NovelToon NovelToon

Istri Yang Tersakiti

Ada Sembunyi

Sari mengcopy beberapa file untuk meeting. Menjadi istri yang tidak dilarang untuk berhenti bekerja. Adalah suatu kesempurnaan, ia mempunyai pria yang menurutnya sangat manis dan pernikahannya selama ini sudah memasuki lima belas tahun.

Menjalin hubungan sejak dibangku sekolah menengah, kuliah dan kini bekerja kantoran. Ia rasa sudah cukup bagi Sari, jika suaminya sangat ideal. Pria idaman yang sangat setia.

Menginjak usia dua puluh delapan tahun, adalah waktunya Sari mengidamkan keturunan. Ia berjanji pada suaminya, setelah menjalani promil satu tahun lalu, ia akan fokus dan resign dari kerja kantorannya.

Rak berkas menumpuk di balik meja nomor tujuh. Sari menginput data perbankan sebagai karyawan bank, hal itu tidaklah mudah bagi dirinya yang saat ini sudah menjadi manager vvip.

"Sar, lo kok mau resign diem diem aja. Pake dadakan lagi? Lo hamidun ya ?" tanya Sina.

"Udah deh. Sebagai sahabat, jangan ungkit bahas ini lagi. Nanti gue pasti cerita kok, kerjaan banyak banget nih. Tiga hari tumpukan berkas hitam tujuh begini bikin jari sama otak keriting aja. Hoooh ..." lelah Sari, menatap layar monitor.

"Jiaaahaaahaa .. alamat lembur dong. Itu karma udah bikin gue ga bisa dateng ke acara nikah lo. Karma sama sahabat tuh Sar, Tapi kenapa sih lo ajuin resign, sedih gue deh." ungkap senyum Sina.

Sari hanya menggeleng kepala. Ia bahkan tak menyangka jika sahabat baiknya itu, selalu mendukung dan tak pernah marah berlebih. Sina seorang admint di dunia perbankan, begitu juga Sari yang merangkap karyawan biasa menjadi manager wanita termuda. Ia menyukai sekali pekerjaannya.

Sari mengenal Sina saat lima tahun lalu, masih sama- sama menyedihkan saat berjuang hidup. Sama kala, sebagai anak yang terbuang tak mengenal lengkap keluarganya. Bahkan humor Sari sebagai anak haram, membuat dirinya malu.

Hanya mengenal Sina yang tertutup awalnya. Tapi ia yang sering di sapa Sina. Dia care dan solid membuat mereka bersahabat hingga kini.

Bertemu Mashari dan mendukungnya adalah awal ia jatuh cinta, sejak sekolah abu abu.

"Udaah aaakh. Kerjain lagi berkas dari Pak Ceo. Yang ada nanti ga kelar kelar nih!" pinta Sari pada Sina.

"Ok deh. Tapi janji loh. Gue ga mau, lo diem aja. Lagian bukan berarti suami udah jadi Ceo, di perusahaan tambang. Lo tinggalin gue." cetus Sina.

"Sina, fokus! kerja dulu ya. Tar kita ngobrol lagi di kantin!" senyum Sari, lalu ia masuk ke dalam ruangannya.

Melihat nasabah, berkerumun. Hati Sari sangat indah, mencintai pekerjaannya adalah sebuah keharusan untuk mengumpulkan pundi dan masa depannya kelak. Terlebih ia sudah biasa membeli sesuatu dengan uangnya sendiri. Meski suaminya setiap bulan selalu kirim uang bulanan tiga digit untuknya.

***

Di Rumah.

Di suatu malam. Jamuan makan bersama di rumah keluarga kecilnya. Sari meletakkan tas hitam selempangnya ke sembarang tempat. Berbaring di kasur sebentar. Lalu ia segera mencari ponsel.

Tak satupun Mashari suaminya mengabarinya. Ia menikah telah berjalan lima belas tahun, tapi bertemu dan bertatap hanya satu atau dua kali dalam satu minggu. Hingga ia di ijinkan masih bekerja hingga kini.

"Aku yakin. Almarhum Pak Sandi akan bahagia. Aku pasti bisa membuat mashari bahagia sama aku setelah promil berhasil. Aku akan menunggu, bahkan tipekal pria seperti suamiku yang sibuk bekerja. Mana mungkin mempunyai kekasih lain." benak Sari, ia yakin suaminya tipe setia.

Sari menuruni anak tangga. Lalu ia menatap meja makan malam telah tersaji dengan cepat. Bi Onah asisten rumah kepercayaan menghampirinya.

"Nyah. Eeeuum .. tadi tuan bilang, kalau ..," sedikit gugup menatap.

Sari diam terpaku. Meletakkan gelas bening air mineral dan tersenyum pada bi Onah.

"Baiklah bi. Tidak apa - apa! saya sudah terbiasa. Bi Onah makan dengan saya yah. Mau yah bi? Saya tidak suka makan sendirian. Mau yah!"

"Tapi nyah .. anu, saya .."

Sari memegang tangan bi Onah dan mendorong kursi. Meminta duduk dan makan bersama dengan ramah. Hal itu di lakukan tidak satu kali, sebelum Sari menikah pun ia sangatlah santun pada yang lebih tua saat bertamu.

"Nyah. Seperti Almarhum Tuan Sandi, tapi berbeda dengan ... Aaakh! Silahkan di makan Nyah. Bismillah .. !"

"Seperti apa bi?"

"Itu .. Euuukhm." bi Inah kebingungan dan gugup.

"Ya sudah, Eeeuum .. tidak penting kalau sulit bicara bi. Kalau gitu kita makan dan satu lagi, kalau kita berdua. Bibi panggil aku nama saja ya!"

Sari menyuap dengan senyuman. Tapi jauh dari hatinya sangat terpukul, hal seperti biasa adalah suaminya tak pernah menemaninya makan atau sekedar mengobrol. Jika bertemu hanya saling menatap dan satu patah dua patah berbicara.

Sebenarnya, ia rindu akan suaminya. Tapi setelah pernikahan ketujuh. Sari merasa suaminya sedikit berubah, terlalu sibuk membuat ia sendirian begitu saja. Belum lagi mertua Sari meminta dirinya segera mempunyai momongan, agar suasana rumah ramai dengan tawa anak anak.

Sari setelah makan malam, ia bergegas ke kamar. Ia menyingkirkan kemungkinan pikiran orang lain jika suaminya kecantol janda kembang. Sari hanya berfikir baik, jika tekanan kerjaan suaminya sangatlah besar menjadi seorang ceo saat ini.

Tbc.

KEMANA SUAMIKU

Toook ... Tooook.

"Non. Tolong buka Non! Ada telepon,"

Alea yang baru saja ingin memejamkan mata. Terpaksa bangun dan membuka pintu kamar dengan segera.

"Bibi. Ada apa, semalam ini?"

"Maaf ya. Nyah, eeekh .. Non. Aduuh apa yah .. jadi bingung." menatap lesu.

"Udah bi Onah mau bicara apa. Aku gak apa- apa. Berita buruk atau baik, aku pasti legowo!"

Bi Onah tersenyum, andai saja di rumah ada Nyonya besar. Mungkin suasana rumah tak semenakutkan seperti saat ini yang terasa hampa dan tak bersahabat selalu serba salah.

"Begini.. tadi. Tuan Haris meminta nona, Euuuh ... besok siang menemuinya di tempat biasa! Ini bibi udah tulis di kertas,"

"Oowh. Makasih ya bi, ini berita baik. Udah lama juga kan. Terus terang sebulan lebih ini, besok ketiga kalinya kan Aku ketemu Mas Haris."

Bi Onah sangat sedih. Menatap senyuman tulus Alea membuat ia teringat sang anak di kampung yang telah berkeluarga juga. Hanya saja karena kondisi, di mana ia harus tetap bertahan bekerja pada keluarga Aksand.

"Kalau gitu berita buruknya apa Bi?"

Alea menatap wajah bi Onah terlihat kaku dan sedih. Di mana ia jelas tau apa yang ingin di ucapkan sang bibi. Tapi ia tak mau banyak berprasangka buruk dan memikirkan hal aneh.

"Bi .. Ayo cerita!" mengusap punggung bi Onah.

"Anu .. Nyonya besar. Harus melakukan operasi, kata dokter ada hal serius ingin bertemu Tuan atau walinya. Tadi bibi udah kabarin Tuan Haris, tapi ..,"

"Apaah ... Ya udah bi jangan panik ya! Besok Alea mampir sebelum berangkat kerja. Dokter Celine pasti akan melakukan yang terbaik. Mama Riris pasti akan sembuh kok bi. Aku berharap Mama cepat sembuh!"

"Amiiin .. mata, ucapan, tulus non Alea. Sungguh di sayangakan tuan Haris menyianyiakan istri briliant seperti non." benak bi Onah.

"Kok bengong bi?" tanya Alea.

"Gak apa - apa bibi duluan ya."

Di sudut senyuman tipis. Alea sadar, ia telah berkeluarga dan berubah status.

Tapi benar benar ia merasa masih saja kesepian. Meski keadaan berubah jauh dari kata serat akan langkah hidupnya yang tak berarah. Entah kenapa suami yang perhatian, kini sedikit berkurang.

Pagi hari Alea ke rumah sakit. Ruangan nomor tujuh kosong satu. Tempat di mana ibu mertua Alea masih dalam keadaan kritis. Kecelakaan membuat ibu mertua yang baik mengenaskan, papa mertua terkena serangan jantung ketika mengetahui kabar melalui sambungan ponsel.

Hal itu masih penuh tanya, mengapa suaminya Haris masih tak menemukan apa penyebabnya. Jika saja Alea mempunyai wewenang, mungkin ia ingin mencari tau.

Hanya saja, ia masih bingung kejelasan tak berujung. Alea hanya berharap ibu mertuanya bisa kembali sembuh seperti semula dan masalah semuanya cepat selesai.

"Mah. Mama cepat sembuh ya, setelah Haris pulang. Alea akan meminta persetujuannya. Mama harus berobat ke rumah sakit rujukan terbaik. Alea sedih lihat kondisi mama, tetap bertahan dan semangat ya Mah. Alea janji bakal nemenin Mama sampai kapanpun. Apapun keadaannya, Alea selalu anggap Mama seperti ibu kandung Alea!"

Alea bercerita pada Bu Riris bunda Haris. Ia tak pernah mendapat kasih sayang begitu baik sebelumnya.

Dulu, ia berusaha mengejar jambret. Yang notabane di kenal kala itu sering berhilir di tempat mencari korban di gang tak jauh ia pulang bekerja.

Bermodal keberanian, Alea berlari dan kilat keberuntungan memihak. Ia berteriak segerombol warga datang. Untungnya lagi ia bisa mengenal bu Riris dan mendiang suaminya.

Hal itu pun membuat Alea jatuh cinta pada Haris sekian lama mereka sering bertemu. Haris yang dingin, ia bisa sepatah dua kata tersenyum dan bicara padanya semenjak di zaman sekolah dulu.

Ciiiiieh .. hal begitu saja aku bisa hanyut dan berkata Haris tipe suami idaman dan setia. Meski aku sadar dia selalu sibuk dan gila kerja akhir akhir ini.

"Eeekh .. tunggu. Kenapa senyum kaya gitu kamu Al?" tanya Sinta.

Alea terkejut kedatangan Sinta tak jauh. Ia duduk di samping meja kerjanya. Lalu kembali dengan gaya kepo ketika dirinya menggeleng.

"Lah. Sekarang sedih kenapa sih Al. Cerita dong!"

Sin, kamu nih ya. Aku cuma lagi inget masa awal pertemuan aku aja sama Mas Haris. Tapi ... "

"Eeekh kok tapi.. kenapa Al?" serius Sinta.

"Mas Haris minta aku datang tadi pagi. Tapi pas aku datang, aku terlambat dia diemin aku dan ga natap aku langsung pergi ninggalin..Padahal aku mau ijin buat mindahin Mamah .. Sin. Aku harus apa Sinta. Huuuuuhuuuu .. ? apa sikanya karena tekanan kerja."

Sinta menatap dan memeluk Alea yang tiba saja mellow. Ia meminta Alea untuk tegar, untuk rileks. Ia tau jika Alea menyayangi bu Riris yang kini menjadi mamah mertuanya.

Karena Sinta pernah mengenal beberapa kali bertemu, saat perjamuan akhir tahun. Hanya saja ia tak mengenal sosok Haris.

"Cccccuuup ... Ya. Kamu ga boleh nangis lah Al. Aku tau, tapi kamu coba buat ketemu lagi nanti jam makan siang. Bertemu Mas kamu, bawain makanan dan ... Mmmm apa ya? Kartu ucapan maaf gitu!"

"Heuuuumph ... ide kamu Sin. Good banget, Mmmmuaaaach .. lope .. lope deh. Makasih Ya Sin."

Sinta melirik senyum dan menutup mata, kembali membuka mata dengan wajah sok dan sombong. Mirip wanita yang cerdas mempunyai ide briliant yang tak di miliki sahabatnya itu.

"Jiiiiieaaah .. mulai deh. Udah dapat pencerahan kabur dia. Woooiy .. Al. Mo kemana jam kerja nih!" berdiri terkejut menatap punggung Alea yang berjalan semakin menjauh.

***

DI KANTOR HARIS.

"Honey. Kamu yakin ga mau aku temani?"

"Ren. Udah kamu kembali pulang, nanti malam aku pulang sebentar. Aku bakal pulang kerumah istriku tersayang ini kok. Jadi jangan cereweet ya!" titah Haris.

Oke. See you Honey ... Mmmmmuaaach. Good Luck, semangat ya!" Kecup Irene.

"Pasti. Hati - hati Ren. Kabari aku kalau udah sampai rumah!" pinta Haris.

Alea yang tiba di lantai Ground. Ia memencet tombol lift dan menunggu tombol merah berubah hijau. Pertanda ia cepat segera masuk dan tak sabar keruangan di mana ia harus bertemu janji pada suaminya.

Tliiiing .. Suara pintu Lift.

Alea masuk, membalikan tubuhnya dan menatap seseorang yang berjalan lurus melirik menatapnya dengan alis menyamping. Alea yang berdiri di tengah lift hanya bisa kembali menatap dengan senyum, hingga pintu Lift tertutup. Tapi wanita itu masih menatap seperti tak suka padanya.

"Haaaah .. kenapa wanita glamour itu menatap aku kaya tadi ya?" berpikir lola Alea kala itu.

Dengan sebuah rantang spesial. Alea menunggu di ruangan lantai tujuh belas. Ia meminta receptionis membuka ruangan private yang biasa digunakan Haris jika ingin menemuinya.

"Silahkan duduk Bu! Pak Haris akan segera datang, ia sedang bertemu klien .. Tapi,"

"Terimakasih .. tidak apa - apa. Saya bisa menunggu kok." balas Alea yang sudah tau jawaban apa.

Haris bergegas mengambil jasnya. Ia ingin sekali tiba di rumah menemui Irene. Tapi dengan pakaian yang tak fresh. Ia harus bergegas pulang kerumahnya, dan bertemu Alea. Entah kapan ia ingin berkata jujur, tapi Haris sengaja menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan jika ia telah mempunyai anak dari wanita lain.

Tbc.

KABAR BARU

"Heeeh .. ada apa tuh Sin. Kok pake toa segala pengumuman nya?" tanya Alea pada Sinta. Tapi ia hanya menggeleng senyum meringis tak tau.

"Jangan tanya Sin. Aku juga ga tau, kamu balik nanya lagi."

Sinta senyum merongoh. Lalu menatap sang atasan berjalan dengan gaya tegas dan tangan yang menyelingkup ke saku celana.

Kalian semua. Terimakasih untuk seluruh karyawan dari level satu hingga level enam. Saya tak bisa menyebutkan satu persatu tentunya. Saya terimakasih atas kerja sama dan lelah kalian yang sudah membangun perusahaan ini menjadi lebih baik. Hingga perusahaan kita mendapat rating dari pusat bintang lima, jauh lebih baik menempati posisi perusahaan lain.

Kalau begitu, tanpa basa basi. Silahkan isi form untuk rewards. Satu lagi, akan ada beberapa kandidat naik jabatan dan mutasi untuk cabang baru yang menempati Sekertaris, Bendahara, juga tim Audit. Jadi tetap semangat dan terimakasih untuk hari ini. Mari tetap semangat, sehat selalu dan semangat lagi untuk pencapaian bulan ke bulan berikutnya. Oke untuk semuanya. Good Luck !!

Sorak menepuk tangan. Saling berjabat tangan tak lupa nasi box dan kue sebagai camilan di bagikan oleh pertugas pantry pada seluruh karyawan.

Semua mata karyawan berbisik bisik. Mereka ingin sekali naik jabatan. Tidak terkecuali Alea yang tak ingin mengisi form untuk bekerja lebih dari saat ini. Ia hanya berfikir menjadi baik saja sudah cukup untuk ia bekerja.

"Kok melamun sih Al. Ga suka ya isi form rewords tahunan?"

"Aaakh .. bukan itu kok. Aku bingung gitu Sin. Kamu kan tau, kalau aku ajuin naik level dalam kerja. Otomatis aku bakal sibuk dan makin jauh sama Mas Haris."

"Jiiiieh ... pengantin yang halu merenung. Ya udah deh itu hak kamu .. tapi, aku cuma mau bilang Al. Jangan pernah putus semangat buat pencapaian kamu yang sekarang aja, kamu tau kan kita susah payah masuk dan bertemu satu cabang. Lagi pula posisi kita saat ini lelah dengan target, belum lagi di geser dan End .. ?"

Alea mengangguk. Perkataan Sinta memang ada benarnya. Hanya saja ia harus banyak matang memikirkan hal terburuk jika ia kelak sibuk dalam pekerjaaan.

Yang jadi utama adalah. Apa mas Haris bakal ijinin ya. Aaaakh.. sebaiknya isi rewards sajalah. Soal naik level aku udah cukup bekerja seperti ini.

Sinta hanya menggeleng senyum pada sahabatnya. Sambil memutar mutar isi dalam kepala untuk yang terbaik pada Alea saat ini.

Terus terang dia sangat cukup berpotensi, terlebih ia tak mau berpisah setelah lama bekerja bersama.

"Enak saja. Aku mau daftar.. ga bisa kalau sendiri nih. Sory ya Al ... heheee." senyum miring Sinta.

Alea hanya kebingungan menatap Sinta sang teman di meja samping dengan tatapan berbeda. Tapi saat ia ingin menghampiri dan mengintip lamaran form yang Sinta buat.

"Eeeth .. udah ya. Kamu ga boleh ngintip, aku mau ke toilet dulu Aaaakh .. " menjauh dengan senyum menggoda.

"Ta. Jangan aneh - aneh Ya. Kamu jangan lakuin lagi tanpa persetetujuan aku!" teriak Alea. Tapi Sinta mengabaikan dengan pura pura tak mendengar.

****

"Honey. Kamu beneran ga bersentuhan sama si benalu kan?" tanya Irene yang menatap tajam pada Haris.

"Aku udah berapa kali bilang. Melihatnya saja sudah ga nafsu, dia bukan apa - apa. Seksi aja enggak. Ngapain juga mikirin hal macam itu sayang. Semakin hari dia sibuk, tidak secantik dulu bahkan kecantikannya kalah sama kamu." rayu Haris.

"Aku cuma takut aja. Suatu saat kamu akan .. "

"Sssssst ... "

Haris menutup bibir Irene. Lalu memulai gerakan ritme halus ketika suasana yang sangat mendukung. Hal itu pun layaknya sepasang kekasih yang sah. Apa lagi yang mereka luangkan selain bermanja manja.

"Sayang. Aku harus kembali ke kantor. Baik baik ya di rumah!"

Kecupan Haris mendarat pada Kening Irene. Tapi ia hanya melambai tangan dengan gaya sombong dan senyum manis pada wajah Haris. Setelah Haris menjauh dengan kendaraannya. Ia segera membalik badan dan mengambil ponselnya.

"Genk. Udah siap belum.. Oke, tunggu Ya. Kita fashion show berlanjut Clubing. Oke! ... Yes, Laki gue udah pergi tuh. Mana bisa gue sendiri diem di rumah. Hahaaaa ... "

Senyum tawa pada Irene ketika menutup ponselnya. Lalu mengambil beberapa pasang sepatu, untuk ia kenakan dengan setelan fashion yang di kenakan bersama genk sosialitanya. Setelah Haris kembali pulang menemui rumah lama dengan istri pertamanya.

Yes. Sebagian udah aku masukin ke koper. Tinggal kirim message aja. "Honeey ... aku ada potret dadakan. Mungkin dua atau tiga hari." lirihnya.

"Yes .. gitu aja repot. Punya suami model Haris memang seneng juga ga terlalu mengekang." senyum menggelitik pada mimik wajah Irene menatap foto mereka berdua di sebuah walpaper ponselnya.

Sementara Alea, ia telah sibuk dengan laptopnya. Tak lama ia mendapat suara mobil yang tiba saja tedengar dari kamarnya.

"Apa itu Mas Haris. Kok aku jadi seneng ya, kenapa Mas Haris pulang begitu sore. Aneh kok ga ngabarin, kan aku bisa masak."

Alea pun bersiap- siap turun ke lantai bawah. Pikirannya adalah ingin menyambut suaminya yang tak sering ada di rumah.

"Mas. Pasti lelah ya? Biar aku bantu Mas!"

setelah menyapa salam, Alea senyum manis menatap Haris.

"Heeumph .. "

Hanya balasan deheuman jawaban tanpa menatap Alea. Hal itu telah terbiasa pada sikap Haris padanya. Alea tak mempermasalahkan, baginya ia menyuka suaminya dan bersabar adalah hal yang sudah cukup baik. Mungkin penat naik jabatan, membuat suaminya bersikap dingin akhir akhir ini.

"Mas. Aku sudah siapkan air hangat. Mas mau makan apa, mau minum kopi atau teh. Atau mau sandwich penutup untuk makan malam. Aku akan buat ... ?"

Sssst ... Diamlah. Kamu keluar dari kamar! mas banyak kerjaan, lelah.

Alea terdiam sangat. Entah ia baru pertama kali mas Haris sangat bersikap marah berteriak seperti itu padanya. Sikapnya memang selalu ketus dan abai. Tapi ini pertamakalinya Alea mendapat kejutan tak biasa. Hingga suaminya menutup pintu kamar saat ia ingin melangkah masuk kamar.

"Nyah. Apa mau di siapkan sekarang makan malam?" tanya Bi Onah.

"Ya. Siapkan saja, biar Mas Haris saya yang siapkan!"

Alea pun mengambil ponsel. Hal yang tak ia mengerti mengapa sikap mas Haris pulang dengan emosi. Ia pun bertanya pada Sinta kala itu.

"Diieh.. jadi lo nelepon gue cuma curhat soal Mamas Lo Al?"

"Iya. Abis siapa lagi sobat gue yang paling care ngerti gue Sin. Please sedikit bingung .. !"

"Tega banget sih. Ya udah nih Ya, aku kasih tau kamu nih. Biasanya klo model kaya kamu nih Al ga jauh beda sama jomblowers. Buktinya kamu galau nanya sama jomblo yee .. kan?"

"Sinta .. Aku nanya serius juga!" teriak Alea kesal menatap ponselnya. Ia merasa di ledek, lalu menutup ponselnya. Sehingga Sinta yang masih halo - halo terkejut akan sikap Alea.

Jiiiiaaahaahaay .. marah sama jomblo kaya gue kamu nyesel Al. Tapi karena aku baik hati dan tidak sombong meski jarang menabung. Aku bakal kasih tips kenapa doi bisa kaya gitu.

Tliiing .. !!

Notif pesan suara. Membuat Alea yakin, jika pesan dari Sinta. Bukan dari ciri ciri suami yang bosan terhadap istrinya.

"Sinta pasti salah." lirih Alea.

Tbc.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!