Sebuah mobil sport mewah tengah melaju di sebuah perkampungan dan kini menjadi perhatian warga sekitar. Mobil mewah berharga milyaran itu dikemudikan oleh seorang laki-laki tampan bersama dua sahabatnya.
Tampak beberapa orang anak-anak desa berlarian, mengikuti pergerakan mobil tersebut dari belakang. Bocah-bocah itu tampak senang, terlihat dari gelak tawa yang terus meluncur dari bibir-bibir mungil mereka.
Di dalam mobil.
"Sebenarnya kita mau ke mana, Al? Apa kamu tidak tahu bahwa saat ini badanku rasanya remuk semua," keluh Ervan kepada sahabatnya yang bernama Alfa Alexander Graham (29 tahun), yang merupakan seorang pewaris tunggal dari sebuah perusahaan manufaktur besar, Algra Grub.
"Sebentar lagi kita akan tiba dan aku yakin kalian semua akan senang setelah melihat keindahan tempat itu," jawab Alfa sambil terus fokus pada kemudinya.
Arman yang juga sudah merasa kelelahan, memutarkan bola matanya. "Halah, sejak tadi kamu selalu bilang begitu. Buktinya, sudah lebih dari satu jam kita berada di sini, tempat yang kamu maksud bahkan belum terlihat sedikit pun."
Alfa tersenyum miring setelah mendengar keluhan kedua sahabatnya itu. "Oh ya, kalian tidak lupa 'kan, membawa minuman itu? Karena kita akan berpesta malam ini!" tanya Alfa sembari melirik Arman dari kaca spion mobilnya.
"Tentu saja, tidak! Bagaimana kita bisa melupakan yang satu ini, ha? Ini 'kan minuman wajib kita," ucap Arman sambil menenteng sebuah minuman memabukkan yang tidak pernah absen menemani ketiga sahabat itu ke manapun mereka pergi.
Alfa dan Ervan pun tersenyum puas melihat benda tersebut dan rencananya mereka akan berpesta di tempat yang akan mereka tuju pada malam ini.
Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Alfa pun tiba di tempat tersebut. Sebuah pantai yang belum terjamah dan benar-benar masih alami.
Alfa memarkirkan mobilnya sambil tersenyum puas. Ia kembali melirik Arman dan Ervan sambil mengangkat kedua alisnya. "Kita sudah sampai. Bagaimana menurut kalian?"
"Wah, kamu benar, Al! Tempat ini benar-benar sangat indah! Ngomong-ngomong, siapa yang sudah memberitahumu soal tempat ini?" tanya Ervan yang tidak hentinya berdecak kagum melihat keindahan di tempat tersebut.
Alfa yang baru saja selesai mengamankan mobil mewahnya tersebut, segera keluar dan berdiri tepat di samping pintu mobil. Tak mau ketinggalan, Ervan dan Arman pun bergegas menyusul Alfa kemudian berdiri di samping lelaki itu.
"Tepat di saat aku tahu bahwa Cecilia sudah mengkhianatiku. Apa kalian tahu, aku menghabiskan waktuku di tempat ini dan sedikit demi sedikit rasa sakit yang aku rasakan saat itu berkurang. Dan ada satu hal lagi yang harus kalian tahu tentang desa ini," tutur Alfa dan kemudian menatap kedua wajah sahabatnya itu secara bergantian.
"Apa itu?" Ervan dan Arman saling lempar pandang untuk sejenak kemudian kembali fokus pada sahabatnya itu.
"Gadis-gadis di desa ini cantik-cantik. Aku bisa pastikan kepada kalian berdua bahwa mereka jauh lebih cantik daril gadis-gadis di perkotaan," lanjut Alfa dengan sangat antusias.
Arman menggeleng pelan. "Ah, tidak mungkin!" elak Arman. "Aku tidak percaya. Mana mungkin mereka lebih cantik dibandingkan dengan cewek-cewek di kota. Mungkin matamu kebalik, Al," lanjutnya lagi, sambil mencebikkan bibir.
Alfa mengangkat kedua bahunya. "Ya, sudah jika tidak percaya. Tapi awas, aku tidak ingin bertanggung jawab jika nanti kalian bakal terpincut pada salah satu gadis di desa ini."
Arman dan Ervan tergelak setelah mendengar jawaban dari Alfa. Mereka masih menganggap ocehan Alfa barusan hanyalah bercandaan semata.
Alfa mencebikkan bibirnya kemudian melenggang pergi dengan membawa tenda serta peralatan lainnya untuk mereka gunakan pada nanti malam.
Arman dan Ervan mengikuti langkah Alfa kemudian membantunya memasang sebuah tenda untuk tempat peristirahatan mereka. Yang terletak tak jauh dari tempat Alfa memarkirkan mobilnya.
Tak terasa malam pun tiba.
Benar saja, ketiga lelaki itu tengah asik menikmati keindahan malam di pinggir pantai tersebut sambil meminum minuman memabukkan yang sudah mereka persiapkan sebelumnya.
Terdengar pekikan suara tawa mereka di sela bunyi nada gitar yang kini sedang dipetik oleh Alfa. Selain itu, nyanyian dengan nada sumbang juga keluar dari bibir Arman yang tengah duduk di samping Alfa.
Sementara Ervan terlihat asik dengan ponsel yang sejak tadi terus menempel di tangannya. Lelaki itu terlihat sedang mengelus sesuatu yang mengeras di dalam celananya tersebut. Menyadari hal itu, Arman menyenggol Alfa yang masih asik bermain dengan gitarnya.
"Heh, Al. Coba kamu lihat itu!"
Alfa sontak menoleh dan kini matanya tertuju pada tangan Ervan yang masih mengelus benda sensitifnya sambil terus menatap layar ponsel tanpa berkedip sedikit pun.
"Apa yang sedang kamu lakukan, Ervan!" tegur Alfa sambil tertawa renyah. Sementara Arman segera bangkit dari posisinya kemudian duduk di samping Ervan.
"Apaan sih itu?" Arman menengok ke layar ponsel milik Ervan dan setelah tahu apa yang sedang di tonton oleh lelaki itu, Arman pun ikut tergelak.
"Ya ampun, Ervan! Kenapa kamu tidak mengajakku!" ucapnya sembari meraih ponsel tersebut dan menunjukkannya kepada Alfa.
Alfa membuatkan matanya dengan sempurna. "Gawat kamu, Ervan! Di sini tidak ada cewek yang bisa menyalurkan hasratmu, tau!"
Ervan yang masih saja mengelus area sensitifnya yang terbungkus celana jeans berwarna biru malam tersebut, tertawa pelan. "Aku bisa melakukannya sendiri," jawab Ervan dengan gamblang.
"Ya ampun!" pekik Alfa dan Arman sambil tertawa renyah.
Bukannya menghentikan aksi mereka, ketiga lelaki itu semakin larut dalam acara tak senonoh mereka tersebut. Bahkan hingga waktu menunjukkan pukul 02.00 pagi, ketiga sahabat itu masih belum juga menghentikan aksinya.
Malah sebaliknya, ketiga sahabat itu mulai mabuk dan berceloteh tanpa tahu apa yang mereka perbincangkan saat itu. Di tengah-tengah percakapan aneh mereka, tiba-tiba mata Alfa tertuju pada seseorang yang sedang berjalan di tepi pantai.
"Hei, apa aku tidak salah lihat? Ada seorang gadis yang sedang berjalan di pagi-pagi buta seperti ini," ucap Alfa sambil menunjuk ke arah seseorang yang berjalan semakin mendekat ke arah mereka.
Arman dan Ervan pun segera menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh Alfa. Dan ternyata mereka pun melihat sosok wanita tersebut. Terlihat jelas dari rok yang sedang dikenakan olehnya melambai-lambai tertiup angin pantai.
"Kamu benar. Apa menurutmu wanita itu wanita sungguhan?" tanya Ervan yang masih terlihat berhasrat.
"Sepertinya, ya! Memangnya kenapa? Apa kamu ingin melepaskannya bersama wanita itu?" Pertanyaan gila yang tiba-tiba saja keluar dari bibir Arman.
Ternyata bukan hanya Ervan yang saat itu membutuhkan pelepasan, tetapi Alfa dan Arman pun sama. Mereka sama-sama terpengaruh oleh video tak senonoh yang mereka tonton sebelumnya.
"Sepertinya, ya!" sahut Ervan sambil menyeringai menatap kedua sahabatnya itu secara bergantian.
"Bagaimana kalau kita kerjain saja wanita itu?" ucap Alfa kemudian.
...***...
"Ya, aku setuju! Bagaimana denganmu?" tanya Ervan kepada Arman. Ternyata otak ketiganya sudah dikuasai oleh hasrat, hingga tak lagi memikirkan bagaimana nasib wanita itu jika mereka benar-benar melakukannya.
Arman mengangguk dengan cepat. Ia pun setuju dengan usul kedua sahabatnya itu. Entah apa yang merasuki pikirannya, hingga ia pun ikut-ikutan setuju. Padahal Arman termasuk orang yang paling kalem di antara ketiga sahabat itu.
"Ya, aku sih setuju-setuju saja. Soalnya," sahut Arman sembari memperlihatkan juniornya yang sudah bangkit dan terlihat menggembung di dalam celananya.
Alfa dan Ervan menyeringai melihat junior Arman yang ternyata juga dalam keadaan 'On' sama seperti mereka berdua.
"Sebaiknya kita sembunyi sebelum dia menyadari keberadaan kita. Aku tidak ingin keberadaan kita malah menakutinya dan kabur," titah Alfa kepada kedua sahabatnya.
"Ya, kamu benar! Sebaiknya cepat!" sambung Ervan.
Ketiga sahabat yang sudah tidak bisa berpikir dengan jernih itu bergegas bangkit dari posisi mereka sebelumnya kemudian sembunyi di samping tenda sambil sesekali mengintip wanita itu.
"Bagaimana? Dia tidak kabur, 'kan?" tanya Alfa kepada salah satu sahabatnya, Ervan yang masih mengintip ke arah wanita itu.
Ervan menganggukkan kepalanya. "Ya, dia sudah dekat. Sebaiknya kita bersiap-siap untuk menyergap wanita itu," sahut Ervan mantap.
"Baiklah!" sahut Alfa dengan sangat antusias. Bukan hanya Alfa, Arman pun sudah mempersiapkan dirinya untuk menyergap dan mengerjai wanita itu.
"Sebentar!" Ervan kembali membuka suaranya. Ia memperhatikan wanita itu dengan seksama tanpa berkedip sedikit pun.
"Kenapa, Van? Dia kabur?!" tanya Alfa yang mulai cemas.
"Belum, tapi sepertinya dia mulai ragu melewati jalan ini. Lihat, dia berhenti dan memperhatikan tenda kita," lanjut Ervan dengan setengah berbisik.
"Kurang ajar! Apa perlu kita kejar saja dia?" ucap Alfa kemudian.
"Jangan dulu, kita lihat apa yang akan dia lakukan." Ervan masih memperhatikan wanita itu sementara Alfa dan Arman menunggu perintah selanjutnya dari lelaki itu.
Setelah beberapa detik berikutnya, akhirnya wanita itu kembali melanjutkan langkahnya. Melewati tenda Alfa dan kawan-kawan, ya walaupun terlihat jelas bahwa ia sempat ragu dengan keputusannya saat itu.
"Dia datang! Dia datang!" seru Ervan yang kemudian bersiap untuk menyergap wanita itu, begitu pula Arman dan Alfa. Ketika wanita itu tengah berdiri tepat di hadapan tenda, Alfa, Ervan dan Arman pun segera melompat keluar dari persembunyiannya dan kini berdiri di berbagai sisi wanita itu.
"Hai, Manis! Mau ke mana pagi-pagi buta begini?" goda Ervan.
POV DEA
Wanita itu, dia adalah seorang gadis yatim piatu yang baru berusia 19 tahun. Namanya Dea, dia tinggal tak jauh dari tempat Alfa dan teman-temannya mendirikan tenda.
Gadis itu sempat terdiam dan memperhatikan tenda milik Alfa. Ia sempat ragu melewati jalan tersebut. Namun, karena sudah tidak memiliki jalan alternatif lainnya, Dea pun terpaksa melanjutkan langkahnya dan memberanikan diri untuk melewati jalan itu. Ya, walaupun saat itu hatinya tengah berdebar dengan sangat kencang karena kekhawatirannya.
"Tenda milik siapa itu? Apa mungkin mereka orang pendatang?" gumam Dea. "Ah, semoga saja mereka orang baik," lanjutnya. Mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia akan baik-baik saja.
Dengan lutut yang bergetar, Dea mencoba melewati tenda tersebut. Namun, apa yang dikhawatirkan oleh gadis itu menjadi kenyataan.
Tiba-tiba tiga orang laki-laki tak dikenal muncul dari balik tenda. Ketiga lelaki itu menyeringai menatap dirinya seolah ingin memangsanya hidup-hidup.
"Hai, Manis! Mau ke mana pagi-pagi buta begini?" goda salah satu laki-laki yang berdiri di sisi sebelah kanannya. Lelaki itu menyeringai dan membuat Dea ketakutan setengah mati.
"Si-siapa kalian? Jangan ganggu aku!" ucap Dea dengan bibir bergetar hebat. Ia memegang pakaian dengan erat, seolah tahu apa yang diinginkan oleh ketiga lelaki itu padanya.
"Wah, kita beruntung sekali, Alfa! Ternyata dia masih sangat muda," ucap Ervan sembari menghampiri Dea dengan lebih dekat lagi.
Gadis itu sontak menoleh kepada lelaki yang dipanggil Alfa tersebut. Walaupun cahaya di tempat itu sangat minim sekali, tetapi Dea dapat melihat wajah lelaki yang di panggil Alfa tersebut dengan sangat jelas.
"Kamu benar!" sahut Alfa yang juga sudah tidak sabar ingin menyentuh tubuh gadis itu.
"Semoga saja dia masih perawan, ya!" sambung Arman sambil menelan salivanya.
"Ya, dan kalau itu benar. Berarti kita benar-benar beruntung! Sekarang ini susah mencari gadis yang benar-benar masih perawan di kota besar," sambung Alfa sambil ikut menyeringai.
Mendengar percakapan ketiga lelaki itu, Dea tahu bahwasanya mereka memiliki niat buruk terhadapnya. Ia mencoba kabur dari tempat itu dengan berbalik dan berniat kembali ke kediamannya.
Namun, sayangnya hal itu sudah terlambat. Ketiga sahabat itu mulai merentangkan kedua tangan dengan tujuan mempersempit pergerakan Dea serta memudahkan mereka menyergap gadis itu.
"Ja-jangan ganggu aku, aku mohon!" lirih Dea sambil memelas, berharap hati lelaki itu terbuka dan bersedia melepaskan dirinya.
Namun, ternyata semua itu sia-sia saja. Ketiga lelaki itu tetap nekat dan berhasil menangkap kedua tangannya. Hal itu membuat Dea tidak berdaya. Gadis itu menjerit dan meminta pertolongan kepada siapapun yang dapat mendengar teriakannya saat itu.
"Tolong!" jerit Dea.
Mendengar Dea menjerit, Alfa pun refleks menutup mulut gadis itu dengan tangannya. Ia takut aksi bejatnya diketahui oleh warga desa dan bisa-bisa dia dan dua sahabatnya mati dikeroyok oleh warga sekitar.
Di saat tangan Alfa menempel di mulut Dea, tiba-tiba saja Dea menggigit tangan Alfa dengan keras dan membuat Alfa memekik kesakitan.
"Aww! Dasar gadis sialan!" umpat Alfa sambil menahan sakit.
Melihat hal itu, Ervan sontak melepaskan kemeja yang ia kenakan kemudian menyumpalkannya ke mulut Dea. Dea menagis lirih dan dengan air mata yang mulai bercucuran. Gadis itu kembali meminta dilepaskan walaupun hanya dengan bahasa isyarat.
Namun, bukannya iba, Ervan dan Arman malah semakin bersemangat mengerjai gadis yatim piatu tersebut. "Tidak akan lama, kok, Sayang. Hanya sebentar saja, setelah beres kami berjanji akan melepaskanmu," ucap Ervan.
Baru saja Ervan menyentuh kancing kemeja non formal yang sedang digunakan oleh Dea, Ervan mendapat serangan kecil dari gadis itu. Dea menendang bagian sensitif Ervan yang sejak tadi sudah siap menuju persemayamannya.
Ervan terjengkang ke pasir dengan posisi meringkuk. Sementara tangannya memegang erat benda sensitifnya itu. Terdengar suara rintihan Ervan di bawah sana, sementara Dea mencoba betontak dari cengkraman Arman.
"Dasar gadis sialan! Kali ini aku tidak akan pernah mengampunimu!" kesal Ervan, dengan tertatih-tatih bangkit dari posisinya. Ia menatap Dea lekat dengan tatapan penuh kebencian. "Rasakan ini!"
Plakkk!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Dea dan membuat gadis itu jatuh tersungkur. Melihat kesempatan itu, ketiga lelaki itu pun tidak menyia-nyiakannya.
...***...
Ervan yang sudah tidak dapat menahan hasratnya, mencengkram kedua pergelangan kaki Dea dengan erat. Sedangkan Arman memegang kedua tangan gadis itu dan memastikan ia tidak bisa kabur atau melakukan hal yang tidak mereka inginkan.
Sementara kedua sahabatnya sedang sibuk memegangi kaki dan tangan Dea, Alfa yang juga sudah dikuasai oleh hasrat, dengan cepat melucuti pakaiannya hingga tubuh putih mulus tersebut terlihat dengan jelas. Termasuk area pribadinya yang kini dalam keadaan 'On' dan siap menghujam kepemilikan gadis itu.
Dea menangis lirih sambil terus menggelengkan kepala. Ia masih berharap ketiga lelaki itu dapat membuka hati dan menaruh rasa iba kepadanya. Namun, sepertinya harapan tinggal harapan saja. Jangankan merasa iba, mereka bahkan sudah kalap dan lupa segalanya. Akibat pengaruh dari minuman memabukkan itu, kini masa depan Dea pun dipertaruhkan.
"Cepat, Al! Lakukan! Sebelum gadis ini berontak kemudian melawan kita lagi," titah Ervan sembari melorotkan celana dallam yang dikenakan oleh Dea hingga terlepas. Sementara bagian roknya hanya diangkat begitu saja hingga ke batas perut.
Lagi-lagi Ervan menelan salivanya ketika melihat keindahan area pribadi milik Dea yang selama ini selalu dijaga oleh gadis itu untuk calon suaminya kelak. Namun, sepertinya kali ini nasib naas harus menghampiri Dea dan gadis itu pun harus kehilangan kesuciannya karena seseorang yang tidak bertanggung jawab seperti mereka bertiga.
"Baiklah."
Alfa pun bergegas menaiki tubuh Dea dan kini lelaki itu sudah berada di atasnya.Perlahan Alfa mengarahkan senjatanya ke arah area pribadi milik Dea. Tanpa memiliki sedikit pun pengalaman tentang hal itu, Alfa terus mencoba menyatukan tubuhnya bersama gadis itu dengan kasar.
Padahal terlihat dengan jelas dari ekspresinya saat itu bahwa Dea tengah kesakitan. Amat sangat kesakitan. Dea mencoba berteriak sekuat tenaga, tetapi kemeja yang membekap mulutnya, membuat ia tidak bisa mengeluarkan kata-kata.
Air mata gadis malang itu jatuh menetes ke pasir pantai seiring dengan berhasilnya Alfa menyatukan tubuh mereka berdua. Sekarang Alfa mulai menggerakkan pinggulnya. Naik dan turun dengan irama yang teratur, menikmati permainan panas yang ia sengaja ciptakan.
"Sepertinya dia benar-benar perawan, Al. Lihatlah, darah perawannya masih mengalir. Beruntung sekali kamu kebagian membuka segel!" gumam Ervan sambil memainkan senjatanya yang juga sudah tidak sabar menunggu giliran.
Alfa tidak menjawab, hanya terdengar suara lenguhan dan dessahan yang terus keluar dari bibir lelaki itu. Saat itu Alfa masih terlarut dalam kenikmatan yang luar biasa, yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Sementara Dea yang sudah putus asa hanya bisa menangis dan pasrah . Ia bahkan tidak bisa merasakan kenikmatan seperti yang dirasakan oleh Alfa saat itu.
Sementara Alfa menikmati area pribadi Dea, kedua sahabatnya malah menggerayangi bagian tubuh Dea yang lain. Seperti Arman yang saat itu sangat bersemangat memainkan dua gundukan kenyal milik Dea yang masih terbungkus braa. Ia menyusupkan sebelah tangannya ke dalam braa dan memainkan puncak serta meremasnya berkali-kali.
"Ah, nikmat sekali!" racau Alfa dengan mata terpejam sembari menekan pinggulnya lebih dalam lagi.
Arman dan Ervan tertawa pelan mendengar ucapan Alfa barusan.
"Ya, iyalah! Ke mana saja kamu selama ini, Al?" goda Ervan.
Alfa tidak ingin menanggapi ucapan Ervan. Ia lebih memilih untuk tetap fokus pada kenikmatan yang ia rasakan di bawah sana. Setelah beberapa saat, Alfa pun mulai mengerang dan tubuhnya terlihat memegang di atas tubuh Dea yang sudah terlihat lemas.
Ia melakukan pelepasan dan membiarkan sel-sel generasi penerusnya meluncur mulus ke dalam rahim Dea. Apa lagi saat itu bertepatan dengan masa subur gadis itu. Sel-sel generasi penerus Alfa pun dengan semangatnya berlomba menuju sel telur yang sudah siap untuk dibuahi.
"Ayo, sekarang gantian, Al! Aku sudah tidak tahan ini!" ucap Ervan lagi sambil menarik tubuh Alfa yang masih berada di atas tubuh Dea. Lelaki itu terlihat sangat kelelahan.
"Iya-iya, sabar!" sahut Alfa sambil menekuk wajahnya. Padahal saat itu ia ingin mengulanginya sekali lagi karena tubuh Dea seakan memberikan candu tersendiri untuk dirinya.
"Tapi cepat, ya! Aku ingin mengulanginya sekali lagi," ucap Alfa tanpa peduli bagaimana hancurnya perasaan gadis itu.
Alfa berpindah dari posisinya dan menggantikan posisi Ervan, memegangi kaki Dea. Sementara Ervan begitu semangat ingin melakukan hal itu. Ia bahkan tidak sabar ingin melakukan pelepasan bersama Dea.
"Kalian berdua curang! Masa aku terakhir, sih!" protes Arman sambil mendengus kesal.
"Tidak apa-apa, Arman. Yang penting kamu kebagian," jawab Ervan dengan gamblangnya. Seolah-olah Dea adalah makanan yang dapat dibagi-bagi seenaknya.
Baru saja Ervan menaiki tubuh Dea yang sudah tidak berdaya, tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang laki-laki dari kejauhan memanggil-manggil nama Dea.
"Dea, di mana kamu? Dea!" teriak seorang laki-laki bernama Julian Abram, tunangan Dea yang sebentar lagi akan mengadakan pernikahan bersama Dea.
Sebenarnya malam ini Dea sudah berjanji pada Julian bahwa gadis itu akan menemui dirinya sebelum berangkat ke laut guna mencari ikan. Ya, rata-rata profesi masyarakat di kampung mereka adalah nelayan yang hidup dengan mengandalkan hasil laut, termasuk Julian.
Karena ini adalah hari terakhir Julian bekerja sebelum statusnya berubah menjadi suami sah dari gadis itu. Dea ingin mengantarkan kepergian Julian ke laut lepas. Namun, takdir berkata lain. Bukannya mengantarkan kepergian Julian, Dea malah mengantarkan kesuciannya untuk orang-orang yang tidak bertanggung jawab tersebut.
"Apa kamu dengar itu, Ervan?!" pekik Alfa dengan setengah berbisik kepada sahabatnya itu.
"Ya, aku dengar! Apa nama gadis ini Dea?" Ervan menunda aksinya. Ia berdiri dan memperhatikan sekelilingnya.
"Bisa jadi."
Tiba-tiba terlihat bayangan seorang laki-laki dari kejauhan. Namun, masih terlihat jelas oleh mata elangnya Ervan. "Ah, ternyata benar, Al! Sepertinya lelaki itu mencari keberadaan gadis ini?! Sialan, apes banget nasibku."
Ervan bergegas mengenakan pakaiannya kembali, begitu pula Alfa dan Arman. Kemeja yang tadi digunakan untuk membekap mulut Dea pun sudah diambil lagi olehnya. Setelah selesai berpakaian ala kadarnya, ketiga sahabat itu pun bergegas merapikan barang-barang mereka, termasuk tenda otomatis yang tadi berdiri kokoh di atas pasir putih.
"Ingat! Jangan sampai meninggalkan barang bukti apapun kalau kalian tidak ingin bermasalah nantinya!" titah Alfa.
"Ya, tentu saja. Tapi yang seharusnya cemas itu kamu, Al. Sebab hanya kamu yang berhasil melakukan hal itu kepadanya," sahut Arman.
"Ya, tapi nama kalian pun pasti akan terseret. Soalnya kalian membantuku melakukan kejahatan itu. Sedangkan Ervan, adalah otak pertama yang memikirkan ide gila ini, kalian ingat itu!" sahut Alfa sambil tersenyum sinis. Sementara Ervan dan Arman terlihat kesalahan.
Setelah selesai berkemas, ketiga lelaki itu pun segera pergi dari tempat itu, meninggalkan Dea yang sudah tidak berdaya.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!