Ponsel adalah salah satu sarana berkomunikasi jarak jauh. Namun seiring berjalannya waktu, fungsinya dapat menyebar luas kemana-mana. Banyak yang di masukan kedalamnya seperti Radio, Televisi, finger print, Kalender, Album foto, Remote, Fungsi pemantau jantung EKG dan banyak hardware lainnnya yang dimasukan. Jika bisa, kulkas pun akan dimasukan kedalamnya.
Selain yang disebutkan tadi, ponsel juga bisa sebagai sarana untuk mengekspresikan diri. Baik video konten bermanfaat maupun berupa tulisan. Ada pula macam permainan yang membuat para warganet menjadi kaum rebahan dan kaum orang hilang saat berada di jam kerja.
Cerita kali ini mengisahkan seorang pemuda yang selalu bercumbu dengan ponselnya. Sudah tidak heran, memang realita kehidupan sekarang seperti itu. Sampai dia berfikir kenapa hidupnya selalu enak tanpa cobaan. Dan pada akhirnya mengalami pembelajaran hidup yang tak terlupakan. Orang-orang seperti ini ponselnya akan di lepas ketika sedang tidur. Lalu bagaimana dengan pengisian daya? orang seperti ini juga tingkat kesabaran nya di ragukan. Belum sampai 100% daya mengisi sudah di cabut.
Fais
Orang yang selalu menjawab jika di komplain mengenai pengisian daya hp, "Is, kenapa ngecas belum 100% udah di cabut?" Kata Mamah. "100 itu nilai sempurna, sedangkan manusia tidak ada yang sempurna." Jawab Fais. Jika sudah begitu, Mamah bisa jawab apa?
...................
"Is" seru Mamah.
"Hem" Jawab Fais.
"Is" panggil Mamah lagi.
krik..krik..krik..
Tidak ada jawaban lagi. Sudah bosan Fais menjawab tapi tidak ada kelanjutan. Seolah-olah dipermainkan oleh Mamah yang ingin mengalihkan atensinya. Iya, memang sengaja Mamah melakukannya agar anak semata wayangnya tersebut beranjak dari rebahan.
"Is jelek" kali ini Mamah memakai jargonnya. Lumayan kadang-kadang bikin Fais bisa mengobrol sedikit meskipun hanya sebuah protes dari mulut bocah itu yang Mamah dengar.
"Kalau Fais jelek, mamah juga dong. Kan Fais dilahirkan sama mamah." Mata tetap fokus ke layar ponsel.
"Is matamu nggak capek apa? seharian hp terooos.." kesal. Mulut Mamah sudah mencang-mencong tidak karuan sembari mendumal.
"Gak, biasa aja."
"Hilih"
Menyerah. Mamah pergi mengerjakan tugas rumah saja, daripada harus membuang waktu untuk melepaskan Fais dari ponselnya. Seperti kegiatan yang percuma. Yang tidak akan membuahkan hasil apapun. Lain waktu dia akan pikirkan cara yang lebih jitu. Lebih dari sekedar mengata-ngatainya jelek.
Saat keluar dari kamar Fais, Mamah mengintip halaman rumah karena mendengar suara deru mesin mobil yang mendekat. Pucuk dicinta ulam pun tiba, di saat Mamah keki lalu butuh yang dingin-dingin sebagai moodbooster, Papah pulang membawa banyak tentengan plastik. Setelah di teropong mata elang Mamah ada apa di balik plastik tersebut, rupanya oh rupanya salad buah dan beberapa jenis kue.
"Wah, papah emang suami terbaik." Mamah mengacungkan jempol dengan bangga. Kalau ada maunya, Bu imah alias Mamah selalu begitu. Memuji Papah sampai hidungnya kembang kempis.
"Iya dong, Fais kemana mah?"
"Biasa Pah. Papah kaya nggak tau aja."
"Main hp guling-gulingan di kasur, begitu bukan mah?"
"Iya papah benar."
.............
Hadu**uh perut segala lapar. Mana nanggung banget lagi**.
Fais memutuskan untuk menyerah dan meletakan ponselnya di atas nakas. Mengisi perut yang sedang demo adalah hal yang tepat untuk menyelesaikan imajinasinya. Karena di balik perut yang lapar ada konsentrasi yang buyar. Kalau konsentrasi buyar, otaknya tidak bisa di ajak berfikir dengan baik.
"Mah, udah mateng masak belum?" seru Fais kepada ibunya yang sedang menata isi kantung plastik.
"Udah, ini juga papah pulang kerja bawa cake sama camilan. Salad buah juga ada di kulkas."
"Fais mau makan nasi aja, karena kalau bukan nasi namanya belum makan."
"Terserah kamu is. Oh iya abis kamu makan, Mamah mau minta tolong ambilin jahitan baju mamah di rumah Bi Nur ya?!"
"Besok ya."
"Hiiih sekarang, besok mau langsung di pakai kondangan soalnya."
"Mah, Fais banyak tugas. Besok aja ya jangan sekarang."
"Hemm iya dah."
perasaan dari tadi kerjaannya main hp mulu.
"Mah, papah udah pulang?"
"Lah si Fais gimana ceritanya, tadi kan Mamah bilang papah pulang kerja bawa cake sama salad buah udah Mamah taruh kulkas. Itu berarti Papah kamu udah balik."
"Emang ya, kok Fais nggak denger?"
"Kebanyakan pake engset jadi begini."
"Engset apa si Mah?"
"Itu yang suka nyumpel di kuping kamu is. Seharian budeg pake gituan terus."
"Ya salam, engset. Woy engset woy.." Teriak Fais pada sendoknya seolah sedang berbicara dengan manusia.
"Kamu jangan gila begitu is."
"Itu namanya bukan engset, mamahku yang paling cantik di kampung lobang kadal. Itu namanya anting sun'gokong "
"Et dah emang susah kalau ngomong sama biji Nangka mah."
Sahut Mamah sambil berlalu pergi meninggalkan Fais yang sedang terkekeh. Setelah selesai menata makanan sesuai pada tempatnya, Mamah menyiapkan air untuk suaminya mandi. Sebagaimana tugas seorang istri solehah yang melayani suami dengan baik. Begitupun sebaliknya.
.
.
.
.
Bersambung..
Jangan lupa bahagia !
Saat asyik memainkan ponsel, layar tiba-tiba berubah menjadi tampilan panggilan. Fais frustasi melihat nama pemanggil yang tertera di beranda ponselnya. Sobat dari semenjak menjadi kecebong berenang selalu saja muncul di waktu yang tidak tepat. Dengan penuh kemalasan, Fais akhirnya menggeser log hijau.
"Hallo is, lagi apa?" tanya Akmal Maulana. Sobat yang katanya dari jaman purba.
"Lagi sibuk"
"Sibuk ngapain?"
"Sibuk berubah menjadi orang yang lebih baik."
"Ceileeh.. Emangnya selama ini lu nggak baik? tumbenan banget otak lu bener. Oh iya is gua cuma mau kasih tau, kalau hari ini gua ulang tahun."
"Idih. Lu nelpon gua cuma mau bilang kalau lu lagi ulang tahun doang nih?"
"Hehehe becanda kawan et dah. Eh gua cuma mau mastiin, lu beneran mau deketin Nabila nggak? "
"Emang kenapa?"
"Lu kalau kelamaan gak bergerak nanti dia diambil orang duluan. Soalnya tadi.."
"Wah gak bisa dibiarin!"
Tut...Tut ..Tut.. sambungan terputus secara sepihak. Fais semena-mena menutup teleponnya tanpa memikirkan ocehan Akmal disana. Berita yang di bawakan sepertinya tidak menarik minat Fais untuk sekedar mengulik tentang gadis tersebut.
Gak bisa di biarin Akmal gangguin gua lama-lama. Kagak kelar-kelar nanti project gua.
Fais meneruskan kegiatannya.
Disamping itu dengan waktu yang bersamaan. Akmal terhenyak tidak menyangka, bahwa Fais begitu antusias dengan berita yang dia bawa. Kesalah pahamannya membuat Akmal menyunggingkan senyum tinggi-tinggi. Laki-laki itu senangnya bukan main karena telah mengira Fais sedang memanas dengan api cemburunya. Api cemburu yang mana wahai Akmal?
Akhirnya is, dunia lu bisa teralihkan juga. Gua kira lu cuma mau bercumbu sama hp doang. Ternyata lu juga punya rasa cemburu yang begitu dalam pada seorang perempuan. Cihuuy... patut dirayakan ini.
...............
"Is"
"Hemm"
"Katanya sekarang mau ambilin baju mamah di Bu nur."
"Oh ya, yaudah Fais pergi dulu. Jagain hp Fais baik-baik ya mah."
"Emang nggak di bawa?"
"Gak Mah, dia lelah butuh energi baru."
"Dih, bilang aja hpnya lowbatt. Kalau nggak gitu kan nggak bakal di lepas sama kamu is."
"Hehehe"
Fais menyeret langkah keluar, membuka garasi rumah dengan gerakan lambat. Alih-alih mengeluarkan beat warna putih, anak itu masuk ke dalam mobil merahnya dengan senyum jumawa ke arah Mamah.
"Is, mau kemana?"
"Tadi kata mamah suruh ambil baju"
Mamah terperangah mendapati Fais akan mengendarai Mobil. Dia kira, Fais bakal menaiki sepeda motor mengingat jarak yang di tempuh tidak terlalu jauh. Cuaca pun cukup mendukung hari ini. Tidak hujan dan juga tidak terlalu terik.
"Waduh, ngambil jahitan baju pake mobil. Gaya banget" ledek Mamah dengan memasang wajah antagonis.
"Iya dong, biar keren"
"Biar woow amazing ya haha.. apa kamu lagi effort buat ketemu sama Maya?" Mamah menambahkan, lalu mereka tergelak bersama dengan Fais yang terus-terusan bilang "apaan sih". Mulut memang bicara seperti itu, namun hatinya bicara "Iya sih".
.............
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam, eh siapa ya?" tanya Bu Nur. Dahinya berkerut berusaha memeras otak dengan mengingat-ingat siapa yang datang bertamu.
"Saya Fais, anak Bu Imah. Mau ngambil baju mamah disini buat di pakai kondangan besok." Lengkap sekali pesan yang di sampaikan. Untuk apa baju itu digunakan, sesungguhnya Fais hanya mengada-ada.
"Ya ampun. Si aa udah besar ya?! mana ganteng lagi."
Saat kata "ganteng" di kumandangkan, Fais melirik kaca dan merapikan rambut.
"Nih a bajunya."
"Terimakasih Bi."
"Gak mau mampir dulu? nanti di buatkan minum sama Maya. Maaay... sini dah keluar"
"Iya Bu, sebentar" sahut Maya dari dalam. Tidak lama Maya datang kontan berjingkat kaget bukan kepalang mendapati lelaki yang idamkan berada di teras rumahnya. Tahu kan rasanya kalau sedang mengagumi seseorang dan orangnya muncul di depan rumah? rasanya cenat-cenut antara kepala, perut dan dengkul.
"May, ini Aa Fais. Bikinin minum sana!"
"Gak usah Bi, saya habis ini mau ke kampus. Lain kali saja. Hai Maya apa kabar?" Fais tersenyum melihat Maya salah tingkah. Pemuda itu over confident hingga berasumsi bahwa Maya telah terhipnotis oleh ketampanannya.
"Baik a" Maya menunduk malu dengan tangan yang terus memilin baju. Wahai Maya, jika dirimu tahu keseharian Fais, pasti sudah menyesal salah tingkah seperti ini. Anak muda yang kesehariannya tak lepas dari ponsel dan menjadi kaum rebahan.
"Saya pulang dulu ya May" pamit Fais dengan keren.
"Saya pamit dulu ya Bu."
"Iya a Fais" Jawab Bu Nur dan Maya bersamaan.
Fais melajukan mobilnya meninggalkan kerumunan kupu-kupu yang hinggap di pipi Maya. Meskipun dia sering menjawab ketika dimintai tolong, Fais sebenarnya anak yang penurut. Hanya saja waktunya kapan jika diperintah dia yang menentukan. Mamah pun tidak tahu persis kenapa sekarang Fais mau-mau saja di suruh mengambil jahitan di rumah Maya. Yang pasti Mamah suudzon, bahwasanya anak semata wayangnya itu sedang ada maksud lain. Kalau urusan bawa nama Maya, Fais iya-iya saja tanpa debat.
Iya mah, besok!
Iya mah, nanti!
Iya mah, jangan sekarang tapi ya
Walaupun begitu dia tetap menjalankan perintah.
.
.
.
.
Bersambung...
Jangan lupa bahagia !
Di kampus.
Fais dan Akmal sedang memesan bakmi di kantin. Mi adalah makanan sejuta umat yang membuat Akmal tidak pernah absen untuk menyantapnya. Bukan hanya Akmal, Fais juga tergila-gila dengan Mi. Makanan kesukaan sama, sekolah dari jaman SD sampai sekarang sama, asalkan jangan wanita yang dicintainya sama. Eheeii emang bisa begitu? sahabatan tapi suka sama pacar sahabatnya? rasa-rasanya bagi mereka tidak. Sebab mereka terkenal akan kesetiaannya. Dimana ada Fais, disitu pasti ada Akmal.
"Is, lu lagi garap apa si? perasaan kagak lepas itu hp dari lu masih orok." kesal Akmal.
"Lagi garap sesuatu yang bisa membuat gua hidup lebih baik."
"Sesuatu nya itu apaan?"
"Pokonya sesuatu."
"Tau ah, mendingan gua makan mi. Jangan lupa tuh punya lu makan juga. Lepasin dulu hp nya. Apa mau gua suapin?"
"Emang gua cowok apakah di suapin sama lu." Fais sudah melepaskan ponselnya dan beralih pada semangkuk mi yang terhidang.
Saat sedang mengusir uap panas dari mi yang baru matang, Nabila datang dan duduk di meja sebelah. Sekonyong-konyong membuat keduanya terpaku dan juga salah tingkah. Mau nanya malu, gak nanya tambah malu. Akhirnya Akmal memberanikan diri untuk menyapa gadis cantik tersebut.
"Hai Nabila, mau makan juga ya?"
dih apaan si Akmal gak banget. Kalau ke kantin pasti mau makan. nggak mungkin mau macul. Batin Fais.
"Iya kak. Oh ya mumpung ketemu kak Fais disini, Nabila mau ngucapin terimakasih sudah di bantu ngerjain tugas."
"Is, gua yang ngajak ngomong, lu yang di respon." Akmal berbisik pada Fais membuat Fais mengulum senyum. Mentang-mentang Fais lebih ganteng.
"Yang sabar ya haha" Begitulah kira-kira artinya senyuman Fais pada bocah hitam manis bernama Akmal.
"Iya, sama-sama." Jawab singkat Fais kepada Nabila.
"Gimana sebagai ucapan terimakasih, Nabila traktir makannya?" Gadis itu sudah berpindah tempat karena Akmal meminta untuk satu meja. Alasannya sih agar perbincangan di antara mereka tidak terlalu jauh.
"Gak usah, makan bareng aja gak usah traktir."
"Bu mie ayam satu gak pake daun bawang ya. Sama minumnya rasa taro satu." Ujar Fais pada penjaga kantin.
"Ok siap."
"Pesan buat siapa?" tanya Akmal.
"Buat Nabila."
Nabila tersenyum, tidak menyangka jika Fais tahu tentang detail makanan yang sering dia pesan. Hal-hal semacam ini membuat wanita terkesan. Menumbuhkan sekuntum bunga di relung hati Nabila tanpa Fais sadari.
Setelah mengeluarkan tindakan menarik perhatian, Fais mengaduk lagi mi nya yang sudah menghangat.
"Is, di aduk terus itu mi. Udah kaya perasaan gua aja."
Fais diam tidak menimpali Akmal. Jika tidak ada Nabila di depannya, mereka berdua pasti sudah sahut menyahut bak pelawak ulung. Beruntung, pesanan Fais sudah datang. Jadi tidak perlu lama canggung makan di hadapan seorang gadis. Mereka makan dalam diam lalu tenggelam dengan pikiran masing-masing.
................
Setelah mata kuliah selesai, Fais memutuskan untuk segera kembali ke rumah. Melakukan aktivitas rebahan bin mager setiap hari yang membuatnya nyaman tak terhingga. Dan jangan lupakan soal bercengkrama dengan ponsel kesayangan.
Dalam perjalanan menuju rumah, Fais yang sedang fokus menyetir tiba-tiba saja mendapat wangsit. Fais mendapatkan ide untuk tulisan di episode selanjutnya. Ya, dia merupakan penulis novel. Pemuda itu mencatat baik-baik idenya dalam ingatan sembari menyunggingkan senyum. Dan di saat tidak sabar ingin cepat kembali ke rumah. Takdir berkata lain.
Ponselnya berdering.
"Ada apa Nabila?"
------
"Gak sibuk, kenapa memang?"
------
"Oh yasudah, kakak jemput kamu disitu. Nanti kita ke toko buku bersama. Santai aja, kalau membantu orang lain itu memang jangan setengah-setengah."
Sambungan terputus. Niat yang sudah terkumpul untuk mengerjakan tugas negara dia urungkan. Yang penting ide yang sudah muncul segera dicatat agar tidak lari kemana-mana.
Yaelah kalau cewek yang minta tolong kenapa gak bisa nolak ya?
Fais menertawakan dirinya sendiri. Jika dipikirkan secara matang, sering sekali dia menolak permintaan Akmal, padahal Akmal sahabat yang selalu setia menemani Fais di kala susah dan senang. Begitu pun dengan Ibunya, kalau di suruh nanti-nanti saja jawabnya. Memang Fais selalu mengerjakan permintaan sang Ibu, tapi kurang afdol kalau tidak sampai mengulur waktu.
Begitu pun dengan Maya, saat diminta untuk mampir dahulu dia bahkan bisa untuk menolak halus. Tapi kepada Nabila dia tidak bisa berkutik.
Ada apakah gerangan.
.
.
.
Bersambung...
Jangan lupa bahagia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!