Suasana menjelang senja di ujung gang pantai memang makin gempita. Semakin malam semakin meriah suasana yang dirasakan. Rumah-rumah yang tampak sederhana, namun akan terlihat cantik dengan lampu kelap-kelip nya dimalam hari. Dan mulailah para kupu-kupu berterbangan keluar dari sarangnya. Memasuki malam, suara musik mulai terdengar menghingar-bingarkan permulaan malam.
Asap rokok dan aroma alkohol perlahan-lahan mulai menyeruak. Dan ... para wanita sexy itu mulai menawarkan jasanya. Aneka pilihan yang ada membuat kaum adam yang terjebak didalamnya akan makin terbuai dengan kesemuan indah itu.
"Hi, Deeva ... Mau kemana kamu?" sapa seorang laki-laki.
"Cari angin ... " jawab Deeva santai
"Kalo masuk angin nanti cari aku ya, cantik. Biar babang tamvan yang obati," celoteh seorang pelanggan club.
Adeeva Elora, biasa dipanggil Deeva tidak memperdulikan celoteh laki-laki yang sedang mabuk itu dia terus menuju luar gang. Mencari hembusan angin segar yang bebas asap rokok dan alkohol. Sangat menyebalkan pikirnya, kenapa dia harus terjebak dikeadaan seperti ini. Perempuan muda berwajah cantik itu hanya nongkrong di depan mini market langganannya. Rambut indahnya terurai panjang sepinggang, wajahnya yang cantik perpaduan eropa dan asia serta kulit kuning gadingnya yang selalu berlapis hand and body lotion. Kakeknya adalah orang Jerman yang menikah dengan neneknya yang asli pribumi.
Keluarga mereka bukan keluarga berada, hanya keluarga sederhana yang tinggal di daerah pesisir pantai. Yang istimewanya adalah Deeva lahir di Frankfurt-Jerman, hingga usia lima tahun dia kembali ke negara ibunya. Siswi kelas dua sekolah menengah pertama ini merupakan anak yang cerdas dan pemberani, sifatnya yang ceria dan mudah bergaul sangat disenangi teman-temannya.
Drrr...drrr....
Ponselnya bergetar. Sebuah pesan whatsApp dari bunda nya masuk.
Klik
"Kamu dimana, Deeva?" pesan whatsApp bunda.
Dia malas membalasnya. Pasti bunda akan menyuruhnya pulang. Dia bosan setiap hari bergaul dengan para perempuan penghibur itu, para mucikari, dan mami yang ada didalam. Pengap nafasnya mencium bau asap rokok dan alkohol yang menyebar di seantero tempat itu. Dia lebih senang duduk diam di depan mini market langganannya di depan jalan raya.
Ya. .. daerah tempat dia tinggal adalah daerah lokalisasi di dekat tepian pantai. Pastinya gadis muda itu akrab dengan hal-hal yang dianggap sebagian orang sangat tabu dan menjijikkan. Namun itulah sebagian dunianya. Bunda merupakan seorang "mami", sebutan untuk induk semang para kupu-kupu liar itu, pekerjaan yang diwariskan dari Bennett yang merupakan mucikari besar dan disegani di daerah itu.
Drrr....drrr...
Kali ini ponselnya menjerit nyaring. Panggilan masuk yang lagi-lagi datang dari Sang Bunda.
Klik ...
"Ya, Bun ... " jawabnya.
"Kamu dimana, Deeva. Kenapa WA Bunda cuma kamu read saja?!"
"Deeva sedang dijalan, Bunda. Ada tugas sekolah yanh harus Deeva tanyakan kepada teman," ucapnya berbohong.
"Ya, sudah. Kalau sudah selesai langsung pulang. Kita sedang ramai tamu disini."
Klik
Deeva mematikan ponselnya. Setiap malam dia membantu Bundanya untuk mengantakan camilan dan minuman keras kepada para tamu-tamu disana. Dia sudah muak meladeni tatapan liar dari laki-laki hidung belang yang mencari tantangan kemikmatan semu disana. Bahkan dia lebih sering berdiam diri saja di kamarnya.
******
Pukul sebelas malam lebih Deeva kembali melangkahkan kaki ke arah rumahnya. Ya ... Maklum disana makin malam bukan makin sepi tapi semakin ramai orang.
"Deeva ... " sapa bundanya.
Deeva menghentikan langkahnya. Dia mendekati ibunya yang duduk di sofa dan gadis muda itu langsung duduk disofa.
"Ada apa, Bun," tanya nya.
"Malam sekali kamu pulang, Deeva? Bukankah tadi Bunda memintamu untuk tidak pulang terlalu malam?"
"Ya, Bun."
"Lalu?"
"Aku sedang ada tugas, Bun. Tadi terlalu lama mengobrol jadi Deeva pulang terlambat."
"Jangan berbohong, Deeva!!" bentak Bunda.
Perempuan muda itu terdiam, dia menundukkan wajahnya. Ada rasa kesal, sedih, marah dan kecewa yang bertarung jadi satu di hatinya. Namun dia mencoba menahan nya.
"Maaf, Bunda. Deeva ngantuk." Deeva masuk kedalam kamarnya.
Dia menangis sambil menutupi wajahnya dengan bantal agar tangisnya tidak terdengar oleh keramaian diluar sana.
Tok ... Tok ...
Suara pintu diketuk dari luar. Deeva menghapus airmatanya. Lalu berjalan membuka pintu.
Krek... Krekk...
Cekreeeeekkk
"Boleh Bunda masuk, Deeva?" Ruz, bunda Deeva berdiri diambang pintu.
Deeva membuka pintu itu sedikit lebar, lalu menutupnya kembali. Dia berpura-pura acuh atas kedatangan Ruz dikamarnya. Dia menghempaskan tubuhnya diatas kasur. Menelungkupkan wajahnya diatas bantal.
"Kapan kamu bisa mulai mendengarkan bunda, Deeva. Bunda tahu kalau semua ini tidaklah kamu sukai, namun perlu kamu ingat, Deeva, kamu hidup dan besar bahkan sekolah dari hasil kerja bunda disini. Dan tolong kamu hargai itu, Deeva ... " papar Ruz.
Gadis muda itu terdiam. Dia merapatkan bantalnya agar dia tak mendengar apa yang bundanya ucapkan, dia sudah bosan mendengar kata-kata itu berkali-kali. Seandainya dia bisa memilih, dia tak ingin hidup seperti ini. Tak ingin terlahir sebagai anak seorang wanita penghibur. Penggoda laki-laki liar yang hanya menginginkan tubuh wanita. Dia sudah muak dengan semua ini. Setiap hari melihat hal-hal menjijikkan itu, sebuah pemandangan neraka yang mengerikan.
"Bunda harap kamu bisa belajar dewasa. Belajar menerima keadaan. Jangan kamu rasa kalau hanya kamulah seorang diri yang menderita dengan keadaan ini. Bunda pun jauh menderita, tapi penderitaan ini bunda tahan untuk melihatmu tetap hidup dan tidak mati kelaparan." Ruz pergi dan menutup pintu kamarnya.
Dengan hati kesal Deeva mengunci pintu kamarnya. Ya, dia harus rajin mengunci pintu kamarnya. Walaupun. Kamarnya terpisah dari kamar-kamar anak asuh bundanya, namun dia harus selalu berhati-hati, bisa saja seorang macan liar masuk dan menerkamnya.
"Bunda tak mengerti bagaimana perasaanku, bunda jahat .... " isaknya yang terduduk dibalik pintu.
Dia menangkupkan kedua telapak tangannya di kedua wajahnya itu. Menampung semua airmata kesedihan yang mengalir dari kedua bola matanya yang indah.
******
Pukul empat pagi barulah suasana mulai terasa sepi. Tamu-tamu yang bermalam mulai pulang meninggalkan tempat itu. Dan satu per satu rumah jajanan malam itu menutup diri dari sambutan fajar. Deeva yang sudah terbangun, mengamati dengan cermat suasana diluar kamar, mendengarkan setiap bisik angin yang berhembus dari celah pintu kamarnya.
"Sepertinya para iblis sudah kembali ke neraka nya yang sebenarnya, huuuh... alangkah damainya keterdiaman ini," gumam Deeva dalam hatinya.
Dia masih duduk diatas tempat tidurnya, menangkupkan kedua kakinya dihadapan dagu lancipnya, kedua tangannya merangkul tungkai panjang dan indah itu. Deeva menyandarkan pipinya diatas lututnya. Seolah sedang memikirkan sesuatu. Tatapan matanya kosong, pikirannya melanglang buana mencari kebebasannya diluar sana. Yang terdengar hanya helaan nafasnya yang sesekali terasa sesak didada.
******
Pukul enam tiga puluh pagi, Deeva sudah siap dan rapi dengan pakaian seragamnya. Dia pun mengikat rapi rambut indahnya. Tas ranselnya sudah siap di panggulnya di punggung. Dengan sedikit polesan bedak baby diwajah mulusnya dan sedikit parfum lembut yang disemprotkan, Deeva siap berangkat menuju sekolahnya.
Tok ... Tok ...
"Bun, Deeva berangkat ...." panggilnya dibalik pintu kamar Bunda nya.
Cekreeeeekkk ....
Ruz keluar dari kamarnya, dari balik pintu Deeva melihat seorang laki-laki didalam kamar bundanya sedang merapihkan pakaiannya.
"Sudah mau berangkat?" tanya Ruz
"Iya, Bun..." ucapnya sambil mengambil tangan bundanya dan mencium punggung tangannya.
"Hati-hati dijalan," ucap Ruz pada Deeva.
"Hmmm ..."
Deeva berangkat menuju sekolahnya dengan berjalan kaki, sekolahnya hanya berjarak dua puluh menit dengan berjalan kaki. Tepat pukul tujuh dia sudah berada dibangkunya. Dia masih punya waktu lima belas menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Deeva mengeluarkan buku matematika, pelajaran yang paling dia sukai. Sebelum masuk dia menyempatkan diri untuk membaca buku itu.
Kriiiiiiing ...
Bel masuk telah berbunyi. Seluruh siswa berbaris rapi di depan kelas mereka masing. Tak lama guru pun datang dan mempersilakan anak-anak masuk kedalam kelas. Tiga jam pertama diawali dengan pelajaran matematika. Sebagian anak mulai merasa keram otak dengan pelajaran fungsi matematika. Namun bagi Deeva yang selalu mendapat rangking satu sejak sekolah dasar ini, matematika adalah hal yang menyenangkan.
Tok... Tok...
Seorang murid meyela pelajaran hari itu, sejenak anak-anak bersorak kegirangan, artinya mereka dapat meluruskan lagi syaraf otak mereka yang kering akibat ketegangan ini, walaupun hanya beberapa saat saja.
"Permisi, Pak. Deeva dipanggil Bu Kiki menghadap keruang OSIS sekarang," ucap siswa itu.
Mendengar namanya disebut, Deeva menoleh. Pak guru mempersilakan dia keluar kelas sebentar.
"Deeva, silakan kamu di panggil Bu Kiki ke ruang OSIS," ucap pak guru.
Perempuan muda itu membereskan bukunya lalu memasukkannya kedalam laci, setelah berpamitan dia menuju ruang OSIS di seberang kelasnya. Dia melewati lorong-lorong sekolah, ruang perpustakaan, lalu ruang UKS dan barulah dia tiba di sebuah pintu. Diatasnya tertulis "Ruang OSIS".
Tok ... Tok ...
Cekreeeeekkk ...
"Permisi, Bu... Maaf tadi ibu panggil saya?" tanya Deeva sopan.
"Deeva, masuklah ... " ucap Bu Kiki.
Gadis muda itu masuk dan berdiri dihadapan Bu Kiki, pembina OSIS mereka.
"Begini Deeva, ibu mencalonkan kamu sebagai kandidat calon ketua OSIS tahun ini, berdasar LDKS (Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa) kemarin kamu mendapat poin tertinggi dalam posttes, jadi tolong kamu persiapkan pidato orasi perdananya buat minggu depan," jelas Bu Kiki.
"Tapi bu, apa ibu yakin saya bisa menjadi ketua OSIS? Saya takut mengecewakan ibu dan sekolah."
"Ibu yakin dengan kamu. Prestasi belajar kamu tidak diragukan lagi, sikap dan sopan santunmu juga baik, ibu rasa semuanya mencakup dalam kriteria calon ketua OSIS. Semangat ya ...."
Sejenak Deeva berfikir, akhirnya dia menganggukkan kepalanya. Lalu keluar dan kembali ke kelasnya.
******
Seperti biasa saat jam istirahat Deeva membantu bude kantin berjualan dikantinnya. Siswa disana sangat ramai dan bude sangat terbantu sekali dengan adanya Deeva disana. Dia tidak dipekerjakan secara khusus oleh Bude Kantin, namun Deeva adalah tipe anak yang ceria dan suka menolong sesama. Sejak masuk disekolah itu Deeva membantu Bude Kantin melayani anak-anak yang jajan.
"Deeva ..." panggil Bude Kantin saat anak-anak sudah mulai sepi.
"Ya, Bude ... "
"Bude dengar kamu dicalonkan jadi kandidat ketua OSIS ya?!"
"Hmmm ... "
"Bude, dukung kamu Deeva... Kamu pasti menang," ucap Bude semangat.
"Emangnya Bude mau ikutan serta dalam pemilihan nanti?" ucap Deeva sambil tersenyum.
"Kalau Bude boleh ikut memilih pasti Bude ikut. Dan Bude pasti pilih kamu."
Hahahhahaha... Deeva tertawa.
"Bude bisa saja. Doakan saja Deeva amanah kalau terpilih ya, Bude. Kalau tidak pun Deeva tidak kecewa."
"Aamiin...tapi Bude yakin kamu pasti menang." Bude menggebu-gebu.
Kriiiiiing....
Bel masuk sudah berteriak lantang memanggil semua siswa untuk masuk keruang kelasnya masing-masing. Deeva segera membersihkan tanggannya lalu kembali kekelas. Kantin sekolah yang terletak dibagian belakang sekolah membuat Deeva harus mempercepat langkahnya. Ruang kelasnya terletak disisi kanan lantai satu gedung B.
Dia agak sedikit lega saat melongok kedalam kelas belum ada guru yang masuk. Deeva duduk dikursinya. Dan benar saja tak lama guru datang dan siap memulai pelajaran.
Kali ini mata pelajaran Bahasa Inggris, dan Deeva pun cukup lancar berbicara bahasa Inggris, maklum dia sejak sekolah dasar sudah dikursuskan disebuah lembaga bahasa ternama. Selain itu dia juga fasih berbahasa Jerman. Saat berdua saja dengan Bunda, mereka terkadang memakai bahasa Jerman jika sedang berbicara.
"I will return your last exam result," ucap Miss. Dwi. 1)
Miss. Dwi memanggil siswa satu persatu kedepan kelas untuk mengambil hasil ujian mereka minggu lalu.
"Deeva Elora," panggil Miss. Dwi
Deeva bangkit dari duduknya dan mengambil kertas yang diserahkan itu.
"Congratulation, girl. You have the highest score this term." 2)
"Thank you ..." ucap Deeva sopan.
Sembilan puluh. Nilai tertinggi yang didapatnya diantara semua teman sekelasnya. Untuk materi structure. Deeva menyimpan kerta itu dalam tasnya. Dan kembali fokus dengan materi yang diberikan.
******
Pukul dua siang anak-anak berhamburan keluar kelas. Raut wajah bahagia terpancar dari mereka yang seolah bebas dari kepenatan pelajaran hari ini. Deeva dan beberapa anak lainnya tidak pulang lebih dahulu. Mereka yang diwajibkan piket esok hari harus pulang lebih lama untuk membersihkan kelas mereka. Menyapu, membersihkan meja, lalu menyusunnya kembali, melap kaca dan mengepel. Enam anak yang bertugas dengan cekatan mengerjakan kewajiban mereka tanpa mengeluh. Dalam waktu setengah jam semua pekerjaan selesai. Barulah penjaga sekolah mengunci semua ruangan kelas.
"Selamat ya, Deeva. Aku dengar kamu menjadi kandidat kuat ketua OSIS," ucap salah seorang temannya saat diperjalanan pulang.
"Terima kasih ... aku belum bisa memastikan. Semua kandidat hebat-hebat," ucap Deeva merendah.
"Aku yakin kamu pasti terpilih."
"Aamiin... terima kasih doanya," ucap Deeva.
Mereka lalu berpisah dipertigaan jalan. Deeva membelokkan langkahnya kekiri jalan. Menyusuri sebuah jalan kecil yang hanya bisa dilalui sebuah mobil saja. Ujung jalan itu menembus ketepian pantai. Dan dia harus berhenti sebelum ujung jalan.
"Huuuhhh ..." lengusannya terdengar saat dia menatap sebuah rumah cantik berwarna pink.
Dengan berat dia melangkahkan kakinya menuju kedalam rumah. Suasana sepi saat itu. Hanya ada beberapa anak asuh bundanya yang sedang mengobrol diruang tamu.
"Kamu sudah pulang, Deeva?" sapa salah seorang dari mereka.
Gadis muda itu menoleh dan tersenyum. Dia meneruskan langkahnya menuju kamarnya diujung belakang lorong.
Cekreeeeekkk ...
Kreeekk.... krekkk...
Dia masuk dan kembali mengunci pintu kamarnya. Meletakkan tas sekolahnya lalu merebahkan tubuhnya setelah membersihkan diri dan berganti pakaian. Dia melepaskan nyawanya menuju peraduan yang indah, melepaskan semua kepenantan hari nya itu.
******
Terjemahan
"Saya akan mengembalikan ujian terakhir kalian," ucap Miss. Dwi 1)
"Selamat, Nak. Kamu mendapat skor tertinggi di semester ini." 2)
"Terima Kasih..." ucap Deeva sopan 3)
"Deeva ..." sapa seorang temannya saat jam istirahat kedua.
Pemilik nama itu menoleh dan tersenyum, dia menghentikan langkahnya.
"Ada apa?" tanya nya
"Kamu dicari Bu Kiki, beliau bertanya apakah kamu sudah mempersiapkan pidatomu diacara pemilihan nanti siang?"
"Iya, sudah. Ini aku sedang mencari Bu Kiki"
"Oiya, Bu Kiki ada di aula sekolah berama para kandidat lain. Mereka sedang bersiap-siap"
"Baiklah, aku akan segera kesana. Terima kasih"
Si pemilik mata indah itu membelok langkahnya menuju aula sekolah yang letaknya berhadapan dengan ruang guru. Pemilihan ketua OSIS akan diadakan beberapa jam lagi. Sesudah istrirahat kedua. Gedung besar yang cukup menampung seluruh siswa sekolah itu dipenuhi oleh para anggota OSIS baru yang sudah mulai bekerja untuk mempersiapkan acara pemilihan nanti siang. Deeva berjalan mendekati Bu Kiki dan beberapa kandidat lainnya.
"Bagaimana Deeva? Kamu sudah siap?!" tanya Bu Kiki.
"Siap, Bu!" jawabnya tegas.
Bu Kiki mengangukkan kepalanya. Deeva duduk bersimpuh di salah satu sudut aula. Dia membuka sebuah buku catatan saku yang selalu dibawanya kemanapun ia pergi.
"24 Agustus"
Hari ini adalah ulang tahun Bunda nya. Lama sekali dia tak pernah lagi merayakan ulang tahun, bahkan dia selalu melupakan yang namanya ulang tahun. Terakhir kali dia merayakannya bersama Oma dan Opa nya di Frankfurt. Setelah keduanya meninggal dia tak pernah merayakan lagi ulang tahun. Dan Bundanya pun tak pernah mau merayakan ulang tahunnya, dia selalu marah jika Deeva membelikannya sebuah kado.
"Huuuuhhhh... " desahan nafasnya terdengar menggema diseluruh ruangan.
Baginya Bunda adalah sebuah misteri. Banyak hal yang tersembunyi dari diri Bunda nya. Banyak hal yang ingin dia ketahui tentang Bundanya, namun aksesnya untuk masuk ke masa lalu Bunda tidak ada. Yang dia tahu sekarang Bunda berjuang menghidupinya seorang diri sebagai seoarang "mami", bagi delapan kupu-kupu liar nya.
Lamunannya terpecah saat para kandidat ketua OSIS diminta masuk kedalam sebuah ruangan. Menunggu saat siswa masuk kelas untuk menerima instruksi awal dan kembali dikumpulkan di aula.
Kriiiiing ..... Kriiiiiiing ...
Jerit panjang bel sekolah sebanyak lima kali menandakan semua siswa berkumpul di aula sekolah. Mereka berbaris dengan rapi berdasarkan kelasnya masing-masing. Kepala sekolah beserta dewan guru pun ikut hadir dalam pemilihan itu. Setelah sambutan dari kepala sekolah dan pembima OSIS satu persatu kandidat diminta berpidato. Deeva mendapatkan no urut tiga dari lima calon yang tampil.
Akhirnya tibalah giliran Deeva, dengan penuh percaya diri dia berdiri ditengah mimbar.
"Selamat Siang Bapak ibu guru yang saya hormati serta teman-teman seperjuangan yang saya sayangi. Pertama-tama saya mengucapkan terimakasih atas waktu yang telah diluangkan untuk menghadiri acara ini. Saya juga berterimakasih atas kepercayaannya kepada saya sebagai kandidat ketua osis periode berikutnya. Sebelumnya ijinkan saya memperkenalkan diri saya kepada bapak dan ibu guru serta teman-teman. Nama saya Adeeva Elora dari kelas VIII C. Menjadi seorang pemimpin memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi waktu dan proses akan mengajarkan segalanya. Saya akan berusaha untuk terus belajar dan memberikan segala yang terbaik untuk kemajuan sekolah kita bersama. Maka agar lebih mudah untuk mewujudkan hal tersebut saya akan menyampaikan visi misi osis. Untuk memaksimalkannya saya membangun visi yaitu menjadikan sekolah kita lebih berprestasi, kreatif, inovatif dan bertangungjawab dengan dilandasi iman dan taqwa."
"Demi memaksimalkan hasil kerja dari realisasi visi dan misi OSIS tersebut maka kami akan memperbaiki program serta hasil kerja osis di periode sebelumnya yang telah dievaluasi. Sehingga ke depannya akan ada perubahan yang dilakukan pihak OSIS dari waktu ke waktu sesuai dengan visi dan misi yang telah saya sampaikan. Sekian penyampaian visi misi calon ketua OSIS yang bisa saya sampaikan, apabila nantinya saya diberikan kepercayaan menjadi ketua osis maka saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan visi misi tersebut dengan baik. Terimakasih atas perhatian bapak dan ibu guru serta teman-teman sekalian. Selamat Siang."
Gemuruh tepuk tangan mengiringi pidato singkat Deeva. Sang calon ketua OSIS hanya tersenyum manis dihadapan audiennya. Setelah semua calon berpidato dan orasi, barulah tiap siswa satu persatu menyerahkan kertas suaranya. Perhitungan langsung dilakuakan hari itu juga. Ada akhirnya Adeeva Elora C. dinyatakan sebagai pemenangnya dengan pemilih sebanyak 65%.
"Selamat kepada ketua OSIS yang baru Adeeva Elora, Bapak harap bisa amanah memegang jabatan ini." kepala sekolah memberikan ucapan selamat pada Deeva.
Dan semua dewan guru memberinya selamat. Teman-temannya bergantian menyalaminya. Pukul empat sore dia baru sampai dirumahnya. Wajah lelah menyelimuti dirinya.
Tok .... Tok ...
Krekk... Kreeekk..
Cekreeeeekkk ...
"Bersihkan dirimu, lalu bantu Bunda dikafe. Mey tidak masuk hari ini. Jadi nanti kamu yang menggantikan dia jaga club," titah Bunda.
"Bun, please ... Deeva lelah. Deeva mau istirahat dulu. Deeva malas meladeni para laki-laki berengsek itu" pintanya.
"Kamu kan hanya membawakan minuman saja. Tidak yang lain. Itu tidak berat. Cepat. Bunda tunggu didepan"
Dengan enggan Deeva membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Baju kaos dan celana panjang jeans. Deeva malas memakai pakaian mini seperti kupu-kupu liar Bunda nya.
******
Kehidupan sehari-hari Deeva hanya berkisar dengan sekolah dan aktivitas malam dirumahnya. Dia merahasiakan kehidupannya. Deeva malu dengan pekerjaan Bunda nya. Sangat bertolak belakang dengan segudang prestasi yang dia dapat selama ini. Sampai kehebohan terjadi disekolahnya. Entah bagaimana ceritanya, setelah UAS hari terakhir beredar foto-foto nya di pesan whatsApp berantai. Foto-foto Deeva yang sedang membantu mamanya di kafe remang-remang.
"*Iih... Tidak disangka ya, anaknya sok alim. Tapi ibunya seorang mami"
"Ternyata dia bekerja dikafe gelap. Jangan-jangan dia itu perempuan tidak benar"
"Ya, Tuhan ternyata kita selama ini tertipu dengan wajah polos nya*"
Cacian dan cibiran itu semakin hari makin membuat panas telinga Deeva. Dia hanya bisa menghindar dari tatapan sinis dan omongan jelek teman-teman sekelas nya.
Terlebih lagi dia baru beberapa bulan menjabat ketua OSIS. Serangan dan tuntutan pada dirinya untuk mundur dari jabatannya makin gencar. Sampai akhirnya dia tidak tahan lagi, dan memutuskan mundur dari posisinya.
"Selamat pagi, semua. Saya minta waktunya sebentar. Saya Adeeva Elora ketua OSIS SMP Nusa Bangsa menyatakan mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai ketua OSIS. Saya sadar mungkin kehidupan pribadi saya sangat membuat teman-teman semua tidak nyaman. Itu diluar kehendak saya. Dan jika itu dianggap mencemarkan nama baik almamater kita, saya dengan rela hati melepaskan jabatan ini. Saya mohon maaf atas semua ketidaknyamanan ini."
Gadis berani ini mengambil kesempatan disela-sela selesainya upacara bendera. Dia secara resmi mengumumkan pengunduran diri nya sebagai ketua OSIS. Banyak yang kecewa tapi tak sedikit juga yang senang dengan keputusannya itu. Wajahnya tegar berdiri ditengah-tengah podium. Meminta maaf pada semua, lalu dia berlari gudang belakang sekolah. Dia menangis sejadi-jadinya disana. Sebuah sudut sepi yang jarang dilalui orang. Hanya semilir angin yang membujuknya untuk tenang. Dia sengaja berdiam diri disana sampai tiga jam perjalanan pertama selesai. Baru akhirnya dia kembali lagi kekelasnya.
******
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!