar aku antar kamu ke petugas saja ya!" ucap Laras lagi.
Tapi baru Laras berkata seperti itu, gadis kecil itu langsung menggenggam erat tangan Laras dan menggelengkan kepalanya.
"Hah, kamu tidak mau?" tanya Laras dengan raut wajah yang sudah bingung.
Gadis kecil itu lalu menganggukkan kepalanya.
"Tapi kamu tahu kan siapa namamu?" tanya Laras lagi.
Dan gadis mungil itu menggelengkan kepalanya perlahan ketika mendengar pertanyaan Laras yang satu itu.
"Aih, usiamu sepertinya sekitar 5 tahun kan? kok gak tahu nama sendiri?" tanya Laras tapi dengan gumaman pelan.
"Ya sudah, antarkan saja. Kalau sudah disana pasti ada yang mengenal mu kan!" gumam Laras lalu kembali menggandeng tangan gadis mungil itu dan berjalan ke arah para tamu VVIP yang tentu saja mereka berada di antara bangku yang tersusun lebih rapi lengkap dengan meja besar yang penuh dengan aneka makanan dan juga minuman.
Ketika akan masuk ada dua orang penjaga.
"Permisi, bisa tunjukkan undangan anda. Sepertinya anda baru datang?" tanya salah seorang penjaga.
"Em, begini pak. Sebenarnya saya bukan mau masuk ke dalam tapi saya mau mengantarkan anak ini, dia tadi tersesat sendirian di luar dan dia bilang ayah dan ibunya ada di dalam situ!" ucap Laras.
Kedua penjaga itu saling pandang, salah seorang dari mereka sepertinya memang mengenali gadis kecil itu.
"Iya, ini nona yang tadi bersama dengan... siapa itu pengusaha terkenal itu!" ucapnya yang lupa pada nama ayah gadis kecil itu.
"Baiklah, biar saya yang antar ke dalam!" kata salah seorang penjaga.
Tapi saat Laras akan melepaskan tangan gadis kecil itu, gadis kecil itu malah menangis dan memegang tangan Laras semakin kuat.
"Sayang, jangan menangis. Paman itu akan mengajakmu bertemu ibumu!" ucap Laras sambil mengusap air mata di pipi gadis kecil itu.
"Baiklah nona, sebaiknya anda saja yang antar gadis kecil ini masuk. Tapi saya harap setelah itu anda langsung keluar ya!" ucap penjaga yang kasihan pada gadis kecil yang terus menangis itu.
Laras pun langsung mengangguk paham.
"Iya pak permisi!" ucap Laras melewati dua penjaga itu sambil menggandeng gadis kecil itu bersamanya.
Semakin Laras melangkah, semakin kaki dan tangannya gemetaran. Baru melewati dua meja saja, matanya sudah di buat silau dengan berbagai perhiasan berlian yang di kenakan oleh para tamu VVIP di tempat itu.
"Sayang, masih jauh ya. Dimana meja ibu mu?" tanya Laras yang semakin tidak percaya diri dengan apa yang dia kenakan ketika berjalan di antara para wanita yang semua benda yang mereka pakai bahkan seharga rumah pemberian suami Laras.
Gadis kecil itu tiba-tiba langsung melepaskan tangan Laras. Dan berlari ke arah sebuah meja yang sangat terang.
Mata Laras tertuju pada arah gadis kecil itu berlari, dia tersenyum karena melihat gadis kecil itu sudah menemukan kedua orang tuanya.
Tapi senyum di wajah Laras langsung sirna ketika dia melihat seorang yang sangat dia kenali di meja dimana gadis kecil itu menuju.
"Mas Abi!" lirih Laras.
Tapi pandangan justru tertuju pada seorang wanita yang sangat cantik, dengan gaun terbuka dan kalung dengan berlian yang begitu besar sebagai liontin nya. Tapi sebenarnya bukan semua itu yang sedang diperhatikan Laras, perhatian Laras tertuju pada tangan wanita itu yang memeluk erat lengan suami Laras.
Laras mendengus kesal, dengan langkah cepat dia bergegas menuju ke arah meja dimana suaminya sedang duduk dan tidak menyadari kehadirannya.
Semakin dekat, Laras semakin terbakar cemburu. Dia segera menarik tangan Abi dari arah belakang.
"Mas Abi!" panggil Laras yang langsung membuat pelukan wanita di sebelah Abi terlepas dan membuat Abi berdiri dari kursinya.
Mata Abimanyu melebar, dia benar-benar terkejut.
"Laras!" lirih Abi.
"Siapa kamu?" tanya wanita yang tadi memeluk lengan Abi.
Terlihat jelas kalau wanita itu terlihat sangat kesal. Laras yang merasa kalau wanita itu menggoda suaminya pun berdiri dengan berani di depan Abi.
"Kamu yang siapa? main peluk-peluk suami orang sembarangan!" kesal Laras dan dia berkata dengan nada yang agak keras.
Kejadian itu membuat beberapa tamu lain yang berada dekat dengan meja Abi berdiri dan melihat ke arah mereka.
Abi yang tidak menyangka Laras berada di depannya langsung berusaha memegang kedua lengan Laras.
"Laras, sebaiknya kita keluar!" ajak Abi.
Tapi Laras langsung menepis tangan suaminya itu, dan menatap tajam ke arah wanita yang dia kira menggoda suaminya.
"Gak mau mas, eh kamu jangan coba-coba dekati suami saya ya!" ketus Laras dengan berani.
Mata Abi langsung memerah, dia dengan kuat kembali mencoba untuk menarik Laras pergi, tapi wanita itu malah menghalangi Abi.
"Suami?" tanyanya.
Mata wanita itu langsung menyipit ke arah Abi.
"Mas Abimanyu Mahendra ini adalah suamiku, Sarah Amelia. Siapa yang tidak tahu akan hal itu?" tanya Sarah dengan suara yang sengaja dia ucapkan dengan keras.
Deg
Laras langsung menoleh ke arah Abi yang mata dan wajahnya sudah merah.
"Mas?" tanya Laras.
"Hah, berapa lama kamu menikah dengan suami ku?" tanya wanita itu yang bahkan tidak terlihat terkejut.
Laras berusaha untuk tetap tenang dan mencerna semua perkataan wanita di hadapannya itu.
"Satu tahun, dua tahun? pasti tidak lebih dari itu kan. Aku sudah menikah dengan Abimanyu selama 7 tahun. Jadi sekarang sudah jelas kan, siapa yang menggoda siapa disini?" tanya Sarah begitu percaya diri dan menekankan setiap kata yang dia ucapkan.
Semua orang yang melihat dan mendengar kejadian itu langsung bergunjing, dan menatap Laras dengan pandangan sangat merendahkan.
Laras menoleh ke arah Abi, ketika Sarah masih terus menghinanya. Laras lalu berlari keluar dari ruangan VVIP itu. Dan ketika Abi akan mengejarnya, Sarah menahan tangan Abi.
"Kamu harus jelaskan semua ini padaku!" kesal Sarah dengan mata dan wajah yang sudah merah karena marah.
Abi menepis tangan Sarah dan lebih memilih mengejar Laras. Sarah semakin kesal di buatnya, dia juga langsung memerintahkan pada baby sitter anaknya untuk membawa anaknya pergi bersama dirinya meninggalkan acara pesta pernikahan ini.
***
Bersambung...
Laras berlari meninggalkan gedung tempat dimana kedua sahabatnya sedang menunggu nya. Laras berlari dengan cepat dengan air mata yang bercucuran beriring dengan keringatnya. Laras tidak perduli pada tatapan beberapa orang yang melihat ke arahnya dengan pandangan aneh.
Hatinya hancur, dia begitu kecewa dengan kenyataan yang ada di depan matanya. Kenyataan kalau ternyata dirinya yang baru saja berusaha mempertahankan rumah tangganya dengan menegur wanita yang dia kira adalah wanita yang telah menggoda suaminya ternyata adalah istri pertama suaminya itu sendiri.
Dengan terus menyeka air matanya sambil terus berlari, Laras masih ingat dengan jelas apa yang tadi wanita itu katakan padanya. Wanita itu bahkan tidak terkejut sama sekali, apakah sebenarnya suami yang dia kira seorang pria baik dan bertanggung jawab itu hanyalah seorang playboy berkedok malaikat. Laras sungguh tidak mengerti. Yang jelas dia merasa sangat sakit hati pada apa yang sudah Abi lakukan padanya.
Dan Laras juga merasa sangat malu, karena sudah berani berteriak pada wanita yang seharusnya merutuki dirinya karena telah menjadi madu dari suaminya. Kenyataan nya adalah Wanita lain itu adalah dirinya, wanita lain di rumah tangga Abi dan Sarah adalah Laras.
Laras sudah tiba di sebuah halte bus, dan karena dia masih fokus berlari, kakinya terselandung anak tangga yang cukup tinggi. Laras memegangi lututnya yang terasa sakit, tapi hatinya lebih sakit. Laras terus menyeka air matanya yang tak mau berhenti sejak tadi meski dirinya sudah menyekanya berulang kali.
Bayangan pertama kali dia bertemu Abi terlintas di pikirannya. Ketika dia menangis memeluk ayahnya yang terlibat kecelakaan dan harus di operasi, saat itu Abi datang sebagai malaikat dan menanggung semua biaya operasi serta rawat inap dan semua obat ayah Laras.
Pria yang begitu baik yang bahkan Laras belum tahu namanya hingga dia meninggalkan rumah sakit. Lalu bayangan ketika adiknya di keroyok anak nakal dan babak belur saat itu Abi jugalah yang membantu adiknya itu dan mengantarkan adik Laras pulang ke rumah. Sejak itu hubungan mereka semakin dekat dan semakin dekat.
Laras tidak menyangka kalau selama satu tahun dirinya sudah di tipu mentah-mentah oleh orang yang sangat dia percayai. Di tengah rasa sakit hatinya, Laras teringat akan dua orang teman satu desanya yang ikut bersamanya pergi ke pesta pernikahan Tasya. Laras segera mengambil ponselnya, dan benar saja ratusan panggilan tak terjawab dari Abi yang sejak tadi terdengar namun sama sekali tidak ada niat dari Laras untuk mengangkatnya sama sekali.
Laras lalu mencari kontak Wulan dan menghubungi nya.
"Astagfirullah Laras, kamu dimana? ini kita udah selesai salaman sama Tasya. Kamu gak kesasar kan?" tanya Wulan terdengar sangat cemas.
"Wulan... kamu sama Tari nikmati saja pestanya, aku tadi sakit perut. Aku balik ke hotel duluan. Kalian nanti naik taksi saja ya, aku akan transfer ke akun mu buat ongkos taksinya ke hotel!" ucap Laras berusaha untuk tenang dan tidak sesenggukan.
"Laras... kamu sakit perut, sakit banget ya? kok suara kamu gini? Laras, kamu dimana? di rumah sakit atau sudah di hotel, kita susul ke sana ya?" tanya Wulan yang begitu khawatir pada keadaan Laras.
"Gak papa kok, ini lagi abis minum obat. Lagi di jalan mau ke hotel. Sudah ya!" ucap Laras lalu langsung mentransfer sejumlah uang pada akun Wulan.
Laras menyimpan kembali ponselnya dan segera menghentikan sebuah taksi yang kebetulan lewat karena dia sudah melihat Abi yang berlari ke arahnya.
Abi yang melihat Laras hendak menaiki taksi langsung mempercepat larinya.
"Laras, dengarkan aku dulu... Laras!" teriak Abi memanggil Laras namun sudah tak di hiraukan lagi oleh Laras yang meminta supir taksi melajukan taksinya dengan kecepatan tinggi.
Laras tak menoleh sama sekali ke arah Abi. Hatinya begitu hancur dan terluka, dia sudah menjadi perusak rumah tangga orang lain tanpa dia sadari. Dia telah menghancurkan sebuah hubungan yang di jalani selama 7 tahun dalam ikatan pernikahan. Dia menyakiti hati seorang wanita lain tanpa dia sadari.
Laras terus menangis dan menyesali semua yang terjadi. Di sisi lain Abi yang juga frustasi karena semua yang dia sembunyikan selama ini telah diketahui oleh Laras dan juga Sarah.
Dengan Sarah, Abi sama sekali tidak masalah. Karena perasaannya pada wanita itu telah lama hilang. Semua juga karena perbuatan Sarah sendiri. Sarah lebih sering menghabiskan waktu dengan teman-teman sosialitanya di bandingkan dengan Abi dan juga putri kecil mereka. Membuat Abi merasa seperti tidak punya istri, karena setiap pulang kerja, istrinya tidak pernah ada di rumah. Dan tidak pernah sekalipun menyiapkan makanan ataupun memasak untuknya.
Abi memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Karena dia juga tidak tahu dimana Laras menginap. Karena saat menghubungi Laras pun, Laras tidak menjawabnya. Dan ratusan pesan dari Abi juga tidak dibaca oleh Laras.
Setibanya di rumahnya, Abi langsung masuk ke dalam ruang tamu. Disana sudah ada Sarah yang berdiri dengan ekspresi wajah sangat emosi. Dengan kedua tangan terlipat di depan dada, Sarah menatap Abi dengan tajam.
"Ceraikan wanita itu!" pekik Sarah yang merasa sangat kesal.
"Apa perduli mu?" tanya Abi yang langsung bergegas menuju ke arah kamarnya. Namun sebelum Abi melangkah jauh, Sarah menarik tangan Abi dan mendorong pria yang sudah 7 tahun menjadi suaminya itu.
"Ceraikan dia, atau aku akan membuat perhitungan dengannya!" gertak Sarah.
Abi menepis tangan Sarah, dia lalu berdiri di depan Sarah dan menatap istrinya itu dengan tatapan yang begitu tajam.
"Berani kamu menyentuhnya, aku akan membuat mu menyesal seumur hidupmu!" gertak Abi tak mau kalah.
Sarah terkesiap, bahkan air mata sudah menetes dari kedua sudut matanya.
"Kamu berani berkata seperti itu padaku? apa hebatnya wanita itu? wanita kampungan itu hanya akan menghabiskan hartamu, jangan bermimpi dia mencintai mu dengan tulus!" kesal Sarah.
"Yang jelas dia tidak egois seperti mu!" jawab Abi dengan rahang yang terlihat mengeras.
"Aku egois?" tanya Sarah sambil menunjuk ke arah dirinya.
"Semua orang juga tahu siapa yang selingkuh? bagaimana bisa kamu berkata akulah yang egois. Abi, aku katakan sekali lagi padamu! ceraikan wanita kampungan itu, atau kamu tidak akan pernah melihat Cindy lagi!" ancam Sarah lagi pada Abimanyu.
Tapi bukannya takut, Abi malah mengacuhkan Sarah yang terus berteriak padanya. Abi masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu dengan kencang. Setelah itu dia keluar dengan sebuah tas besar, dan meminta baby sitter Cindy untuk membawa Cindy ke rumah orang tua Abi.
Sarah yang melihat Abi membawa Cindy berusaha menghentikan Abi.
"Mau kamu bawa kemana putriku?" tanya Sarah kesal.
"Putrimu? aku yakin kamu juga tidak tahu berapa nomor sepatunya sekarang kan? aku akan bawa dia ke rumah ayahku, atau kamu akan melampiaskan kekesalan mu padaku pada Cindy!" tegas Abi lalu meminta baby sitter Cindy dan anaknya itu masuk ke dalam mobil.
"Abi, breng*sek kamu! aku tidak akan membiarkan mu! Hah...!" teriak Sarah yang tidak bisa mengejar mobil Abi yang sudah keluar gerbang.
Abi yang melihat kelakuan Sarah itu hanya bisa memijat dahinya.
'Kamu bahkan bisa berkata kasar seperti itu di depan Cindy, ibu macam apa kamu Sarah?' tanya Abi dalam hati.
***
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!