NovelToon NovelToon

Menjadi Orang Ketiga

Awal

Bismillah...

❤️❤️❤️

Suara ponsel dan getarannya membuat Karima merogoh-rogoh bagian dalam tasnya. Setelah menemukan benda pipih itu dia menggeser bulatan hijau bergambar telpon.

"Assala..."

"Rima, Yulia dimana sih? Aku telpon bolak balik ga diangkat, wa ga dibaca."

"Assalamualaikum...salam dulu."

Karima menjawab dengan datar. Sementara di ujung sana seorang pria berdecak kesal.

"Waalaikumsalam, Aku tanya Yulia dimana?"

"Yulia itu istri orang, kalo mau nanya ya sama suaminya sana."

"Ck..jutek amat sih Rim. Kamu kan sohibnya, pasti taulah."

"Duh kamu ini, aku ga tau Yulia lagi dimana. Lagian ini sudah malem."

"Rima..please bantu aku lah. Aku kangen banget sama Yulia."

"Adhitama Zakaria..dengerrrr ya. Saya tidak tahu sekarang Yulia lagi dimana. Dan ini sudah tengah malam. Sudah ya!!"

Karima memencet tombol merah dan panggilan itu berakhir. Karima memijit pelipisnya, pusing. Di telpon seorang pria di tengah malam hanya untuk menanyakan dimana Yulia, sahabatnya. Pria itu Adhitama ga bosan-bosannya mengganggu Karima dengan pertanyaan klise itu. Ini sudah telpon ke sepuluh. Karima tahu betul Yulia sedang pergi berlibur dengan suaminya dan mertuanya, mesti aja dia ga nerima telpon dari Adhitama..pacarnya..selingkuhannya..Ya Adhitama adalah selingkuhannya.

Hufffffff

Kenapa Karima ikut merasa lelah karena terjebak dalam drama ini. Sungguh dia ga pernah bermaksud untuk terlibat, tapi terseret tanpa ampun lagi. Ini bahkan lebih dahsyat dari arus laut segitiga bermuda. Karima yang seharusnya sibuk berkarir dan membangun kisahnya sendiri malah terperangkap dalam drama rumit ini.

"Mbak..Mbak Rima..ada Mas Adhi tuh."

Ya Allah..apalagi ini?!! Adhi datang ke rumahnya??!!

Karima ga segera beranjak dari kursi kerjanya, suara Hanif, adeknya, belum menyerah memanggilnya. Sementara pintu kamar diketuk semakin sering. Kenapa juga Hanif mau disuruh Adhi untuk memanggil dia.

"Iya Nif, sebentar."

Karima akhirnya kalah, menarik jilbab instan di punggung kursi dan memakainya asal. Menyeret kakinya ke arah pintu.

"Nif, kenapa dibukain pintu sih?! Ini kan sudah malam."

"Ya gimana ga dibukain, orang Hanif juga baru datang. Pas Hanif buka pagar, eh dia nongol."

"Ya tapi kan kamu bisa bilang Mbak ga ada atau kemana gitu Nif."

"Ga boleh bohong mbak, dosa."

Duh si Hanif nih, bikin gemes aja.

"Eh Nif, kamu jangan kemana-mana, temenin mbak temuin si Adhi."

Karima menarik tangan Hanif, mereka menuruni tangga dan melangkah ke ruang tamu mungil. Karima meletakkan satu jari di depan bibirnya. Mencegah Hanif untuk berbisik, takut Ibunya bangun. Mereka memang tinggal bertiga di sebuah perumahan di pinggir kota, rumah minimalis ini baru dibeli Karima setahun yang lalu.

Adhi segera berdiri ketika dilihatnya Karima berdiri di depannya. Dengan wajah merengut lucu.

"Apa?! Yulia lagi?!"

"Itu bibir bisa dikuncir kali Rima."

Adhi tersenyum.

Karima semakin merengut,sesaat menyesali keputusannya menjawab telpon dan menemui si tengil Adhi.

"Rim..hubungi Yulia donk. Bilang aku lagi nunggu dia balas wa. Paling engga suruh dia kirim 1 foto aja. Biar aku tenang."

Karima menghembuskan nafasnya kasar. Bingung bagaimana harus menanggapi permintaan Adhi. Kalo dia menuruti, pasti dia akan merasa sangat bersalah pada Dani -suami Yuliana-. Kalo tidak dituruti, Adhi pasti akan terus mendesaknya. Hanif melirik Karima, Karima menatap adiknya dengan tatapan 'entahlah apa yang harus aku lakukan."

"Kenapa ga ditunggu aja Dhi, paling senin juga dia balas wa mu."

Karima menemukan satu kalimat yang dirasanya aman. Berharap Adhi akan setuju dengan usulnya.

"Ga bisa Rim..aku harus tau kabarnya sekarang juga. Senin aku sudah balik dan baru 2minggu lagi aku dapat libur."

"Iya..tapi kan kamu.."

"Kalo sudah balik ga ada sinyal telepon, ga ada internet Rima sayang. Aku ga bisa ngontak Yulia jadinya."

Rima melotot mendengar kata 'sayang'.

"Heh!!! Ga usah pake sayang-sayang segala! Aku ga suka!!"

"Oke..oke..sorry..."

Adhi mengatupkan dua tangannya di depan dada, tatapan matanya semakin memelas. Karima berusaha keras menyembunyikan detak jantungnya. Ah dia benci sekali saat-saat begini, seharusnya dia langsung mengusir Adhi saja.

"1 pesan wa, aku screen shot dan kamu pulang! Mau ga mau harus mau!!"

Adhi mengangguk lemah. Ga punya pilihan lain. Padahal dia ingin sekali Karima menelponkan Yulia dan menyerahkan telpon itu padanya walau hanya 1 menit saja. Tapi memang Karima ga akan mungkin menyetujui keinginan Adhi yang konyol itu. Adhi tahu betul siapa Karima, mereka teman sejak SMP. Yuliana, Karima dan Adhitama.

Rima menekan tombol hijau di ponselnya dan segera mengirim pesan. Sementara Adhi tersenyum tipis merasa menang.

"Nih, dia sudah balas. Sana pulang."

Tanpa menunggu respons Adhi, Rima melangkah naik ke lantai 2, dadanya terasa sesak. Ada yang sakit di bagian jauh hatinya. Terjebak seperti lalat di jaring laba-laba. Semakin dia bergerak semakin lengket dia dalam jaring.

Hufff

Rima menghembuskan nafas dengan berat. Menghentakkan kakinya sambil melangkah memasuki kamar dan menutup pintunya.

Bersandar di pintu kamar dengan lelah, Rima perlahan luruh. Menutup mukanya dengan dua tangan dan memejamkan mata, berharap sejak awal tak terlibat dalam drama Yulia dan Adhi.

Sampai kapan dia harus membantu perselingkuhan ini?!!

Mulai Terjebak

Selasa siang itu mendung mulai muncul di atas kota. Karima sudah duduk di warung bakso Solo langganan sejak 15 menit yang lalu. Dua mangkuk bakso sudah terhidang cantik lengkap dengan dua botol air mineral. Karima melihat arlojinya,kemudian celingukan melihat ke arah luar. Karima mengeluarkan ponselnya, mencari sebuah nama dan memencet icon telpon.

"Aku sudah di sini, ngapain sih telpon-telpon."

Suara renyah seorang perempuan menyapa Karima dari belakang. Diiringi tepukan ringan di bahunya.

"Duhhh ga nyadar banget sih ditungguin juga."

Karima manyun.

"Baru juga 15 menit, tumben amat ga sabaran."

Yuliana duduk di kursi plastik. Masih senyum-senyum melihat sahabatnya yang sepertinya agak kesal.

"Kalo Amat sih sabar..yang ga sabaran itu Adhi."

Karima merengut. Yuliana terbahak.

"Lucu banget ya?!"

Karima masih sewot.

"Halahh gitu aja marah, udah yuk makan dulu. Kasian itu bakso di anggurin."

Akhirnya mereka berdua pun mulai makan, sepi tanpa percakapan.

"Rim..kamu marah sama aku?"

"Engga..biasa aja."

"Yee kalo ga marah napa sewot terus dari tadi."

"Yul..kamu ga capek begini terus?!"

Karima menatap Yuliana tajam.

"Engga."

Yuliana menjawab santai sambil meneguk air mineralnya.

"Aku yang capek Yul. Bentar-bentar Adhi nanya, nanti kapan Mas Dani nanya. Duhh bisa bad mood teruss aku Yul."

Yulia malah tertawa tanpa dosa.

"Yul..putusin aja hubunganmu sama Adhi. Ga baik Yul. Kamu ga kasian sama Mas Dani. Suamimu tu baik banget loh."

"Aku ga bisa Rim."

"Ga bisa gimana?"

"Ya aku belum bisa jauh dari Adhi Rim, aku..ah ya gitulah."

Karima menghembuskan nafasnya pelan. Pandangannya kosong.

"Kamu ga tau Yul gimana terdesaknya aku."

"Rim, aku minta maaf jadi melibatkan kamu. Tapi aku belum bisa pisah dari Adhi."

"Trus pernikahan kamu gimana???"

"Ya ga gimana gimana."

Yuliana angkat bahu dengan cuek nya.

Yuliana dan Karima ga sadar, seorang lelaki sudah berdiri ga jauh dari tempat mereka duduk.

"Lagi ngomongin siapa nih?"

"Mas Dani?!!"

Karima langsung tersentak, nafasnya tertahan. Dia melirik Yulia yang masih bisa tersenyum.

"Adhi tu siapa sih? Kok kayanya seru banget ngobrolnya."

"Eh mas, kok tau-tau udah disini?"

Yulia berdiri dan merangkul lengan suaminya. Sementara Karima masih duduk dengan lutut gemetar.

"Iya sayang, Hendra yang ngajak aku kesini. Katanya ini bakso Solo paling enak."

"Ooo..lah Hendra nya mana?"

"Masih ke toilet. Kamu udah lama disini?"

"Engga juga mas, ini tadi janjian sama Rima disini."

Dani mengangguk paham, memang Yulia dan Rima rutin ketemuan paling engga seminggu sekali.

"Trus Adhi tadi siapa?"

Suara Dani yang sebenarnya bernada biasa terdengar menyeramkan di telinga Rima.

"Eh..Adhi itu temen SMP kita mas, sekarang lagi pedekate sama Rima tuh."

Yulia memandang Rima sambil senyum-senyum. Dan Rima ingin sekali melempar tempat tisu ke arah Yulia. Sandiwara apalagi ini?? Bisa-bisa dia terjebak semakin dalam.

"Rim, biasa aja kali ga usah sampe melotot gitu."

Sekarang Yulia dan Dani senyum-senyum usil. Sementara Rima..jangan ditanya. Tangannya mendadak dingin dan ga tau mau menjawab apa.

"Mas, duduk yuk. Mau aku pesenin bakso sekalian."

"Iya boleh, sama Hendra juga ya."

Yulia berlalu ke arah tempat memesan, sementara Dani duduk di hadapan Rima yang masih membisu.

"Rim, gimana kabarmu?"

"Baik Mas, alhamdulillah."

"Ini tadi darimana Rim?"

"Eh saya dari sekolahan mas, Yulia tadi dari kantor. Kita sengaja janjian di sini."

Dani mengangguk.

"Yulia..mm baik-baik aja kan?"

Dani bertanya setengah berbisik. Seakan takut orang lain mendengar pertanyaannya. Dan Rima yang sudah merasa lelah hanya mengangguk kecil.

"Nih mas baksonya, dimakan dulu deh."

Yulia tiba-tiba sudah duduk di samping suaminya.

"Rim, kapan-kapan ajak Adhi makan bareng kita. Double date gitu."

Suara Dani terdengar jelas di telinga Rima. Dan Rima hanya melongo memandang Dani, ga percaya dengan apa yang di dengarnya. Dilihatnya Yulia yang tersenyum menatapnya.

"iya Rim, biar kenal juga sama mas Dani..."

"Hmm.."

"Kok Hmm aja sih."

Yulia menatap Rima.

"Aku ga mau pergi-pergi berdua Yul, bukan mahram."

Rima menatap Yulia tajam.

"Belum jadi mahram, tinggal tunggu tanggal maen aja kan Rim."

Sekarang Dani yang menjawab dan menatap Rima yang semakin terpojok.

Rima diam saja, memalingkan wajah dari Yulia dan suaminya yang sedang senyum-senyum menatapnya. Istighfar dibisikkannya lirih untuk meredakan gejolak di dalam hatinya. Inginnya menyelesaikan kemelut yang membuat dirinya terjebak, apa daya malah semakin terperosok.

Hufffffff

**Dear readers mohon dukungannya lewat vote yaa..makasihh :-***

Getar Rasa

Karima sibuk dengan tumpukan kertas koreksian di mejanya. Jam sudah hampir menunjukkan pukul 15.00. SMA Islam Cahaya Iman tempat Karima mengajar sudah lumayan sepi. Hanya terlihat beberapa siswa yang sedang berkegiatan di lapangan basket. Ruang guru juga sudah tidak seramai 3 jam sebelumnya.

"Rim..ga pulang?"

"Bentar lagi Nand, habis ashar sekalian."

Rima masih fokus pada kertas-kertas koreksiannya.

"Ini sabtu sore loh, ga malming nih?"

Nanda, rekan sesama guru senyum-senyum menatap Rima yang memang masih single.

"Ga ada bedanya Nand, malming atau engga sama aja."

Nanda terkikik.

"Trus kapan meritnya kalo kerja terus Rim?"

"Ya..inshaAllah akan merit pada waktunya."

Mereka berdua terkikik.

"Nah cowok yang biasanya nyariin kamu itu kemana? Lama ga kliatan."

Deg

Karima berusaha menyembunyikan wajahnya, menunduk pura-pura sibuk dengan kertas koreksian. Dia tahu betul siapa yang dimaksud Nanda. Pasti Adhi, karena beberapa kali Adhi menunggunya di depan sekolah. Untuk apa lagi kalo bukan untuk menanyakan tentang Yulia ketika ponsel Yulia sedang ga bisa dihubungi.

"Cowok yang mana Nand?"

"Yang putih, matanya agak sipit, tinggi, dan...hidung mancung. Duhh mirip deskripsi bintang filem deh."

Sekarang Nanda mendekat dan menyenggol Rima penuh arti.

"Mana ada cowok macem gitu nyariin cewek kaya aku?"

"Trus yang nyariin kamu harus yang kaya gimana? Yang kaya ustadz Afif? Cie cie.."

Rima hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

"Serius nih Rim..kamu ga suka sama cowok putih sipit itu? Padahal dia kayanya naksir loh sama kamu."

"Hmm..kaya peramal aja kamu Nand..engga dia ga suka sama aku. Cuma temen aja."

"Hati-hati loh..semuanya bermula dari 'cuma teman' trus jadi 'teman hidup."

Rima ikut tertawa bersama Nanda. Berusaha meredakan detak jantung yang tiba-tiba berdesir ketika bayangan wajah Adhi melintas di benaknya.

Cowok seperti Adhi mana mungkin tertarik sama aku.

Rima membatin, sambil berusaha menghilangkan bayangan wajah Adhi yang tiba-tiba betah menghuni pikirannya.

Nanda sudah menghilang dari ruang guru, meninggalkan Rima yang sudah mulai membereskan kertas-kertas koreksian di atas mejanya. Ponselnya tiba-tiba berdering. Ah mimpi apa dia semalam, nama Adhi muncul di layar ponsel.

"Apa?!"

Suara Rima yang kesal langsung menyambar.

"Duh ganas amat sih jadi cewek, salam dulu donk."

Adhi terkikik di ujung sana.

"Ck..gayamu."

"Hehehe..Rim apa kabar kamu?"

"Serius nanyain kabarku?"

"Hahaha..jangan galak-galak donk ukhty. Serius ini aku nanya."

"Aku baik, Yulia juga baik. Dia lagi keluar kota sama suaminya."

"Hehehe iya aku udah tau. Kamu lagi dimana nih? Ngopi yuk."

"Aku lagi sibuk Dhi."

"Masak sih, kok motormu masih di parkiran sekolahan sih?"

Astaghfirullah, Rima menepuk keningnya pelan. Pasti Adhi sudah ada di sekolahan. Anak tengil itu emang suka bikin shock.

Terdengar suara tawa Adhi.

"Ngopi ya..aku tunggu di kafe Americana. Yaa..plis."

Suara Adhi lagi.

"Aku ga mau berduaan sama non muhrim."

Terdengar Adhi menghela nafas di ujung sana.

"Ya udah deh, habis ini mau kemana Rim?"

"Bukan urusan kamu, udah ah."

Rima menutup telpon tanpa salam. Lelah. Walaupun ada bagian hatinya yang tiba-tiba berwarna merah jambu.

Setelah sholat ashar di mesjid sekolah, Rima berjalan ke parkiran motor. Dipacunya motor metik itu pelan keluar dari area sekolah. Dari kejauhan Rima melihat seorang cowok berdiri sambil bersedekap, berdiri di samping mobilnya dan tersenyum tengil.

Adhi.

Rima menepikan motornya.

"Ada apa lagi?"

"Ya ampun, masak mau nemuin kamu ga boleh juga Rim."

"Bukan gitu, aku kan sudah bilang Yulia ga ada."

"Sudah tau."

"Ya udah kalo gitu."

Suara Rima tajam dan bersiap menarik gas motornya lagi.

"Rim..Rima..tunggulah bentar. Aku cuma pengen ngobrol."

"Kalo berduaan engga usah ngajak-ngajak ngobrol."

"Ketus amat jadi orang. Ga berduaan, ada adekku Nina di kafe. Ayolah Rimaa."

Rima kalah. Akhirnya dia mengikuti kemauan Adhi. Atau sebenarnya Rima ingin menuruti permintaan Adhi, hanya saja ada pergolakan di dalam kepalanya.

Dipacunya motor matik mengikuti mobil Adhi. Dan 10 menit kemudian mereka bertiga sudah duduk di kafe sesuai dengan 'permintaan memaksa' Adhi."

"Kak, Ini dari tadi Mas Adhi maksaa aja ngajak Nina nemenin. Ternyata mau ngajak kak Rima ketemuan toh."

Nina tersenyum-senyum.

"Biasalah Adhi, kalo ada maunya ya gitu Nin."

Mereka berdua terkikik.

"Mas Adhi kangen tuh kak."

Nina menyenggol lengan Rima pelan dan melirik Rima sambil tersenyum.

"Halah..aku juga tau dia kangen sama siapa Nin."

Rima memajukan bibirnya.

"Ya kangen sama kamu lah Rim,"

Jawaban Adhi membuat Rima terdiam beberapa detik. Menetralkan detak jantungnya dan pipinya yang sepertinya terasa hangat.

"Jangan percaya Nin, mas mu tu modus melulu."

Adhi berdecak pura-pura kesal. Sementara Nina terkikik.

"Emang mas Adhi kangen sama siapa lagi selain kak Rima? Yang diceritain ke ibu tu kak Rimaaa melulu."

Rima pura-pura kesal. Walaupun detak jantungnya berlarian. Bayangan wajah Yulia yang cantik melintas dan menghentikan semua kegilaan dalam dadanya.

Sadar diri Rima, ga mungkin Adhi memikirkan kamu.

Rima baru menyadari tangannya yang terasa hangat dan tersentak melihat tangan Adhi yang menggenggamnya.

"Apa-apaan sih Dhi?!!"

Mereka berpandangan.

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!