Seorang gadis cantik, memakai kaca mata. Rambut panjang terurai, meski terlihat acak acakan. Tetapi tidak mengurangi kecantikannya.
Gadis itu berjalan santai di tepi jalan raya sambil bersenandung kecil. Terkadang tertawa lalu raut wajahnya seketika cemberut.
Semua pejalan kaki memperhatikannya, tak sedikit kaum adam yang melihatnya berdecak kagum dengan kecantikannya yang natural.
Pengendara motor sempat sempatnya melirik ke arah gadis itu. Bahkan pengendara mobilpun ada yang menatap kearahnya sekilas lewat kaca jendela.
Tak lama, gadis itu duduk di halte. Matanya melihat ke kanan dan ke kiri, entah apa yang gadis itu cari.
Menit berganti jam. Hari berganti senja, tapi gadis itu masih duduk di halte itu hingga malam tiba. Gadis tersebut beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan santai menyusuri tepi jalan.
Tiba tiba sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di halte tersebut. Seorang pria keluar dari dalam mobil, lalu mengikuti gadis itu.
"Non, mau kemana malam malam?" Tanya pria itu menepuk pundak gadis itu.
Namun gadis itu sama sekali tidak menoleh dan terus berjalan santai. Pria yang tadi menyapanya lalu menarik tangan gadis itu hingga mundur ke belakang.
"Non, kau mau kemana?" Tanyanya lagi menatap wajah gadis itu.
"Cantik..tapi.." gumamnya.
"Mau ikut ga?" Tanyanya lagi.
Gadis itu hanya cemberut dan menundukkan kepala, tiba tiba menangis histeris. Pria itu terkejut, kemudian merangkul bahunya dan membawanya masuk ke dalam mobil.
"Siapa itu Pal?" Tanya seorang pria lain yang berada di dalam mobil.
"Aku tidak tahu, sepertinya gadis ini ada masalah. Lebih baik kita bawa ke mansion dan kita nggak perlu repot repot cari wanita lain. Gimana menurutmu Beng?" Usul pria yang bernama Palu.
"Kau benar, ayo cepat bawa!" Kata pria yang bernama Obeng.
Palu mengangguk, kemudian menyalakan mobilnya. Sementara Obeng mencoba menenangkan gadis itu yang terus menangis.
Tak lama kemudian, Palu dan Obeng sudah sampai di sebuah rumah mewah. Mereka keluar dari dalam mobil dan Obeng membopong gadis yang sudah terlelap tidur. Mereka berjalan bersama menuju sebuah rumah mewah.
Sesampainya di dalam rumah mewah itu, Obeng membawa gadis tersebut masuk ke dalam kamar berukuran besar. Lalu meletakkannya di atas tempat tidur, sementara Palu menunggu di luar.
Obeng kembali keluar dari kamar dan menutup pintunya rapat rapat.
"Kau hubungi tuan Sagara." Kata Obeng pada Palu.
Palu mengangguk, lalu mengeluarkan ponselnya. Ia menghubungi pria yang bernama Sagara.
Tak lama berbincang, kemudian Obeng memutuskan sambungan teleponnya.
"Gimana?" Tanya Obeng.
"Sebentar lagi tuan akan datang." Jawab palu.
Obeng mengangguk, dan tersenyum puas. Ia tidak perlu repot repot mencari gadis untuk di berikan pada tuannya.
Selama mereka menunggu kedatangan tuannya. Obeng dan Palu, mereka menikmati secangkir kopi di teras rumah.
Tak lama kemudian, sebuah mobil memasuki gerbang halaman rumah. Obeng dan Palu berdiri dan menyambut seorang pria bermata hitam keluar dari dalam mobil.
Tatapannya yang tajam, membuat Palu dan Obeng tidak berani membalas tatapan pria yang mereka tunggu, yaitu Sagara.
"Tuan, apa yang tuan minta. Sudah kami bawakan, tentu tuan tidak akan kecewa melihatnya." Jelas Obeng.
Sagara tidak menanggapi kata kata Obeng. Ia berjalan memasuki rumahnya di ikuti Obeng dan Palu.
"Di mana gadis itu?" Tanya Sagara.
"Di kamar tuan.." sahut Palu.
Sagara melangkahkan kakinya mendekati pintu kamar lalu membukanya lebar lalu menutupnya kembali.
Palu dan Obeng hanya tersenyum dan saling pandang satu sama lain. Tak lama, Sagara keluar dari kamar.
"Urus gadis itu, dan beri pakaian yang layak. Besok, aku akan menjemputnya." Perintah Sagara.
"Baik tuan!" Sahut mereka.
Sagara beranjak pergi setelah memberikan perintah pada Obeng dan Palu.
Ke-esokan paginya, Palu dan Obeng di kejutkan dengan suara jeritan di kamar gadis yang di kurung. Mereka bergegas menuju kamar, saat pintu terbuka. Mereka berdua melihat gadis itu tengah duduk dengan raut wajah bingung.
"Beng, jangan jangan cewek ini amnesia atau gila?"
Palu menggeleng pelan, lalu dia menghampiri gadis itu mengendap endap seperti mau menangkap maling.
"Huaaa!!" Gadis itu berteriak.
Palu berjengkit kaget.
"Tenang, aku tidak akan menyakitimu." Katanya lalu menoleh ke arah Obeng.
"Beng, bantuin napa!"
Obeng mengangguk seraya tertawa lalu menghampiri Palu.
"Non, tenang ya..apa kamu lapar?" Tanya Obeng lembut.
Gadis itu terdiam menatap tajam ke arah Obeng dan Palu, kemudian menangis.
"Loh..?" Obeng mengerutkan dahi, menatap kasihan pada gadis itu.
"Coba, kamu cerita. Mungkin kami bisa membantu?" Tanya Palu, lalu keduanya duduk di lantai menghadap gadis itu yang duduk di kursi.
Seketika, tubuh Palu dan Obeng yang kekar dan berotot tidak ada gunanya ketika mereka berhadapan dengan gadis itu.
"Siapa nama mu?" Tanya Obeng dengan pelan.
Gadis itu berhenti menangis, seketika wajahnya berubah seperti sedang berpikir keras.
"Hana.."
Obeng dan Palu tersenyum lebar, lalu mereka berdua saling pandang sesaat.
"Di mana rumah mu?" Tanya Palu.
Gadis yang mengaku bernama Hana itu berpikir lagi, lalu berteriak histeris memekakkan telinga Obeng dan Palu.
"Stoop!" Teriak Obeng.
Hana terdiam lalu tertawa kecil seraya mengusap air mata di pipinya.
"Aku lapar.."
"Lapar?" Tanya Obeng.
"Baik, kamu tunggu di sini. Aku ambilkan makanan. Oke?" Palu berdiri lalu bergegas keluar dari kamar.
Sementara Obeng mengajak Hana bercanda dengan tepuk tangan sambil menyanyikan lagu pok ame ame.
"Kasihan sekali, ada apa dengan gadis ini?" Batin Obeng.
Tak lama kemudian, Palu datang membawa makanan diatas nampan lalu di berikan pada Hana.
"Ayo makan!"
Hana mengalihkan pandangannya pada makanan di atas nampan.
"Ayo makan.." kata Palu.
Hana menggelengkan kepala cepat seperti anak kecil.
Palu dan Obeng saling tatap sesaat.
"Mau di suapin," tanya Obeng.
Hana mengangguk.
Obeng mengangkat satu alisnya bertanya pada Palu. Palu pun mengangguk dan membiarkan Obeng menyuapi Hana seperti ayah pada anaknya.
"Beng, aku malu sama tato sendiri." Kata Obeng diakhiri tertawa terkekeh.
Palu ikut tertawa kecil seraya menatap tato di lengan Obeng.
Puk
Puk
Palu menepuk lengan Obeng dua kali.
"Apaan?" Tanya Obeng sambil menyuapi Hana.
"kau sudah hubungi madam Yuri?" Tanya Palu.
"Tenang, aku sudah hubungi. Bentar lagi datang." Kata Obeng.
"Bagus, jangan sampai telat. Tuan Sagara pasti marah." Ujar Palu.
Tak lama terdengar suara bel. Palu bergegas keluar dari kamar di ikuti Obeng yang sudah selesai menyuapi Hana. Mereka menemui madam Yuri yang baru saja datang.
"Di mana gadis itu?" Tanya madam Yuri.
"Di kamar, dia gadis baik." Kata Obeng.
"Baju pengantin, apa semua sudah siap?" Tanya Palu.
"Tenang!" Sahut madam Yuri menoleh ke arah asistennya yang membawa koper berukuran besar.
"Ayo cepat kerjakan, sebentar lagi tuan datang." Timpal Obeng.
Madam Yuri mengangguk, lalu meminta asistennya untuk merias Hana dan memakaikan gaun pengantin yg sudah di siapkan.
"Beng, kalau hanya pernikahan sementara dan hanya ingin anak saja. Kenapa harus resmi seperti ini?" Tanya madam Yuri.
"Anak anak perempuan di tempat madam, bisa di bayar buat bikin anak tanpa harus repot repot di kawinin!" Katanya lagi di akhiri tertawa lebar.
"Hus! Sembarangan. Tuan kami tidak seperti itu. Jaga bicara mu!" Pungkas Obeng.
"Hah, bukankah semua laki laki sama. Mau enaknya saja, apa bedanya nasib gadis itu nanti. Sama sama di buang juga bukan?" Katanya lagi.
"Cukup, jangan banyak bicara madam. Tuan tau, habis kau nanti. Ha ha ha!" Timpal Palu.
Madam langsung terdiam, dan melirik ke arah pintu utama. Terdengar suara langkah kaki.
"Pasti tuan sudah datang," kata Obeng lalu bergegas menyambut Sagara.
Pintu terbuka lebar, nampak Sagara sudah berdiri di depan pintu bersama seorang pengacara dan seorang pria yang akan menikahkan Sagara dan Hana. Mereka semua masuk ke dalam rumah. Menunggu Hana keluar dari kamarnya.
Tak lama mereka menunggu, Hana keluar dari kamar bersama asisten madam Yuri. Seketika, Sagara terpesona dengan kecantikan Hana.
Cantik, itu yang ada di dalam pikiran Sagara saat ini.
"Tuan, semua sudah siap." Kata Obeng pada Sagara.
Sagara mengangguk.
"Baik."
Asisten madam Yuri menggandeng tangan Hana. Lalu di dekatkan dengan Sagara.
"Silahkan tuan."
Sagara meraih tangan Hana lalu menggenggamnya erat. Hana tersenyum pada Sagara, membuat hati pria angkuh itu sedikit hangat.
Tanpa bertanya, bahkan Hana tidak tahu apa yang akan terjadi padanya. Hana mengikuti apapun yang mereka lakukan padanya.
Sagara bertanya pada Obeng dan Palu asal usul Hana. Tetapi mereka tidak tahu, Obeng dan Palu hanya mengetahui namanya saja.
Sagara dan Pengacaranya berpikir bagaimana kalau keluarganya mencari Hana. Namun karena situasinya mendesak, akhirnya Sagara memutuskan untuk mencari tahu keluarganya nanti setelah menikah.
Pernikahan sederhan dan sembunyi-sembunyi itu pun mulai di laksanakan. Pengacara dan madam Yuri menjadi saksi pernikahan mereka.
Pernikahan telah selesai dua jam yang lalu. Madam Yuri dan asistennya sudah pulang ke tempatnya, begitu juga Pengacara dan Penghulu.
Sagara sibuk dengan ponselnya dan mrngirimkan foto pernikahannya pada keluarganya yang berada di negara lain.
Obeng dan Palu seperti biasa berjaga di rumah yang baru saja Sagara sewa dua minggu yang lalu. Sementara Hana duduk termenung di kamarnya sendirian.
Waktu terus berjalan, hari berganti senja. Sagara beranjak dari ruangannya dan menemui Hana di kamarnya. Pintu terbuka lebar, ia melihat Hana duduk menghadap jendela dengan tatapan kosong.
"Hana." Panggil Sagara.
Namun Hana tetap diam tak bergeming, menoleh pun tidak.
"Hana!" Panggilnya lagi dengan nada tinggi.
Namun Hana tetap dalam posisi yang sama. Sagara menghampirinya dengan raut wajah kesal. Menarik bahu Hana supaya menghadapnya.
Tetapi apa yang terjadi selanjutnya. Tiba tiba Hana memeluknya dan menangis.
Sagara diam tak bicara membiarkan Hana menangis tanpa sedikitpun ada niat untuk membalas pelukannya.
"Kau lapar, atau ingin pulang?" Tanya Sagara.
Hana berhenti menangis seketika, melepas pelukannya lalu berdiri. Sagara hanya diam memperhatikan sikap Hana yang berjalan mondar mandir seperti orang kebingungan.
"Ada apa dengan gadis ini, cantik tapi sepertinya..?" Batin Sagara.
Sagara bergegas keluar dari kamar menemui Palu dan Obeng dan bertanya mengenai Hana.
"Maafkan kami tuan, sepertinya non Hana hilang ingatan atau...?" Palu berhenti bicara lalu menundukkan kepalanya.
"Maksudmu, gila," tanya Sagara.
Obeng dan Palu saling menatap sesaat lalu menggelengkan kepalanya.
"Mungkin tuan, tapi kami belum tahu pasti. Kalau memang non Hana gila, pasti tidak mengingat namanya." Jelas Obeng.
"Maafkan kami tuan, kami tidak tahu harus mencari gadis kemana lagi. Tidak ada yang mau memberikan anak gadisnya meski kami hendak membayarnya dengan mahal." Ujar Palu.
Sagara terdiam, apa yang di katakan dua anak buahnya memang benar.
"Sudahlah aku tidak perduli, yang penting aku harus mendapatkan anak." Kata Sagara.
"Panggil Dokter!" Perintah Sagara.
"Baik tuan!" Sahut mereka serempak.
Setelah bicara seperti itu, Sagara kembali ke kamarnya menemui Hana. Sementara Obeng dan Palu akhirnya bisa bernapas lega. Sagara tidak memarahi mereka berdua.
Di kamar.
Sagara mendekati Hana dengan hati hati, lalu mengangkat tubuhnya dan membaringkannya di atas tempat tidur.
"Gadis yang cantik, masih sangat muda. Aku harap, tidak ada masalah dengan kesehatannya." Gumam Sagara.
Hana yang di perhatikan oleh Sagara tiba tiba tersenyum lalu menarik tangan Sagara.
"Takut...temani tidur.." rengeknya seperti anak kecil.
Sagara menepis tangan Hana, namun Hana menarik tangan Sagara lagi sambil menangis.
"Takut..."
Melihat Hana menangis, Sagara merasa kasihan.
"Baiklah, jangan menangis."
Sagara menutup pintu kamar lalu naik ke atas tempat tidur. Berbaring di samping Hana.
"Peluk..."
Hana menarik tangan Sagara supaya memeluknya. Sagara pun tidak menolak, mengikuti apa mau Hana.
Sebagai seorang pria normal. Sagara tergoda oleh kecantikan Hana dan harum tubuh Hana menggugah hasratnya. Perlahan tapi pasti, Sagara melakukan apapun yang ia mau terhadap Hana.
Sementara di luar kamar, seorang Dr yang di panggil Obeng dan Palu sudah datang. Lalu mereka bertiga bergegas menuju kamar Hana. Namun langkah mereka terhenti tepat di depan pintu saat mendengar suara jeritan dan tangisan Hana di dalam kamar.
Obeng dan Palu tertunduk malu seraya menyembunyikan senyumnya, lalu mengajak Dokter untuk kembali ke ruang tamu. Setelah memberikan penjelasan, Dr di minta kembali besok pagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!