NovelToon NovelToon

Next Step With Me?

NSWM part #1 Epilog

Alva Bima Alexander seorang laki-laki berusia 24 Tahun yang bergelar Master dibidang Bisnis managemen, tengah sibuk mengejar mimpinya sejak dulu. Benar-benar mandiri dan menghalau anggapan bahwa ia adalah anak yang punya privilage saja itu tentu menjadi cambukan untuk bersikukuh mengejar impiannya karena sebab dan alasan yang kuat itu, Ia kini sedang fokus pada perusahaan yang Ia bangun semenjak di bangku SMA. Perusahaan yang dimulai dari penyediaan barang spare part kendaraan bermotor dan keperluan sekolah, sampai akhirnya Ia memilih menjalankan perusahaan dibidang industri dan properti seperti sang ibu.

Alva memiliki orangtua yang sangat mendukung segala kegiatan putra-putrinya selama masih dalam "koridor" yang benar. Alva juga memiliki seorang adik yang sangat suka ia jahili karena gemas dengan sikap yang sok dewasa padahal masih dijenjang SMP.

Orang-orang akan melihat keluarga Alexander adalah keluarga yang harmonis tanpa tahu apa yang telah terlewati selama ini. Selayaknya pengalaman hidup dan harus disikapi dengan bijak keluarga Alexander selalu bersikap sederhana agar mengingatkan masa- masa perjuangan dahulu.

Ayahnya seorang dokter spesialis jantung yang selalu sibuk karena selain menetap tugas disatu rumah sakit, beliau juga sering menerima undangan seminar di dalam dan luar negeri. Karena kedisiplinan beliau dalam hal kehidupan sehari-hari terutama dalam hal pekerjaan, secara bersamaan juga mendidik anak- anaknya membangun kehidupan yang disiplin. Ayah Alva menerapkan beberapa peraturan dirumah dan jelas ada resikonya bila melanggarnya. Sang ibu adalah orang yang terbilang kaya raya dari lahir. Jelas saja karena kakek Alva seorang makelar tanah dulu nya dan karena bakat anak perempuan yang tak lain adalah ibu Alva lalu bisnis pun dikembangkan dari usaha makelar tanah manjadi usaha properti sampai melakukan ekspansi sampai ke kota kota besar di Indonesia .

****

Sementara dibagian lain pinggiran kota, seorang gadis siswa SMA sedang menikmati kehidupan masa- masa SMA. Dia adalah Ashana Pertiwi. Gadis yang kini duduk dikelas 3 SMA sedang harap-harap cemas menunggu hasil ujian yang telah dilaksanakan seminggu kemarin, ia yang cukup mumpuni dalam beberapa mata pelajaran terutama hitungan dan sastra, ia akan berusaha lebih keras dalam belajar ya alasannya ia ingin mengejar beasiswa yang beberapa kampus impiannya tawarkan juga alasan tak ingin menjadi beban abangnya yang kini menjadi walinya sebagai pengganti orangtua yang sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Ashana anak ke dua dari tiga bersaudara , Abangnya yang sudah bekerja dan si Bungsu yang juga laki-laki masih kelas satu SMA harus selalu saling menjaga karena mereka sudah tak memiliki orangtua alias Yatim piatu. Kesedihan yang awalnya menyelimuti mereka perlahan jadi modal dasar kekuatan mereka untuk menjalani hidup. Hidup ini harus terus berjalan kan?

Selagi sekolah Ashana berusaha membantu perekonomian keluarga atau lebih tepatnya menambah uang sakunya seperti menjual jajanan dikantin, jual aksesoris atau apapun keperluan siswa SMA ,karena jujur saja walaupun Kakaknya tak pernah perhitungan dalam masalah biaya, Ashana selalu tak tega terus-terusan meminta pada Abang kesayangannya, Ia menyebutnya si tangguh berhati lembut.

'Adek itu sekarang jadi tanggungjawab Abang , apapun yang adek butuhin ngomonglah sama Abang, Insyaa Alloh akan Abang usahakan'

Yaa.. meskipun Abang udah mau bertanggungjawab sepenuhnya sebagai wali sekarang ini, tapi tetap saja Abangnya masih muda tentu punya impian yang ingin ia raih bukan? apalagi adiknya yang masih SMP juga masih perlu banyak biaya kedepannya.

Semoga Abang sehat selalu ,itu pinta Ashana kepada Tuhan.

NSWM Part#2

Bip.. bip.. bipp..

Suara alarm berbunyi tepat jam lima pagi. Seseorang masih bergumul dengan selimutnya yang hangat. Mendengar Alarm yang Ia setel otomatis membangunkan saraf- saraf menemui kesadarannya, lalu melenggang memasuki toilet dibalik walk ini closet di kamarnya.

"Abaaaaangg....!!" pekik seseorang dari balik pintu kamar.

Tak hanya sekali suara cempreng itu kembali memekik sebelum disahuti dari dalam kamar.

"Aba-"

"Apa dee?" pintu kamar tiba-tiba terbuka menyembullah kepala dari balik pintu

"Ih Abang mah kaget tau!"

"Abang udah bangun kok dek, ih suara cemprengnya bisa diilangin gak sih berisik!"

"Aku udah baik tau ih mau bangunin Abang " sahutnya menggerutu sambil berlalu.

Ameena Dalia Alexander, Adik kesayangan dan satu-satunya adik Alva. Gadis kelas 2 SMP yang selalu jadi sasaran kejahilan Alva, anak yang kritis dan lebih memilih hobby membaca buku-buku tebal daripada nonton konser atau drama yang sedang digandrungi anak remaja sekarang.

Selesai melaksanakan kewajiban solat dan bersiap-siap untuk ke kantor, Alva menuruni tangga ke ruang makan, disana Ameena dan Ibu sudah memuLai sarapan.

"Pagi anak ganteng Ibu.." sapa Arinda Ibu dari kedua anak dihadapannya.

"Pagi mah, maaf ya semalem pulangnya larut soalnya lagi banyak kerjaan diawal bulan ini" Alva mengambil sepiring sandwich dari uluran tangan Ibu.

"Gak apa-apa dong sayang ,sarapannya habisinnya banyak kerjaan harus banyak juga asupannya ya" nasihat Arinda juga menuang segelas susu untuk Alva.

"Bang, anterin aku ke sekolah ya Ayah lagi gak ada nih."

"Kan ada mang Adin kalo ayah gak ada, Ayah emang kemana Bu?"

"Kemaren sore Ayah berangkat ke korea mau ada seminar, sekalian ketemu kolega juga."

"Emmm.. mang Adin?"

"Mang Adin lagi nganterin Teh Iin ke supermarket buat belanja mingguan" kali ini Ameena yang menjawab dan menyelesaikan sarapannya.

"Oke kalo begitu kita lets go!" Alva beranjak setelah menghabiskan susu digelasnya.

Tak lupa Alva dan Ameena menyium pipi Ibu yang siap dengan rangkulannya.

Di mobil Ameena fokus dengan handphonenya entah apa yang ia baca sampai-sampai bergumam dengan nada kesal.

"Masih pagi ini de, bacanya yang ringan-ringan aja sih" Alva sudah faham dengan raut adiknya itu.

"Beritanya bikin kesel deh, masa iya alam kita yang kaya ini selalu aja kekurangan dan kekurangan bilangnya pengolahan sudah maksimal sampe ngorbanin alam kita yang harusnya dilindungi" Ameena berbicara dengan menggebu-gebu reaksinya selalu serius kalau ada sesuatu hal yang gak berimbang.

"Selalu ada alasan de, entah itu yang baik atau buruknya" Alva mengendikkan bahunya tak ingin mendalami topik yang dibahas Ameena.

Tak lama kemudian mobil Alva menepi tepat didepan gerbang sekolah tempat Ameena menimba ilmu.

"Bay Abang !" Ameena turun dari mobil dan segera memasuki area sekolah.

Alva kemudian segera melanjutkan perjalanan ke kantor. Banyak berkas yang harus segera ia tanda tangani dan beberapa jadwal juga sudah menunggunya.

"Hallo, iya saya segera sampai" sahutnya menerima panggilan dari sekertaris yang sudah standbay di kantor.

*****

"Lo udah denger belom, si Deva juga daftar di univ yang sama, sama lo"

Ashana baru saja memasuki kelas dan menduduki bangkunya saat Yuri tiba-tiba saja berceloteh tanpa basa-basi.

"Masih pagi ini Ri, kamu udah ngomongin orang aja" Ashana menyubit pipi sahabatnya gemas.

"Sakit oy!"

"Lagian.. "Ashana terkekeh melihat ekspresi Yuri memanyunkan bibirnya yang penuh bak bibir Kayle Janner itu.

"Memangnya kenapa kalau dia juga masuk ke univ yang sama kayak aku?" Ashana masuk ke dalam obrolan yang dibuat Yuri.

"Si Deva kan lo tau selalu berusaha deketin lo, terutama di jam istirahat kan ?"

"Ya mungkin dia emang ramah"

"Ramah kalo sama lo sama gue mah cuek aja tuh, paling ngobrol dia sama temen-temen osisnya atau engga sama guru" sangkal Yuri tak setuju dengan Ashana.

Ashana hanya tersenyum, masih tak faham dengan reaksi Yuri terhadap Deva yang katanya kepincut dengan pesonanya. Ada-ada saja..

Pada kenyataannya Deva si anak basket dan OSIS itu selalu berwajah datar saat berhadapan dengan yang lain kecuali Ashana . Ashana murid teladan di sekolah yang selalu seperti siswa biasa dan agak menghindari keriweuhan disekolah karena ia tak ingin mengecewakan abang yang sudah susah payah menyekolahkannya.

Setelah empat jam pelajaran berlalu..

Yuri mengapit tangan kiri Ashana berjalan ke arah kantin, sejak tadi perutnya tak ingin berdamai sampai tak terlalu fokus dengan mata pelajaran tadi. sampai di kantin Yuri langsung memesan makanan di deretan stand kantin sedangkan Ashana mencari tempat duduk untuk mereka berdua.

"Hai Sha," sapa seseorang dan duduk dihadapan Ashana yang juga duduk di bangku agak pojok kantin

"Eh Dev" sahut Ashana tersenyum menanggapi Deva

"Gue ikut disini ya, lo lagi nungguin siapa ?"

"Oh silahkan ini kan bukan milik aku juga, aku nunggu Yuri lagi pesan makanan"

"Ooh, gue juga nunggu Iqbal pesankan makanan" Deva seakan salah tingkah mengahadapi Ashana yang selama tiga tahun ini menjadi gebetannya itu.

Disudut lain Yuri melihat Ashana tengah mengobrol dengan orang yang jadi topik obrolannya tadi pagi.

'Nah kan si bocah kulkas itu muncul dijam-jam gini, apalagi liat si Sha lagi sendiri'

Bugh!

"Aw! sakit ontaa!" bahu Yuri terbentur dengan tangan orang yang baru saja melewat mepet dengan badannya.

"Sorry Yur, gak sengaja gue hehe" ternyata Iqbal teman yang Deva maksud, cowok keturunan ras arabian yang kelakuannya selalu petakilan buktinya dia malah cengengesan sambil bilang maaf karena tak sengaja menabrak bahu Yuri.

"Si Deva dimana ya ?"

"Noh! lagi ngobrol ma Ashana dipojokan" Yuri yang mendengar gumaman Iqbal langsung menyahuti dan berjalan mendului Iqbal sambil membawa makanan ditangan.

"Kok elo sewot sih Yur?" tanya Iqbal masih iseng bertanya karena dia lihat raut wajah Yuri yang seperti tak suka pada sahabatnya.

"Ya suka-suka gue lah" ketus Yuri masih tak menghiraukan tatapan orang disampingya, lalu berjalan cepat kebangku tadi.

"Eh Yur, barengan napa " Iqbal menyusul masih sambil cengengesan.

"Ehem! Eh ada bang Deva" sapa Yuri sekaligus menyindir Deva.

"Gue ikut sini boleh kan Ri" Deva agak kaget seperti yang tertangkap basah.

"Ashana gimana ?"

"Boleh kok"

Yuri hanya menghelas nafas setelah mendengar jawaban Ashana yang tak keberatan, padahal kan Yuri cuma tak nyaman sama tatapan anak-anak cewek disekeliling mereka seakan-akan Deva ada ditempat yang berbahaya. Ya siapa lagi kalau bukan fansnya Deva si bintang basket sekolah dan ketua osis pujaan.

"Ok"tentu Deva akan senang dengan jawaban Ashana.

"Ya salam Yur, cepet amat jalannya dah" Iqbal pun bergabung.

Yuri hanya meledek Iqbal dengan mencembikkan bibirnya.

"Lo mau masuk Univ Indo juga Sha?" Deva memulai obrolan untuk mencairkan suasana. Padahal suasana kantin kurang cair gimana bang?

"Yaelah" Iqbal menggaruk tengkuknya yang sebenarnya samasekali tak gatal

"Jorok lu Bal!" Yuri protes

"Kagak lah" Iqbal malah ikutan salting

"Iya, emang kenapa Dev?" sahut Ashana tetap tak berani menatap Deva.

"Jurusan apa?"

"Jurusan Harmoni hehe" lagi-lagi Iqbal nyeletuk

"Maunya sih Fak Matematika, kalo engga ya fak teknik industri"

"Beda ya yang murid teladan mah, minder gue nih"

"Engga sih cuma aku ditawari sama pihak BK buat nanti, kamu Dev?"

"Gue pengennya Fak Teknik juga " .

Benar apa yang Iqbal bilang, mendadak Deva merasa minder dengan Ashana sang gebetan, ternyata cewek dihadapannya ini bukan cewek biasa.

"Yur lo mau lanjut kemana , bareng Ashana juga ?" tanya Iqbal yang mulai penasaran dengan cewek yang sibuk menikmati siomay pedas dipiringnya.

Uhuk!

Yuri tersedak gegara pertanyaan si Iqbal yang tiba-tiba

"Minum nih" Ashana menyodorkan minuman pada Yuri.

"Engga gue disuruh bokap kuliah di Ausie, kalo mau nanya liat sikon dulu lah ontaa!" keluh Yuri mengelus lehernya yang agak berdenyut akibat tersedak.

"Sorry Yur, ngegas mulu lo serem dah "

Yuri hanya memutar bola matanya malas.

Waktu istirahat pun usai, mereka langsung bergegas ke kembali ke kelas dan melanjutkan mata pelajaran untuk hari ini.

~tbc

NSWM Part#3

"Gue bener-bener setress nih Sha, gue gak mau kuliah di Ausie gue pengen disini aja tapi bokap engga ngizinin bahkan nyokap juga mau-mau-an nemenin gue disana?" rengek Yuri masih malas pulang karena masih pusing dengan keinginan ayahnya.

"Kenapa sih Ri.. kan bagus nanti kamu punya pengalaman yang berbeda di negeri orang apalagi mama kamu juga nemenin, aku pengen sahabatku ini bisa sukses nantinya lo, apalagi punya pengalaman belajar dinegeri orang yang kualitasnya terbaik." Ashana berusaha menenangkan sahabatnya itu.

"Lo gak seneng punya temen kayak gue ya ampe rela jauhan?"

"Ih bukan gitu, jaman sekarang jarak itu bukan penghalang kita bisa sharing pengalaman kita selama kita jauhan kok."

"Ah..Gue males adaptasi lagii.." Yuri malah makin frustasi memikirkan kehidupannya nanti di negara orang.

"Kamu pasti bisa kok! Yuri sahabat aku mah orangnya gak cengeng kan. Tuh mobil jemputan kamu udah di depan" Ashana menunjuk mobil yang baru saja menepi didepan gerbang dan ia hafal betul itu mobil yang biasa antar jemput Yuri ke sekolah.

"Yaudah bareng aja yuk!"

"Emm..Makasih Ri, aku mau ke toko buku dulu cari kumpulan soal "

Plak!

Seketika Yuri menepuk dahinya.

"Ujian udah lewat kali Sha, trus nanti kan lo juga dapet beasiswa ya lo gak usah pusing-pusing cari soal lagi" Yuri gak habis pikir dengan Ashana ini, dia terlalu rajin atau terlalu pintar ya?

Ashana hanya tersenyum dan memeluk Yuri.

"Kamu hati-hati dijalan ya.."

"Lo juga, bye Sha" Yuri lalu berlari ke arah mobilnya yang sudah menunggu hampir menimbulkan kemacetan.

Sesampainya di Toko Buku G, Ashana langsung menelpon Adiknya yang kebetulan sekolah SMAnya tak jauh dari Toko Buku G.

Ya mereka walaupun hanya berbeda angkatan tapi mereka bersekolah ditempat yang berbeda. Alasannya karena Ashana mengejar beasiswa penuh yang kebetulan hanya ada di sekolahnya kini.

"Cari buku apaan Kak?" tanya Barra si Adik kesayangan yang baru saja sampai menghampiri Ashana.

"Buku soal-soal aja "

"Oh oke" lalu Barra melenggang ke arah rak komik.

Tak berselang lama Ashana membayar buku yang Ia maksud dan mengajak Adiknya untuk pulang jalan kaki karena hanya berjarak beberapa ratus meter saja sampai ke rumah.

Kebetulan cuaca hari ini sangat panas. Jam pulang sekolah biasanya diwaktu matahari sedang terik belum lagi jalanan yang berdebu diterbangkan oleh kendaraan yang berlalu lalang di jalan.

"Kak, aku haus nih.." keluh Barra mengusap leher jenjangnya tak tahan dengan panasnya cuaca yang seakan menguras cairan dalam tenggorokannya.

"di depan ada tukang es campur ,kamu mau?"

Otomatis Barra mengangguk sumringah

"Asiik"

Mereka pun berjalan ke gerobak tukang es buah.

"Silahkan" Tukang Es buah menyodorkan satu mangkok ke hadapan Barra yang sudah tak sabar menyantap. mereka duduk di bangku yang sudah disediakan.

"Tadi tuh disekolah ada pengumuman program studytour ke Jogja, kalo aku minta sama Abang pasti boleh sih tapi aku gak tega sama Abang" Barra menunduk seolah menunjukkan Ia sedang tak enak hati.

"Terus kamu mau ikut?"

"Ya gimana emmm.. gak usah deh abang juga kayaknya lagi sibuk banget aku bisa kok ngerjain tugas penggantinya "

"Tapi menurut kakak mending kamu bilang aja karena kalau sampai abang tahu bukan dari kamu, abang pasti tersinggung. Kamu tahu kan ada temen kamu yang satu komplek sama kita"

"Memang sih, tapi sebenernya aku agak malas juga perjalanan jauh"

"Ya kakak sih terserah kamu yang penting kamu bilang ya jangan diem-diem"

"Kakak juga diem-diem kan punya usaha sampingan jualan disekolah sampe abang aja gak tahu"

"Duh plis ya Bar kalo yang itu jangan bilang-bilang abang, soalnya kakak gak enak minta terus buat keperluan pribadi kakak"

"Ah curang nih"

"Udah habisin dulu es nya, nanti kesorean "

Ashana faham betul apa yang Bara fikirkan. Seperti dirinya yang enggan memaksakan keinginan karena walaupun abangnya memang sangat bertanggungjawab sepenuhnya atas Ashana dan Barra, tapi ia tak ingin selalu meminta. Hanya ingin meringankan saja setidaknya apa yang menjadi beban dari adik-adik sang abang tidak seberat apa yang oranglain takutkan. Apalagi Abangnya belum menikmati masa-masa rumahtangga, takutnya Ashana dan Barra yang menjadi penghalang kebahagiaan Sang Kakak tertua untuk mencari si belahan hati.

Tampak sebuah mobil mewah dan motor Abang terparkir di halaman rumah Ashana bersaudara. Rasanya tak pernah sekalipun ada yang bertamu dengan mobil yang seperti itu.

Barra menoleh kepada Ashana dengan mimik wajah yang bingung.

"Ada siapa ya? baru kali ini ada yang bertamu pakai mobil mahal kayak gini"

"Masuk aja yuk !"

merekapun memberanikan diri masuk ke dalam rumah.

"Assalamu'alaikum" salam keduanya kemudian menyalami semuanya.

"Wa'alaikumsalam" sahut semua yang ada di dalam.

Ternyata di dalam sudah ada bang Andre kakak tertuanya, Uwa laki-laki atau kakak kandung Almarhum Ayah beserta istrinya, dan sepasang suami istri kisaran 50 tahunan yang terlihat sangat elegan tampak dari pakaian yang mereka kenakan.

"Masuk dulu ke dalam nak, bersih-bersih ganti pakaian nanti setelah itu kamu kembali kesini yah" bisik istri uwa memberi instruksi.

"Baik Wa" Ashana dan Barra masuk ke kamar masing-masing namun masih dalam keadaan bingung.

Tak lama setalah mematuhi anjuran istri uwa, Ashana kembali ke ruang tamu.

"Perkenalkan saya Harry Benjamin Alexander, dan ini istri saya Arinda" Harry memulai percakapan saat Ashana sudah duduk di antara Uwa dan istrinya.

"Saya Ashana pertiwi Om" sahut Ashana memperkenalkan diri tersenyum dan agak menunduk menyembunyikan rasa gugup yang tiba-tiba menyergap.

'Cantik dan sopan ya Yah' Bisik Arinda pada suaminya.

"Kedatangan kami kemari ingin menyampaikan amanat dari Almarhum Ayah dan Ibu kalian,apakah benar nak kamu sudah mau kelulusan ?"

"Benar Om, minggu depan hasil kelulusannya Om"

"Kebetulan sekali kami datang kesini tidak terlalu cepat dan tak juga terlambat" ujar Arinda yang tampak sumringah menatap anak gadis dihadapannya.

"Almarhum Ayah kamu adalah teman lama kami, suatu saat kami bertemu kembali di sebuah acara. Kemudian kami banyak bernostalgia tentang masa muda kami yang selalu kompak, setelah memiliki kesibukan masing-masing kami hampir hilang kontak..

Tapi saat kami dipertemukan kembali kami tak akan menyia-nyiakan moment itu sampai akhirnya kami berbincang tentang jodoh anak- anak kami"

Ashana sontak menegakkan badannya mendengar cerita Om Harry, apa bener apa yang aku fikirin? gumamnya dalam hati.

"Iya nak, apa yang kamu fikirkan itu benar adanya" Om Harry seakan tau apa yang Ashana fikirkan.

"Kami berencana akan menikahkan anak kami, kamu dan anak saya Alva" sambung Om Harry lagi.

"Apa tidak bisa difikirkan lagi Om, Ashana.. baru mau memulai dunia perkuliahan" kali ini Andre yang berbicara, agak menyayangkan kabar yang sedang ia dengarkan kini.

"Tante malah sudah tidak sabar menyambut menantu Tante di rumah kami.. " Arinda menyahuti dengan semangat lengkap dengan senyuman ramah.

"Tidak apa-apa nak Andre, percayakan kepada kami, Insyaa Alloh kami akan berusaha membuat Ashana bahagia dan terjamin"

Andre tak bisa lagi menyangkal ataupun menolak karena ini berkaitan dengan amanat Almarhum orangtua mereka. Tapi masalahnya ada pada Ashana, bagaimana dengan perasaannya sekarang? kalau saja hal seperti ini bukan wasiat dari mendiang orangtuanya, Andre sudah tentu akan kukuh mempertahankan keberadaan adiknya dirumah ini tanpa ada sangkalan dari siapapun.

"Bolehkan saya diberikan waktu untuk berfikir?" Ashana berusaha menahan rasa kagetnya dengan hati-hati karena tak tega bila harus langsung menolak, terlebih melihat wajah Tante Arinda yang tampak antusias dari raut wajahnya yang awet muda diusianya.

"Tentu nak, nah baiklah kami akan menanyakan lagi nanti untuk keputusan nak Ashana, Om harap bisa menjalankan amanah Ayahmu."

Om Harry mengangkat cangkir teh diatas meja sebagai jamuan dan meminumnya.

"Tante tunggu kabar baiknya ya sayang"

Ashana hanya mengangguk takdzim.

Setelah itu Om Harry dan Tante Arinda pamit pulang, keduanya tetap berharap apa yang sudah direncanakan bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Tak lama berselang uwa dan istrinya pun ikut pamit, tak berani menginstruksi apapun pada keponakan mereka. Uwa percaya mereka jauh lebih bisa mempertimbangkan dengan baik hal itu.

~tbc

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!