Safira Fadaei
Makna cinta yang sebenarnya adalah sikap memberikan cinta atau kasih sayang tanpa harapan. Seperti halnya aku, yang mencintainya tanpa syarat.
8 tahun yang lalu aku mencintainya begitu dalam dan sampai saat ini rasa cinta ini masih ada untuknya.
Dan dia pun mencintaiku. Berharap jika kami akan bersatu dan bahagia bersama setelah banyaknya cobaan yang menghalangi kisah cinta kita akan tetapi semua itu harus kandas.
Sikapnya berubah, bahkan dia membatalkan rencana pernikahan kita yang sudah tersusun rapi tanpa alasan yang jelas.
...***...
"Mau sampai kapan kamu seperti ini, Fir?" tanya Raya, ketika melihat putrinya enggan beranjak dari atas tempat tidur.
"Wake up!" Raya menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh putrinya.
"Mami!!" Safira segera menutup wajahnya dengan bantal. Gadis yang berusia 31 tahun itu masih enggan beranjak. Membuat sang Mami menggeram kesal dan terpaksa harus mencubit bo*kong Safira dengan kuat.
"Sakit!" Safira memekik, sembari mengusap bo*kongnya yang terasa panas dan perih. Dengan terpaksa ia mendudukan diri diatas tempat tidur.
Raya berkaca pinggang sembari menatap tajam putrinya yang sedang mengucek mata. "Oh, My God! Kamu menangis lagi?!" Raya membola, saat melihat kedua mata putrinya yang terlihat sembab dan bengkak.
Safira tidak menjawab, melainkan langsung turun dari atas tempat tidur, menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Raya menghembuskan nafasnya berulang kali, berusaha untuk bersabar menghadapi sikap putrinya yang sedang patah hati. Lalu merapikan tempat tidur putrinya, setelahnya ia beranjak keluar dari kamar tersebut menuju lantai bawah.
"Mana Safira?" tanya Devan kepada istrinya baru mendudukan diri di ruang makan.
"Anak itu masih mengingat Jeff," jawab Raya mendesah frustasi, seraya menatap suaminya yang terlihat santai sambil menenggak susu hangat. "Apakah kamu tidak punya empati sekali kepada putrimu?!" kesal Raya.
Devan meletakkan gelas yang sudah kosong di atas meja, lalu menatap istrinya dengan dalam. "Aku harus apalagi? Aku sudah berupaya untuk memintanya untuk melupakan Jeff," jawab Devan, masih menatap istrinya.
Oboralan mereka terhenti ketika Safira berjalan menuju meja makan. "Pagi, Mami dan Papi," sapa Safira dengan datar, seraya mendudukan dirinya di hadapan kedua orang tuanya. Mengambil sarapan tanpa suara, dan segera melahapnya sampai habis tidak tersisa. Devan dan Raya hanya memperhatikan sikap putrinya tanpa berkomentar apa pun.
"Aku selesai," ucap Safira, seraya menyilangkan garpu dan sendok diatas piring.
Devan dan Raya saling pandang dan menganggukkan kepalanya bersamaan.
"Fira, apakah kamu tidak ingin pindah ke kantor pusat? Sepertinya Papi, membutuhkan sekretaris baru," ucap Devan dengan hati-hati.
"Tidak, Pi," jawab Safira singkat, sembari mengusap kedua sudut bibirnya dengan tisu.
"Emh. Tapi, jika kamu berada di kantor cabang, kamu akan terus bertemu dengannya." Kali ini Raya yang membujuk putrinya.
"Hatiku sudah sekuat baja, dan jangan mengkhawatirkan aku," ucap Safira, menahan rasa sesak didada. "Aku berangkat." Safira segera beranjak, mendekati kedua orang tuanya, lalu mengecup pipi Ayah dan Ibunya bergantian.
*
*
*
Mengendarai mobil mewahnya menuju kantor Cabang FD Grup yang di pimpin oleh Jeff Smith, mantan tunangannya.
Tidak berselang lama, mobil yang di kendarainya sudah sampai tempat tujuan dengan selamat.
Safira melangkah masuk ke dalam gedung mewah itu dengan elegan. Tampilan Safira selalu cantik dan memukau, membuat siapa pun akan berdecak kagum melihatnya.
"Selamat pagi, Bu," sapaan dari para Karyawaan. Safira membalasnya dengan anggukan kepala dan senyuman tipis saja.
Menuju lantai 8 dimana ruangannya berada menggunakan Lift. Dadanya bergemuruh saat melihat Jeff sudah menatapnya sambil menyilangkan kedua tangan didada. Pria yang sudah berusia 45 tahun itu masih terlihat sangat tampan, gagah dan semakin arogan.
"Ada yang bisa saya, bantu Pak?" tanya Safira, dengan formal. Ia berusaha untuk menetralkan detak jantungnya berdetak tidak karuan. Rasa rindu, cinta dan kebencian bercampur menjadi satu di dalam dadanya.
"Sudah jam berapa ini?" Suara bariton terdengar sangat tegas.
"Maaf," ucap Safira, segera berlalu menduduki kursi kerjanya. Jabatannya sebagai sekretaris Jeff, membuat dirinya harus menguatkan hatinya.
Jeff menatap Safira yang terlihat cuek kepadanya. "Apa kamu tidak ingin menjelaskan kenapa terlambat 5 menit?" tanya Jeff, dengan nada mengintimidasi.
Safira masih berusaha untuk tetap tenang menanggapinya, namun kedua tangannya terkepal erat di balik meja.
"Saya ada urusan pribadi yang tidak bisa saja jelaskan kepada, Anda," jawab Safira dengan datar, tanpa menatap Jeff, karena saat ini dirinya sedang membuka laptopnya.
Jeff menggeram kesal di buatnya, ia mengepalkan tangannya dengan erat. Lalu segera memasuki ruangannya, karena tidak ingin berlama-lama berdekatan dengan Safira.
Jeff menudukkan dirinya di kursi kebesarannya, seraya memijat pelipisnya. Bayangan malam itu kembali melintas di kepalanya, membuatnya mengetatkan rahangnya dan semakin membenci Safira.
"Safira! Kenapa kamu tega melakukan semua ini kepadaku!"
Suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangannya, menyadarkan Jeff yang sedang larut dalam lamunannya. Tidak berselang lama, Safira masuk ke dalam ruangan tersebut sembari memegang Tablet berlogo Apel yang habis di gigit tikus.
"Saya akan memberitahukan schedule anda hari ini, Pak," ucap Safira, seraya menggulir layar tabletnya, lalu membacakan jadwal Jeff yang tidak terlalu padat hari ini.
Safira segera berpamitan setelah memberitahukan jadwal Jeff, langkahnya tertahan ketika Jeff memanggilnya.
"Buatkan aku kopi," pinta Jeff.
"Baik," ucap Safira, tanpa menoleh. Ia tetap pada posisinya.
*
*
*
Aroma kopi menyeruak dan memenuhi ruangan kerja Jeff saat Safir masuk dengan membawa secangkir kopi di tangannya.
"Silahkan kopinya, Pak. Seperti biasa kopi 3 sendok teh dan gulanya 1 sendok teh," ucap Safira, dan segera keluar dari ruangan tersebut.
Jeff yang sedang membaca berkas, kini menghentikan akitifitasnya, menatap secangkir kopi yang sudah tersaji diatas meja kerjanya. Kopi buatan Safira yang selalu membuatnya candu.
Bayangan kebersamaanya bersama Safira teringat kembali.
"Kenapa kamu tidak menyukai manis?" tanya Safira, saat membuatkan kopi untuknya.
"Karena kamu sudah sangat manis. Aku takut diabetes nantinya."
"Dasar gombal!" Safira terkekeh.
Jeff menyeruput kopi yang baru di berikan oleh Safira, lalu beralih mengecup bibir Safira dengan mesra dan menyeruput kopinya lagi, dan begitu seterusnya sampai kopinya habis.
Tidak terasa mata Jeff mengembun saat mengingat kenangan manis bersama Safira.
Jujur di dalam hati Jeff masih ada Safira disana. Mereka berdua masih saling mencintai satu sama lain, akan tetapi karena sebuah peristiwa. Mereka terpisah, tidak bisa bersama, teriksa dalam kerinduan yang mendalam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hai .... Hai ....
Buat reader baru, baca Oh! My Bodyguard dulu, agar tahu perjuangan cinta Safira dan Jeff yang menguras air mata.
Terima kasih, semua. Semoga terhibur. Dan jangan lupa berikan dukungan untuk Emak ya. ❤❤❤
Pulang bekerja Safira pergi ke rumah kakaknya. Malam itu, ia butuh teman curhat untuk menumpahkan segala rasa yang bercekol di dalam dadanya,. Berhadapan dengan Jeff seharian membuatnya merasakan sesak yang begitu dalam di dadanya.
"Sudah 2 tahun, Fir. Come on, lupakan dia." Crystal memberikan semangat. Sebenarnya, ia sudah merasa muak dengan semua ini, apalagi saat melihat adiknya datang pasti langsung menangis dan mengucapkan hal yang sama. "Aku masih mencintainya, Kak. Kenapa dia tega meninggalkan aku begitu saja, tidak cukup kah pengorbananku selama ini untuk dia?"
Fu*ck! Ingin sekali, Crystal mengumpat di hadapan pria bajingan yang sudah membuat hati adiknya terpotek hingga sampai saat ini. Dan ingin sekali menampar wajah Jeff yang sangat menyebalkan itu.
"Apakah kamu pernah bertanya kepadanya? Kenapa meninggalkan mu begitu saja?" tanya Crystal. Dan dijawab gelengan kepala Safira.
Crystal menghela nafas panjang. "Sepertinya ada sesuatu yang harus di luruskan. Cobalah, kamu sesekali ngopi santai sama dia dan tanyakan alasannya kenapa dia meninggalkanmu." Crystal memberikan usul.
"Jika aku bisa melakukannya, maka aku akan melakukannya. Melihatnya dari kejauhan saja sudah membuatku merasakan sesak di dalam dada," jawab Safira masih dengan sisa isak tangisnya. Luka hati yang torehkan Jeff begitu menganga di rongga dadanya, di tambah lagi ia masih sangat mencintai Jeff, membuatnya susah untuk melupakan pria tersebut.
"CK!" Crystal berdecak kesal menanggapinya, tidak tahu harus bagaimana lagi menasehati adiknya yang keras kepala, karena memilih mempertahankan cintanya dari pada melupakan.
"Apa kamu ingin es krim?" tanya Crystal, mengalihkan pembicaraan juga perhatian Safira.
Bisanya kalau orang patah hati sukanya makan yang manis-manis, seperti coklat dan es krim. Karena dua makanan tersebut mampu membuat hati tenang dan senang.
"Boleh."
"Oke, good. Tadi Aksa dan Anya baru membeli satu cup besar es krim dengan Papanya," ucap Crystal, seraya beranjak dari ruang keluarga menuju dapur. Tidak berselang lama, ia kembali membawa dua gelas es krim di tangannya.
"Nah, nikmati dulu yang manis-manis, agar hidupmu itu lebih berwarna tidak hanya ada kepahitan saja di dalamnya." Crystal berucap sembari menyerahkan es krim kepada adiknya.
Ucapan Crystal mengandung kalimat sindiran yang membuat Safira tersenyum getir.
"Thanks," ucap Safira mulai memasukan satu sendok es krim ke dalam mulutnya. Terasa manis strobery dan meleleh di dalam mulutnya, membuat perasaannya lebih tenang, melupakan sejenak masalahnya untuk menikmati es krim yang sayang sekali jika di lewatkan rasanya.
"Keponakan aku kemana?"
"Sedang berenang bersama Papanya di kolam renang belakang," jawab Crystal, seraya meletakkan gelas yang sudah kosong diatas meja, begitu pula dengan Safira melakukan hal yang sama.
"Anya, aku merindukan gadis kecil itu," gumam Safira, seraya beranjak menuju kolam renang yang letaknya di belakang rumah tersebut. Dan Crystal pun mengikutinya dari belakang.
*
*
*
Di sisi lain. Jeff saat ini sedang berada di sebuah Club malam, duduk di meja bartender, masih menggunakan pakaian kerjanya. Namun bedanya, jas dan dasinya sudah ia lepaskan, dan beberapa kancing kemejanya terbuka memperlihatkan dada bidangnya yang begitu sexy menggoda. Ia sepertinya sudah sangat mabuk, karena sudah terlalu banyak meminum beralkohol terlalu banyak. Ya, begitulah dirinya, setelah tidak bersama Safira, ia menjadi pemabuk karena dengan mabuk, ia bisa melupakan Safira walau hanya sejenak.
Akan tetapi, malam ini dirinya sudah kelewat batas. Pria itu sangat mabuk parah, bahkan ia menimbulkan kekacauan, dan terus menyebut nama Safira. Bahkan ia sampai di amankan oleh dua security.
"Coba hubungi kerabatnya," titah sang Manager Club malam tersebut kepada salah security yang memegangi Jeff.
Salah Security merogoh kantong celana Jeff, yang di yakini ada ponselnya. Beruntung ponsel Jeff tidak di kunci, jadi security tersebut bisa menghubungi seseorang dari ponsel Jeff. Tidak peduli siapa yang di hubunginya yang terpenting pria yang mabuk ini segera di bawa pulang.
Safira yang sudah berada di dalam mobil, tersentak ketika mendengar suara ponselnya berdering. Dan yang lebih membuatnya terkejut adalah saat melihat nama Jeff di layar ponselnya. Jantungnya berdetak tidak karuan, tangannya gemetar saat akan mengangkat panggilan telepon tersebut.
"Halo," jawab Safira ketika ia menempelkan benda pipih itu di telinganya.
" ...." ucap seseorang di sebarang sana, tidak terdengar jelas, maka dari itu Authornya tidak bisa menjabarkannya.😁
"Baiklah saya akan ke sana." Safira menutup teleponnya, dan segera bergegas malajukan mobilnya.
*
*
*
"Maafkan dia karena sudah membuat kekacauan," ucap Safira, kepada Manager Club malam tersebut. Ia juga harus membayar denda karena Jeff sudah menghancurkan beberapa gelas dan meja yang ada di Club malam tersebut.
Dua security memapah Jeff yang sudah tidak sadarkan diri dan memasukkannya ke dalam mobil Safira.
Sebenarnya apa yang ada di pikiran Safira? Kenapa dia masih begitu baik kepada Jeff yang telah menyakitinya? Katakan saja dia itu adalah wanita yang paling bodoh sedunia.
"Terima kasih, Pak," ucap Safira, lalu segera memasuki mobilnya. Ia menghembuskan nafasnya dengan dalam, lalu menoleh ke belakang, dimana Jeff terlentang di Jok belakang. Ia melajukan mobilnya menuju apartemen Jeff.
"Harusnya aku membiarkanya di Club malam itu. Safira kamu terlalu lemah." gumam Safira, merutuki dirinya sendiri dan juga Jeff.
"Safira." Jeff mengigau memanggil namanya. Pria itu terlihat menggeliatkan badannya, mulai tersadar dan meracau tidak jelas.
Jantung Safira berdetak tidak karuan, bahkan ia menahan nafasnya untuk sekian detik. Dalam keadaan tidak sadar, Jeff memanggil namanya, apakah pria itu masih mencintainya? Safira bertanya-tanya di dalam hati.
"Aku mencintaimu, Fir," racau Jeff lagi.
Safira yang sedang menyetir mobil sontak langsung menepi, meneleh ke belakang, memastikan jika ia tidak salah dengar.
"Aku mencintaimu!"
Safira membekap mulutnya debgan telapak tangannya, ketika mendengar racauan Jeff. Air matanya meluncur begitu derasnya. "Jika kamu masih mencintaiku, kenapa meninggalkan aku Jeff? Apakah kamu tidak tahu, betapa tersiksanya aku," lirih Safira, masih menoleh kebelakang. Berharap jika Jeff mendengar perkataannya, dan menjawab tanda tanya besar yang menyebabkan Jeff meninggalkannya.
Diam, Jeff tidak menjawab. Hanya terdengar suara dengkuran halus dari bibir Jeff.
Safira menarik nafas panjang, menghapus air matanya lalu, segera melanjutkan perjalannya lagi.
Tidak berselang lama, ia sudah sampai di apartemen Jeff. Ia di bantu oleh dua security untuk membawa Jeff sampai ke depan Unit apartemen pria itu.
"Apa kodenya?" gumam Safira, saat akan menekan kode pintu apartemen tersebut.
"Nona bisakah anda lebih cepat. Tuan, ini sangat berat," keluh salah satu security, yang mengalungkan tangan Jeff ke pundaknya.
"Ya, maaf. Aku sedang mengingatnya," jawab Safira. Jari lentiknya menekan kode pintu tersebut dengan perasaan ragu. Dulu kode pintu tersebut menggunakan tanggal pertunangan mereka. Dan Safira tidak menyangka, jika Jeff tidak mengganti kode pintu tersebut sampai saat ini.
Like, vote, kasih bintang lima ya❤❤
Visual Jeff Smith
Visual Safira
Bruk
Safira merebahkan tubuh Jeff yang berat itu diatas tempat tidur yang berlapis sprei berwarna abu. Safira melepaskan kaki Jeff yang menjuntai, lalu membenarkannya diatas tempat tidur.
Safira menghela nafas, seraya menegakkan punggungnya. Ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar tersebut. Masih sama, hanya saja tidak ada fotonya lagi yang terpajang di dinding, kamar bernuansa abu dan wangi maskulin menyeruak masuk kedalam indra penciumannya. Safira memejamkan matanya erat, hatinya terasa sesak, kepingan memori bersama Jeff muncul di pikirannya, layaknya film kaset rusak.
Matanya kini beralih menatap Jeff yang terpejam, terlihat sangat tampan dan semakin tampan di usianya yang sudah tidak muda lagi. Kenapa dia harus terjerat cinta dengan pria egois ini? Kenapa dia sangat mencintainya sampai saat ini, sudah jelas sekali jika pria ini sudah menyakitinya terlalu dalam.
Enyahlah dari pikiranku! Menggeram di dalam hati, Jiwanya memberontak ingin lari dari kenyataan ini. Tuhan, berikanlah pintu ajaib doraemon agar ia bisa lari kemana saja, untuk membuang hatinya yang di penuhi oleh Jeff.
"Ugh." Jeff terlihat menggeliat pelan, dan sedikit membuka matanya. Ia sudah mulai kembali sadar walau tidak sepenuhnya. Ia menatap seorang wanita yang berdiri di dekat ranjangnya, pandangannya sedikit mengabur karena efek meninum alkohol yang terlalu banyak. Ia juga merasakan jika kepalanya berdenyut nyeri. Ia masih masih menatap wanita tersebut yang ia yakini adalah Safira. Padangannya memang mengabur akan tetapi, ia hafal wangi Safira. Wangi vanilla yang sudah sangat ia rindukan. Ah, apakah dia berhalusinasi?
"Safira," bergumam dalam hati.
Safira menghela nafasnya berulang kali, agar perasaannya lebih tenang. Ia sudah tidak kuasa berlama-lama di sini. Segera beranjak, akan tetapi tangan kekar itu menarik tangannya, hingga membuat dirinya terhuyung dan jatuh di tepian tempat tidur. Terkejut, matanya membola sempurna saat menyadari jika Jeff sudah sadar.
"Jeff," lirih Safira.
"Fir." Jeff mengangkat sedikit kepalanya yang berdenyut nyeri dan berat, salah satu tangannya menggenggam tangan Safira dengan erat.
Safira menatap wajah Jeff yang terlihat tidak segar, mata tajam itu menatapnya dengan sayu.
Safira terdiam dan menatap instens Jeff yang berusah untuk mendudukan diri.
Safira segera melepaskan genggaman tangan Jeff, akan tetapi tangan Jeff terlalu kuat.
"Apa kamu ingin lari dariku?" desis Jeff seraya memegangi kepalanya yang terasa ingin pecah. Ia mendongakkan kepalanya, dan menatap Safira dengan penuh kerinduan. Ya, dia teramat sangat merindukan wanita yang sangat di cintainya.
"A .. aku .." Nafas safira tercekat, ketika Jeff mendekatkan wajahnya. Tercium aroma alkohol dari mulut Jeff.
Safira mengeraskan rahangnya dengan kuat. Kenapa perasaan ini semakin lama-semakin kuat. Aroma alkohol itu justru membuatnya hampir terlena, saat Jeff semakin mendekatkan wajahnya.
Jeff tersenyum smirk, salah satu tangannya terulur untuk mengusap wajah cantik Safira. Safira tidak bisa menghindar, salah satu tangannya di genggam erat oleh Jeff, hingga membuatnya meringis kesakitan.
"Aku merindukanmu, Fir."
Deg
Jantung Safira berdetak tidak karuan, mendengar kalimat itu lagi, malah semakin membuat dirinya semakin tersakiti. Menelan ludahnya dengan kasar, memejamkan matanya sesaat.
"Jika kamu masih mencitaiku kenapa kamu meninggalkan aku?" Akhirnya pertanyaan yang terpendam selama 2 tahun ini tersampaikan untuk kedua kalinya di malam yang sama, walau orang yang di ajak bicara tidak sepenuhnya sadar,
Mata indah bermanik abu Safira, menatap Jeff penuh luka dan kesalitan. Ia mengelus rahang Jeff yang di tumbuhi bulu-bulu kasar itu. "Katakan, Jeff! Apa salah ku?!" tanya Safira dengan nada yang bergetar, matanya berkaca-kaca, sudah siap untuk meluncurkan air matanya. Entah sudah berapa ember air mata yang Safira keluarkan untuk Jeff selama 10 tahun ini. Selama itu kah? Ya, tentu saja, kalau tidak percaya baca Oh! My Bodyguard agar kalian tahu perjuangan cinta Safira dan Jeff. 😁
Jeff terkekeh pelan, mendengar pertanyaan Safira. "Kamu bertanya apa salahmu?!" Rahang Jeff mengeras dan matanya berubah nyalang menatap Safira. "Apakah kamu lupa pada saat malam itu kamu bersamanya di sebuah kamar hotel!!!"
Safira tersentak mendengar ucapan Jeff. Di sebuah hotel? Bersamanya? Siapa? Pikir Safira berkecamuk.
"Apa yang kamu bicarakan Jeff? Aku tidak mengerti!" tanya Safira yang kini nada bicaranya mulai meninggi.
"Kamu lupa? Atau kamu sengaja melupakannya?Atau kamu ingin aku ingatkan kembali?!" Dengan cepat, Jeff menarik tubuh Safira dan segera menindihnya di bawah kungkungannya.
"Jeff! Apa yang kamu lakukan!" bentak Safira, meronta di bawah kungkungan pria perkasa itu.
"Mengingatkanmu! Jangan berlaga seolah kamu yang paling terluka disini! Aku yang paling terluka Fir!!!" sentak Jeff, tubuhnya sudah di selimuti emosi. Ia mencium bibir Safira dengan sangat kasar.
"Le ... pas!" Safira sudah ketakutan dan menangis histeris, berteriak meminta tolong akan tetapi apartemen Jeff kedap suara, ingin berteriak sampai pita suaranya putus, tidak akan ada yang mendengarkannya.
"Ini kan, yang kamu lakukan bersama pria itu?! Kalian bercinta di depan mataku! *****!"
Jantung Safira terasa di remas saat mendengar umpatan Jeff yang di tunjukan kepadanya. Sangat sakit, dan membuat harga dirinya terluka.
"Aku tidak seperti yang kamu tuduhkan!!" Safira membela diri, karena dirinya merasa tidak bersalah.
"Bullshit!!" Jeff berkata sembari menatap tajam Safira. Sorot mata itu menyiratkan kebencian dan luka yang mendalam.
"Jeff hentikan!!!" Teriak Safira saat tangan Jeff mulai menggerayangi tubuhnya. Efek alkohol yang dia minum, memperngaruhi kesadaran dan juga emosinya. Di tambah lagi di bawah kungkungannya ada wanita yang dia cintai dan juga ia benci, membuat gairahnya membumbung tinggi.
"Kamu menyukainya bukan?" Jeff menyeringai setan, salah satu tangan kekarnya merangsek masuk membelai perut Safira yang putih mulus, dan perlahan naik ke atas dan berhenti di gundukan kenyal milik Safira. Dan salah satu tangannya lagi mengunci kedua tangan Safira menjadi satu, diatas kepala gadis itu.
Safira sudah terhimpit, tidak bisa melarikan diri.
"Jeff, aku mohon hentikan." Safira memohon dan menangis kepada Jeff agar menghentikan aksi gilanya. Tubuhnya kian meremang, merasakan sentuhan tangan Jeff yang meremat dua benda kenyalnya bergantian.
"I Want You!" desis Jeff, matanya yang menggelap karena emosi kini terganti dengan kobaran api gairah. Jeff menundukkan kepalanya, dan mulai mencium bibir Safira penuh gairah.
Safira hanya bisa pasrah saat Jeff mencumbunya, tenaga dan suaranya sudah habis saat ia melakukan perlawanan tadi.
"Lakukan sesukamu, Jeff. Lakukan apa yang kamu mau, dan jangan pernah menyesalinya," ucap Safira dengan perasaan teramat sesak di dada.
Akan tetapi, sepertinya Jeff tidak mendengarkan ucapan Safira, telinganya sudah tuli dan tubuhnya semakin panas karena terbakar gairah.
Jangan lupa kasih like, Favorite, komentar, vote, hadiah dan kasih rate bintang lima.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!