NovelToon NovelToon

Liberator

Bab 1 - Awal dari sebuah Akhir

Tahun 2022. Sebuah tahun yang menjadi awal baru bagi peradaban manusia.

Sekelompok peneliti berhasil menemukan sumber energi yang luarbiasa, yang kini mereka sebut dengan nama Flux.

Flux diperkirakan dapat memberikan sumber energi yang hampir tak terbatas bagi umat manusia. Tapi dengan satu permasalahan besar. Yaitu sebuah kenyataan bahwa energi itu berada di dimensi yang berbeda.

Untuk itu, sebuah usaha besar-besaran dilakukan oleh umat manusia demi meraih sumberdaya yang tak bisa dijangkau itu.

Pada akhirnya, 12 portal dimensi raksasa dibangun oleh gabungan seluruh ilmuan di dunia. Portal yang menghubungkan antara dunia manusia dengan dimensi yang berbeda untuk mengumpulkan Flux sebagai sumber daya baru umat manusia.

Semenjak penemuannya, umat manusia telah berubah sepenuhnya.

Apa yang sebelumnya disebut sebagai sihir, kini mulai disebut sebagai teknologi. Dengan memanfaatkan energi Flux, umat manusia seakan berevolusi ke tingkat yang selanjutnya.

Beberapa diantaranya berevolusi dengan kekuatan dan kemampuan fisik yang puluhan kali lipat melampaui umat manusia biasa. Disebut sebagai Physique Type.

Beberapa yang lainnya lagi berevolusi dengan kekuatan menyerupai sihir, memungkinkan mereka menciptakan berbagai elemen lainnya dengan memanfaatkan Flux. Disebut sebagai Magus Type.

Dan terakhir, adalah yang paling berharga.Yaitu mereka yang berevolusi dengan gabungan dari keduanya. Disebut sebagai Hybrid Type.

Perkembangan akibat dari sumber energi Flux dinilai sangat penting dalam kemajuan umat manusia.

Bahkan beberapa peneliti menyatakan, manusia bisa saja menaklukkan seluruh alam semesta ini dengan kemampuan baru ini.

Akan tetapi....

Terdapat pihak lain yang membenci kemajuan umat manusia ini.

Mereka adalah makhluk yang hidup di dimensi lain, yang mana saat ini energi Flux itu diserap habis-habisan oleh umat manusia.

Tepat di penghujung tahun 2024, makhluk dari dimensi lain itu menyerang umat manusia. Menghancurkan bumi hingga tak lagi berbentuk.

"Ini dia pemirsa! Serangan dari makhluk dunia lain telah tiba! Kami telah mengingatkan para penguasa negara untuk menutup portal dan menghentikan penyerapan energi Flux!

Tapi tak ada yang mendengarnya! Inilah akibatnya! Sebuah hukuman dari Tuhan!" Teriak seorang pembawa acara yang sedang meliput di hadapan salah satu dari 12 portal itu.

Portal itu sendiri memiliki ukuran yang luarbiasa besar. Tingginya mencapai ratusan meter lebih. Begitu pula lebarnya.

Baja raksasa menopang lingkaran portal itu dengan kokoh. Sedangkan puluhan bor dimensi raksasa terus menerus menyerap energi dari balik dimensi itu.

Dan dari portal yang sama, ratusan makhluk dari dimensi lain tiba. Melewati portal itu seperti sebuah pintu yang menghubungkan antar dimensi.

Mereka memiliki berbagai wujud yang berbeda satu sama lain.

Beberapa nampak seperti naga yang memiliki sayap besar dan menyemburkan berbagai elemen yang berbeda.

Beberapa yang lainnya nampak seperti manusia raksasa dengan tinggi 3 meter lebih dan kulit berwarna merah. Menyerupai wujud dari Iblis itu sendiri.

Berbagai ras lain yang menyerupai berbagai makhluk fantasi yang selalu diceritakan oleh at manusia juga terlihat berlarian melewati portal itu.

Persenjataan mereka sederhana. Hanyalah pedang dan perisai, serta busur dan panah. Akan tetapi....

"Tembak!!!" Teriak salah seorang jenderal pasukan yang memimpin ribuan prajurit bersenjata modern serta puluhan tank itu.

'Blaaarr!! Blaarrr!!! Duaaarr!!'

Ledakan dan kehancuran dari senjata umat manusia itu berhasil melukai mereka. Bahkan bisa dibilang cukup mudah.

Tapi permasalahannya....

"Peluru habis! Dimana pasukan bantuan?!" Teriak salah seorang prajurit.

"Entah lah! Kau pikir aku tahu dan peduli?!" Balas Prajurit yang lainnya.

"Sialan! Kenapa mereka terus menerus muncul?!"

Bahkan setelah menghabiskan amunisi persenjataan modern mereka selama 2 jam lebih, pasukan monster dari dimensi lain itu tak pernah berhenti.

Mereka terus menerus bermunculan. Berjalan melewati jasad rekan mereka sendiri. Menginjak semuanya seperti buka. perkara besar.

Tak ada yang mundur.

Tak ada yang berhenti berlari.

Tak ada yang patah semangat.

Semua pasukan monster itu hanya terus maju, dengan tujuan untuk membunuh dan menghancurkan umat manusia yang telah menguras habis energi Flux di dunia mereka.

Sebuah serangan balasan, atas keserakahan dari umat manusia itu sendiri.

Pada akhirnya, setelah 18 jam lebih perjuangan dari pasukan modern, umat manusia runtuh.

Satu per satu, negara mulai jatuh di tangan serbuan monster itu. Atau bisa juga disebut sebagai iblis.

Naga terbang raksasa yang 10 kali lebih besar daripada tank terkuat umat manusia itu, menyemburkan api panas dari langit yang membakar seluruh bangunan yang ada. Termasuk manusia yang berada di sekitarnya.

Hentakan kaki dari naga darat yang setinggi gedung 5 lantai itu mampu menciptakan gempa bumi. Membelah tanah dan menciptakan jurang besar.

Belum lagi, serbuan dari para monster yang tak takut mati itu terus menerus membantai umat manusia satu persatu.

Dengan runtuhnya pasukan pertahanan umat manusia, tak ada lagi yang bisa bertahan hidup.

Sekalipun....

Manusia baru saja berevolusi dan mendapatkan kekuatan baru.

Tapi hanya segelintir orang yang mampu mengeluarkan potensi kekuatan itu sepenuhnya.

Hingga akhirnya....

Tepat pada tahun baru 2025, Amerika Serikat dan China. Dua negara dengan kekuatan militer terkuat di dunia ini, dan juga dua negara terakhir yang masih berdiri di hadapan pembantaian masal ini, tunduk di hadapan para monster dari dimensi lain.

Pemerintahan di seluruh dunia telah runtuh sepenuhnya.

Tak ada lagi sistem negara yang mengatur penduduknya.

Tak ada yang tersisa dari seluruh peradaban umat manusia ini. Hanyalah bangunan pencakar langit yang menjadi simbol kejayaan umat manusia itu, yang kini tersisa. Hancur lebur tergeletak di tanah.

Dan tepat setelah kedua negara adidaya itu runtuh....

Serbuan para monster itu mulai mereda.

Secara perlahan, mereka mulai kembali ke dunia mereka semula. Tapi tetap menyisakan pasukan iblis mereka di bumi.

Tujuannya hanyalah untuk mencari penyintas dari serbuan mereka dan membunuh sisa-sisa umat manusia hingga mereka tak lagi bisa bangkit.

Dan terakhir, mereka menghancurkan bor dimensi yang menyerap energi Flux dari dimensi mereka. Menghentikan suplai Flux ke dunia manusia ini sepenuhnya.

Tapi memangnya kenapa?

Lagipula, tak ada lagi bangunan yang membutuhkan listrik. Tak ada pula peralatan elektronik yang membutuhkan listrik. Dan tak ada pula....

Manusia untuk memanfaatkannya.

Kecuali....

Segelintir dari manusia yang masih bertahan hidup.

Mereka adalah yang terbaik dari yang terbaik dalam menguasai energi Flux untuk meningkatkan kemampuan mereka.

Bahkan, satu dari mereka saja bisa memburu ribuan iblis sendirian dengan tangan kosong. Sekuat itu lah mereka. Tapi meskipun sangat kuat, jumlah mereka terlalu sedikit. Tak memungkinkan untuk melindungi seluruh umat manusia dari kehancuran.

Melainkan hanya mampu melindungi segelintir dari manusia saja. Mengamankan sisa peradaban manusia di balik dinding baja yang tebal dalam sebuah kota bawah tanah.

Sisa dari manusia ini, tepat sebelum seluruh dunia runtuh, menciptakan sebuah organisasi militer yang disebut dengan nama [Liberator] yang berarti pembebas.

Sebuah organisasi pembebas, untuk menyelamatkan umat manusia dari dunia yang mulai mati ini.

Sebuah organisasi, yang memiliki tujuan untuk membalaskan dendam para umat manusia ini kepada para Iblis yang menghancurkan mereka.

Dan juga....

Sebuah organisasi, untuk mengembalikan peradaban umat manusia kembali ke masa kejayaannya.

Bab 2 - Kehidupan di dunia yang telah mati

'Kreekk!'

Suara kerikil dan pasir yang terinjak oleh kaki pemuda itu menimbulkan suara yang tak begitu keras.

Tapi cukup keras untuk membuatnya terdiam atas rasa takut.

Karena tepat di samping reruntuhan bangunan ini, terdapat seekor monster yang berpatroli. Berusaha untuk mencari sisa manusia dan membunuh mereka.

"Kakak...." Ucap gadis yang berusia 18 tahun itu di sampingnya sambil merangkul lengan kiri pemuda itu.

"Tenang saja, Chloe. Aku akan menjagamu." Bisik pemuda yang berumur 21 tahun itu. Ia memiliki rambut kecoklatan yang pendek dengan pakaian compang-camping yang berwarna abu.

Dengan tenang, pemuda itu memperhatikan sosok monster berkulit hijau yang memiliki tinggi sekitar 1.5 meter itu.

'Senjatanya hanya pisau dan perisai kecil.... Bagus. Aku bisa.' Pikir pemuda itu dalam hatinya.

Pemuda itu segera mempersiapkan dirinya. Pada tangan kanannya, nampak beberapa kilatan listrik. Hal yang sama juga terlihat di kedua kakinya.

Setelah melepaskan rangkulan dari adiknya, Chloe, pemuda itu segera melesat dengan cepat ke arah monster yang berjaga sendirian itu.

'Zraaatttt!'

Kecepatannya benar-benar luarbiasa. Semua berkat kemampuannya mengendalikan elemen petir untuk meningkatkan kecepatannya.

Segera setelah tangan kanannya menyentuh leher monster berkulit hijau itu, sengatan listrik yang cukup kuat mulai mengalir dari tangan kanannya.

Kilatan cahaya kebiruan mulai menyinari di tengah reruntuhan kota ini.

'Bbzzztttt! Zaaapp!!!'

Tak berselang lama, asap mulai terlihat dari tubuh makhluk berkulit hijau itu. Dan tanpa adanya kekuatan yang tersisa, monster itu pun tergeletak. Jatuh ke tanah dalam kondisi tak berdaya.

"Ayo, cepat." Ucap pemuda itu sambil melambai ke arah adiknya di kejauhan.

Ia mengambil pisau dari monster itu dan menyimpannya di balik sakunya. Dan sekarang, tujuan mereka berdua, adalah untuk memasuki salah salah satu minimarket yang telah hancur ini.

Bangunan minimarket ini masih terlihat cukup bagus, sekalipun beberapa bangunan lainnya telah jatuh dan menimpanya.

Keduanya merangkak dan berjalan secara perlahan, memasuki minimarket itu melalui celah di jendelanya.

Di dalamnya, terlihat kekacauan yang begitu mengerikan.

Rak-rak yang berisi berbagai produk telah tergeletak dan berantakan. Sedangkan kulkas pendingin yang berisi banyak minuman itu telah pecah dan menumpahkan semua cairan di dalamnya ke lantai.

Ratusan tikus nampak berlarian ketika melihat kakak beradik ini memasuki minimarket ini.

"Kak Axel...." Ucap Chloe sambil menarik kaos kakaknya.

"Ada apa? Takut?"

Chloe hanya mengangguk ringan. Tatapannya terpaku ke tanah tanpa berani melihat sosok kakaknya itu.

"Kalau begitu, tunggu saja di sini. Aku akan segera kembali." Balas Kakaknya sambil membelai rambut kecoklatan adiknya yang panjang itu.

Melewati banyak puing-puing bangunan, serta rak besi yang berserakan, pemuda bernama Axel itu terus mengais-ngais mencari berbagai hal yang bisa digunakan.

Terutama, makanan kalengan yang dapat bertahan lama.

"Rusak. Rusak. Rusak."

Ucap Axel sambil terus mencari makanan kalengan di balik tumpukan berbagai makanan dan jajanan lain yang telah membusuk. Bahkan sebagian telah dimakan tikus.

Beberapa puluh menit berlalu.

Adiknya, Chloe, masih duduk di pinggiran bangunan minimarket ini sambil terus menanti kakaknya kembali.

Hingga akhirnya, sesuatu yang dingin nampak menyentuhnya.

"Eh?!" Teriak Chloe ringan.

"Hahaha. Mengejutkanmu?" Tanya Axel sambil tersenyum tipis.

"Kakak! Jangan lakukan hal seperti itu disini! Aku benar-benar berpikir barusan adalah monster kau tahu?!" Teriak Chloe.

"Ya ya.... Tapi lihat, apa yang ku temukan?" Tanya Axel sambil memamerkan dua keranjang plastik merah yang cukup penuh atas barang-barang itu.

Chloe nampak terdiam selama beberapa saat sebelum menyadari hal itu sepenuhnya.

"Tunggu.... Itu.... Shampo dan sabun cair? Kau serius?!" Teriak Chloe kembali dengan ekspresi yang begitu bahagia.

"Hahaha. Kau benar. Nampaknya mulai hari ini kita bisa mandi dengan cukup bersih. Dan juga, aku menemukan cukup makanan kalengan untuk 2 Minggu ke depan. Sekarang, ayo kita pulang." Ucap Axel sambil membelai rambut adiknya yang cukup kusut itu.

Secara perlahan, keduanya mulai merangkak keluar dari puing-puing bangunan minimarket ini.

Berusaha untuk membuat suara seminimal mungkin, keduanya berjalan melewati rute yang sempit dan sulit dijangkau.

Sesekali, keduanya melewati beberapa sosok monster berkulit hijau yang berjaga dalam kelompok.

"Ini buruk. Kita akan mencari jalan lain." Ucap Axel sambil menarik adiknya memutari rute mereka.

Perjalanan yang seharusnya hanya selama 20 menit bagi manusia sebelum dunia ini hancur, kini menjadi sebuah perjalanan yang selama 4 jam lebih. Dengan nyawa sebagai taruhan mereka ketika ditemukan.

Itu benar.

Jika para monster itu menemukan mereka, maka nyawa adalah bayarannya.

"Ka...."

"Sssttt."

Axel dengan tanggap segera membungkam mulut adiknya dengan tangan kanannya sambil berusaha untuk bersembunyi di balik gelapnya reruntuhan bangunan ini.

Di hadapan mereka, adalah sebuah pemandangan yang menjadi makanan sehari-hari bagi kelompok Streya atau gelandangan seperti mereka berdua.

"Tidak! Ku mohon! Ampuni aku! Aku akan bekerja untuk kalian da...."

'Zraaassshhh!!!'

Tanpa membiarkan wanita tua dengan pakaian merah itu berbicara lebih lanjut, seekor monster dengan kulit hijau yang serupa dengan monster yang sebelumnya dibunuh oleh Axel, telah mengayunkan kapaknya.

Kapak itu menebas lehernya dengan mudah. Cukup kuat untuk memenggal kepala wanita tua itu hanya dalam sekali tebasan.

'Bruukk! Bruukk....'

Kepala yang kini telah terlepas dari tubuhnya, menggelinding secara perlahan di jalanan beton yang remuk itu.

Tak ada suara lagi yang dapat didengar.

Juga tak ada lagi permohonan ampunan darinya.

Apa yang tersisa, adalah tawa keras dari 4 monster berkulit hijau itu. Seakan sedang merayakan kemenangan mereka setelah berhasil membunuh seorang manusia.

"Kahahhaahah!"

Sambil mengangkat senjata mereka ke atas, mereka terus menerus tertawa sambil meneriakkan berbagai kata yang tak bisa dipahami oleh kakak beradik itu.

"Kita akan selamat. Tenang saja. Percaya lah padaku." Ucap Axel sambil terus membungkam mulut Chloe dan juga menutupi matanya.

Berusaha agar adiknya itu tak melihat kekejaman dunia ini terlalu banyak.

Keduanya pun, berjalan dalam rute memutar agar terhindar kontak dengan para monster itu. Dan tepat setelah matahari terbenam, keduanya tiba di rumah.

Menyebutnya rumah, nampaknya terlalu membuatnya terdengar begitu mewah.

Apa yang menjadi tempat tinggal mereka, hanyalah parkiran bawah tanah di salah satu gedung tinggi di tempat ini. Jalan masuknya tertutupi oleh puing-puing bangunan yang ada, dan hanya bisa dilewati dengan merangkak secara perlahan.

Axel sengaja membiarkan puing-puing itu tetap tidak dibersihkan di bagian luar. Semua itu dilakukan agar tak ada monster yang menyadari bahwa tempat itu ditinggali oleh manusia.

Dan inilah rumahnya.

Sebuah area parkir yang telah runtuh, dengan banyak beton dan besi yang menghalangi berbagai jalanan.

Tenda kain kecil nampak didirikan di sisi samping area parkiran ini, dekat pada sebuah tembok. Dimana di sampingnya, mereka terhubung ke dalam toilet umum di tempat parkir bawah tanah ini.

Tak banyak air yang tersisa. Tapi apa yang masih dapat dimanfaatkan, telah dikumpulkan dengan baik oleh Axel ke dalam bak air yang besar dan ditutupi dengan papan kayu.

Saat Axel sedang membereskan jarahannya hari ini, Chloe nampak menarik lengan Axel dengan sikap yang resah.

"Ada apa?" Tanya Axel penasaran.

"Kenapa kakak tidak menolongnya? Kakak memiliki kekuatan untuk melakukan itu bukan? Kenapa?" Tanya Chloe dengan mata yang berkaca-kaca.

Itu benar.

Axel adalah salah satu manusia yang berhasil berevolusi berkat energi Flux dan memperoleh kekuatan yang cukup besar.

Berbeda dengan adiknya yang saat ini masih merupakan manusia biasa yang tak mampu bertahan sepuluh detik pun di hadapan para monster itu.

Lalu, kenapa Axel tak menolongnya?

Pada kenyataannya, jawaban yang sebenarnya terlalu menyakitkan untuk di dengar.

"Kenapa? Karena ada 4 monster berkulit hijau disana. Itu lah kenapa. Sekalipun aku bisa melawan mereka, salah satu akan berteriak dan memanggil bantuan.

Dan jika hal itu terjadi, para monster lainnya akan datang. Peluang terburuk, jika penunggang naga tiba, maka seluruh kota ini akan dibakar untuk kedua kalinya. Kau ingin membahayakan hal itu?"

Chloe tercengang mendengar jawaban dari kakaknya itu.

"Sekalipun aku bisa menyelamatkannya, apakah kau mau penduduk lain yang mungkin masih bertahan hidup di kota ini terbakar karena hal itu?"

Secara perlahan, Chloe mulai menyadarinya. Ia pun menggelengkan kepalanya secepat mungkin. Tak sanggup baginya membayangkan kota ini terbakar untuk kedua kalinya karena keegoisannya sendiri.

Ya, itu lah kenyataannya.

Kenyataan hidup di dunia yang telah mati ini.

Dimana manusia, hanya bisa bertahan hidup layaknya seekor kecoak. Bersembunyi di balik kotoran untuk tetap bertahan hidup sembari berharap....

Agar tak ada kecoak lain yang menyebabkan kerusuhan sehingga memancing amarah dari mereka yang menguasai tempat ini.

Bab 3 - Kesalahan

'Krettakk!'

Api unggun kecil, yang dibuat dari berbagai kertas, ranting dan potongan kayu dari lingkungan sekitar itu menerangi kediaman kakak beradik ini.

Keduanya nampak duduk bersebelahan dengan satu selimut yang sama.

'Trakk!'

Suara percikan kayu serta patahnya ranting ketika terbakar itu membuat keduanya nyaman. Setidaknya, merasa aman untuk tinggal di tempat ini.

Di samping mereka, sebuah teko nampak masih mengeluarkan uap panas dari mulutnya.

"Hari ini kau mau makan apa?" Tanya Axel kepada adiknya.

"Hmm.... Mungkin aku akan mencoba daging bumbu rendang ini." Balas Chloe sambil mengangkat sebuah kaleng dengan gambar daging kecoklatan itu.

"Baiklah. Kalau begitu kita akan memakan ini hari ini."

Axel segera membuka kaleng itu dan meletakkannya tepat di atas api unggun tersebut untuk memanaskannya.

Berkat kemampuannya, Axel memiliki sedikit ketahanan terhadap api. Sehingga menyentuh bara api yang panas untuk beberapa detik bukanlah masalah baginya.

Tapi tetap saja, untuk waktu yang lebih lama atau api yang lebih panas, Axel masih bisa mendapatkan luka yang serius.

Sembari menunggu....

Keduanya menghangatkan badan mereka di hadapan api unggun tersebut sambil mengenang masa indah mereka sebelum dunia hancur seperti ini.

"Kak Axel, apakah kau pikir.... Ayah dan Ibu tenang di atas sana? Melihat kita hidup di dunia yang seperti ini?" Tanya Chloe.

"Entah lah. Aku sama sekali tak tahu. Tapi setidaknya, aku merasa Ayah sedikit tenang karena aku cukup beruntung untuk memperoleh kekuatan ini. Kekuatan untuk menjaga dan melindungi mu." Balas Axel dengan senyuman yang tipis.

"Bagaimana dengan Ibu?" Tanya Chloe kembali. Kini, sambil menatap ke wajah kakaknya yang cukup rupawan itu.

"Hahaha.... Aku bisa membayangkan ibu berteriak agar kita menjauhi bahaya."

"Kau benar. Itu benar-benar seperti apa yang akan Ibu lakukan." Balas Chloe dengan tawa ringan.

Setelah beberapa saat, daging bumbu rendang itu telah cukup panas.

Axel mengangkat kaleng itu dari api unggun dan meletakkannya di tanah, tepat di hadapan mereka berdua.

Sementara itu, Chloe nampak mengambil dua buah sendok besi dan memberikan salah satunya kepada kakaknya.

"Selamat makan. Hati-hati, masih panas." Ucap Axel.

Axel dan juga Chloe akhirnya menikmati daging kalengan itu bersama. Cukup untuk membuat mereka kenyang hingga esok hari.

Dan setelah menyelesaikan makan malamnya, mereka berdua tidur bersama di bawah tenda kain yang kecil itu.

......***......

Pagi harinya....

"Eh? Kakak mau kemana?" Tanya Chloe yang sedang membersihkan sisa api unggun itu. Ia terkejut ketika melihat Axel mulai mengenakan perlengkapan untuk berpergian nya.

"Jalan-jalan sedikit sambil memetakan pergerakan dari para monster itu. Kau mau ikut?" Tanya Axel sambil menyarungkan pisau yang cukup besar itu di pinggangnya.

Chloe memikirkan tawaran itu sejenak.

Memang benar, dirinya takut untuk berkeliaran di dunia luar yang berbahaya itu.

Tapi terpisah dari kakaknya juga berarti dirinya tak memiliki perlindungan apapun. Sekalipun bersembunyi di tempat ini.

Dengan pemikiran itu....

"Hah.... Aku juga tak memiliki pilihan lain selain ikut denganmu kan?" Balas Chloe sambil menghela nafasnya.

Axel nampak tersenyum tipis sebelum membalas perkataan adiknya.

"Hahaha, kau paham?"

Keduanya mulai mengenakan perlengkapan mereka. Termasuk masker dan jaket yang tebal.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Axel bertujuan untuk berkeliling dan memetakan lokasi mereka berada. Seperti dimana letak minimarket untuk mencari makanan, toko persenjataan, dan lain sebagainya.

Termasuk arah patroli para pasukan monster itu.

Setelah semuanya siap, keduanya merangkak keluar dari tempat persembunyian dan mulai berjalan di balik reruntuhan bangunan kota yang dulunya begitu megah ini.

Satu demi satu. Axel memetakan lokasi mereka dengan selembar kertas sederhana dan tiga buah pena dengan warna yang berbeda.

Sesekali, mereka menjumpai kawanan patroli para monster itu dan dapat dengan mudah menghindarinya.

Di lain kesempatan, Axel dan juga adiknya memperoleh peluang untuk membunuh monster yang berpatroli sendirian.

"Kak, kenapa kita memburunya?" Tanya Chloe.

Dengan wajah yang kebingungan, Axel pun membalas.

"Kau serius menanyakan hal itu, Chloe? Hah.... Tentu saja, mungkin tak berpengaruh banyak. Tapi aku sedikit berharap agar jumlah mereka menurun dan kita bisa bergerak tanpa harus bersembunyi lagi di masa depan." Balas Axel.

Chloe yang mendengarkannya nampak menganggukkan kepalanya seakan memahami apa yang dimaksudkan oleh Axel.

Pernyataan dari Axel itu sama sekali tak salah. Tapi juga ada sesuatu yang terlupakan dari pernyataan itu.

Yaitu sebuah kenyataan, bahwa pasukan monster yang dihadapi oleh umat manusia, bukanlah monster bodoh yang tak berakal.

Setiap kematian dari pasukan patroli mereka, ditandai dengan baik. Termasuk pola dari kematiannya.

Oleh karena itu....

'Braaaaakkk!!!'

Sebuah hentakan kaki yang sangat kuat membuat tanah bergetar. Mengejutkan Axel dan juga Chloe.

"Eh? Ada apa ini?" Tanya Axel kebingungan.

Sesaat sebelum Axel bisa memahaminya, puluhan prajurit monster berkulit hijau itu telah mengelilinginya secara tiba-tiba.

Mereka semua turun dari atap bangunan di sekitarnya. Seakan memang telah menunggu Axel membunuh umpan seekor monster yang berpatroli sendirian itu.

'Bruukk! Bruukk!'

Di balik semuanya, seekor monster dengan zirah besi hitam yang tebal berjalan sambil menyeret pedang besarnya.

"Manusia.... Bunuh...." Ucap monster setinggi 3 meter lebih itu.

'Sialan! Yang benar saja?!' Teriak Axel dalam hatinya. Ia tak percaya bahwa dirinya baru saja terkena perangkap dari para monster rendahan ini.

Lebih buruk lagi....

Saat ini, Chloe sedang bersamanya.

'Sialan! Sialan! Sialan! Apa yang harus ku....'

Sebelum Axel sempat menyelesaikan pemikirannya sendiri, beberapa ekor monster berkulit hijau itu segera berlari. Menerjang ke arahnya dengan cepat.

Senjata mereka sederhana, hanyalah sebuah pisau karatan dan perisai kecil.

Tapi permasalahannya, jumlah mereka lebih dari 20 ekor. Dan Axel harus bertarung sambil melindungi adiknya?

"Kakak?!" Teriak Chloe panik.

Wajahnya dengan jelas menunjukkan ekspresi ketakutan.

Dengan cepat, Axel mengeluarkan kekuatannya. Aliran listrik berwarna biru mulai menyelimuti kedua kaki dan tangan kanannya.

'Sreeettt!!!'

Ia berlari secepat mungkin, meraih Chloe dan berusaha kabur dari tempat ini.

'Masih bisa. Aku masih bisa kabur dari sini. Jadi....'

'Swuuushhh!'

'Braaakkkk!!!'

Tanpa di sangka oleh Axel sedikitpun, sebuah pukulan mengarah tepat ke tubuhnya. Axel pun terlempar sejauh puluhan meter akibat pukulan itu.

"Sialan.... Yang benar saja?!"

Pukulan itu berasal dari monster berzirah besi hitam itu. Ia berdiri dengan tenang seakan kemenangan telah berada di pihaknya.

Hanya dari pukulan itu....

Seluruh tubuh Axel mulai mati rasa. Ia bukanlah seorang petarung dengan tipe fisik, melainkan tipe sihir. Dengan kata lain, kemampuan fisiknya tak begitu tinggi.

Darah mulai mengalir melalui hidung dan mulutnya. Kesadarannya pun mulai menghilang.

Apa yang dilihatnya terakhir kali, adalah kerumunan para monster berkulit hijau itu yang seakan membicarakan sesuatu dengan monster berzirah hitam itu.

Setelah itu....

Semua monster berkulit hijau itu nampak begitu bahagia. Bersorak atas sesuatu yang baru saja disetujui oleh monster besar itu.

Dan dengan cepat, semuanya berlari ke arah Chloe. Bersiap untuk memangsanya.

"Chloe! Bangun! Bangun dan lari! Apa yang kau lakukan?! Lari!!!"

Axel berteriak sekuat tenaga, dengan apa yang tersisa di dalam tubuhnya.

Tapi sekuat apapun dirinya berteriak, Chloe nampak telah kehilangan kesadarannya. Bahkan ketika para monster itu mulai merobek seluruh pakaiannya.

"Chloe!!! Lariiiiii!!!" Teriak Axel sekali lagi.

Air mata mulai mengalir di wajahnya. Axel berusaha sekuat tenaga untuk bangkit.

Sedikit demi sedikit, Axel mulai berdiri.

Tapi setiap kali kakinya bangkit, beberapa monster berkulit hijau itu menusuknya dengan pisau. Meski begitu, Axel tak memperdulikannya.

Ia tetap terus berusaha berdiri. Tatapannya terpaku ke arah para monster yang berusaha menodai adiknya. Dan dengan amarah yang memuncak, Axel tak lagi memperdulikan batasannya.

Axel membakar seluruh energi Flux yang tersisa di tubuhnya. Menjadikannya kekuatan sihir berelen petir.

...'JDAAAAAAARRRR!!!'...

Sambaran petir yang cukup besar nampak mengenai tubuh Axel dari langit. Bahkan cukup besar untuk terlihat dan terdengar hingga puluhan kilometer dari tempatnya berdiri.

Dan kini, tak hanya kedua kaki dan tangan kanannya. Melainkan seluruh tubuhnya terbalut banyak kilatan petir berwarna biru.

Dengan kesadaran yang hampir menghilang, Axel berlari ke arah kerumunan monster berkulit hijau itu dengan pisau besarnya.

'Zraassh! Zraasshh! Zraasshh!!!'

Gerakannya tak lagi mampu diikuti oleh mata karena terlalu cepat.

Hanya dalam satu kedipan mata, seluruh kepala monster berkulit hijau itu telah terpotong dan jatuh ke tanah.

Menyisakan hanya monster berzirah hitam tebal itu.

Axel dengan cepat melesat ke arah monster itu. Bermaksud untuk menusukkan pisaunya tepat di kepalanya.

Hanya saja....

'Sreett! Braaakkk!!'

Monster itu memukul Axel seperti seekor nyamuk yang melesat ke arahnya. Membanting tubuh Axel ke jalanan beton ini hingga remuk.

"Kuuugghhh!!!"

Axel memuntahkan darah, bersamaan dengan seluruh tulangnya yang remuk karena hantaman kuat itu.

'Sialan! Sialan! Apakah ini akhirnya?!'

Kesadarannya kini hampir menghilang sepenuhnya. Efek samping dari penggunaan kekuatannya yang berlebihan juga mulai terasa. Dengan kulit yang terasa seperti terbakar.

'Brak! Brak!'

Di sisi lain, monster itu berjalan secara perlahan. Mendekati Axel yang telah tergeletak tak berdaya di tanah.

Ia mengangkat pedang besarnya dengan maksud untuk menebas tubuh Axel.

Dengan pandangan terakhir itu, Axel memutuskan untuk menutup matanya. Axel sadar bahwa dirinya akan segera mati. Begitu pula dengan adiknya.

Dalam hatinya, hanya ada satu penyesalan.

'Ayah, Ibu, maafkan aku. Aku tak bisa menjaga Chloe.'

Tapi sesaat sebelum Axel menutup mata sepenuhnya, Ia melihat sesuatu terjadi. Tubuh monster berzirah hitam itu seakan-akan terbelah menjadi dua dengan mudahnya.

Lautan darah pun mengalir dari tubuhnya yang telah terbelah.

Hanya saja, Axel tahu. Bahwa semua ini, hanyalah mimpi setelah dirinya terbunuh. Dan dengan itu, Axel memejamkan kedua matanya. Listrik yang menyelimuti tubuhnya pun menghilang seiring dengan hilangnya kesadarannya.

......***......

Di tempat yang sama....

Seorang wanita dengan seragam militer berwarna abu-abu itu berdiri tepat di hadapan tubuh Axel.

Rambut peraknya yang diikat bergerak kesana kemari seiring dengan arah angin.

Pada tangan kanannya, sebuah pedang besar dengan cahaya biru yang mengalir di sisi atas pedang itu nampak digenggamnya dengan erat.

"Cih, apakah aku terlambat?" Ucap wanita itu setelah melihat sosok Axel yang tak sadarkan diri.

Ia mendekatkan wajahnya untuk mendengar nafas dari Axel dan juga meletakkan dua jarinya di leher Axel.

"Aaah, masih hidup. Syukurlah. Bagaimana dengan gadis itu?" Tanya wanita itu.

Ia berjalan perlahan untuk memastikan bahwa Chloe juga masih hidup. Hanya tak sadarkan diri saja.

Setelah memastikan keduanya masih hidup, wanita itu meletakkan pedang besarnya di punggungnya. Mengikatnya dengan logam yang nampak seperti pengunci itu.

Wanita itu kemudian mengangkat tubuh Axel dan juga Chloe bersamaan dengan kedua tangannya. Menyandarkan keduanya di pundaknya dengan mudahnya.

"Petir barusan.... Jangan katakan disebabkan oleh bocah ini? Hahaha.... Memang benar, kau selalu bisa menemukan berlian di tempat kumuh seperti ini." Ucap Wanita itu sambil melihat ke arah Axel.

Setelah itu, Ia melompat cukup tinggi hingga mencapai reruntuhan bangunan di atas dan mulai berlari.

Menuju ke salah satu markas rahasia organisasi Liberator di kota sebelah.

Sebuah organisasi, yang menjadi benteng sekaligus harapan terakhir bagi umat manusia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!