Zalfa mengikuti langkah wanita yang berjalan di depannya, keduanya berhenti di depan sebuah pintu kamar.
“Nah, ini kamar untukmu.” Atifa mencubit pipi mulus Zalfa, adik iparnya dengan gemas. Tangan kanannya menenteng tas milik Zalfa yang berisi beberapa helai pakaian adiknya iparnya itu. Tangan lainnya merangkul bahu Zalfa.
Atifa langsung membuka pintu kamar nomer 234 itu dengan mudahnya.
“Kok, nggak dikunci pintunya, Mbak?” heran Zalva.
“Mungkin pegawai hotelnya lupa ngunci. Ya udah kita masuk aja.”
“Liat dulu nomer di kuncinya, Mbak. Pastikan dengan nomer pintunya, sama apa enggak. Takutnya salah kamar.”
“Udah dicek. Nggak usah ribet. Kamarnya udah bener ini, kok.” Atifa tidak mengindahkan ucapan Zalfa. “Kuncinya Mbak tarok di laci. Kamu langsung tidur aja, pasti capek. Jaga stamina biar kita bisa sampai ke rumah orang tua Mbak. Oke?”
Zalfa memasuki kamar dengan langkah gemulai. Gadis berusia dua puluh satu tahun dan berwajah baby face itu mengamati interior kamar, sangat menarik. Selain kesan modern dan elegan yang ditawarkan, kamar hotel berkelas itu juga memiliki fasilitas lengkap yang sering dibooking oleh anggota dewan, direktur perusahaan, para pejabat, serta lekat dengan kehidupan orang-orang yang memiliki gaya hidup mewah. Bahkan sering kali dijadikan tempat prostitusi pejabat dengan para artis.
Raut wajah Zalfa menunjukkan ekspresi bingung meski sempat menatap takjub pada setiap sisi sudut kamar yang belum pernah ia jamah sebelumnya. Faisal, calon suaminya berjanji akan datang ke Bandung. Pria itu memilih salah satu vila miliknya di Bandung sebagai tempat untuk prosesi lamaran karena menurutnya di sanalah tempat paling berkesan. Cukup merepotkan, tapi Zalfa suka.
Zalfa yang tergolong labil dan masih belum dewasa dalam berpikir, mengaku siap menikah muda karena sudah yakin dengan pilihannya. Dari pada Faisal yang notabene dikenal sebagai pria alim itu diambil orang, mendingan Zalfa mengiyakan saat pria itu melamarnya.
Sebelum sampai di tempat tujuan, Zalfa harus menginap di hotel itu. Tidak sendiri, tentunya bersama Ismail, kakak kandungnya serta Atifa, kakak iparnya. Hanya saja, mereka berlainan kamar.
Zalfa masuk ke kamar mandi sebelum merebahkan tubuh ke ranjang, rasa gerah membuatnya tak nyaman bila harus tidur tanpa mandi terlebih dahulu. Keringat yang sempat nempel di kulit terasa menggelitiki. Bukan Zalfa namanya jika tidak pembersih.
Hufth… Bahkan ia tidak sempat membawa perlengkapan dengan komplit akibat terburu-buru saat hendak bepergian. Ketika mau mandi pun ia bingung harus memakai apa untuk menutupi auratnya. Ia terbiasa mandi mengenakan basahan meski di tempat yang tak ada seorang pun bisa melihatnya. Orang tuanya mengajarkan untuk tetap merasa malu, karena selalu ada malaikat yang melihat.
Tapi kali ini Zalfa pasrah. Ia tidak mengenakan basahan saat mandi mengingat kain basahan tidak dibawa. ia merendam tubuhnya di bathtub.
Tak lama kemudian Zalva keluar dari kamar mandi kemudian mengenakan pakaian tidur. Ia mendekati Atifa yang sedang duduk di sisi ranjang.
“Ini udah Mbak bawain minuman buat staminamu. Diminum, ya!” Atifa meraih sebotol minuman dari tas tenteng dan menyodorkannya ke arah Zalfa.
“Makasih Mbakku.” Zalfa meraih botol itu dan meneguknya setelah mengucap basmallah. Mata Zalfa menyipit melihat Atifa membanting tubuh ke ranjang. “Loh, Mbak kok tidur di sini?”
“Mas Ismail yang suruh Mbak tidur di sini. Biar aku bisa nemenin kamu. Masmu itu perhatian banget sama kamu, sampe-sampe nggak tega kalau kamu tidur sendirian di hotel begini. Padahal kan Mbak pengennya anu-anu sama dia. Jarang-jarang kan bikin momen pas lagi di hotel gini? Kapan lagi coba kita ke hotel?”
Zalfa tertawa. Kakak iparnya itu memang nyablak. “Ya udah, Mbak tidur aja sana sama Mas Ismail. Aku sendirian juga nggak pa-pa.”
“Enggak, ah. Jangan kebanyakan runding. Sini bobok!” Atifa menepuk kasur sebelahnya.
Zalfa mengangguk. Kantuk mulai menyerang. Matanya terasa berat sekali. Ia menguap dan merebahkan tubuh ke kasur.
“Duuh… perut laper lagi. Mbak keluar dulu mau makan. Pintunya jangan dikunci.” Atifa melenggang keluar.
Zalfa hampir tidak mendengar apa yang dikatakan kakak iparnya. Begitu memejamkan mata, ia langsung terlelap akibat kantuk yang menguasai. Ia tidak tahu jika sebenarnya dia telah memasuki kamar yang salah. Ia juga tidak tahu, dibalik kepolosannya, seseorang mengulas senyum saat mengetahui rencana terselubung sudah berjalan dengan baik. Tinggal selangkah lagi, rencana berhasil.
***
“Shit!! Apa-apaan ini?” Arkhan mengumpat melihat video di laptop yang sedang ia pantau.
Bagaimana bisa malah sosok gadis yang tampil di laptopnya?
Arkhan menggebrak meja kesal menyadari ada yang tidak beres. Sampai-sampai orang-orang yang duduk di sekelilingnya pun menoleh heran ke arahnya.
Sebelum meninggalkan kamar hotel, Arkhan sudah memasang kamera cctv di kamar yang sudah dia pesan, bahkan baru setengah jam ia meninggalkan kamar tersebut untuk makan malam, lalu kenapa sekarang yang tampil malah video seorang gadis yang tak dikenal?
Siapa gadis itu? Apakah kiriman lawan bisnis gelapnya yang sengaja dikirim untuk memata-matainya?
Sengaja Bustan memasang kamera cctv yang terhubung dengan laptopnya karena curiga gerakannya diikuti oleh lawan bisnisnya. Dan sekarang dia melihat pemandangan aneh di rekaman itu. Ini tidak bisa dibenarkan! Pasti ada yang tidak beres. Entah apa.
Alih-alih marah karena kejadian yang janggal, pria muda bertubuh atletis itu kini malah memperhatikan laptop. Fokusnya tentang misinya terganggu karena pemandangan gadis di laptopnya.
Pria muda berusia dua puluh sembilan tahun itu mendekatkan wajahnya ke laptop. Jemarinya menggeser mouse, menggerakkan kursor, memperbesar layar. Dia tak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Rasanya mengganggu.
Oh…
Sial!
Gadis itu, sungguh mempesona. Astaga, tangan Arkhan mengepal. Matanya sekilas menatap pelayan yang membawa nampan dan di atasnya terdapat beberapa gelas kecil minuman, sepertinya kopi ginseng.
Arkhan menelan. Itu minuman kesukaannya.
“Silahkan diminum, Pak. Khusus malam ini kami menyediakan minuman gratis untuk pengunjung hotel.” Pelayan berkumis tebal memberikan gelas pada pengunjung di sekitar sana.
Arkhan melanjutkan tontonannya ke arah layar ponselnya. Detik berikutnya ia mengerang saat ponsel satunya yang tergeletak di meja berdering.
Mengganggu saja! Pekik Arkhan dalam hati.
“Halo…!” Arkhan menahan nafas sembari matanya terus mengawasi gadis cantik dalam video, pengawasannya kini pindah ke kamera satunya yang dipasang di kamar. Gadis itu meninggalkan kamar mandi menuju kamar dan mengganti pakaian.
“Bang, aku udah pesan kamar hotel bersebelahan dengan kamar Abang,” sahut Reza, anak buah Arkhan di seberang.
“Bagus! Itu aja?”
“Iya, Bang.”
Arkhan memutus telepon. Kemudian bangkit berdiri.
Pelayan pembawa nampan, menoleh saat berpapasan dengan Arkhan kemudian menawarkan secangkir kopi. “Silahkan, Mas. Khusus malam ini kami menyediakan minuman gratis untuk pengunjung hotel ini.” Pelayan mengulang-ulang kalimatnya kepada pengunjung lain. Dia sangat ramah sekali, sejak tadi memamerkan giginya yang rapi.
Tawaran menarik. Sejak tadi Arkhan memang berniat mengambil minuman itu.
Arkhan menjulurkan tangan hendak mengambil gelas, namun pelayan lebih dulu mengambil gelas di ujung nampan lalu memberikannya kepada Arkhan.
Segera Arkhan menenggaknya. Ukuran gelas yang kecil membuatnya mampu melibas minuman hanya dua kali teguk. Kemudian ia mengembalikan gelas tersebut ke nampan.
Tangannya menyambar jaket yang dia sampirkan di sandaran kursi dan melangkah meninggalkan restoran menuju ke hotel yang hanya beberapa langkah saja karena restoran itu memang berada di dalam gedung yang sama dengan hotel tersebut, tepatnya berada di lantai satu.
***
Bantu report untuk akun tak bertanggung jawab di aplikasi lain yang mengambil isi cerita dan judul novel ini, serta mengubah sedikit isi cerita, bahkan ada yg copy paste dan hanya menambahkan sedikit isi cerita. bantu ya teman teman. terima kasih untuk yang udah bantu
Penasaran dengan apa yang terjadi pada kamarnya, Arkhan langsung menuju ke meja resepsionis. Untuk sesaat ia mengamati wajah resepsionis yang menunggu meja. Beberapa jam yang lalu, bukan pria plontos itu yang menjadi resepsionis.
Otaknya memberi ide bahwa mungkin mereka sudah berganti sip. Ia pun malas memikirkan hal itu. Tujuannya ke sana untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi, kenapa seorang gadis yang justru masuk ke dalam kamar yang setengah jam lalu sudah dia tempati.
“Coba cek, siapa yang menempati kamar nomer 234?” Arkhan memancing seakan-akan sedang menjadi detektif.
“Memangnya ada apa dengan kamar itu, Mas?”
“Aku memerintahmu, jangan balik nanya!” Arkhan menggebrak meja membuat resepsionis menggigil ketakutan. “Ayo, cepat cek!”
Resepsionis mengangguk patuh. Ia membuka buku agenda dan menjawab, “Jonathan Yoseph, usia dua puluh Sembilan tahun.”
Arkhan mengernyit. Nama yang disebutkan oleh resepsionis adalah nama yang tertulis di KTP, bukan nama yang selama ini dia pakai di kartu nama dan panggilan sesuai yang dia inginkan, yaitu Ibadullah Al Arkhan, nama yang penuh doa.
Resepsionis menatap wajah Arkhan dengan seksama. “Bukankah itu Anda?”
“Tadi aku melihat ada seorang gadis memasuki kamar itu. Berarti kamar itu diisi orang lain setelah tadi aku memasukinya?” tegas Arkhan membuat resepsionis bergidik ngeri menatap ketajaman mata pria itu. Sengaja Arkhan memasang muka garang ditambah intonasi bicaranya yang tinggi supaya resepsionis buka suara.
“Mungkin ada yang salah masuk kamar. Dan mungkin Anda lupa mengunci pintu saat meninggalkan kamar.”
Arkhan mengingat-ingat. Tapi sepertinya ia sudah mengunci pintu saat meninggalkan kamar. Namun kemudian Arkhan mengangguk.
Arkhan pergi meninggalkan resepsionis yang melongo heran. Arkhan menaiki anak tangga. Ia malas naik lift karena sedang tidak ingin berkerumun dengan banyak orang. Tangannya mengusap wajah kasar saat merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhnya. Ia merasa gerah.
****!
Batinnya mengumpat. Dia teringat minuman yang ia teguk dari pelayan. Pasti ada sesuatu yang dibubuhkan ke dalam minuman itu.
Jelas, ini adalah sesuatu yang direncanakan. Tapi entah apa rencana dibalik semua itu. Tunggu saja saatnya ia mencari pelayan itu dan memberi hukuman ngeri atas rencana terselubung tersebut. Satu saja pertanyaan yang akan ia ajukan, siapa dalang yang menyuruhnya memberikan minuman. Awas kau!
Arkhan tergopoh menuju kamarnya. Punggung tangannya sesekali mengusap peluh yang membanjir di pelipis. Sekuat tenaga ia berusaha menahan diri atas apa yang menyerang tubuhnya. Ia langsung membuka pintu kamar dan ngeloyor masuk.
Seingatnya, ia belum mematikan lampu kamar, dan sekarang yang menyala hanyalah lampu tidur yang membuat pandangannya menjadi kurang jelas. Satu-satunya tujuannya kini adalah kamar mandi, ia ingin melepas semuanya dengan caranya sendiri.
Namun niatnya urung, langkahnya terhenti saat melihat sosok gadis terbaring di ranjang king size miliknya. Sepertinya dewi fortuna berpihak padanya, sangat memahami apa yang ia butuhkan.
Ya ampun, Arkhan sampai lupa dengan gadis yang memasuki kamarnya gara-gara rasa aneh yang menguasai tubuhnya. Mungkinkah dia gadis malam yang dikirim Reza untuknya? Ataukah gadis bayaran yang sedang kesepian? Ah, disaat akal sehatnya tidak bisa diajak kompromi, ia tidak ingin berpikir apa-apa lagi.
Arkhan menaiki ranjang. Temaram lampu tidur membuatnya perlu mendekati wajah gadis itu untuk mengamati dengan jelas. Pemandangan spektakuler, kecantikan gadis itu sungguh luar biasa dan sangat memikat.
Dahi Arkhan mengernyit, ia seperti pernah melihat wajah gadis cantik itu, tapi ia tidak punya waktu untuk memikirkan jawabannya. Kondisinya benar-benar diluar kendali.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!