"Bunga, gue suka sama loe. Loe mau kan jadi pacar gue?" tembak Nathan tepat di tengah-tengah lapangan basket SMA Karya Bangsa.
Mendengar pernyataan cinta Nathan sang pentolan SMA Karya Bangsa yang dianggap semua murid sangat gentle itu sontak saja menimbulkan sorak-sorai dan suit-suitan para murid yang melihat. Sorak-sorai dan dukungan pun menggema seantero sudut sekolah yang sedang tidak dalam jam pelajaran tersebut sebab saat itu sekolah mereka sedang mengadakan class meeting untuk mengisi hari-hari sebelum bagi raport dan sekarang mereka baru saja selesai. Para guru tidak ada yang menggubris apa yang terjadi di lapangan sebab mereka kini justru sedang sibuk mengoreksi soal ujian. Bahkan ada sebagian guru yang sudah pulang untuk melanjutkan pekerjaannya di rumah. Jadi saat itu merupakan saatnya anak-anak Karya Bangsa untuk bersenang-senang. Tapi bukan bersenang-senang yang aneh-aneh ya!
Wajah cantik dan ayu si jenius sekolah tampak bersemu merah. Wajahnya menunduk malu dengan kedua tangan sibuk meremas tali tas selempangnya. Ia begitu gugup. Mendapatkan pernyataan cinta sang pentolan sekolah yang bukan hanya tampan tapi juga cerdas dan jago main basket idola seluruh cewek SMA Karya Bangsa itu tentu saja membuat Bunga senang bukan kepalang. Dia tak munafik, dirinya pun termasuk salah satu penggemar Nathan Wiryatama. Nathan adalah cinta pertama Bunga. Jadi tak ada alasan untuk menolaknya kan?
"Terima ... terima ... terima ... "
Sorak-sorai baik teman Nathan maupun Bunga mendukung agar kedua cewek dan cowok yang cukup populer itu segera jadian. Ya, bukan hanya Nathan yang populer, tapi juga Bunga. Bunga itu cantik, ramah, rajin, pintar, pemalu, menggemaskan, kesayangan anak-anak Karya Bangsa. Biarpun keduanya diidolakan, saat Nathan menyatakan cintanya pada Bunga, tak ada cewek-cewek yang bersikap sok tersakiti dan marah-marah pada Bunga, pun para cowok-cowok di sana. Perdamaian yes kata mereka.
Bunga mengangguk malu-malu dengan pipi bersemu merah.
Melihat Bunga mengangguk, Nathan tersenyum lebar.
"Gue pingin dengar suara loe, Nga. Say, yes, i want to be your girlfriend, please!" melas Nathan membuat cewek-cewek Karya Bangsa berlagak seolah hatinya tertusuk.
"Wah, potek hati gue, bang Nath!" seru mereka.
"Wah, patah hati berjamaah nih!" timpal yang lainnya.
"Ayo, Bungaku, jawab, ya! Kamu mau kan jadi pacar aku?"
Bunga pelan-pelan mengangkat wajahnya sehingga mata keduanya saling bersirobok.
"Ya ... aku mau. Aku mau jadi pacar kamu, Nathan Wiryatama," jawab Bunga dengan seulas senyum manis yang bagi Nathan manisnya melebihi madu.
"Yeaaaaay ... " Nathan memekik bahagia. Teman-temannya pun ikut berseru girang seraya memekikkan ucapan selamat pada mereka berdua.
"Jadi kita mulai sekarang pacaran kan!" tanya Nathan memastikan.
"Iya Nath, mulai sekarang kita pacaran," tegas Bunga lalu ia menggigit bibirnya membuat Nathan gemas kemudian berbisik.
"Kalau sekarang bukan di lapangan basket aja, udah gue cium bibir loe, Nga. Jangan gigit bibir loe di depan cowok lain oke! Sebab bibir loe itu cuma buat gue. Milik gue, mengerti bunga sayang!"
Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, Bunga mengangguk patuh membuat Nathan mengacak rambutnya.
"Cie, yang udah jadian!" goda Bela.
"Yang udah jadian, PJ jangan lupa! Ya nggak, Bel!" ucap Lilya sambil menyengir lebar.
"Yoi, Bel. Mana nih, Andra, Aryo, setuju kan teman kalian kami tagih PJ!" sahut Bela meminta dukungan pada Andra dan Aryo, sahabat Nathan.
"Setuju dong! Yang mahal sekalian, jangan nanggung!" timpal Andra.
"Gue sih, oke, oke aja! Pas banget lagi laper nih!" sahut Aryo membuat Nathan mendengus.
"Karena gue sekarang sedang bahagia, gue traktir kalian semua. Mau makan dimana, tentuin aja terus kita langsung ke sana," ujar Nathan dengan senyum lebar tak pernah hilang dari bibir merahnya.
"Kita ke cafe Starla aja gimana?" tawar Bela.
"Wah, ide bagus tuh! Gue belum pernah masuk ke sana. Gimana yang lain? Setuju nggak?" timpal Lilya.
"Gimana Yang, mau ke sana?" tanya Nathan pada pacar barunya itu.
Bunga nampak sedang berpikir, "emmm ... "
"Udah Nga, setuju aja kenapa sih! Tempatnya bagus lho! Loe nggak bakalan nyesel pasti," ujar Bela mencoba menyakinkan Bunga.
Bunga pun mengangguk tanda setuju membuat yang lainnya lun ikut setuju.
"Bunga sama aku naik mobil ya! Bela sama Lilya ikut motor Aryo sama Andra aja, oke!"
"Ya deh yang baru jadian!" sahut Bela membuat yang lainnya terkekeh.
...***...
"Sini sayang, gue bantu lepasin," ucap Nathan seraya beringsut mendekati Bunga yang duduk di bangku samping pengemudi. Nathan hendak membantu Bunga melepaskan sabuk pengaman yang melingkari tubuhnya.
Saat sabuk pengaman itu terlepas, Nathan bukannya menarik tubuhnya. Ia justru mencondongkan wajahnya hingga nyaris tak berjarak dengan wajah Bunga kemudian cup ... satu kecupan berhasil Nathan curi dari bibir Bunga membuat gadis itu mematung.
Kemudian Nathan mengusap bibir Bunga dengan ibu jarinya.
"Ingat ini Nga, loe itu milik gue. Bibir ini juga hanya milik gue," ujarnya kemudian segera mengecup ibu jarinya sendiri yang baru saja mengusap bibir Bunga membuat debaran di dalam dada Bunga kian menjadi. Rasa panas menguar dari tubuhnya membuat pipinya bersemu merah. Melihat Bunga tersipu, membuat Nathan kian gemas dan enggan memalingkan wajah.
...***...
Di dalam cafe, keempat teman Nathan dan Bunga benar-benar merealisasikan rencana mereka ingin menguras uang Nathan dengan memesan berbagai macam hidangan makanan. Mereka menikmati makanan tersebut sambil bersenda gurau.
Hari berganti, Nathan dan Bunga kian lengket saja. Kemana-mana selalu berdua. Mereka sampai dijuluki couple goals. Bahkan sampai saat ada olimpiade matematika pun mereka dikirim berdua sebab mereka merupakan murid-murid yang cerdas kebanggaan sekolah.
"Nga, pulang ini jalan yuk!" ajak Nathan.
"Bukannya gue nggak mau, Nath. Tapi aku takut ayah gue marah. Loe udah tahu dari Bela kan gimana garangnya ayah gue," ucap Bunga yang memang takut sekali pada sang ayah.
"Ya, bilang aja kalau ada tugas bersama. Mau ya, please!" mohon Nathan dengan wajah memelas.
Bunga yang tak tega dan sebenarnya juga ingin sekali jalan-jalan dengan Nathan pun lantas mengiyakan. Ia segera mengambil ponsel dan mengirimkan pesan pada sang adik agar menyampaikan pada ibunya kalau ia akan mengerjakan tugas di rumah Bela. Setelah itu, Nathan pun mengajaknya jalan-jalan di Angkasa Mall. Kemudian Nathan mengajak Bunga nonton di bioskop yang ada di Angkasa Mall. Mereka melalui hari itu dengan begitu bahagia.
Setelah selesai menonton, Nathan pun segera mengantarkan Bunga pulang.
"Nath, antar gue ke tempat biasa ya!" ujar Bunga mengingatkan.
"Tapi gue pingin anterin loe sampai ke rumah, Nga," tolak Nathan.
"Nath, please! Loe nggak mau kan kita putus? Gue yakin kalau orang tua gue tau gue pacaran pasti gue akan dipaksa putus."
Nathan menghela nafas panjang kemudian mengangguk pasrah.
"Ya udah, tapi ... " ujarnya terpotong seraya menghentikan mobilnya di tempat biasa ia mengantar Bunga. Tempat itu sedikit sepi, jadi tak ada yang akan melihat Bunga turun dari dalam mobil itu.
"Tapi apa?" tanya Bunga seraya melepaskan sabuk pengaman.
"I want to kiss you, boleh?"ujar Nathan seraya mendekatkan wajahnya pada Bunga.
Bunga mengerjapkan matanya, belum sempat Bunga menjawab, tangan Nathan telah lebih dahulu meraih tengkuk Bunga lalu menyatukan bibir mereka. Awalnya bibir keduanya hanya menempel. Keduanya masih amatir sebab mereka belum pernah berciuman sebelumnya. Pertama kali Nathan hanya mengecup bibir Bunga dan hingga sekarang mereka belum pernah melakukannya lagi.
Mata Bunga terpejam. Mengikuti naluri, Nathan mengecup bibir atas dan bawah Bunga. Bunga pun perlahan membalas mengikuti apa yang dilakukan Nathan. Tapi itu hanya sebentar, sebab mereka takut ada yang memergoki perbuatan mereka.
"Gue pulang dulu ya, Nath!" pamit Bunga.
Nathan mengangguk seraya tersenyum manis.
"Bye Bungaku, love you," ujarnya membuat Bunga tersipu.
"Bye juga. Love you too, Nathanku," balas Bunga kemudian ia segera berlari menuju ke rumahnya.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🙏...
"Dari mana aja kamu, hah? Lihat jam, ini sudah jam berapa?" bentak pak Broto pada putrinya.
Bunga yang baru saja pulang hanya bisa menunduk dalam diam dan rasa takut. Bunga menyadari, ia memang salah karena pulang terlambat. Tapi ia terlalu terlambat. Ini baru jam 3 menjelang sore pikirnya. Sedangkan pulang sekolah pukul 12.30. Ia memanfaatkan 2 jamnya untuk makan dan nyantai dengan Nathan di sebuah cafe. Lama perjalanan pulang membutuhkan waktu 30 menit, alhasil ia tiba di rumah pukul 3.
Pak Broto memang terkenal over protective dan keras. Bahkan di kampus tempat ia mengajar ia dijuluki dosen killer karena sikap kelewat tegas dan galaknya. Ia tak segan-segan memukul anak-anaknya bila melakukan kesalahan. Ibu Bunga, Nilawati, hanya bisa mematung tak mampu menolong. Ia baru bergerak saat perbuatan pak Broto sudah sangat keterlaluan pada anak-anaknya.
"Jelaskan, jangan diam aja, Bunga!" bentak pak Broto lagi membuat tubuh Bunga bergetar.
"Bu-bunga tadi habis ... habis latihan nari, pak di rumah Bela untuk diambil nilai pas ujian praktek nanti," dusta Bunga. Memang mereka sempat latihan menari tadi, tapi itu saat jam pelajaran kosong sebab guru bahasa Indonesia mereka berhalangan hadir jadi mereka manfaatkan waktu itu untuk latihan menari.
Pak Broto mendengus dengan sorot mata tajam tak lepas dari anak kedua dari tiga bersaudara itu. Lalu tanpa kata, pak Broto berlalu dari hadapan Bunga membuat Bunga dapat bernafas dengan lega.
...***...
"Sayang, lagi ngapain?"
Sebuah pesan masuk di ponsel Bunga, membuat Bunga yang sedang membaca buku, menghentikan kegiatannya. Lalu ia tersenyum lebar. Wajah muramnya seketika berganti ceria. Ia pun segera mengetikkan balasan pada pesan sang kekasih.
"Lagi bad mood," jawabnya singkat.
"Bad mood kenapa? Kangen ya!"
"Ih, pede! 😛 Aku tadi dimarahin bokap," adu Bunga melalui pesannya.
"Kenapa? Apa karena pulang telat? Bukannya kata kamu hari ini bokap pulang sore?"
"Iya. Nggak tahu tuh, tiba-tiba pas pulang, bokap udah berdiri di depan pintu. Bikin sport jantung tahu nggak."
Nathan yang membaca pesan itu hanya bisa tersenyum iba. Ia sebenarnya kasihan dengan sang kekasih yang terlalu dikekang. Sebenarnya tidak salah, mungkin itu cara sang ayah untuk menjaga anak gadisnya. Tapi tidak juga dengan sedikit-sedikit marah dan sedikit-sedikit memukul. Pernah, hanya karena sang ayah pernah menemukan kertas hasil ulangan Bunga yang nilainya 65, ayahnya sampai tega memukul Bunga dengan penggaris dari kayu hingga kakinya memar membiru. Belum puas, ayahnya menghukum tidak memberikan uang saku selama seminggu, membuat Nathan tak kuasa menahan kesedihannya. Mengapa ada seorang ayah yang sangat suka sekali main tangan dengan anaknya? Bukankah seorang ayah itu seharusnya menjadi seorang pelindung? Apalagi status ayah Bunga yang ternyata seorang dosen, tentu ia tahu perbuatan itu tak pantas dan dilarang. Marah boleh, tapi tidak juga dengan menghukum semaunya seperti itu.
"Maafin aku ya! Kalau tadi kamu nggak jalan sama aku, kamu pasti nggak bakal dikayak gituin sama bokap. Aku janji, aku akan jadi orang sukses dan nikahin kamu terus bahagiain kamu supaya bokap kamu nggak bisa kasarin kamu lagi."
"Janji?"
"I promise with all my life*."
Membaca pesan terakhir itu, Bunga tak bisa tidak tersenyum. Namun, senyumnya seketika teralihkan saat sang adik masuk ke dalam kamarnya.
"Mbak lagi ngapain? Lagi chattan sama pacarnya ya?" goda Kia, adik perempuan Bunga.
"Ih, sok tau banget! Dasar anak kecil!" hardik Bunga sambil melotot membuat remaja yang duduk di bangku kelas VIII SMP itu terkekeh.
"Halah, nggak usah bohong, mbak. Kia tahu kok. Mbak kan setiap hari dianterin sampai di depan ruko kosong sebelah kan. Kia udah berapa kali lihat kok," cibir Kia membuat Bunga membulatkan matanya.
Lalu Bunga segera membekap mulut sang adik agar suaranya tidak sampai terdengar keluar.
"Ssst ... suara kamu jangan gede-gede, entar ada yang denger bisa habis mbak kena pukul bapak!" bujuk Bunga seraya celingukan ke arah pintu yang tertutup rapat.
"Iya, mbak. Kia tahu kok, jangan khawatir. Btw, cowok mbak ganteng banget ya. Udah tinggi, putih, kayaknya kaya juga meskipun gayanya sedikit badboy gitu," puji Kia membuat Bunga tersenyum lebar.
"Badboy-badboy gitu, dia itu pinter lho dek. Saingan berat mbak. Karena itu, meskipun gayanya badboy, guru-guru pada sayang. Gayanya aja yang badboy, tapi hatinya kayak hello kitty," sahut Bunga membuat Kia tergelak.
"Unyu-unyu dong," balasnya sambil tergelak. "Eh, ooops ... entar bapak tiba-tiba kemari gara-gara suara tawa kita."
"Ah, kalau kamu mah dek, nggak bakalan dimarahin deh, tahu banget mbak. Paling nggak ditegur doang. Abang sama kamu itu anak kesayangan tahu nggak. Apalah mbak ini yang ... " Bunga mengedikkan bahunya. Bunga kadang merasa aneh, ayahnya memang pemarah, tapi ia bersikap lebih kasar pada dirinya. Entah apa salahnya. Bunga pun tak mengerti.
"Ah, itu perasaan mbak aja! Tahu sendiri mbak bapak itu gimana," kilahnya walaupun tak dapat dipungkiri Kia pun turut merasakan perbedaan perlakuan itu.
Namun sebisa mungkin Kia membesarkan hati kakak perempuannya itu. Ia tak mau Bunga merasa sikap ayahnya itu pilih kasih sehingga merenggangkan tali persaudaraan mereka.
Bunga hanya tersenyum masam. Ia tahu, adiknya itu sedang berusaha membesarkan hatinya. Tapi biarpun ayahnya kerap bersikap demikian, ia tetap menyayangi adik, kakak, ayah, dan ibunya. Tanpa terkecuali.
...***...
"Sayang, happy birthday!" seru Nathan saat telah memasuki sebuah ruangan private di cafe Starla.
Bunga yang baru saja membuka matanya karena ditutup Nathan dengan sehelai kain hitam, lantas mengerjapkan matanya berkali-kali. Lalu senyum lebar tersungging di bibirnya. Pemandangan di hadapannya ini begitu indah. Sebuah ruangan private dihiasi dengan balon warna-warni. Ada namanya di tengah-tengah dinding dengan ucapan selamat ulang tahun Bungaku, membuat perasaan Bunga seketika membuncah bahagia.
Bunga pun segera membalikkan badannya menghadap Nathan lalu memeluk erat tubuhnya sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang Nathan.
"Makasih Nath, makasih banget. I love you," ujarnya dengan tatapan penuh cinta.
"I love you more, Bungaku," balasnya lalu Nathan segera menundukkan wajahnya menghadap Bunga. Kemudian dalam hitungan detik, Nathan berhasil menyatukan bibirnya dengan Bunga. Kegiatan yang mulai menjadi candunya semenjak ia berhasil menjadikan Bunga sebagai kekasihnya.
Setelah kegiatan menyatukan bibir mereka usai, Nathan menyerahkan hadiah pada Bunga. Sebuah boneka Teddy bear yang tidak begitu besar, coklat, dan sebuah liontin inisial N. Bunga menerimanya dengan suka cinta. Lalu Nathan pun memasangkan liontin itu di leher Bunga. Pasangan kekasih itu kini tengah benar-benar dimabuk asmara.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Hari ini anak-anak kelas XII sedang menjalani ujian Nasional. Demi mendapatkan nilai maksimal, Bunga dan Nathan benar-benar fokus belajar di rumah. Baik Bunga maupun Nathan memiliki cita-cita mereka sendiri. Nathan ingin menjadi seorang arsitek hebat, sedangkan Bunga ingin menjadi seorang guru. Mereka hanya bertemu saat mereka telah baru datang maupun sebelum pulang. Walaupun itu belum cukup untuk menuntaskan rasa kerinduan, tapi mereka tak masalah. Yang penting mereka bisa saling bertatap muka setiap harinya walaupun hanya sebentar.
"Nath, gimana ujian kamu? Lancar?" tanya Bunga semangat.
"Lancar dong! Kamu?" tanya Nathan balik.
Bunga mengangguk cepat dengan mata berbinar, " lancar pake banget. Apa yang aku pelajari masuk semua. Nggak sia-sia begadang sampai hampir tengah malam," ujar Bunga dengan perasaan bahagia.
"Pacar siapa dulu dong!" seru Nathan bangga sambil merangkul bahu Bunga.
"Pacar siapa ya? Pacar Jungkook kayaknya," sahut Bunga sambil mengulum senyum.
Mata Nathan mendelik tajam, "siapa tadi? Jongkok? Siapa si jongkok-jongkok itu? Biar aku hajar dia sampai mukanya nggak berbentuk lagi biar tahu rasa," sahut Nathan dengan raut wajah menahan emosi.
Bunga sontak saja membulatkan matanya saat mendengar kata-kata Nathan. Kekasihnya ini memang sangat posesif. Tapi ia tak menyangka Nathan seposesif itu padanya.
"Astaga, sayang! Ih, bukan jongkok tapi Jungkook."
"Terserah mau Jungkook atau jongkok atau jungkir balik sekalian. Kasih tahu aku, orangnya yang mana? Biar aku kasih pelajaran sekarang," tanya Nathan dengan sorot mata penuh intimidasi.
Bunga seketika terbahak melihat tingkah kekasihnya itu.
"Serius kamu mau tahu?" tanya Bunga dan Nathan mengangguk. Lalu Bunga mengambil hp Nathan dan mengetikkan nama Jungkook di pencarian lalu menunjukkannya pada Nathan. Seketika mata Nathan memicing tajam saat sadar Bunga tengah mengerjainya.
"Kamu ya, seneng banget buat aku cemburu!"
Lalu Nathan menggelitik perut Bunga membuat Bunga tertawa kegelian. Saat ini mereka sedang berada di rumah Nathan. Karena hari ini ujian terakhir dan hanya ada 1 mata pelajaran, jadi mereka pulang lebih awal dari biasanya.
Orang tua Nathan sedang tidak ada karena itu ia bisa membawa Bunga ke rumahnya. Pembantu rumah tangga mereka juga sedang pergi karena ada keluarganya yang tertimpa musibah jadi di rumah itu hanya ada mereka berdua dan penjaga rumah.
"Pacarku cemburuan banget sih!" goda Bunga.
"Kamu itu milik aku, Nga. Karena itu aku nggak mau ada lelaki lain yang memiliki kamu. Aku tuh sayang banget sama kamu," ucap Nathan sungguh-sungguh.
"Iya, Nath. Maafin aku ya! Aku juga sayang banget sama kamu. Love you," ucap Bunga membuat Nathan tersenyum lebar.
"Love you too."
Lalu tanpa aba-aba, Nathan menautkan bibir mereka. Bukan sekedar tautan biasa sebab kini mereka berdua telah mahir dalam berciuman. Nathan melu*mat, memagut, dan mencecap bibir Bunga dari awalannya lembut menjadi kian menuntut.
Tangan Nathan pun mulai bergerilya dengan nakal, mere*mas aset kenyal Bunga dari luar seragam sekolahnya. Nafas keduanya makin memburu. Mata mereka telah tertutup kabut gairah terlarang.
Nathan melepas tautan bibir mereka dan menatap mata Bunga yang tampak sayu sama seperti dirinya.
"Sayang, ke kamar yuk!" ajak Nathan dengan suara yang mulai berat menahan gejolak yang mulai bergelora.
"Ma-mau ngapain?" tanya Bunga sambil menelan ludahnya.
"I want you, sayang. Aku ingin kamu. Mau ya!" bujuk Nathan.
"Tapi ... "
"Kamu cinta aku kan?"
Bunga mengangguk cepat.
" Kalau kamu benar-benar cinta aku, pasti kamu mau jadi milik aku. Kamu mau kan jadi milik aku?" tanya Nathan seraya menatap lekat netra Bunga.
"Ya, aku mau," jawab Bunga pelan.
Lalu tanpa aba-aba, Nathan segera menggendong Bunga ke kamarnya dan membaringkannya di atas kasur. Tak lupa Nathan mengunci pintu. Setelahnya ia melepaskan semua kain yang menempel di tubuhnya. Ia juga meminta Bunga melepaskan pakaiannya agar tidak kusut.
Melihat tubuh Bunga yang tak berbalut apa-apa, jelas saja membuat hasrat Nathan kian membara. Sedangkan Bunga, wajahnya telah memerah karena melihat milik Nathan yang telah mengacung tegak.
Tak butuh waktu lama, kedua pasangan yang belum terikat dalam ikatan sah dan halal itu pun mulai bergumul dengan dosa berbalut kenikmatan. Suara desah*an dan rintihan memenuhi ruangan yang cukup besar itu. Bunga terlalu larut dalam kenikmatan duniawi yang ditawarkan Nathan hingga tanpa sadar apa yang mereka lakukan kelak akan menorehkan luka begitu besar dalam kehidupan Bunga.
...***...
Hari ini adalah hari kelulusan, seharusnya Bunga telah bersiap sejak pagi. Tapi entah mengapa tubuhnya terasa begitu lemas seolah tak ada tenaga sama sekali. Tali karena hari ini adalah hari bahagianya, Bunga pun berusaha tetap semangat. Lalu ia segera mandi dan bersiap.
"Mbak, pinjam pembalut dong!" seru Kia yang tiba-tiba saja masuk tanpa permisi.
"Ambil aja di tempat biasa," ujar Bunga sambil memoleskan liptint di bibirnya agar tidak terlalu pucat.
"Kayaknya stok pembalut mbak masih sama kayak bulan kemaren deh. Mbak udah belanja bulanan ya? Kok nggak ngajak-ngajak sih?" protes Kia membuat Bunga mengerutkan keningnya. "Kia pinjam satu bungkus ya!" ucap Kia sebelum keluar dari dalam kamar Bunga.
"Aku belum belanja tapi kok masih banyak?" gumam Bunga pada diri sendiri.
Lalu Bunga membuka aplikasi pengingat jadwal bulanan miliknya. Seketika jantungnya berdebar dengan kencang. Ia sudah telat lebih dari dua Minggu. Bunga kembali teringat hari dimana ia melakukan hubungan terlarang dengan Nathan beberapa Minggu yang lalu. Ia ingat dengan jelas, Nathan melakukannya tanpa pengaman sama sekali. Ia sudah tamat SMA. Sudah pasti dia paham bagaimana proses reproduksi terjadi. Dan saat itu Nathan menumpahkan benihnya di dalam rahimnya. Ia tahu, tapi mengapa ia lupa apa akibat bila mereka melakukan itu. Sungguh saat itu akal sehatnya telah dibutakan oleh hasrat terlarang sehingga tidak dapat berpikir apa dampak perbuatan mereka itu.
Tubuh Bunga bergetar, ia ketakutan, bagaimana bila ia benar-benar hamil. Bagaimana reaksi keluarganya bila tahu ia sedang hamil? Dan bagaimana reaksi Nathan saat tahu dirinya hamil. Bunga menelan ludahnya kasar. Ia khawatir Nathan tidak mau bertanggung jawab. Bagaimana bila benar itu terjadi? Apa yang harus ia lakukan?
"Semoga aku tidak benar-benar hamil. Astaga, bagaimana ini? Aku takut. Tidak, tidak, aku nggak mungkin hamil," racau Bunga sambil menggigit bibir.
Di acara kelulusan, tidak seperti anak-anak lainnya yang ceria, Bunga justru tampak sangat diam. Sang ibu sampai bertanya kenapa, tapi Bunga hanya mengatakan dia sedang tidak enak badan.
"Sayang, kok kamu diam aja? Kamu sakit?"
Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponsel Bunga.
"Aku cuma nggak enak badan aja kok, Yang. Nggak usah khawatir," balas Bunga.
Tak lama kemudian, nama mereka berdua dipanggil ke atas panggung. Seperti biasa, Bunga dan Nathan memang selalu bersaing dalam hal akademik. Bahkan saat kelulusan pun, nilai mereka berdua yang tertinggi dengan Bunga nilai tertinggi nomor 1 dan Nathan di tempat kedua membuat keduanya bahagia bukan kepalang.
...***...
Sepanjang malam Bunga tak jua dapat memejamkan matanya. Ia begitu gelisah. Ia takut apa yang dikhawatirkannya memang terjadi. Karena itu, pagi-pagi sekali ia masuk ke kamar mandi sambil membawa sebuah gelas kecil dan 3 buah testpack. Kemarin ia menyempatkan diri membeli beberapa alat test kehamilan dan pagi ini ia akan menguji melalui air seninya karena menurut apa yang ia baca hasil akurat hanya bisa dilihat dari air seni di pagi hari.
3 buah testpack telah ia celupkan ke dalam gelas kecil berisi air seninya. Dengan jantung yang berdebar kencang, Bunga mengangkat testpack itu dan memperhatikannya dengan seksama. Tiba-tiba saja tubuh Bunga luruh ke lantai. Ia menangis sejadi-jadinya sambil membekap mulutnya sendiri. Kekhawatirannya ternyata benar-benar terjadi.
"Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" racaunya seraya terisak setelah melihat dua garis merah terpampang nyata di atas ketiga benda pipih tersebut.
...***...
...Happy reading 🥰🙏🥰...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!