" Mas ibu sakit dan masuk rumah sakit dan kata Dokter harus di operasi hari ini juga" ujar seorang gadis melalui saluran ponsel di sebrang sana yang terdengar sangat gugup sekali.
" Iyaa Nap, Mas akan usahakan hari ini transfer uang untuk biaya Ibumu " balasku kepada calon istri itu, seraya menata berkas yang akan segera aku bawa ke dalam ruang rapat, sebab Pak Hamdan tugas di luar kota dan aku sebagai asisten beliau yang harus menghandle semua rapat dengan para direksi saat ini.
" Nap, maaf Mas ga bisa lama-lama di telpon, bentar lagi Mas transfer ke rekening kamu, habis ini pergilah ke administrasi Rumah sakit untuk mengurus semua keperluan ibumu, masalahnya Mas mau ada rapat jadi buru-buru ini dan ga bisa lama." ujarku menejelaskan pada Zaenab melalui sambungan telpon.
Setelah aku menutup telponnya aku segera membuka aplikasi pengiriman uang, dan sejumlah uang aku kirim ke rekening Zaenab. Setelah itu aku buru-buru berlalu meninggalkan ruanganku menuju ruang rapat yang hari ini adalah rapat besar para direksi.
Sampai di sana aku persiapkan semua berkas dan bahan-bahan untuk rapat sebelum semua para pemimpin hadir di sana, aku di bantu Mila sekretaris dari Pak Hamdan mempersiapkan segala keperluan rapat besar ini, karena hari ini nasib perusahaan di tentukan, sudah di ujung tanduk kira-kira.
" Kayaknya ini sudah semua deh Mas, tinggal kita menunggu peserta rapat saja" ujar Mila memberi tahu.
Di tengah-tengah rapat terjadi perdebatan yang sangat alot prihal masalah perusahaan yang lagi mengalami penurunan drastis, yang di sebabkan karena adanya penyelewengan salah satunya pelaksana di lapangan.
Akhirnya rapat usai juga, walaupun berakhir dengan setumpuk PR yang sangat banyak dari pihak investor, dengan catatan memberi kesempatan pada kita untuk membenahi semua dan menindak pihak-pihak yang menyeleweng di lapangan.
Inilah nanti yang kan menjadi tanggung jawab perusahaan lebih lanjut, dan semua akhirnya bisa aku handel dengan baik, aku beruntung bisa menjelaskan pada para investor supaya tetap bertahan di sini.
Kalau tidak bagaimana nasib para karyawan di sini.
Apalagi CEO perusahaan lagi sakit keras, dan anak pemilik perusahaan ini baru saja di angkat menjadi direktur keuangan, dan dia baru mempelajari beberapa berkas.
Dan dia saja baru saja masuk beberapa hari, dan harus menghadapi masalah sebesar ini, kali ini dia mewakili sang ayah dalam rapat ini.
Lega rasanya permasalahan Perusahaan sudah teratasi untuk sementara waktu, tetapi jangan salah, usainya rapat ini sudah ada pekerjaan yang menumpuk menanti di depan mata, dan setumpuk permasalahan di lapangan harus segera di selesaikan satu persatu.
" Pak Pram Bisa ikut ke ruangan saya sebentar?" ujar seorang wanita muda dan cantik yang sedang berdiri di sebelahku dengan suara tegasnya. Yah dia adalah Direktur keuangan baru itu, anak dari pemilik perusahaan ini.
Baru beberapa hari masuk banyak pengagumnya di sini, bagaimana tidak selain berwajah cantik jelita dia masih sangat muda dan kecerdasan dia tak di ragukan lagi, banyak Pejabat maupun staf biasa yang masih muda-muda di sini kagum dengannya.
Sepertinya dia bisa di andalkan untuk menggantikan ayahnya yang lagi sakit, terlihat sekali tadi di dalam rapat begitu piawai dalam menjawab argumen dari pihak investor.
" Baik Bu," balasku sopan.
Lalu dia pun berlalu meninggalkan kami di ruangan rapat bersama Mila, " Mas kayaknya Mas bisa naik jabatan deh" celetuk Mila padaku sembari kami membereskan beberapa berkas sebelum berlalu dari ruangan ini.
" Duh... Mil dia Amin-in ga yaa, kamu tahu sendiri kan kepalaku rasanya mau pecah, sebab hanya aku dan Pak Hamdan yang pontang panting menghadapi semuanya, sementara pejabat yang lain ga mau tahu, mereka mau enaknya saja, kadang datang dan pulang ga jelas, udah makan gaji buta saja kalau kaya gini terus.
Mentang-mentang Pak Bos lagi sakit mereka seenaknya sendiri" keluhku pada Mila.
" Ya secara Mas bisa membuat para investor yang tadinya uring-uringan ingin hengkang, jadi malah bertahan di sini kan?" ujar Mila memberikan aku semangat.
" Tapi setelah ini pekerjaan berat menanti aku Mil, pusing deh aku pastinya nanti, dan semoga tim kita nanti solid Mil, lagian tadi Bu Karina juga hebat di usianya yang masih muda mampu mencari celah pada pihak investor yang mau hengkang itu" ujarku berpendapat.
" Apakah masih lama,hum...?" Sebuah suara menyela obrolan kami, aku kaget ternyata Bu Karina menunggu aku di depan pintu rapat sedari tadi.
" Oh... maaf Ibu, saya akan segera ke ruangan Ibu, " jawabku sopan.
Lalu diapun menutup pintu ruang rapat kembali, aroma parfum yang lembut dan menenangkan masih tertinggal di ruangan ini, ah seger lirihku dalam hati.
" Mil, maaf ya aku tinggal dulu, keburu Bu Bos marah" ucapku lirih pada Mila.
" Iya ga apa-apa Mas, buruan luluhkan hatinya Mas," seru Mila dengan senyum manisnya.
Sembari ku acungkan jari jempol ku menjawab seruannya.
Setelah sampai di depan pintu ruang direktur keuangan aku di persilahkan masuk oleh Bella sebagai sekretaris di sana.
" Silahkan Mas Pram, Bu Karin sudah menunggu di dalam" ujar Bella dengan suara manjanya seperti biasa, dia yang selalu genit ketika aku ngobrol dengan dia, Kaya cacing kepanasan saja batinku.
" Terimakasih Bell" balasku sambil tersenyum, dan akupun masuk ke ruang itu.
" Siang Bu Karin," sapaku dengan hormat pada wanita yang duduk di kursi kebesarannya itu, lalu Bu Karina mempersilahkan aku duduk di sofa berwarna terang yang ada di sebelah meja kerjanya.
" Silahkan Pak Pram" suruhnya mempersilahkan aku untuk duduk di sofa itu, lalu dia berdiri dari kursinya, lalu berjalan ke arah sofa yang aku duduki.
" Maaf Bu Karin, apa ada yang bisa saya bantu?" tanyaku dengan sopan, sambil aku menatap wajahnya yang cantik itu dengan tenang.
" Gini Pak Pram dan Pak Hamdan tahu kondisinya Perusahaan bagaimana, saya sebagai anak dari Pak Adi memohon dengan sangat bantuan Pak Pram untuk membenahi semua lini di perusahaan ini, tolong bantu saya ya Pak Pram" ujarnya seraya memohon.
" Baik Ibu Karin saya dan Pak Hamdan sekuat tenaga akan membantu Ibu semaksimal mungkin," jawabku meyakinkannya.
" Tapi saya minta ketegasan Ibu Karin juga, menindak pejabat yang seenaknya sendiri di perusahaan ini, sementara itu saya dan Pak Hamdan akan membagi tugas untuk menyelesaikan masalah di kantor dan di Lapangan." Pintaku pada Bos baruku itu.
" Baik Pak Pram akan saya tindak pejabat yang tidak berguna, dan terimakasih Pak untuk semuanya, dan anda hebat bisa meyakinkan para Investor tadi untuk tetap bertahan di Perusahaan kita ini, sekali lagi saya ucapkan terimakasih," pujinya padaku.
" Wah... Ibu Karin juga hebat kok tadi bisa mematahkan argumen dari mereka" balasku ikut memujinya juga.
" Pak Pram bisa saja, intinya kita harus bisa kerjasama dengan baik Pak Pram, semoga permasalahan perusahaan kita cepat selesai deh" jelasnya berharap.
" Baik Bu Karin kalau gitu saya undur diri dulu, masih banyak kerjaan yang menanti saya di meja kerja" ucapku seraya mohon diri
" Baik Pak Pram silahkan, dan sekali lagi terimakasih Pak Pram," balasnya dengan senyum manisnya.
" Sama-sama Bu Karin, saya permisi" pamit ku sekali lagi.
Usai dari ruang Bu Karin aku memulai kesibukanku yang menumpuk, bergulat dengan beberapa berkas yang harus di perbaiki dan di revisi lagi, sebab banyak sekali ketidak cocokan di sana, dan segera aku laporkan kepada Pak Hamdan nantinya.
Dan menjadi pertimbangan untuk rapat berikutnya.
kena pecat karena menyelewengkan dana perusahaan.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, mungkin karena banyak pekerjaan yang menumpuk akhir-akhir ini, menjadikan aku lupa menghubungi Ibuku dan tunangan ku Zaenab.
Harusnya aku tiap Minggu pulang kampung, tetapi sebulan lebih ini aku tak kunjung pulang juga, aku harap mereka mengerti.
Telpon pada Ibu dan Zaenab saja aku hanya beberapa kali saja, sebab selama sebulan lebih itu aku juga tak libur. Mengingat kondisi perusahaan belum pulih, dan saat ini butuh tenagaku, dan para staf dan pejabat yang masih loyal pada perusahaan bahu membahu memulihkan kondisi perusahaan yang saat ini, hingga membawa perubahan yang signifikan bagi perusahaan pulih lebih cepat lagi.
Ketika masalah di Perusahaan berangsur-angsur membaik, akupun lega itu berarti kami semua karyawan terhindar dari phk, namun hanya pihak-pihak tertentu yang secara tegas di pecat, karena mereka terkait atau ikut andil dalam permasalahan ini.
Usai permasalahan Perusahaan selesai, aku mengajukan cuti selama seminggu untuk menengok Ibuku dan tunanganku di kampung.
" Kenapa lama ga pulang kamu Nak?" tanya Ibu yang sudah menyapa aku ketika di ambang pintu rumah. Aku yang selalu pulang mengendarai sepeda motor.
" Maaf Bu, banyak masalah di Perusahaan jadi harus fokus ke sana dulu, demi menyelamatkan perusahaan, supaya kami para pekerja bisa tetap bisa mencari nafkah di sana," ujarku menjelaskan.
" Gimana kabar Ibu? maafkan Pram ya Bu?" ucapku dengan mencium takzim tangannya.
" Alhamdulillah Baik, ayo buruan masuk ga enak di lihat orang" seru ibu yang sudah menarik aku masuk ke dalam rumah.
" Pram kangen masakan Ibu lho" ujarku sembari membuka tudung saji yang ada di atas meja.
Kulihat ikan asin, sayur asem dan sambal tomat kesukaan aku, menu yang sederhana tetapi ngangenin, membuat aku menelan air liurku melihat sajian di atas meja itu.
" Mandi dulu gih, habis itu baru makan, bau asem tahu" suruh Ibu.
" Siap Bu" balasku dengan mode hormat pada Ibuku, lalu akupun dengan langkah gontai berlalu menuju kamar yang dari dulu aku tempati dari kecil hingga sekarang, tak ada yang berubah, hanya saja ranjangnya saja yang di ganti agak besar, mengingat aku sebentar lagi mau menikah dengan Zaenab jadi ibu berinisiatif untuk mengganti ranjang yang lebih besar. Katanya Ibu biar ga usuk-usukan nantinya.
Setelah membersihkan badanku dan berganti baju aku keluar langsung menuju meja makan, di sana ibu sudah menunggu aku dengan duduk manis.
" Nah sekarang kita makan dulu habis itu kita ngobrol -ngobrol ya?"
" Iya Bu," ucapku patuh.
" Kamu sudah transfer buat Zaenab,Pram untuk bayar kuliah dan kebutuhan sehari-hari Bapak dan Ibunya?" tanya ibu
" Sudah Bu sehabis gajian saya langsung transfer ke semuanya Bu " ucapku menjelaskan.
" Ya sudah kalau gitu, Ibu pikir kamu lupa Nak, soalnya bulan lalu itu Ibunya Zaenab mengeluh pada Ibu lagi, kalau ga ada uang buat makan, uang yang kamu transfer habis buat beli obat saja" ujar ibu menjelaskan.
Semenjak aku kerja, aku yang menjadi tulang punggung keluarga Zaenab, karena mereka butuh bantuanku kata Ibu, dan ketika Zaenab menginjak kelas Tiga SMA kamipun bertunangan, supaya mengikat antara aku dan Zaenab, karena posisi Zaenab yang masih menimba ilmu, makanya kami di suruh tunangan dulu saja.
Dari gajiku yang aku peroleh aku hanya bisa buat bayar kos, makan dan buat beli bensin, karena sudah habis di bagi-bagi.
Aku harus menghidupi dua keluarga, itu juga sebabnya aku mencari sampingan di tempat lain di waktu luang ku, yang aku lakukan sepulang dari kantor lebih tepatnya tengah malam aku kerjanya, aku di percaya temanku sebagai IT di perusahaan kecil milik temanku, ya hasilnya lumayan bisa aku tabung sendiri dan itu tanpa sepengetahuan Ibuku.
Lumayan uang tabungan itu bisa buat beli rumah walaupun hanya sederhana di kota, kalau aku mau, tetapi aku belum berminat, aku akan membelinya yang agak besar bila nanti kami sudah menikah dengan Zaenab, sebab aku pingin memboyong Ibuku juga untuk tinggal bersama kami di kota.
Aku dan Ibuku memang dekat dengan keluarga Zaenab, walaupun hidup aku pas-pasan tetapi aku sama ibu sebisa mungkin memenuhi kebutuhan Keluarga Zaenab dan untuk sekolah dia, bahkan keluarga kami membantu menyekolahkan Zaenab dari awal dia masuk SMP, sebab dari situlah Bapaknya Zaenab sudah tidak memiliki pekerjaan lagi.
" Zaenab kayaknya pergi sama Ibunya, Pram" seru Ibu memberi tahu.
" Pantas saja Bu, rumahnya sepi padahal aku sudah hubungi dia kalau aku pulang hari ini" balasku.
" Ibu juga heran sehabis sembuh kok tak lihat Zaenab sama Ibunya malah sering pergi Pram, dan pas pulangnya ibu lihat mereka naik mobil, sepertinya taksi online, dan mereka itu banyak banget membawa belanjaan ya entahlah isinya apa Ibu ga tahu, padahal lusa dia merengek kekurangan uang pada Ibu" keluh Ibu padaku.
Aku ga bisa menjawab apa-apa mengenai masalah ini, memang selama ini Ibu selalu bercerita lewat telepon melihat Zaenab nampak berbeda, banyak membeli baju-baju yang modis dan tampilannya berbeda dari biasanya.
Trus kita harus gimana Ibu, dari dulu Ibunya Zaenab selalu begitu, bila sudah di kasih jatah masih suka pinjam uang terus ke Ibu, dan jangan di tanya pasti uangnya tak akan kembali, sebab Bapak dan Ibunya tak ada penghasilan sama sekali.
" Apa kamu mencintai dia Pram?" tanya Ibu
" Iya Bu saya mencintai Zaenab dari dulu" ucapku jujur.
" Karena Zaenab gadis yang polos dan penurut, dia tidak neko-neko Bu" imbuhku lagi.
" Bila demikian, segera halalkan dia saja, dan boyong dia segera ke kota untuk menemani kamu di sana nanti, dan kamu bisa ada yang merawat, usia kamu sudah kepala tiga, sudah saatnya kamu berumah tangga Pram." Tutur Ibu menasehati.
" Tapi Zaenab masih mau kuliah Bu?" Sanggah ku pada Ibu.
" Kita coba bicarakan pada mereka gimana? siapa tahu Bapak dan Ibu Zaenab mau mengerti ?" kata Ibu menimpali.
" Ya sudah Bu, habis Isyak kita ke sana ya? lagian sekarang mereka juga belum pulang kayanya." ujarku pada Ibu.
" Ya Sudah Pram, kamu istirahat dulu sana gih" suruh Ibu, sambil mengemasi piring kotor yang ada di meja makan.
POV Author
Sementara di tempat lain seorang ibu dan anaknya sibuk memilih baju-baju baru dan mereka Napak memborong banyak sekali belanjaan yang ada di mall.
" Udah beli satu saja Bu? uangnya nanti habis kan kita harus hemat Bu" ujar Zaenab yang menegur ibunya yang masih memilih beberapa baju lagi.
" Mumpung diskon Nap, nanti kalau habis gampang tinggal minta Pram beres kan?" ujar Bu Marni enteng
" Sudahlah Nap, habis ini kita ke toko perhiasan ya? Ibu mau membeli kalung yang Ibu incar kemaren, bagus lho" ucap Bu Marni.
"Bu ga enak kalau ibu beli perhiasan, Ibunya Mas Pram saja ga pakai perhiasan sama sekali kok, e...malah Ibu yang memakai perhiasan, apa lagi tiap bulan kita di jatah sama Mas Pram lebih banyak dari Ibunya, ga enak Bu, kita selama ini merepotkan terus Mas Pram" tegur Zaenab pada Ibunya.
" E...Nap, bentar lagi kalian kan akan nikah, apa salahnya bila nyenengin camer? " balas Bu Marni sewot tak peduli.
" Terserah Ibu lah yang penting Zaenab sudah mengingatkan pada Ibu, paling tidak kita harus menghargai dong semua bantuan Mas Pram, dari zaman Zaenab SMP keluarga Mas Pram terus yang mencukupi kebutuhan kita, tak pantas lah Bu kalau kita yang bermewah-mewah, sementara Ibu Nani malah tampil sederhana dan bersahaja." Tutur Zaenab panjang lebar menasehati Ibunya yang selalu memanfaatkan kebaikan keluarga Pram itu.
Di tengah pembicaraan serius kami akan pernikahan aku dan Zaenab, ponselku berbunyi tertera nama di layar gawaiku siapa gerangan yang telpon.
' Bu Karin' Ujarku lirih.
" Maaf saya terima telpon dulu ini dari Bos saya" pamit ku meminta ijin, sembari ku langkahkan kakiku keluar dari rumah Zaenab.
" Ya, Bu Karin, bisa saya bantu?" jawabku menerima panggilan itu.
" P-Pak Pram d-di mana sekarang?" terdengar suara di ujung telepon itu terdengar terbata-bata dan suara bising kendaraan membuat aku sulit mendengarkan dengan jelas, sepertinya di jalan raya posisi Bu Karina saat ini.
" Maaf Bu Karin saya sedang cuti, dan sudah dua hari ini saya pulang kampung untuk menengok Ibu saya, Bu," Balasku sedikit berteriak, karena suara bising di ujung sana.
" Aduh Giman ya Pak Pram saya butuh bantuannya, tolong jemput saya karena saya hanya percaya sama Pak Pram saja." Ujarnya yang sepertinya dia lagi ada kesulitan, entahlah apa yang terjadi sama Bos ku itu.
"Coba Share lokasi Bu, saya usahakan akan ke sana segera, soalnya jarak kampung ke kota dua jam-an" ucapku asal saja padahal entah berapa lama saya bisa menjemput dia, posisinya persis saja aku ga tahu.
" Iya, Ga apa-apa Pak Pram saya akan menunggu Bapak sampai datang pokoknya, dan jangan bilang siapa-siapa ya kalau saya hubungi Pak Pram?" ujarnya terdengar gugup suaranya.
" Baik Bu Karin, sabar ya saya siap-siap dulu, kalau Ibu merasa terancam carilah tempat sembunyi yang aman Bu." Ucapku memberi saran
Setelah ku matikan gawaiku aku pun mulai membuka aplikasi warna hijau itu dan terlihat share lokasi sudah di kirim, sekitar dua jam sampai ke sana, di sebuah Hotel berbintang, oke lebih baik aku samperin saja Bu Karina, seperti dia benar-benar membutuhkan bantuan aku.
Dari pada aku pusing menerima kenyataan ini, bawa keluarga Zaenab tiba-tiba saja memutus pertunangan aku dengan Zaenab dengan alasan yang ga masuk akal, aku jadi sakit hati karena itu, lebih baik aku balik saja ke kota dan bekerja lagi lebih giat lagi, biar ga di banding-bandingkan dengan orang yang memang sudah kaya.
" Maaf Pak Udin dan Bu Marni, saya sama Ibu pamit dulu, hari sudah malam dan terimakasih sudah menerima silaturahmi kami dan saya pribadi sebenarnya kecewa karena putusnya tunangan ini, tetapi saya akan legowo menerima semuanya ini, dan untuk selanjutnya mohon maaf saya lepas tangan untuk membiayai Zaenab" ujarku yang menunjukkan rasa kecewaku.
" Lho kok gitu Nak Pram? kami nanti makan apa kalau Nak Pram lepas tangan pada kami,?" protes Bu Marni.
" Maaf Bu saya akan tetap memberikan uang kalian sebesar satu juta dan uang untuk kuliah Zaenab satu juta tidak lebih dan saya tidak akan menanggung kekurangannya, karena saya juga harus memikirkan masa depan saya sendiri juga Bu Marni, karena sebentar lagi saya juga akan menikah Bu, walaupun calonnya belum ada tetapi saya juga harus mempersiapkan semuanya Bu Marni." ujarku beralasan.
Aku benar-benar kecewa akan keputusan keluarga ini, tak ada angin dan tak ada hujan tiba-tiba main putus saja, alasan mereka sungguh klasik katanya biar Zaenab berkonsentrasi dengan kuliahnya.
Kalau begitu kenapa tidak dari dulu saja bilang begitu, jadi kami ga perlu tunangan segala sedari awal, sungutku penuh dengan kecewa. Selama ini pengorbanan aku sudah terlalu jauh dan aku-, ah sudah lah aku sudah ikhlaskan semuanya walaupun itu sulit bagi kami.
" Maaf Pak, Ibu saya pamit karena saya harus balik ke kota malam ini juga," seruku sambil aku berdiri meraih tangan Ibuku yang masih Shock dengan keputusan keluarga Zaenab ini.
" Ayo Bu kita pulang," ajak ku pada Ibuku yang masih terpaku, mendengar sendiri kenyataan ini.
" Pram tidak apa-apa kok Bu, Ibu tenang aja ya?" bisikku di dekat telinganya. Sambil ku elus-elus punggungnya.
" Mas pamit dulu Nap, jaga dirimu baik-baik ya?" pamit ku kepada Zaenab, dia hanya menunduk tak berani menatap aku.
" Iya Mas, maafkan kami Mas," ujarnya dengan air mata beruraian, entahlah bagaimana perasaan dia dengan keputusan keluarganya ini.
Aku tuntun Ibuku untuk meninggalkan rumah Zaenab itu setelah pamitan, ada perasaan campur aduk melanda di dalam dada ini.
" Pram, kamu mau balik ke kota malam ini? kenapa tidak besuk pagi saja, Nak?" tanya ibu sambil berjalan pulang ke rumah kami. Kelihatan dia begitu cemas akan keadaanku karena pembatalan pertunangan kami ini.
" Pram baik-baik saja kok Bu, sekarang Ibu istirahat dulu ya, dan saya panggilkan Fatimah untuk menemani Ibu ya?" bujukku padanya. Fatimah adalah kerabat jauh kami dia yang selalu aku suruh untuk menjaga ibu bila aku tak ada di rumah.
Fatimah adalah salah satu gadis yang tak mampu, aku juga yang membiayai sekolahnya juga.
" Tadi Pram ada panggilan telepon dari kantor Bu, dan Pram harus balik ke kota jadi Ibu jangan khawatir, Pram tak apa-apa kok Bu, Pram tak ambil pusing dengan masalah ini, anggap saja Pram belum jodoh dengan Zaenab."
" Ya sudah hati-hati ya Pram." Nasehat Ibu padaku.
Setelah aku berkemas-kemas sambil menunggu Fatimah datang untuk menemani Ibuku malam ini, akhirnya akupun berangkat dengan mengendarai sepeda motor ke kota, aku berpacu dengan waktu dengan pikiran aku sungguh kalut, antara masalahku sendiri dan tentang Bu Karin yang tiba-tiba minta tolong, entahlah aku juga sangat mengkhawatirkan dia juga.
Ponselku di dalam tas ranselku terus saja menjerit-jerit tak ku hiraukan, aku terus memacu motorku seperti orang kesetanan, suara permintaan tolong Bu Karin terngiang-ngiang di telingaku, agar segera sampai di mana Bu Karin berada.
Setelah sampai di lokasi kuambil ponselku di dalam tas ranselku, setelah ku amati ternyata posisi lokasinya dia ada di belakang hotel berbintang ini persisnya, aku akan telusurinya. Ketika ku amati aku harus masuk kedalam Gang sebelah Hotel ini, lalu akupun masuk ke gang sempit itu dengan mengendarai motor H*nda cbr 250.
Gang ini hanya cukup untuk simpangan motor saja, aduh kenapa Bu Karin bisa tersesat di tempat seperti ini keluhku dalam hati.
Dimana dia berada ku buka kembali ponselku, dengan menelusuri jalan kecil ini suasana gang ini sungguh sepi, hanya ada beberapa rumah itupun jarang dan lebih banyak semak-semak tumbuh di sana.
Tempat ini begitu sepi, dan rumah di sekitar tempat ini sudah menutup pintunya rapat-rapat, dan di mana Bu Karin, ponselnya terdengar sibuk terus.
Aku semakin was-was saja. Aduh dengan kondisinya yang tidak bisa di hubungi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!