..."Maukah Nona jadi istri kontrakku untuk enam bulan kedepan?"...
Devana Wandira terkejut mendengar ucapan seorang pria tampan yang duduk tepat di depannya.
Ia tak habis fikir. Alih-alih menuduh pria itu gila, rasanya tak mungkin. Penampilannya terlihat begitu sempurna.
Wajah tampan rupawan, tubuh tegap atletis. Dandanannya bahkan nampak berkelas. Meski hanya dengan kemeja putih polos, tangan panjang digulung sampai siku dan celana katun warna silver.
Devana kemudian melirik jam tangan yang dikenakan pria itu. Terlihat jelas merk Casio G shock warna hitam metalik.
Entah asli, entah hanya KW. Tapi baginya, pria yang duduk berhadap-hadapan di atas kereta api listrik arah ibukota adalah pria yang menawan.
Sampai faham betul akan merk-merk jam tangan ternama dan pandai pula memilih KW dari original barang branded.
"Bagaimana?" tanyanya membuyarkan fikiran Devana yang tak puguh karuan.
"Tuan, saya ini punya bayi, lho? Apa tidak terlihat bayi dalam dekapan saya ini dimata Tuan? Putra saya ini berumur 7 bulan!"
Dia mengangguk. Tentu saja Devina dibuat bingung sampai tanpa sadar mendengus memperlihatkan kekesalannya.
Mungkinkah pria tampan ini benar-benar koslet otaknya? Atau..., ataukah jangan-jangan dia seorang mucik*ri yang sedang mencari mangsa perempuan-perempuan bernasib malang seperti aku?
Devana bergidik ngeri.
"Tuan sedang bercanda rupanya!"
"Tidak. Aku serius! Berapa umur Nona?"
Dev hanya bisa ternganga.
"Dua puluh dua tahun. Dan Saya juga bersuami!" jawab Devana.
"Tapi Nona baru saja ditinggal mati suami khan? Dan saat ini butuh tempat tinggal dan perlindungan, bukan? Mari kita buat kesepakatan!"
Apa???Ternyata pria ini mendengar percakapanku dengan bi Asih diponsel tadi! Hiks... Harus bagaimana ini?
"Apa yang saya dapatkan jika menyetujui ajakan Anda?"
"Uang tunai seratus juta rupiah. Saya akan bayar setelah enam bulan kemudian!"
Devana hanya bisa melongo, mendengar penuturan pria tampan itu.
Uang seratus juta rupiah? Benarkah? Disaat susah dan bingung hendak kemana kaki ini melangkah. Apakah ini adalah jalan yang Tuhan tunjukkan untukku ambil sebagai kesempatan? Untuk masa depan Ericko pastinya.
Wooong... gujes gujes gujes
Tuuuut tuuuut tuuuut...
Peluit kereta berbunyi, pertanda sebentar lagi berhenti di stasiun yang akan dilalui.
Di atas Kereta api listrik, perjalanan Devana Wandira dan Ericko putranya, seketika berubah drastis dalam hitungan detik.
.................
.................
.................
Nama pihak ke-I : Devana Wandira
Usia : 22 tahun
Status : Ibu Rumah Tangga yang baru dua hari ditinggal suami mati
Anak : Ericko Putra
Usia : tujuh bulan
Domisili : belum pasti
Nama pihak ke-II : Georgino Gunawan
Usia : 28 tahun
Status : single
Pekerjaan : Wiraswasta
Dengan ini Saya, pihak ke-I menyetujui pernikahan kontrak dalam waktu enam bulan dan akan menerima imbalan dari pihak ke-II sebesar Rp. 100 juta rupiah dibayar tunai setelah tuntaskan kewajiban sampai tanda tangan surat cerai dan terbukti tidak melanggar poin-poin yang tertera dalam kontrak.
Jika melakukan pelanggaran-pelanggaran, maka akan dipotong oleh pihak ke-II selaku pasangan nikah kontraknya.
Demikian surat keterangan ini Saya buat dalam keadaan sadar sesadar-sadarnya dan tanpa paksaan.
Tertanda pihak ke-I Pihak ke-II,
Devana Wandira Georgino Gunawan
"Ayo, tanda tangan! Kenapa bengong?!"
"Bentar, bentar...! Kenapa status saya tertulis miris disini?" protes Devana setelah membaca ulang surat kesepakatan perjanjian yang dibuat Georgino Gunawan.
"Itu khan sesuai fakta!"
"Tapi...,"
"Jangan bilang tapi-tapi, ayo tanda tangan biar urusan cepat selesai!"
Aih? Ada apa dengan pria ini? Kenapa kesannya dia seperti sangat tergesa-gesa? Ada apa?... Dan, imbalan seratus juta, hari gini? Apa ini beneran, apa penipuan? Terus... setelah ini aku mau dibawa kemana? Agak mencurigakan. Tampan, wiraswasta, juga masih single. Harusnya cewek-cewek cantik yang masih muda belia yang diajaknya nikah walaupun kontrak. Kenapa harus aku? Memang sih, umurku baru 22 tahun. Tapi, aku punya bayi 7 bulan. Rasanya terlalu riskan dan membuatku harus berfikir ulang! Oh iya, aku harus lihat dulu poin-poin yang dia tulis dilembar belakang!
Devana membalikkan kertas perjanjian kontrak yang Georgino buat.
Poin-poin yang wajib ditaati, antara lain :
Melakukan pernikahan kontrak hari ini juga.
Mengikuti peraturan yang telah ditetapkan tanpa banyak bantahan.
Menjaga kestabilan dan kerahasiaan rumah tangga palsu kepada keluarga besar pihak ke-II tanpa banyak tanya.
Tidak ada kewajiban kontak fisik selama perjanjian nikah kontrak.
Tidak boleh menuntut ini-itu diluar isi nikah kontrak.
Jangan banyak bertanya, kecuali mau dipangkas uang tunai yang disepakati.
Perjanjian nikah kontrak sesuai dengan waktu, tidak boleh kurang dan tidak bisa lebih. Yaitu hanya selama enam (6) bulan saja.
Tambahan-tambahan isi poin ditulis setelah waktu kontrak berjalan.
Hhh... Ya Tuhan! Inikah cobaan?
💌TO BE CONTINUE
Treeet... treeet... treeet
Devana mengambil ponsel dari dalam tas besar yang dibawanya.
Tanpa sengaja ia sampai menyenggol pria yang sedang tidur dengan wajah ditutupi selembar koran disebelahnya.
"Maaf," ucapnya menoleh pada pria tersebut lalu mengangkat panggilan teleponnya.
"Hallo? Bi Asih? Iya, Bi! Deva sekarang sudah ada di atas kereta. Iya, Ericko anteng. Sepertinya sangat mengerti keadaan Mamanya. Jadi gak rewel. Terima kasih, Bi! Bibi sudah banyak berjasa pada kami. Kami gak tahu harus bagaimana jika tanpa bantuan Bibi. Mas Chandra sudah tiada, sudah berpulang ke Pangkuan Yang Maha Kuasa. Mungkin ini nasib buruk Saya dan Ericko, Bi! Saya ikhlas..., Saya akan mencoba peruntungan di ibukota. Semoga Saya bisa mencari tempat tinggal dan juga pekerjaan untuk kehidupan kami selanjutnya. Tolong doakan kami selalu ya, Bi! Iya, terima kasih!"
Klik.
Pria yang tadi tersenggol rupanya terusik dengan suara cempreng Devana yang tanpa sadar semakin keras.
Iya. Devana saat ini memang sedang berada di atas kereta api. Duduk di atas salah satu kursi kelas bisnis Kereta Rel Listrik arah tujuan Ibukota dari stasiun di kota K.
Dengan menggendong bayi laki-laki yang baru berusia tujuh bulan, ia memang sedang melakukan perjalanan hijrah. Pindah mengadu nasib ke Ibukota.
Anak laki-laki bernama Ericko Putra adalah darah dagingnya buah cinta pernikahan dua tahun bersama Chandra Putra Sukoharjo.
Suaminya itu baru saja meninggal dunia dua hari yang lalu.
Yang barusan telepon adalah Bi Asih. Beliau pembantu rumah tangga orang tua Chandra Putra.
Hanya bi Asih seoranglah yang kini peduli padanya saat ini. Devana merasa sangat bersyukur Tuhan mengirimkan orang sebaik Bi Asih untuk menolongnya.
Kini Dia adalah seorang janda. Dan harus bisa menghidupi putra semata wayangnya seorang diri, tanpa adanya suami yang selama ini menafkahi. Mau tidak mau, sanggup tidak sanggup, Devana harus bisa berdiri tegak diatas kakinya sendiri demi kelangsungan hidupnya dan Ericko setelah diusir oleh kedua orang tua mendiang Chandra.
...........
*Kejadian Sehari Yang Lalu*
"Kau boleh pergi dari rumah ini sekarang juga! Mulai detik ini, diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Begitu juga dengan putramu, Ericko! Dengar baik-baik, kalian tidak boleh mengaku-ngaku sebagai bagian dari keluarga besar Sukoharjo. Dan Ericko juga tidak bisa lagi menggunakan nama Sukoharjo dibelakang namanya, karena sudah kuhapus dan kurubah akta kelahirannya!"
Laksana tersambar petir di siang bolong.
Devana tak percaya jika kalimat-kalimat pedas itu bisa keluar dari bibir mungil Nyonya Lalita Felicia, Ibu Mertuanya yang sangat ia hormati.
Baru beberapa jam yang lalu, beliau memeluk erat tubuh Devana di area pemakaman. Mendampinginya menerima ucapan belasungkawa dari para pelayat yang ikut hadir di San Diego Hills. Tempat jenazah Chandra Putra Sukoharjo dikebumikan.
"Mama...! Mengapa Mama berkata sekejam itu padaku juga Ericko? Lalu kami harus pergi kemana? Tinggal dimana? Kami tak punya siapa-siapa lagi selain kalian! Hiks hiks..."
"Jangan panggil aku Mama! Aku bukan Mamamu. Dan meskipun Ericko adalah darah daging Chandra, tetapi aku tidak mau menerimanya. Karena memang sedari awal aku tidak menyetujui pernikahan kalian yang digelar tanpa izin dan persetujuan kami! Ini! Ambil buat bekalmu dan Ericko! Jangan pernah mengatakan kalau kau pernah menikah dengan putraku keturunan Sukoharjo pada orang lain diluar sana! Dan jangan sekali-kali membuat masalah dengan keluarga kami. Ingat, nyawamu adalah taruhannya! Aku bisa saja menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisimu dan membuat putramu itu bernasib sama sepertimu, jadi anak yatim piatu!"
"Tidak! Jangan, Nyonya! Saya akan pergi jauh dari kota ini! Saya... tidak akan membawa-bawa nama Sukoharjo lagi!" pekik Devana sembari mengambil akta kelahiran putra tunggalnya.
Sangat menyesakkan dada Devana. Tapi ia tak bisa berkata apa-apa, tak mampu berbuat apa-apa. Hanya berdoa dalam hati, semoga Tuhan memberinya kemudahan untuk membesarkan sang buah hati.
Langkah kakinya gontai, tapi ia berusaha tegar.
Tuhan! Kemana aku harus pergi? Kemana langkah ini kuayunkan? Jalan mana yang harus kutelusuri? Apakah aku kembali saja ke panti asuhan tempatku tinggal dahulu? Tuhan... Tolong berikan aku jalan! Hati kecilnya yang tengah merapuh berdoa sepenuh hati.
Matanya tak berhenti menatap wajah tampan Ericko yang sebelas dua belas dengan mendiang Chandra Putra Sukoharjo.
Airmatanya terus menetes tak tertahankan, memikirkan nasib sang putra yang miris bahkan tak diakui sebagai salah satu keturunan Sukoharjo.
Bahkan mereka sampai hati mengubah identitas putranya dengan menghilangkan nama Sukoharjo dari nama belakangnya. Akta kelahiran Ericko sampai digubah dan diganti pula di dinas kependudukan.
Harta dan kekuasaan membuat mereka gelap mata serta mudah melakukan hal-hal yang mustahil bagi Devana.
Janda muda 22 tahun itu hanya bisa mendekap tubuh Ericko Putra dengan hati hancur berkeping-keping. Sesekali ia menoleh, menatap ke arah rumah besar yang banyak memberinya kenangan indah selama menikah dengan mendiang Chandra Putra. Suaminya tercinta dan tersayang.
Devana sangat bingung, kenapa sampai hati kedua orangtua mendiang Chandra tega memperlakukannya seperti itu. Padahal Ericko adalah satu-satunya keturunan yang mereka punya.
Entah bagaimana cara pandang dan pola fikir mereka. Devana tak mengerti.
💌To Be Continue
Dua tahun yang lalu, Chandra Putra Sukoharjo meminangnya menjadi istri setelah empat bulan masa pedekate mereka yang tergolong singkat.
Bak Cinderella, Devana yang tumbuh besar dan tinggal di yayasan panti asuhan kota kecil pinggiran Ibukota diboyong oleh Chandra untuk tinggal di istana megahnya.
Chandra Putra ternyata seorang cucu pengusaha terkaya yang memiliki perusahaan manufaktur dan pabrik terbesar diwilayah bagian barat.
Devana tak pernah menyangka dan menduga kalau ia menjadi istri orang kaya karena Chandra tak menceritakan jati dirinya sedari awal perkenalan.
Pertama kali dibawa Chandra ke rumah besarnya pun, Devana sempat shock kena mental.
Tetapi Chandra mampu meyakinkannya kalau dirinya benar-benar jatuh cinta pada kepribadian Devana yang jujur apa adanya. Dia serius ingin berumah tangga. Juga berjanji setia sampai mati, begitu dulu katanya. Membuat hati Devana luluh dan meleleh melihat ketulusan cinta sang pujaan hati.
Devana sangat bahagia.
Chandra adalah suami yang sempurna. Dia sangat bertanggung jawab dan juga setia penuh kepadanya. Hampir setiap saat, Chandra senantiasa memberinya hadiah surpise dan kejutan yang luar biasa. Bahkan hal itu terus dilakukannya sampai akhirnya Devana dinyatakan positif hamil setelah bulan ke-empat pernikahan mereka.
Rumah tangga mereka semakin lengkap dengan hadirnya seorang bayi laki-laki yang Chandra beri nama Ericko Putra Sukoharjo.
Tetapi Devana melihat kejanggalan dari sikap dingin kedua orang tua Chandra padanya.
Sebenarnya sedari awal pernikahan tepatnya menginjak dua bulan rumah tangga mereka, Devina mencium gelagat aneh.
Meskipun tinggal satu atap, tetapi Mama dan Papa Chandra terlihat menjaga jarak dengan Devana. Seperti ada suatu rahasia yang disembunyikan mereka, entah apa... Devana tidak dapat menerkanya.
Ketika Chandra berada didekat Devana, semua baik. Tetapi ketika putra semata wayangnya itu pergi bekerja mengurus perusahaan, mereka terlihat ketus dan sinis pada Devana.
Bahkan suatu ketika, mereka membuka sendiri ketidaksukaannya pada Devana. Namun mengingat Chandra bahagia, mereka hanya pasrah dan menerima separuh hati.
Kata mereka, Chandra tidak cocok bersanding dengan Devana yang hanya seorang gadis miskin yatim piatu. Bibit, bebet, bobotnya dipandang hina.
Cinta Chandra pada Devana begitu besar. Mereka tak mampu dan tak tega mematahkan hati putra tercinta, sehingga hanya diam memantau saja.Karena Chandra memiliki riwayat penyakit leukimia sedari muda belia.
Bahkan dokter sudah memperkirakan usia putra semata wayang mereka tidak akan bertahan lama. Itu sebabnya kedua orangtua Chandra akhirnya legowo menerima keinginan sang putra untuk menikahi Devana.
Sementara Devana sendiri sama sekali tidak mengetahui riwayat penyakit suaminya, karena Chandra memang sengaja menutupi keadaannya.
Chandra pandai menyembunyikan masalah kesehatannya bahkan ketika Chandra harus tranfusi darah dan harus dirawat di rumah sakit langganannya, Devana tak pernah tahu.
Chandra pintar berakting. Mengatakan kalau ia harus dinas keluar kota beberapa hari. Padahal kenyataannya tak seperti itu.
Hingga kesehatan Chandra drop setelah Ericko lahir.
Keadaan Chandra semakin melemah, membuatnya ambruk dan harus segera dilarikan ke RSUD.
Tiga puluh dua hari diopname di ruang Instalasi Gawat Darurat, Chandra akhirnya tak mampu bertahan.
Dengan nafas tersengal dan suara terbata-bata, Chandra menitip pesan agar Devana merawat putranya dengan baik.
"Sayang!... Ma_afkan ak_ku, karena...waktuku telah ti_ba. A-aku..., terpaksa meninggalkan ka-kalian! Ma_af, Dev! Jaga_lah anak kita, Ericko adalah harta paling be...berhargaku! Ma-af, Dev..., aku belum bisa membahagiakanmu. Semoga, ada jodoh lain yang Tuhan kirimkan untukmu!"
Hujan gerimis di malam rabu kelabu.
Chandra menghembuskan nafas terakhirnya dalam pelukan Devana.
Air mata Devana tumpah ruah mengiringi kepergian suami tercinta.
Tetapi matanya yang bengkak karena terus menerus menangis tak mampu meluluhkan hati Mama dan Papa Chandra yang keras seperti batu. Mereka tetap mengusir Devana keluar dari rumah.
Hanya sebuah amplop putih berisikan uang sebesar lima juta rupiah sebagai ganti rugi dan konvensasi.
Devana juga dipaksa untuk menandatangani surat perjanjian bermaterai.
Isinya ialah Devana tidak berhak meminta apapun termasuk harta warisan kepada Lalita Velicia dan Xian Lee Sukoharjo meskipun atas nama Ericko Putra.
Intinya, mereka benar-benar tidak ingin ada hubungan lagi dengan Devana. Mereka beralasan karena Chandra sudah tidak ada lagi di dunia. Chandra telah meninggal.
Mereka lebih memilih memutuskan ikatan tali pernikahannya dengan Chandra begitu saja. Bahkan sampai hati memutus hubungan darah pula antara mereka dengan Ericko sang cucu tunggal.
...........
Bi Asih adalah orang yang paling berjasa di saat Devana tak tahu harus pergi kemana.
Diam-diam bi Asih membawanya ke rumah kecilnya di belakang istana besar keluarga mendiang Chandra.
Bi Asih memintanya untuk tinggal sementara disana sampai ia bisa ambil cuti dan membawa Devana pergi ke rumah kerabatnya yang rumahnya cukup jauh dari keluarga Sukoharjo.
Tapi Devana tak ingin merepotkan bi Asih. Ia khawatir Nyonya Lalita dan Tuan Xian mengetahui keberadaan Devana di rumah pembantu rumah tangganya itu. Itu pasti akan berimbas buruk juga pada kehidupan Bi Asih kedepannya.
Terngiang bagaimana sang Mama Mertua bahkan sampai mengancam nyawanya kalau ia berani berbicara yang menyangkutpautkan nama besar Sukoharjo dengan dirinya.
Hanya semalam, Devana numpang menginap. Lalu keesokan harinya ia pamit pergi menuju ibukota untuk mengadu nasib disana.
💌TO BE CONTINUE
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!