Seorang gadis berlari menerobos banyaknya orang yang berlalu lalang di jalanan yang sangat ramai. Ia tampak beberapa kali menengok kebelakang melihat segerombolan pria yang sedang mengejarnya.
"Sial!" Makinya kesal karena anak buah Ayahnya sudah hampir dekat. Ia secepat mungkin berlari sebelum mereka menangkapnya.
Sesampainya si sebuah gang, Ia segera masuk agar menghilangkan jejaknya. Tapi sialnya gang yang di tuju-nya itu buntu. Ia kembali lagi keluar dari gang dengan gerakan tergesa hingga tak sengaja menabrak sosok orang lain hingga bawaan orang itu jatuh berantakan.
"Hei! Apa kau tidak punya mata!" Teriak seorang pria muda yang melihat kue jualan ibunya jatuh ke tanah semua.
Ia menatap geram wanita di depannya. Ia ingin sekali mengumpat, namun wanita itu malah lebih dulu menarik tubuhnya masuk kedalam gang sempit.
"Apa-apaan ini!" Bentaknya menepis tangan wanita itu dengan kasar, namun lagi-lagi ia di buat kaget saat melihat wanita itu melepaskan topi dan kemejanya hingga pundak putihnya terekspos.
Yang lebih membuatnya kaget adalah wanita itu kemudian menarik tubuhnya hingga posisinya kini memerangkap wanita itu di dinding.
"Cium aku!" Ujar wanita itu membuat matanya membesar.
Wanita ini maksudnya apa coba meminta ia menciumnya. Lagipula dia pikir dirinya pria apa yang bisa seenaknya mencium wanita.
"Dasar gila!" Serunya kesal ingin secepatnya pergi tapi wanita itu kembali menariknya.
"Please, kali ini tolong aku" ucap Wanita itu dengan matanya yang memohon.
Sementara itu, di luar gang. Tampak anak buah yang tadi mengejar masih mencarinya. Wanita itu semakin panik saat mendengar suara itu kian mendekat. Tanpa memikirkan apapun lagi, wanita itu langsung menjinjit, lalu dengan cepat mencium bibir pria didepannya. Tangannya ia gunakan untuk menarik kaos pria itu agar menunduk karena tubuhnya yang jangkung.
Pria itu tentu sangat kaget saat wanita itu menciumnya, Ia ingin sekali menolak tapi otaknya jelas tidak sinkron dengan tubuhnya, ia justru membalas ciuman dari bibir lembut itu. Ia menatap wanita yang kini sedang memejamkan matanya seolah menikmati ciuman mereka.
"Sialan! Anak muda sekarang memang tidak tau tempat sekali" umpat salah satu orang anak buah yang mengejar wanita itu saat melihat sepasang remaja yang sedang berciuman.
"Sepertinya tidak ada disini, kita cari di tempat lain saja" ucap salah satu temannya.
"Iya, kita harus menemukan Nona Zoya, kalau tidak ingin Tuan Davies marah" sahut yang lainnya, perlahan suara itu menghilang membuat Zoya segera melepaskan ciumannya dengan pria yang ada di depannya.
Wajahnya tampak merah malu karena tingkahnya barusan, tapi ia mencoba bersikap biasa saja. Ia merasakan bibirnya yang kebas karena ciumannya tadi cukup dalam dan panas, Tubuhnya bahkan masih meremang jika mengingat tangan pria itu yang menyentuh pinggangnya.
"Mereka sudah pergi, aku pulang dulu" kata Zoya mengambil kemeja yang di lempar tadi, ia ingin memakainya tapi lengannya langsung di cekal oleh pria itu.
"Setelah seenaknya mencium orang, kau mau pergi begitu saja, bagus sekali" kata Pria itu menatap Zoya dengan tajam.
Zoya mengerutkan dahinya menatap pria di depannya, ia menatap keseluruhan penampilannya. Hanya menggunakan kaos murahan dan celana bahan biasa, ia langsung bisa menilai kalau pria ini pasti golongan orang miskin. Tak ada yang menarik dari pria ini, tapi untuk wajahnya sangat tampan untuk kategori orang miskin.
"Kenapa kau berbicara seolah-olah kau yang rugi? Harusnya kau itu merasa beruntung karena bisa berciuman dengan wanita secantik diriku" kata Zoya menatap remeh pria di depannya.
"Beruntung katamu? Aku justru merasa sial bertemu dengan wanita sepertimu! Dasar wanita gila!" serunya semakin kesal.
"So? Semua sudah terjadi, anggap saja itu ucapan terima kasih karena kau sudah membantuku. Lepaskan tanganmu!" kata Zoya seolah jijik dengan tangan pria itu.
"Enak saja kau mau pergi, Kau juga sudah merusak semua dagangan ku, Kau harus menggantinya" kata pria itu membuat Zoya tersenyum sinis.
"Oh, jadi masalahnya hanya uang? Kenapa tidak bilang saja dari tadi" kata Zoya paham kalau orang miskin seperti mereka pasti membutuhkan uang. Ia segera mengambil uang pecahan 50 ribuan beberapa lembar.
"Ambil ini, Kita sudah impas!" kata Zoya melemparkan uangnya ke dada pria itu sebelum melenggang pergi begitu saja.
"Dasar wanita sombong!" teriak Pria itu tapi Zoya tak perduli.
Dewa memunguti uang yang di lempar Zoya tadi. Meskipun ia sebal setengah mati, tapi ia tak mungkin membiarkan uang sebanyak itu terbuang sia-sia. Setelah itu, Dewa langsung pulang ke rumahnya yang berada di gang sebelah.
Dewangga memang memiliki kehidupan yang sangat sederhana. Ia hanya tinggal bersama ibunya yang memiliki usaha makanan dan kue basah. Tapi meskipun hidup dalam kesederhanaan, ia tak pernah malu ataupun mengeluh.
"Dewa, baru pulang Nak?" Ibu Dewa menyongsong kedatangan putranya.
"Iya" sahut Dewa mengambil tangan Ibunya lalu menciumnya.
"Ya sudah, mandi dulu habis itu makan. Tadi ada orang mengirimkan surat untukmu" kata Ibu Dewa mengelus pundak anaknya dengan lembut.
"Surat apa, Bu?" tanya Dewa mengerutkan dahinya.
"Ibu tidak tau, Ibu juga belum melihatnya. Sebentar Ibu ambilkan" kata Ibu Dewa masuk ke dalam kamarnya lalu keluar membawa amplop coklat di tangannya.
"Ini" Ibu Dewa menyerahkan amplop itu kepada putranya.
Dewa membaca namanya yang tertulis disana, Ia langsung membukanya dan matanya seketika membesar saat membaca seluruh isi surat itu.
"Ibu! Ini dari Universitas Internasional Bu, aku mendapatkan beasiswa" kata Dewa tak menutupi rasa senangnya.
"Apa kau serius nak?" Ibu Dewa tampak kaget mendengar ucapan anaknya.
"Iya Ibu, aku dapat beaaiswa. Ibu Akhirnya aku bisa melanjutkan kuliah Bu" kata Dewa memeluk tubuh Ibunya erat sebagai bentuk rasa syukurnya atas rezeki yang Tuhan berikan.
"Alhamdulillah nak" Ibu Dewa ikut senang dan terharu karena akhirnya bisa mewujudkan cita-citanya.
"Ini berkat Doa Ibu juga, terima kasih Bu" kata Dewa mencium kening Ibunya penuh kasih, hingga membuat wanita itu semakin menangis.
Malam Harinya, Dewa membongkar isi lemarinya dan mencari bajunya yang paling bagus untuk di gunakan besok ke sekolah. Ia tentu tak ingin memakai baju yang biasa saja mengingat Universitasnya Internasional. Tapi semua bajunya tak ada yang bagus, sudah ketinggalan jaman semua.
Dewa lalu melihat celengannya yang berada di sudut lemari. Ia memutuskan memecahkan celengan itu untuk mendapatkan uang agar bisa membeli baju baru. Dewa dengan telaten mengumpulkan uang yang kebanyakan bernilai dua ribuan itu. Ternyata totalnya lumayan.
Dewa lalu ingat uang yang tadi di berikan oleh Zoya, Kenapa ia tak menggunakan itu saja, toh wanita itu sudah memberikannya.
"Sepertinya cukup" ucap Dewa saat melihat uangnya yang cukup banyak. Ia lalu bergegas untuk ke pasar utuk membeli bajunya.
Happy Reading.
Tbc.
Ketemu lagi di cerita author Virzha guys...
Jangan lupa tinggalkan jejak ya...
Terima kasih...
Suara jam weker berdering memecah kesunyian pagi. Terdengar sangat berisik membuat Zoya terganggu tidurnya. Ia meraba-raba sekitarnya untuk mencari jam yang berisik itu, tapi letaknya sangat jauh membuat ia kesal dan langsung memutuskan untuk bangun.
"Jam sialan! Ganggu banget sih!" Zoya bersungut-sungut seraya mematikan jam itu.
Ia melihat matahari yang sudah cukup meninggi, Sebenarnya ia sangat malas sekali untuk pergi ke kampus. Tapi di rumah pun sangat membosankan. Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya pulih, Ia langsung masuk ke kamar mandi.
Tak butuh waktu lama untuk membuat dirinya bersiap, karena ia bukan tipe wanita yang suka berdandan. Setelah merasa penampilannya oke, Zoya langsung turun ke bawah.
Di meja makan, sudah ada Ayah dan Kakaknya yang sarapan. Zoya langsung bergabung bersama mereka.
"Selamat Pagi" ucapnya dengan nada paling ceria, tapi tak ada yang menggubrisnya.
Yah, Zoya sudah bisa seperti ini. Dulu, mungkin ia akan menangis, tapi lama-lama ia sudah kebal dengan sikap Ayahnya yang tak menyukainya. Jika ditanya alasannya? Zoya sendiri tidak tahu.
Karena bagaimana mungkin seorang Ayah membenci putrinya sendiri? karena menganggap kelahirannya sebagai petaka dalam hidupnya. Sehingga ia harus kehilangan Ibunya. Tapi apakah itu salah Zoya? Dia tidak pernah minta dilahirkan, lalu kenapa harus ia yang di benci.
Bahkan sampai umurnya yang sekarang 19 Tahun, Zoya tak pernah merayakan ulang tahunnya karena hari lahirnya sama dengan hari kematian Ibunya.
"Berhentilah membuat keributan, apa hukuman yang kemarin belum membuatmu jera?" ucap Davies Ayah Zoya menatap tajam putrinya.
"Aku tidak akan begitu jika mereka tidak menggangguku dulu," sahut Zoya cuek saja.
"Kau pikir aku percaya? Kau pasti yang mulai duluan, untung saja orang tua anak itu masih mau berdamai dan tidak membawa masalah ini ke jalur hukum" sergah Davies semakin kesal.
"Kenapa Ayah tidak membiarkan saja aku di penjara, bukankah Ayah akan senang?" kata Zoya balas menatap tajam Ayahnya.
"Bukan hanya menjadi anak pembawa sial, ternyata kau juga anak tidak tau diri, kau ingin membuat keluargamu malu?" seru Davies justru menyulut emosi yang coba Zoya pendam.
"Aku bukan pembawa sial!" ucap Zoya menggenggam sendok di tangannya dengan erat.
"Lalu apa? Kau hanya bisa membuat malu keluarga, tidak seperti kakakmu yang selalu membuat Ayah bangga" kata Davies menepuk pelan bahu putranya, Zachary kakak Zoya yang umurnya satu tahun di atasnya.
"Ayah bisa saja" kata Zac tersenyum tipis.
Zoya semakin muak melihat hal itu, Ia langsung bangkit dengan gerakan kasarnya. Moodnya langsung berubah buruk karena adegan itu. Zoya paling benci jika di bandingkan-bandingkan dengan Kakaknya yang memang sangat pintar di segala bidang. Bahkan dari kecil, Kakaknya itu selalu mendapat juara umum.
Sebenarnya Zoya pun anak yang pintar, tapi karena tak pernah di hargai, Ia jadi malas untuk belajar. Toh hasilnya sama saja kan? Sama-sama tak pernah di hargai.
*******
Dewa terlihat sudah sangat rapi dengan menggunakan kaos putih dan kemeja kotak-kotak. Ia beberapa kali membenarkan tatapan rambutnya yang ia rasa kurang oke. Setelah puas dengan penampilannya, Dewa langsung ke luar kamar dan melihat Ibunya yang sedang menata sarapan.
"Sarapan dulu" ujar Ibu Dewa tersenyum menatap penampilan putranya.
"Nggak usah Bu. Bawain bekal aja, nanti aku makan di Kampus. Aku takut terlambat, soalnya Kampusnya kan jauh" kata Dewa tentu tak ingin sampai terlambat ke Kampusnya yang baru. Apalagi dia adalah murid yang mendapatkan beasiswa, tentu harus belajar dengan sungguh-sungguh.
"Nggak akan telat, sarapan aja dulu" kata Ibu Dewa dengan suaranya yang lembut membuat Dewa tak membantah.
"Baiklah" Dewa menurut dan langsung mendudukkan dirinya di kursi lalu memulai sarapannya dengan cepat.
Setelah menyelesaikannya, Ia langsung mencium tangan Ibunya dan berjalan keluar. Tapi ia tertegun saat melihat ada motor di depan rumahnya.
"Bu? ini motor siapa?" tanyanya bingung karena merasa tak pernah melihat motor ini sebelumnya. Para tetangganya pun sepertinya tidak punya motor dengan model jadul seperti ini.
"Motor kamu" ucap Ibu Dewa membuat Dewa kaget.
"Ibu beliin aku motor?" Dewa kaget karena bagaimana bisa ibunya punya uang sebanyak itu untuk membeli motor.
"Iya, tapi Ibu hanya bisa membelikan motor ini buat kamu, nggak apa-apa kan?" kata Ibu Dewa ingin menangis rasanya karena selama ini tak bisa memberikan yang terbaik untuk putranya.
"Ibu kok nangis sih, aku suka kok motornya. Makasih, Ibu memang terbaik" kata Dewa memeluk tubuh wanita yang paling di cintanya di dunia ini.
"Kamu memang anak baik, semoga kamu jadi anak sukses nanti" kata Ibu Dewa sungguh-sungguh.
"Amin ... aku sekarang berangkat dulu. Sekali lagi makasih motornya. Aku janji akan belajar baik-baik disana" kata Dewa tersenyum tipis sebelum naik ke motornya untuk berangkat ke Kampus.
Meskipun motor itu jadul, ternyata mesinnya masih cukup bagus. Dewa cukup nyaman memakainya. Ia sudah tak sabar ingin melihat bagaimana kampusnya yang baru, pasti akan sangat bagus sekali, pikirnya.
Dan ternyata benar seperti dugaan Dewa, Universitas itu sangat luas dan besar. Ia berdecak kagum saat melihat keindahan itu. Ia lalu melihat para murid yang masih berada di luar, sangat banyak dan tentunya dandannya tak kalah keren dari Universitasnya. Baju mereka pun tampak terlihat berkualitas.
Dewa merasa minder sebenarnya, tapi ia tak terlalu memikirkannya. Dia disini tujuannya untuk belajar, bukan untuk pamer harta orang tuanya. Dewa segera mencari parkir untuk motornya, Ia harus melewati puluhan mobil yang bagus-bagus, M
mungkin hanya beberapa yang membawa motor seperti dirinya, tapi itupun motor Sport kalau tidak motor matic.
Sekali lagi Dewa tak ambil pusing. Ia baru akan turun dari motor ketika sebuah mobil dari belakangnya melaju dengan sangat kencang membuat ia harus minggir agar tidak terserempet. Dewa melihat siapa pemilik mobil yang menurutnya ugal-ugalan itu.
Atap mobil itu terbuka membuat Dewa bisa melihat dengan jelas sosok wanita yang kini sedang turun dari mobil dan membuka kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
"Dia!" Wajah Dewa langsung kesal saat melihat wanita yang kemarin sudah lancang menciumnya.
Zoya mengangkat alisnya saat melihat tatapan Dewa, Tapi ia tak mengatakan apapun, berlalu begitu saja dengan gayanya yang angkuh.
"Benar-benar wanita arogan" celetuk Dewa semakin tak suka melihat gaya Zoya ini.
Setelah menemui kepala Rektor kampus, Dewa langsung di antar ke kelasnya.
"Perkenalkan dirimu" kata Dosen pembimbing.
"Nama saya Dewangga Mahardika, Umur 20 tahun, Bisa di panggil Dewa" kata Dewa singkat padat dan jelas.
Semua wanita disana tampak menatap Dewa begitu kagum karena melihat wajah Dewa yang begitu tampan. Tapi Dewa tak terlalu memperhatikan, Wajahnya tampak datar saja.
"Baiklah Dewa, kau boleh duduk" kata Dosen itu dibalas anggukan oleh Dewa.
Dewa tersenyum tipis saat beberapa wanita tampak menggoda dan meminta nomor ponselnya. Ia benar-benar ingin fokus belajar disini, tidak ada niat untuk bermain-main, apalagi berpacaran.
Happy Reading.
Tbc.
Dewa sudah menyelesaikan satu jam mata kuliahnya. Ia mengisi jam istirahatnya untuk mengelilingi Universitasnya yang sangat luas. Ia tak henti-hentinya berdecak kagum saat melihat perpustakaan yang begitu penuh dengan buku, Belum lagi berbagai macam piala yang berjajar rapi di etalase yang begitu besar.
Dewa membaca nama siswa yang menjadi pemecah rekor terbaik tahun lalu.
Zachary Mattew Davies
Hebat sekali pria itu, pikirnya. Dalam hatinya, Dewa langsung berkata kalau dia harus bisa seperti anak itu. Dewa lalu kembali memutari kampusnya hingga tak sengaja bertemu dengan seseorang yang sangat ia kenal.
"Tara!" Panggil Dewa membuat sosok wanita cantik yang sedang berbicara dengan temannya itu menoleh.
"Dewa? Bagaimana bisa kau ada disini?" tanya Tara Bingung melihat Dewa ada disana.
Mereka berdua adalah teman semasa sekolah SD sampai SMA, rumah mereka pun hanya berbeda gang saja. Kehidupan mereka pun tak jauh berbeda, sama-sama dari keluarga sederhana. Mungkin Tara masih lumayan kaya dibanding Dewa. Dan hubungan mereka berdua sangat dekat, atau di bisa di bilang lebih dari seorang teman, tapi juga bukan pacar.
"Aku kuliah disini" kata Dewa tersenyum lembut pada wanita yang menjadi pengisi hatinya sedari kecil.
Ya, Benar. Dewa memang menyukai Tara dari dulu. Tapi ia tak ada nyali untuk mengungkapkannya. Dewa lebih senang mencintai dalam diam.
"Kok bisa?" Tara menatap Dewa tak percaya karena ia sangat tau kehidupan Dewa bagaimana. Semuanya serba pas-pasan, Jadi mana mungkin Dewa mampu kuliah di Universitas Internasional seperti ini.
Tapi tunggu dulu? Kalau Dewa kuliah disini, Bagaimana kalau pria itu nanti akan menceritakan kehidupannya yang di rumah. Tara tentu tak boleh membiarkan hal itu terjadi, karena semua orang di kampus ini taunya dia adalah anak orang kaya.
"Aku dapet bea siswa disini, semalem aku ke rumah..
"Oh, Iya udah. Aku masuk ke kelas dulu ya. Temenku udah nungguin" kata Tara langsung menyela begitu saja karena tak ingin teman-temannya tau hubungannya dengan Dewa.
Dewa mengerutkan dahinya saat terlihat tingkah Tara yang terburu-buru pergi. Dewa tak terlalu memikirkannya, ia melanjutkan jalannya untuk melihat-lihat kampus hingga ia tiba di gedung olah raga yang sangat luas dan banyak sekali murid yang beraktivitas disana. Dewa tersenyum tipis karena kagum dengan fasilitas kampus yang lengkap, dia haru....
Dugh....
"Aduh!!" Seru Dewa meringis kesakitan saat kepalanya terlempar bola basket.
Dewa langsung melihat siapa yang melemparkan bola itu padanya. Ia langsung berdecak kesal saat tau kalau wanita gila kemarin yang telah sengaja melemparkan bola itu. Dengan kesal, Dewa buru-buru mendatangi wanita yang kini menatapnya santai seolah tidak bersalah.
"Sebenarnya apa masalahmu? Kenapa kau selalu menggangguku!" seru Dewa begitu kesalnya.
"Aku tidak sengaja" kata Zoya acuh.
"Kau pikir aku percaya? kau jelas-jelas sengaja melemparkan bola itu padaku!" Kata Dewa begitu geram pada di depannya ini.
"Baiklah, Aku mengaku sengaja. Sudah? Lalu kau mau apa? mau membalas ku? Silahkan" kata Zoya suka sekali memprovokasi orang lain.
"Kau----" Dewa mengepalkan tangannya untuk menahan emosinya pada wanita ini.
"Apa?"
"Aku tidak akan kasar dengan wanita! Tapi jika lain kali kau menggangguku, Kau akan tau akibatnya" kata Dewa dengan wajah seriusnya.
"Bagaimana kalau kita bertanding basket? Kalau kau menang, aku tidak akan mengganggumu lagi.. Tapi kalau kau kalah..." Zoya mendekatkan dirinya satu langkah di depan Dewa, menatap dalam pria yang kemarin di ciumnya ini.
"Kalau aku kalah?" Dewa membalas tatapan mata Zoya yang entah kenapa malah membuatnya berdebar. Dewa baru sadar kalau wanita di depannya ini sangat cantik, memiliki bola mata yang indah dan bulu mata yang lentik. Bibirnya tipis dan berwarna merah jambu. Benar-benar cantik.
Eh? Kenapa dia malah kagum dengan wanita gila ini. Ingat Dewa! Wanita ini adalah wanita yang telah mengambil ciuman pertamamu. batin Dewa.
"Kalau kau kalah, Kau harus mentraktir semua orang yang ada disini makan siang" kata Zoya dengan senyum licik.
Dewa membesarkan matanya, ia melihat semua orang yang ada disana yang ada sekitar 20 orang lebih. Bagaimana mungkin ia bisa membelikan makan siang orang sebanyak itu.
"Tidak mau! Lagipula aku tidak ada waktu untuk meladeni wanita sepertimu" kata Dewa ingin langsung berlalu pergi, tapi bukan Zoya namanya kalau membiarkan Dewa lepas begitu saja.
"Bilang saja kau takut padaku kan? Pecundang sekali" kata Zoya dengan nada mengejek kental membuat Dewa tersulut.
"Cabut kata-katamu itu! Dan aku tidak takut padamu, Dasar wanita sombong" kata Dewa semakin jengkel dengan sikap Zoya.
"So? kita lihat saja" kata Zoya mengambil bola basketnya dan di lemparkan pada Dewa yang langsung menangkapnya.
Dewa tersenyum sinis, ia membuang tasnya di tepi lapangan. Dan langsung mendribel bola itu. Zoya ikut tersenyum karena merasa senang bisa memancing Dewa. Ia berusaha merebut bola yang di bawa Dewa, tapi ternyata pria itu cukup lihai membuat Zoya kesal.
Dak!!
Satu poin sudah di dapatkan Dewa membuat Zoya kesal. Kini permainan keduanya sudah menjadi pusat perhatian anak-anak karena mereka cukup penasaran siapa orang yang sudah berani melawan Zoya.
Semua murid di Universitas ini juga tau bagaimana sikap Zoya yang suka membuat masalah. Jadi mereka semua sudah berpikir kalau siswa baru itu akan menjadi korban ke usilan Zoya selanjutnya.
Tapi nyatanya, Zoya yang di buat kuwalahan karena Dewa ternyata pintar bermain basket. Dewa tersenyum puas saat melihat Zoya yang sudah kelelahan, Ia gantian memasang wajah mengejeknya dan...
DAK...
Satu poin kembali di dapatkan Dewa membuat dirinya menang dan langsung mendapatkan tepuk tangan riuh dari siswa lain yang melihatnya.
"Kau sudah kalah! Jadi berhenti menggangguku" kata Dewa memasang wajah seriusnya.
Zoya tampak tak senang, dia paling benci kekalahan. Dengan kesal ia mengambil bola basket itu dan langsung melemparkannya ke jendela membuat kacanya langsung pecah dan membuat tepuk tangan anak-anak berhenti.
Dewa tentu kaget melihat hal itu, Wanita ini apa maksudnya coba? Benar-benar wanita aneh, pikirnya.
*****
Dewa sudah menyelesaikan semua mata kuliahnya. Ia sudah berada di parkiran dan bersiap untuk pulang, tapi dia di buat kaget saat melihat ban motornya kempes membuat Dewa harus mendorong motornya untuk mencari bengkel.
"Kenapa bisa kempes? Perasaan tadi nggak papa" gumam Dewa bingung.
Din...Din..
Terdengar suara klakson mobil dari belakang membuat Dewa begitu kaget, ia langsung menoleh. Sedetik kemudian berdecak karena melihat Zoya yang tersenyum mengejek padanya.
"Wanita itu lagi!" sungutnya sebal.
"Hei, Apa kau butuh bantuan?" kata Zoya menghentikan mobilnya tepat di samping motor udik Dewa.
"Tidak" sahut Dewa ketus.
"Wah, tawaranku di tolak...Yasudah...By the way...Jangan kapok ya, itu baru permulaan" kata Zoya langsung membuat Dewa kaget, jadi wanita ini yang mengempeskan ban motornya.
"Dasar wanita gila!!
Happy Reading.
Tbc.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!