Reyhan tersenyum sambil menjabat tangan orang-orang yang mengucapkan selamat padanya. Impian yang dia inginkan dari dulu akhirnya terwujud pada hari ini. Papa memberikan semua tanggung jawab penuh perusahaan pada dirinya. Setelah beberapa obrolan ringan selesai, Reyhan berpamitan pada semuanya, dia masuk ke dalam ruangan barunya. Direktur utama termuda di CV. Senja Grup, perusahaan penghasil produk-produk rumah tangga dan pemeliharaan kesehatan diri.
"Hai sayang," pekik seorang perempuan saat Reyhan masuk ke dalam ruangannya. Senyum Reyhan mengembang seketika, Rere duduk didalam ruangannya.
"Hai. Udah lama?"
Rere menggelengkan kepalanya. Dia merentangkan kedua tangannya pada Reyhan, dengan senang hati Reyhan menyambut hangat Rere kedalam pelukannya. "Selamat ya sayang," ucap Rere dengan begitu lembut.
"Makasih sayang. Kamu udah makan?" tanya Reyhan yang langsung di jawab gelengan kepala oleh Rere. Reyhan melepaskan pelukan mereka, wajah cantik itu sedikit cemberut, membuat Reyhan semakin gemas.
"Laper," cicit Rere dengan nada manja.
"Kita makan ya," ujar Reyhan lembut. Ponselnya berdering, nama Mama tampil di layar ponselnya. "Sebentar ya sayang. Mama telepon." Mendengar itu, raut wajah Rere sedikit berubah, dengan anggukan pelan ia mengijinkan Reyhan untuk menerima telepon Mama nya.
"Assalamu’alaikum, Ma," ucap Reyhan terlebih dahulu.
"Wa’alaikumsalam Rey. Papa masih di kantor?"
"Masih Ma," jawab Reyhan.
"Mama telepon dari tadi gak diangkat. Nanti kamu sampaikan pesan mamah ya, Umi Balqis udah sampai dirumah sama keponakannya, Aisyah," ucap Hana, ada perasaan tak enak mendengar nama itu, Reyhan pernah sekali tak sengaja mendengar nama Aisyah, dan Mamanya dengan antusias menyebut nama Reyhan juga setelahnya.
"Iya Ma. Nanti Rey bilang ke Papa."
"Makasih ya Rey. Mama tutup dulu teleponnya, selamat buat jabatan baru kamu. Wassalamu'alaikum."
"Wa’alaikumsalam, Ma."
...🦋...
Aisyah duduk disamping tantenya, Umi Bilqis. Dia sedikit meremas gamis yang sedang dia kenakan, jantungnya sedikit berdebar saat tahu dirinya akan dijodohkan dengan seorang laki-laki yang belum di temui sebelumnya. Tantenya selalu mengatakan bahwa laki-laki ini adalah anak baik-baik, memiliki karir yang bagus dan sopan kepada orang tuanya.
"Baru ke Indonesia lagi ya Aisyah?" tanya teman umi, Hana, Aisyah menganggukan kepalanya sambil tersenyum, walaupun cadar menutupi senyumannya, namun garis dibawah mata mampu menunjukkan bahwa Aisyah tengah tersenyum.
"Iya Tante. Baru sebulan," jawab Aisyah lembut.
"Jangan Tante dong sayang. Mama," jelasnya sambil tertawa kecil, lagi-lagi dia hanya tersenyum, malu, kata yang cocok digunakan untuk keadaannya saat ini.
"Aisyah pindah-pindah ikutin ayahnya, terakhir di Indonesia Aisyah tinggal di pesantren Banten, terus pindah lagi karena Ayahnya harus kerja ke Kairo, kebetulan juga Aisyah seneng jadi bisa sekalian kuliah di Al-Azhar," jelas Umi Balqis.
"Wah hebat, Mama denger kamu penghafal Al-Qur'an ya?"
"Alhamdulillah Tante," jawab Aisyah.
"Kok Tante lagi sih. Kan sebentar lagi mau jadi menantu Mama. Nih ya Mama liatin foto Reyhan, kamu pasti langsung suka," Aisyah hanya tersenyum saat melihat foto yang di tunjukkan kepadanya. Memang tampan, namun Aisyah biasa saja. Bahkan saat di Pesantren pun ia mampu menjaga perasaannya, Yusuf, nama itu terlintas lagi di kepalanya, padahal saat itu Yusuf kuliah dilain kota dan berjanji akan meminangnya setelah lulus nanti. Namun janji tinggalah janji saat yang maha kuasa sudah menetapkan garis kehidupan. Ia lebih dulu meninggalkan pesantren dan hanya meninggalkan surat untuk Yusuf 'Jika berjodoh, pulang dari Kairo kita akan berjumpa lagi'. Tapi memang bukan jodoh sepertinya, Dua tahun kemudian Aisyah yang masih kuliah di Kairo sedikit terkejut mendengar ayahnya mendapatkan kabar Yusuf menikah. Ia sedikit bersyukur tidak menahun perasaan lebih pada manusia, jadi tak ada rasa kecewa yang Aisyah rasakan saat itu.
"Semoga mereka cocok ya. Aisyah udah 25 tahun, udah siap jadi istri yang Sholehah," ucap Umi Bilqis sambil tertawa lembut
"Insyaallah umi," lirih Aisyah.
Hatinya tak menentu saat jam menunjukkan pukul 4 sore lebih. Itu artinya Reyhan yang ada difoto tadi akan pulang bersama Papa-nya.
"Ayah Aisyah apa udah merestui?" Tanya Hana tiba-tiba.
Umi Bilqis tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Udah Hana, kalo mereka cocok dan Aisyah setuju, beliau mau pulang ke Indonesia dan menjadi wali."
Tak lama, sebuah ketukan pintu membuat perempuan berjilbab panjang itu langsung berdiri dengan semangat.
...🦋...
Reyhan mengekori Papa yang terlebih dahulu masuk, Reyhan tersenyum lembut saat melihat 3 perempuan tengah duduk disofa. "Assalamu’alaikum," ucap Reyhan dan Papa bersamaan.
“Wa 'alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,” jawab Aisyah begitu pelan. Reyhan mencium tangan Mama, lalu menempelkan kedua tangannya, memberikan salam jauh lengkap dengan senyumnya yang lembut kepada umi Balqis dan seorang perempuan bercadar.
Reyhan pun duduk disamping Hana. "Rey, sebenernya ada yang mau Papa sama Mama obrolin dari dulu. Karena gak pernah ada waktu yang pas, jadi hari ini Papa harap kamu bisa mengikuti rencana kami dulu." Reyhan langsung terkesiap. Rencana apa? Apa yang akan dibicarakan?
"Kami dan Umi Balqis sudah berteman lama dari sebelum kamu lahir, dan Umi Balqis kedua anaknya putra."
"Sebentar Pah. Ini maksudnya apa ya?" Potong Reyhan dengan cepat.
"Rey, Umi dan Mama kamu pernah merencanakan perjodohan dulunya. Namun karena anak Umi laki-laki semua, itu artinya tidak akan ada perjodohan. Dan Alhamdulillah, ditahun ini keponakan Umi dateng dari Kairo, dia masih lajang, dan kebetulan Rey juga masih lajang," tutur Umi Balqis lembut. Reyhan melirik sekilas perempuan bercadar itu, ia begitu tenang bagai tak ada masalah apapun.
"Maaf umi, tapi Rey udah—" ucapannya terhenti saat mendapati peringatan dari Papanya.
"Kita lanjutin dulu, kalo kalian cocok Alhamdulillah, kalo kalian merasa gak cocok, ya mau bagaimana lagi," ujar Papanya pelan. Walau hati Reyhan kini tengah marah, ia berusaha meredamnya, ia harus menghargai tamu.
"Aisyah, lepas sebentar ya cadar kamu. Biar Rey bisa melihatnya," ucap Umi Balqis lembut, perempuan itu mengangguk, hijab berwarna mocca dan cadar berwarna hitam, sebagai lelaki Reyhan juga memiliki rasa penasaran, secantik apa wajah dibalik cadar itu. Matanya memang indah, dan kulit putih sudah cukup menggambarkan kecantikan perempuan itu, namun rasanya belum cukup, Reyhan ingin melihat seluruh wajahnya.
Reyhan terdiam sesaat, wajahnya sangat cantik, senyuman halus itu menambah anggun wajah Aisyah. Ia sempat terseret oleh pesona Aisyah, namun bayangan Rere seakan menyadarkannya, Rere pun cantik. Yang membedakan Aisyah tanpa make up pun sudah cantik, sedangkan Rere juga cantik ditambah make up yang selalu menambah kilauan kecantikan nya. "Gimana Rey?" tanya Papa nya, menyadarkan Reyhan dari pikirannya yang sedang beradu.
"Gimana dengan dek Aisyah?" tanya Reyhan balik bertanya. Aisyah sudah memasang kembali cadarnya, terlihat anggukan samar dari perempuan itu.
"Alhamdulillah," ucap semuanya.
Reyhan tersenyum kecil yang terkesan hambar. Dia melirik semua orang yang ada di sana. "Maaf, Rey belum bisa kasih jawabannya sekarang, tapi insyaallah Rey akan kasih keputusan beberapa hari lagi," terlihat kekecewaan ditunjukan semuanya, hanya Aisyah yang masih sabar dengan ekspresinya. Terlihat dari garis matanya, perempuan itu masih tersenyum.
Beberapa menit mereka habiskan dengan perbincangan yang lebih banyak memperkenalkan latar belakang Aisyah dan Reyhan. Sedikit tak menyangka Aisyah sudah berumur 25 tahun, itu artinya mereka hanya selisih 2 tahun. Kesan pertama yang Reyhan berikan, mungkin Aisyah masih berumur kisaran 21 tahun.
...🦋...
Tak terasa sudah jam 5 lebih. Umi dan Aisyah sudah berpamitan pulang. Mereka pun mengantarkan Umi dan Aisyah sampai keduanya masuk kedalam mobil.
Sesampainya didalam rumah, Papa terlebih dahulu berjalan kedalam kamar, akan membersihkan dulu dirinya, Reyhan yang tidak bisa lagi membendung pertanyaan menghampiri Hana. "Kenapa Mama tiba-tiba ngejodohin Rey?" tanya Reyhan dengan nada bicara yang sudah tidak bisa dia haluskan lagi, amarahnya benar-benar sudah meninggi.
"Mama rasa umur kamu udah cukup matang buat menikah Rey." Raut wajah yang begitu tenang membuat Reyhan menggelengkan kepalanya, dia tidak mengerti dengan apa yang sedang kedua orangtuanya pikirkan.
Reyhan kembali menatap Hana dengan fokus. "Kan ada Rere Ma, Mama bisa nyuruh Rey nikahin Rere, besok juga Rey siap," protes Reyhan.
Hana menghela nafasnya. Kemarin dia melihat sendiri Rere yang bersama dengan teman-temannya, baju mereka begitu terbuka menampilkan pusar, dan gaya bahasa terlalu kasar semakin membuat Hana meringis saat membayangkan perempuan seperti itu akan menjadi menantunya. "Mama nggak suka Rere, Rey! Kamu mau yang mendidik anak kamu nanti perempuan yang bahasanya kasar? Pergaulannya bebas? Minum-minuman keras dan perokok? Mendingan Aisyah Rey, dia perempuan dari kalangan keluarga terdidik Islami, berpendidikan tinggi, berhijab dan tahfidzul Qur-an. Apa yang kurang dari Aisyah Rey?"
Reyhan menghela nafasnya. Ini pertama kalinya Reyhan membantah bahkan sampai berdebat seperti ini. "Bukannya Mama sendiri yang pernah ngajarin Rey buat nggak ngeliat seseorang dari luarnya? Ngehargai semua orang dan gak boleh ambil keputusan disaat marah?" Hana terdiam. Ia tak menyangka Reyhan bisa berbicara seberani itu kepadanya.
"Tapi maaf Ma. Saat ini Rey lagi marah. Rey nggak mau ngambil keputusan apapun." Reyhan berdiri dari duduknya. Namun saat hendak pergi, ucapan Hana menghentikan langkahnya.
"Mama bakal ngebatalin perjodohan ini asal Rere mau di Jilbab. Memperbaiki dirinya... Impian Mama cuma satu, bisa punya menantu yang mau saling ngingetin dan menambah ilmu agama diumur Mama yang udah tua ini, disaat suami dan anak Mama sibuk mengejar dunia. Mama butuh bekal buat akhirat Mama nanti, jadi Mama mohon, tolong kabulkan permintaan Mama yang satu ini." Reyhan terdiam, namun tak menunggu lama dia menganggukan kepalanya, dan pergi dengan hati yang berkecamuk.
Apa yang harus dia lakukan sekarang? bisakah Rere bekerjasama dengannya? Semua ini terlalu mendadak, Reyhan sedikit ragu jika Rere akan menerima ajakannya untuk menikah disaat karir Rere sedang melonjak tinggi seperti itu. "Argh!" pekik Reyhan tertahan sambil menutup pintu kamar cukup kencang, kepalanya langsung sakit jika sudah kembali mendapatkan masalah mengenai hubungannya dengan Rere. Terlalu banyak penolakan yang diberikan Hana dan melakukan perjodohan tanpa persetujuannya terlebih dahulu adalah hal yang paling parah bagi Reyhan.
Dengan cepat Reyhan mengeluarkan ponselnya, dia mencari nomor Rere dan mulai mengirimkan sebuah pesan agar mereka bisa bertemu, masalah ini harus berakhir dengan cepat, tidak bisa dibiarkan terlalu lama karena ada orang lain yang menunggu kelanjutan dari perjodohan ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!