"Mas, jangan seperti ini." Kia membujuk suami nya agar tidak semakin mempermalukan diri nya di tempat umum.
"Apa kata orang jika melihat kamu sedang menghabiskan waktu tidak berguna di tempat ini?" Aryan semakin kesal. "Keluarga ku akan malu, Kia. Papa pasti akan memarahi ku tentang ini. Bisakah kamu diam saja di rumah? Aku bisa memberikan uang sebanyak yang kamu mau." Sambungnya dengan suara menggelegar di dalam cafe tempat Kia sedang menikmati makan malam bersama teman-teman kantornya. Beruntung cafe itu sudah di booking oleh pemilik perusahaan tempat ia bekerja, jadi yang berada di dalam cafe itu hanya lah orang-orang yang bekerja di tempat ia bekerja.
Kia menarik nafas nya dalam, berusaha untuk tetap tenang agar tidak semakin memperparah keadaan. Ia kembali melangkah menuju meja di mana para rekan kerja nya berada, dan berpamitan untuk pulang.
"Maaf atas keributan yang terjadi, Pak." Kia menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat pada laki-laki yang terlihat dingin dan tak terpengaruh dengan lingkungan di sekitarnya.
Tidak ada sahutan dari laki-laki tampan yang selalu terlihat dingin itu.
Kia lalu berpamitan pada teman-teman nya untuk pulang lebih dulu. Tak lupa pula ia meminta maaf atas kejadian yang mungkin saja membuat semua orang yang ada di sana tidak nyaman.
Setelah kepergian Kia, Alfan mengepalkan tangannya di bawah meja. Jika saja laki-laki itu tidak berhak atas gadis yang ia cintai sekian tahun itu, sudah di pastikan laki-laki itu akan berakhir di tangan nya.
Selang beberapa saat, ia pun beranjak dari atas tempat duduk yang ia duduki, lalu keluar dari dalam ruangan itu. Tidak ada lagi yang membuat diri nya bersemangat untuk tetap berada di sana.
"Dimas, urus semuanya." Perintah nya pada sang asisten.
Laki-laki yang masih seumuran dengan nya itu dengan sigap mengiyakan perintah nya.
Masih dengan wajah datar nan dingin tak tersentuh, Alfan keluar dari dalam ruangan itu dengan langkah lebar nya.
Saat tiba di pelataran cafe, ia mendapati Kia masih terus membujuk laki-laki yang terus saja marah dengan alasan yang tidak masuk akal.
Sebelum melajukan mobil nya meninggalkan pelataran cafe, senyum miris terlihat di sudut bibirnya saat melihat Kia masih saja berusaha menenangkan laki-laki yang tidak memiliki sopan santun di ujung sana.
Beberapa saat ia terdiam di dalam mobil mewah nya, terus melihat dari kejauhan jika laki-laki yang ia ketahui bernama Aryan itu sampai melukai salah satu karyawan terbaik nya.
Namun, setelah beberapa saat ia terdiam di dalam mobil, justru kejadian yang sebaliknya ia lihat. Kia sudah masuk ke dalam pelukan laki-laki itu, dan berulang kali laki-laki itu mengecup kepalanya.
Alfan segera melajukan mobilnya, dan meninggalkan pemandangan yang semakin membuat hati nya mendingin.
Kota Jakarta yang indah. Ada banyak gadis cantik di kita metropolitan ini, namun, entah mengapa tidak ada satu pun gadis yang bisa membuat nya berpaling. Entah sudah berapa banyak gadis yang di kebaikan oleh sang Ibu padanya, tapi ia selalu memilih untuk terus terjebak dalam perasaan yang tidak seharusnya ada.
Adzkiya Nayla Talita, gadis cantik yang menjadi salah satu rekan team nya saat bermain game online. Bahkan ia meminta bantuan sang Ayah untuk mendirikan sebuah perusahaan game online, bertujuan agar ia dan Kia akan mengembangkan bakat mereka di sini. Sayang takdir tidak berjalan sesuai apa yang ia harapkan. Gadis yang selalu menghabiskan banyak waktu dengan streaming game online seperti dirinya itu, sudah lebih dulu di miliki oleh seseorang yang belum lama ini ia kenal bernama Aryan.
Marah namun, entah pada siapa. Ia ingin merebut, tapi melihat Kia yang begitu menyayangi suami nya, kembali membuat nyali nya menciut. Beberapa saat kemudian ia menghentikan mobilnya di sisi jalan, laku memukul-mukul kemudi mobilnya dengan keras hingga kepalan tangannya memerah.
Sungguh, menahan hati untuk jangan mencintai wanita yang sudah lama mencuri hari, sangat menyebalkan. Menahan diri agar jangan sampai melewati batas karena takdir yang tidak berpihak itu, begitu menyesakkan dada.
Ingin melupakan, tapi ini sungguh sulit di lakukan. Ingin melanjutkan, tapi juga itu hal yang tidak mungkin. Allah akan sangat murka jika umat Nya merusak pernikahan orang lain, dan sang Ibu sudah sering kali mengingatkan soal ini.
Suatu hari nanti akan ada wanita lain yang sudah Allah siapkan untuk nya, tapi kapan? Jika saja ia sudah tahu di mana wanita yang di siapkan Allah untuk dirinya, berada, pasti sudah ia temui dan meminta bantuan agar nama Kia segera terhapus dari hati nya.
Setelah beberapa saat menenangkan diri, Alfan kembali melajukan mobilnya menuju kediaman kedua orang tuanya. Ia ingin beristirahat, hati dan raga nya lelah. Jika saja ia bisa memecat Kia, ia ingin melakukan nya, agar tidak lagi bertemu dengan wanita yang ia cintai itu. Namun, jangankan memecat, saat Kia meminta izin untuk tidak bisa masuk saja, sudah membuat hatinya gelisah. Tidak melihat wanita yang ia cintai walau sehari saja, sudah membuat rindu nya begitu menyiksa.
Memasang wajah dingin dan datar di depan wanita yang di cintai, begitu membuat hati nya lelah. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan agar bisa menjaga hatinya agar tidak terlalu mendalam. Namun, apa yang ia rasakan kini? Semakin besar usaha nya untuk membuang rasa, semakin besar pula rasa itu di dalam hatinya. Semakin ia berusaha melupakan Kia, semakin terpatri pula nama gadis itu di dalam benak nya.
"Assalamu'alaikum." Ucap nya sambil melangkah masuk ke dalam rumah mewah milik kedua orang tuanya.
"Kamu ini, dari mana saja. Pulang kerja bukan nya langsung pulang, malah keluyuran dulu." Omel Danira saat melihat putra bungsunya masuk ke dalam ruang keluarga dan menyalami punggung tangannya dan sang suami.
"Namanya anak bujang, Bu. Cari menantu lah buat Ibu." Jawab Alfan lalu ikut duduk di samping sang ibu.
"Terus udah dapat?" Tanya Azam.
"Banyak yang antri, masih di seleksi dulu." Jawab Alfan lalu tertawa. Sebelum mendapat pukulan dari wanita cantik di samping nya, ia segera beranjak dari sofa mewah itu dan masuk ke dalam kamar nya.
"Jangan terlalu pilih-pilih, nanti jadi bujang lapuk kamu." Kesal Danira. Beberapa saat kemudian wajah cantik yang tidak lekang oleh waktu itu berubah sendu. Ia tahu seperti apa kisah yang Allah takdirkan untuk putra bungsunya itu. Tapi sebagai manusia biasa, ia hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuk putra nya.
Di jalan yang sama, namun, di dalam mobil yang berbeda, Aryan terus menggenggam tangan Kia dan sesekali mengecupnya. Kia terenyuh, ia tahu Aryan begiu mencintai nya, hanya saja laki-laki yang baru beberapa bulan ini menjadi suaminya, terjerat dalam aturan keluarga yang tidak ada habisnya.
"Jangan lakukan ini lagi, Kia. Aku benar-benar tidak bisa memilih antara dirimu dan juga keluarga ku." Ucap Aryan lirih. "Mendapatkan izin dari mereka agar kamu tetap bekerja pun, aku begitu sulit, Sayang. Jika hal ini sampai ke telinga Papa, maka dia pasti akan meminta kamu untuk berhenti bekerja dan berdiam diri di rumah." Sambung nya.
Kia memalingkan wajahnya pada lampu-lampu yang ada di pinggiran jalan kota Jakarta. Kota yang hampir tertutupi oleh bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi itu, ia pandangi dalam-dalam.
Kehidupan seperti apa yang dia jalani saat ini? Entahlah. Menikah dengan laki-laki dari keluarga terpandang, juga sangat mencintai dirinya, namun, keluarga yang sama sekali tidak pernah memandang nya. Setiap yang ia lakukan, selalu hina di mata keluarga suaminya.
"Mas, bisakah kita pindah dari rumah Mama dan Papa. Aku akan berhenti kerja, dan berdiam diri di rumah sambil menunggumu pulang dari mengais rezeki, bersama anak kita nanti. Tapi di rumah kita." Ucap ny pelan, tanpa memalingkan tatapan nya dari jendela mobil.
"Sayang, aku tidak bisa melakukannya, kamu tahu hal itu." Jawab Aryan.
"Kenapa? Lagi pula anak Mama dan Papa bukan kamu saja, Mas. Ada Mas Aryo dan Mbak Anggi di sana. Papa dan Mama tidak akan terlalu kesepian, dan kita juga bisa sering-sering mengunjungi mereka." Ujar Kia, namun, Aryan kembali menggeleng tegas.
"Bisakah kamu menjadi seperti Mbak Anggi? Lihatlah dia pun seorang dokter loh, tapi ia rela membuang semua itu hanya agar bisa mengabdikan dirinya pada keluarga ku." Ujar Aryan. "Jangan lepaskan, aku akan marah, Kia!" Sambung Aryan saat Kia hendak menarik jemari yang sedang berada di dalam genggamannya.
Kia pun tidak lagi mengatakan apapun, dan memilih membiarkan tangannya tetap berada di dalam genggaman suami nya itu. Yah, ia sudah cukup lelah untuk terus bertengkar dengan topik permasalahan yang sama. Entah ia yang belum bisa menjadi istri yang baik dan menantu untuk keluarga, atau kah Aryan yang tidak bisa melakukan kewajibannya sebagai suami.
Beberapa saat kemudian mobil yang di kendarai Aryan sudah masuk ke dalam pelataran rumah mewah milik salah satu orang penting di Indonesia, lalu keduanya turun dan masuk ke dalam rumah mewah itu.
Tak ada suara yang terdengar dari keduanya. Kia memilih untuk bungkam, karena memang tidak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk membujuk Aryan agar mau menjalani kehidupan rumah tangga sebagaimana yang di jalani kebanyakan orang di luar sana.
"Ini lah sebab nya Mama tidak suka istri kamu kerja, Aryan! Lihatlah apa yang sudah kalian lakukan di luar sana Bertengkar di tempat umum seperti itu, hanya akan membuat nama baik keluarga rusak." Ujar wanita paruh baya yang sudah menunggu kedatangan mereka di ruang tamu.
"Maafkan kami, Ma. Aku janji itu tidak akan terulang lagi." Jawab Aryan, kemudian kembali melanjutkan langkah menuju kamar mereka.
"Berapa sih gaji istri mu di sana? Apa masih kurang, tambahin aja uang bulanan nya biar ga keluyuran seperti itu." Suara tajam yang menusuk kembali terdengar.
"Ma, ini sudah malam. Aku lelah, biarkan aku dan Kia beristirahat dulu." Bujuk Aryan.
Wanita yang selalu saja terlihat glamour dalam setiap kesempatan itu mendelik kesal.
"Makanya Mama ngga setuju saat kamu membawa nya kemari untuk di jadikan istri. Dia ngga pantas berada di tengah-tengah keluarga kita. Bisanya hanya mencoreng nama baik keluarga aja." Setelah mengatakan hal yang semakin membuat Kia semakin terluka, wanita itu lantas berdiri dari sofa mewah nya, lalu melangkah meninggalkan Kia yang hanya bisa terdiam di tempatnya.
"Ga usah di pikirin." Aryan kembali membawa Kia masuk ke dalam kamar mereka.
Kia tidak menjawab, toh ia sudah terbiasa dengan kata-kata menusuk seperti itu. Jadi bukan lah hal yang sulit lagi untuk menahan diri agar tetap hormat pada ibu mertuanya itu. Tidak hanya kali ini hinaan juga pandangan jijik dari wanita yang begitu ia hormati itu tertuju padanya selama pernikahan mereka, tapi sampai saat ini pun ia masih bisa memaklumi nya.
"Aku mau mandi dulu." Ucap Kia datar. Ia menarik tangannya dari dalam genggaman Aryan lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Aryan hanya bisa menatap kepergian Kia menuju kamar mandi dengan perasaan penuh rasa bersalah. Ia yang membawa gadis cantik pujaan hampir seluruh mahasiswa di kampus mereka, namun, sampai saat ini ia hanya bisa memberikan Kia hal yang tidak di inginkan. Keindahan pernikahan yang ia janjikan saat melamar gadis pujaan hatinya beberapa bulan yang lalu, sampai saat ini masih juga belum ia persembahkan.
Beberapa saat kemudian, Kia keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan bathrobe putih yang membungkus tubuhnya. Aryan yang sedang duduk di atas ranjang mereka melangkah mendekati wanita yang sudah menjadi candu nya itu, lalu memeluknya erat.
"Aku lelah berpura-pura untuk baik-baik saja, Mas. Aku ingin kita menjalani pernikahan yang sudah kita rencanakan seperti dulu. Hidup sederhana pun tak masalah." Lirih Kia dalam pelukan suaminya.
"Nanti, setelah kamu paham apa yang di rencanakan keluarga ku, kita pasti akan merasakan keindahan itu. Percaya pada ku, ya. Kamu hanya perlu menyesuaikan diri, setelah itu kamu akan menikmati nya." Bujuk Aryan. "Aku mencintai mu, juga keluarga ku. Aku tahu kamu gadis yang baik dan paham seperti apa niat baik aku hari ini." Sambungnya sambil mengecup puncak kepala Kia berulang kali.
"Mas, aku lelah." Ucap Kia saat Arya mulai menurunkan bathrobe yang melekat di tubuh nya hingga bahu mulus nya terpampang di hadapan laki-laki itu.
"Ini ngga akan lama, ya." Bujuk Aryan lagi.
Kia hanya bisa menarik nafasnya saat Aryan kembali melanjutkan aktivitas nya. Ia tahu Aryan mencintai nya dengan tulus, terbukti saat laki-laki itu hendak meminta hak nya, selalu di lakukan dengan sangat hati-hati.
Keduanya sudah berada di atas ranjang mereka. Kia tidak lagi mengenakan apapun, hanya selimut putih yang melindungi tubuh polosnya. Baru saja Aryan hendak melepaskan kemeja yang masih melekat di tubuh nya, ketukan di pintu kamar mereka terdengar dengan begitu jelas.
Kia menarik selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, hingga ke atas dada. Sedangkan Aryan beranjak dari atas ranjang setelah mengusap wajah nya dengan kasar. Tak lupa pula ia mengecup kening Kia, lalu melangkah menuju pintu kamar nya.
"Ada apa?" Tanya Aryan dingin saat melihat asisten rumah, sudah berdiri di depan pintu kamar tidur nya.
"Den Aryan di minta Bapak untuk ke ruang kerja, kata beliau ada hal penting yang ingin di sampaikan." Jawab wanita seumuran ibu nya itu, sopan.
Aryan mengiyakan. Asisten rumah tangga itu pun segera berlalu dari depan kamar putra majikannya, dan kembali ke bagian belakang.
"Aku di suruh Papa ke ruang kerja nya." Aryan kembali mendekati ranjang di mana Kia sedang berbaring. Membungkuk di depan wajah istrinya itu, kemudian mengecupnya berulang kali. "Aku akan segera kembali." Usap Aryan lembut sebelum kemudian melangkah meninggalkan istrinya di dalam kamar.
Sepeninggal Aryan menemui mertuanya, Kia beranjak dari atas ranjang, memunguti kimono berwarna putih yang teronggok begitu saja di atas lantai, lalu gegas mengenakan nya kembali. Ia lantas melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Beberapa saat ia terpaku di depan cermin yang ada di dalam kamar mandi, melihat beberapa bekas berwarna kemerahan di atas dada nya. Ingin menangis dan berteriak pada suaminya, jika ia tidak ingin, hanya sekedar menjadi istri nya di atas ranjang saja. Ia pun ingin Aryan menganggap dirinya ada. Ia ingin lelaki itu sekali saja mendengarkan sarannya sebagai seorang istri yang ingin membina rumah tangga yang sakinah.
Pernikahannya baru sukur jantung, setahun pun belum berlalu, namun, air mata nya rasanya tidak lagi tersisa untuk menangisi pernikahannya yang begitu menyesakkan. Jika saja sebelum menikah Aryan mengatakan jika keluarga suami nya itu tidak menginginkan diri nya, ia pasti akan menolak dengan tegas meski pun ia begitu mencintai Aryan.
Jika saja, dua kata ini terus saja meraung di otak nya. Berharap dua kata itu bisa ia wujudkan. Berharap angan nya yang ingin kembali saat sebelum mereka mengikat janji suci pernikahan bisa di kabulkan oleh sang Maha Pemilik Takdir. Tapi pada kenyataannya, tidak waktu yang bisa di putar kembali. Tidak ada orang yang bisa kembali ke masa lalu.
Beberapa saat terdiam sambil melihat warna kemerahan yang di tinggalkan oleh suaminya, Kia bergegas untuk kembali membersihkan tubuhnya. Mereka memang belum sempat melakukannya, namun, ia merasa tidak nyaman jika langsung terlelap dengan keadaan seperti tadi.
Setelah memastikan tubuhnya sudah bersih, tersisa beberapa tanda yang memang tidak bisa di bersihkan dengan air, Kia melangkah keluar dari dalam kamar mandi, untuk mengganti pakaian.
Biarlah, ia akan menjalani kemana takdir akan membawa cerita hidupnya. Dia akan mengikuti ke mana pernikahan ini bermuara. Cinta memang seperti ini. Tidak ada yang bisa menebak, ke mana arah takdir yang seharusnya. Jika semua orang sudah mengetahui apa yang akan terjadi pada mereka selanjutnya, maka itu bukan lagi hidup nama nya. Setiap manusia yang masih menghirup udara di dunia, maka selama itu pula manusia akan terus bergelut dengan kisa dan masalah hidup nya masing-masing. Tidak hanya dirinya yang di uji, tetapi semua orang yang ada di dunia terus bertarung dengan ujian nya masing-masing.
Di ruangan lain yang ada di rumah mewah itu, Aryan mengetuk pintu ruangan dengan hati-hati. Meskipun ia sudah sering kali menghadapi amukan dari sang Papa, tetap saja rasa khawatir itu masih saja mengganggunya.
"Aku masuk, Pa." Ucap nya pelan, namun, tidak ada jawaban dari dalam ruangan itu. Dengan hati-hati, Aryan menekan handel pintu dan masuk ke dalam ruangan.
Praaanggg....
Lemparan sebuah benda, menghantam dinding di samping Aryan, saat laki-laki itu memasuki ruangan tempat Ayah nya berada.
Aryan hanya bisa menghirup udaranya dalam-dalam. Ia sudah menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, yang terpenting ia masih bisa berada di antara keduanya, yaitu bersama Kia dan juga keluarga nya.
"Bisa nggak istri kamu itu tidak melakukan kekacauan walau sehari saja?" Teriak Pak Ganedra dari tempat duduk kebesaran nya. "Kamu tahu Papa sedang mencalonkan diri, dan kalian malah bertengkar di tempat umum." Teriaknya lagi.
Aryan hanya diam sambil menunduk dalam. Ia tahu apa yang harus di lakukan. Menyela ucapan sang Papa hanya akan semakin menambah kemarahan laki-laki di hadapan nya ini.
"Kamu harus menikah dengan putri dari teman Papa. Ini tawaran terakhir, Aryan."
"Pa..
"Ikuti atau Papa akan menghapus semua yang seharusnya milik mu." Ancam Ganedra pada putranya.
"Pa, aku sudah mengikuti semua kemauan kalian. Tolong jangan siksa Kia lebih dari ini." Pinta Aryan memohon. "Aryan mencintainya, Pa." Sambungnya lirih.
"Papa tidak peduli dengan cinta-cinta kalian. Lihat lah kakak kamu, mereka menikah tanpa cinta-cinta seperti yang selalu kamu ucap kan itu, tapi sampai sekarang mereka jauh lebih bahagia dari kalian. Tidak pernah bertengkar di depan orang banyak, seperti yang selalu kalian lakukan." Ujar Ganedra
Setelah mengucapkan kalimat penuh kekesalan itu, Ganedra beranjak dari kursi kebesarannya, lalu melangkah meninggalkan dan juga putra yang tidak bisa ia andalkan itu.
Di sisi lain, Aryan semakin frustasi dengan keadaannya. Setelah mengusap wajahnya dengan kasar, ia melangkah menuju sofa yang ada di dalam ruangan itu, lalu duduk di sana.
Memilih antara wanita yang di cintai, juga keluarga yang memiliki kedudukan yang sama di dalam hati nya, sungguh begitu menyiksa.
Beberapa puluh menit ia termenung di dalam ruangan mewah itu, tanpa menemukan jawaban yang bisa menenangkan hati nya. Tarikan nafas berat terus terdengar dengan begitu jelas, hingga akhirnya ia memilih beranjak dari tempat duduk nya dan segera keluar dari ruangan itu. Ada seorang wanita yang ia cintai, sedang menunggu kedatangannya di ruangan lain, dan mungkin dengan cara memeluk wanita itu erat, akan sedikit membuat hatinya merasa lebih baik.
Benar saja, saat memasuki kamar tidur nya, Aryan mendapati Adzkia masih duduk di depan komputer kesayangan istrinya itu. Ia melangkah mendekat, lalu mendekap tubuh bagian belakang istrinya sembari mengecup rambut yang masih lembab itu berulang kali.
"Apa sesuatu yang buruk terjadi?" Tanya Kia. Ia tidak berbalik, tetapi jemari nya yang sedang menari di atas keyboard segera ia hentikan.
"Nggak, semua baik-baik aja. Aku hanya ingin terus memeluk mu seperti ini, Kia. Tolong jangan tinggalkan aku apapun yang terjadi, aku mohon." Lirih Aryan.
Kia terenyuh. Ia membalik tubuh nya, lalu masuk ke dalam pelukan Aryan.
"Maaf harus membuat kamu berada di di persimpangan seperti ini, Mas. Tapi aku benar-benar ingin menjalani rumah tangga sebagaimana seorang istri di luar sana. Tidak harus mewah seperti yang kamu persembahkan hari ini, yang terpenting adalah kita bahagia, itu jauh lebih baik." Ucap Kia tidak kalah lirih dalam pelukan Aryan.
Aryan semakin mengeratkan pelukannya, berharap pelukan ini tidak akan pernah hilang, bahkan jika nanti ia akan mengambil keputusan yang lagi-lagi akan mengecewakan Kia.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!