Adiyasa Group menggelar perhelatan akbar Adiyasa Couple TV. Lokasi acara berada di ballroom gedung Adiyasa Couple TV itu sendiri. Semua undangan dan tamu VIP berbondong menghadiri acara tersebut.
Acara sudah dimulai saat sebuah mobil plat hitam edisi terbatas berhenti di pelataran Adiyasa Hotel. Akses penerimaan tamu telah ditutup.
"Lewat jalur lain, Gamma! Kita terlambat." Seorang pemuda klimis bergegas turun dari pintu penumpang. Dialah Januar Galaksi, putra sulung pemimpin besar bisnis manufaktur seantero Kota Galaksi, 'Galaksi Group'.
"Hanya ada akses pintu belakang, Tuan," sahut seorang lain yang baru disebut namanya, tak kalah gesit keluar dari pintu kemudi. Dia pemilik nama lengkap Gamma Sagitari, Sekretaris pribadi Januar Galaksi.
"Tempuh saja! Hindari kamera!"
"Baik, Tuan!"
Januar terburu-buru menembus pintu lain area ballroom demi menghadiri pesta ulang tahun tersebut. Pemuda itu terjebak di salah satu lorong penghubung menuju pintu masuk. Hingga seseorang berlari menghampirinya.
"Maaf, Tuan. Tinggal satu akses menuju ke dalam."
"Di mana?"
"Di sana." Gamma mengarahkan telunjuk ke lorong pembatas panggung dan meja jamuan.
"Ada yang lain?"
"Tidak, Tuan."
Pemuda itu tampak berpikir keras sebelum akhirnya setuju melewati akses dimaksud. Menyusur lorong berdinding megah di tutup kain emas terurai panjang, ditemani liukan suara latar penuh energik.
'Terima kasih para pesohor berdedikasi, brand ambassador 'Pesohor Beauty Family' yang telah bekerja keras selama masa pengabdian. Semoga tahun ini semuanya tetap diberi kesehatan layak dan masih berkesempatan untuk mempersembahkan karya-karya terbaik demi menebar banyak cinta untuk para putra-putri ibu pertiwi.'
Dari arah jajaran tamu, tampak beberapa pasangan familiar. Termasuk Tuan Gala Dirga dan Nyonya Clara Anggini, orangtua Januar Galaksi. Wanita berwajah ketus itu tampak memamerkan senyum semringah mengingat malam ini merupakan momen spesial mengeratkan hubungan Januar dengan gadis pilihannya–Ratu Ellen. Baginya cuma gadis itu yang bisa membuka hati putra sulungnya yang sekeras baja.
“Sepertinya kau terlalu percaya diri dengan keberhasilan rencanamu?” Gema suara seseorang kedengaran sinis melukai gendang telinga Nyonya Clara. Memaksa sudut matanya beralih ke arah datangnya suara. Lalu siapa yang ia temui, tidak lain sosok yang selama hidupnya paling ingin dijauhi.
‘D-dia ... m-masih hidup?’ Clara dibuat terperangah dengan kehadiran sosok yang sama sekali tidak pernah ia duga.
'Kenapa tidak game over saja si tua bangka itu?’ batinnya lagi penuh dendam membara. "Mm ... Bu, kapan pulang?” Wajah Clara berubah pias meski sudah berupaya keras untuk menyembunyikan keterkejutannya. Wanita disebut mama itu tersenyum sinis.
"Minggu lalu.” Dialah Nyonya Miranda Permana. Ibu mertua yang cara berpikirnya selalu saja berseberangan dengan Clara sejak zaman awal kehadirannya menjadi menantu keluarga Galaksi.
Selama ini Clara berpikir bahwa wanita itu telah meninggal dunia dalam rencana besar yang telah dia buat bersama anak buah kepercayaannya. Namun, keajaiban terjadi. Target meleset! Kenyataan, Miranda Permana malah selamat dan berpanjang umur.
“K-kenapa tidak beri kabar? Biar Gala atau aku saja yang menjemput Ibu?” Wanita itu mencoba menepis gusar.
“Aku memang sengaja ingin memberi kejutan untuk anak dan para cucuku,” paparnya datar. “Karena kejutan itu perlu," tambahnya pelan, namun menekan setiap kata yang ia lontarkan.
Hening ....
"Kenapa? Kau melihatku seperti melihat arwah penasaran saja?" desis Miranda menohok.
"A-aku hanya tidak menyangka, Ibu akan kemari," dalihnya dengan wajah memerah. Clara mencebik samar melihat kemunculan ibu mertuanya yang tiba-tiba.
Wanita tua itu pindah ke negara Inggris setelah ditalak oleh suaminya, Tuan Permana. Clara merasa di atas angin dan menganggap dia lah satu-satunya nyonya Galaksi tak tergantikan. Karena dendam terus membara, maka lewat tangan orang kepercayaan, Clara sengaja memberi minuman berisi bubuk sianida kepada mertua yang tidak pernah mengakui dirinya sebagai menantu.
Fix, malam itu semua bukti konkret menggemparkan seluruh kolega dunia pebisnisan. Kabar kematian wanita tua itu sudah menyebar sejagat raya.
Kejadian perceraian dan kecelakaan kini sudah lima tahun berlalu. Namun, nyatanya malam ini ia tiba-tiba muncul dan sehat tak kurang satu apa pun. Apakah dia juga akan kembali merayu atau bersikap manis kepada Tuan Permana Galaksi?
'Sepertinya ada yang tidak beres,' pikirnya.
“Kenapa kau begitu yakin pada rencanamu? Kau pikir Januar akan menuruti semua kehendakmu yang super gila itu?” tanya Miranda membuyarkan lamunan panjang Clara.
“Jadi Ibu sudah mengetahui ini? Dari siapa?" tanya Clara bernada miring. Miranda tersenyum sinis.
"Tidak susah mencari informasi tentangmu," balasnya ketus.
"Ah, ya. Selamat datang, Ibu! Senang bertemu denganmu.” Clara dibuat panik dengan ucapan Nyonya Miranda, dia pun sengaja mengubah topik pembicaraan. Tangannya sengaja diangkat demi bisa bersalaman dengan ibu mertua, namun wanita renta berkacamata itu bergeming dan menepis angin.
Clara menghela napas lega bersamaan dengan menarik cepat tangannya ke posisi semula. Beruntung Miranda tidak membalas uluran tangannya. Jika tidak, maka kegugupannya pasti terbaca oleh si wanita renta lewat telapak tangan yang bagai mengepal tumpukan es batu. Maka sudah pasti Miranda akan semakin gencar mengejek.
"Batalkan niat Nyonya Clara, apapun caranya! Aku memilih vakum dari Top Couple tahun ini." Januar berucap sembari melangkah cepat, diikuti sang Sekretaris dari belakang.
"Baik, Tuan!" Sahutan parau Sekretaris Gamma melawan lengkingan merdu sepasang MC andal yang lagi-lagi memandu jalannya acara.
"Sesuai aturan main, setiap peserta terdaftar memperagakan kemampuan terbaik di atas panggung. Oleh panitia penyelenggara siap menominasi secara otomatis. Pasangan terbaik versi semua pihak akan diseleksi lagi menjadi satu pasangan terpilih, 'raja dan ratu'. Namun, jika anda dan pasangan telah memenuhi semua kriteria lomba maka dengan sendirinya pasangan bersangkutan akan menang dan menggugurkan pasangan lainnya tanpa syarat apapun."
"Kita sambut peserta paling ditunggu-tunggu! Beri tepuk tangan meriah!"
Pemuda sixpack itu tanpa ragu menerobos masuk area lorong megah. Mengejar sisa waktu, membawa kaki jenjangnya terburu-buru, namun penuh wibawa. Abai pada sekeliling. Cahaya lampu sorot ikut memendar lekuk daksa yang terpahat sempurna. Mendesak aura bak super hero pun ikut menguar nyata.
"Tolong!"
Sebuah rintihan parau bersumber dari sisi berlawanan membuatnya seketika menajamkan pendengaran di sela langkah lebar dan cahaya remang menghalangi jarak netra.
"Tolongg!" Sayup, samar di sela alunan musik yang mendadak berubah agresif, seketika mempengaruhi sikap tak acuhnya pada hiruk pikuk keadaan sekitar. Rintihan itu nyata dan semakin jelas di pendengaran. Sepertinya mulai mengalihkan perhatian pemuda tersebut.
"Mamaa! Ttolong Aaya!"
Kali ini rintihannya semakin sendu. Memaksa ekor mata ikut beralih kepada sumber suara. Menembus pasti area sunyi tak berpenghuni dan didapati sekelebat daksa berbalut gaun pastel ala disney sedang limbung dan nyaris tersungkur lemas. Tak ayal kedua tangannya pun refleks menahan gerakan agar tidak sampai jatuh ke lantai. Lalu pada akhirnya ia ketahui sebagai sosok seorang gadis berwajah sendu.
Amazing!
Riuh pekikan suara kagum berasal dari balik layar tertutup saat itu.
"Are you okay?" Januar menyentak pelan. Masih belum menyadari kehebohan diciptanya mengingat saat ini hanya ada dirinya dan si wajah sendu.
Namun, gadis dengan riasan tipis itu justeru tak bisa menjawab pertanyaan refleks darinya. Wajah cantik nan melow tampak memucat lantaran sulit mengontrol diri. Entah apa yang ia rasa. Tubuhnya tampak gemetar. Keringat dingin mengucur deras dari rahang dan pelipis.
Sementara itu di beberapa detik istimewa, mata sepasang anak muda itu saling bersirobok dengan pandangan mengunci. Refleks, sama-sama terpana.
Akan tetapi pandangan tajam Januar yang menghujam ke ulu benak gadis itu justeru membuatnya semakin takut dan gemetar. Belum lagi sosok berwajah pamiliar ini segak bergaya menantang jiwa tualangnya meski dalam situasi kurang kondusif.
"Pergi!" Gadis itu berupaya melepas diri. Namun, Januar lebih sigap menahan pergerakannya.
"Kau baik-baik saja?" Ia mulai siaga.
Namun, suara riuh hadirin di balik dinding sana membuat sang gadis seperti tersesat di dunia nyata lautan manusia. Entah apa yang dirasanya, keringat dingin lagi-lagi mengucur deras di sekujur tubuh yang menggigil dan terlanjur limbung. Seakan tak mampu menantang ribuan ancaman sedang menghakimi dirinya.
“Jangan! Jangan sakiti Aya …," isaknya dengan tubuh bergetar.
Lantaran takut, gadis itu sampai kehilangan kontrol. Akhirnya memilih untuk memeluk erat tubuh kekar yang masih setia menopang jasad ringkihnya sembari menangis sendu. Tanpa menyadari benda kecil melingkar di leher itu mendadak bertaut pada jas elit yang ia kenakan.
"Mama! Jangan pergi. Aya takkkutt.” Kali ini dalam bentuk racauan berulang yang kian samar.
Januar gelagapan, pun dengan terpaksa membalas pelukan erat gadis yang tak lain adalah Aya Sofia Amaira dengan ribuan rasa berkecamuk. Antara kaget dan bingung, pemuda kekar ini masih bisa mengontrol keadaan. Membiarkan si gadis hanyut dalam ketenangan menikmati efek dari pelukan hangat maskulinnya.
"Ada apa?" Sejenak ia belum menyadari kalau sosok itu tengah terkungkung dalam perasaan mematikan yang hebat. Hingga akhirnya ia berhasil mengontrol ketakutan si gadis dengan satu kali bujukan. Refleks dan sangat halus.
“Jangan takut, ada aku di sini,” bisiknya lirih ke telinga gadis malang yang tidak dikenal realitanya namun berasa familiar di netra elang miliknya.
Di saat bersamaan, tempat pijakan itu mendadak terangkat ke atas dengan megahnya. Panggung hidrolik pelan-pelan membawa mereka menyembul ke permukaan lalu menyetarakan diri dengan posisi sepasang MC andal di panggung nan mewah. Dalam posisi tubuh masih saling menopang.
"No! No! No!
"Oh! Tidak."
Keduanya terkesiap memandang keliling.
Keduanya terkesiap dengan pandangan tidak percaya.
"Ada apa ini?" Januar mendesis dengan rahang mengeras. Sesuatu paling ingin ia hindari kini terjadi dengan cara yang tidak pernah disangka. Kilatan tajam di matanya seakan ingin mengatakan, "Ini semua gara-gara kau!"
Di setengah kesadaran memulih dan jemari dingin gemetar, Aya tertunduk malu. Wajahnya memerah bak tomat segar siap disantap. Memohon agar si pemuda segera melepasnya.
"M-maaf, ini ...." Lebih tepatnya ia tercekat dalam ketakutan.
"Hhhh! Ada yang perlu kuberesi di sini." Sentakan pelan namun menegang, Aya memandangnya takut.
"Siapa kau, beraninya menjebakku di depan publik? Lalu seenaknya meminta dilepas." Januar mengeratkan cekalan hingga si gadis mengadu sakit.
"A-aya, t-tidak menjebak."
"Beraninya berbohong!" bentaknya sangar.
"Siapa yang berbohong?" Aya mulai risih. "Harusnya Anda tidak perlu datang dan menolongku, Tuan!" Dia merasa perlu melayangkan pembelaan. Sejenak mencoba meneliti wajahnya dengan sisa keberanian yang dimiliki. Antara yakin dan tidak, ia menebak bayangan seseorang yang tiba-tiba melintas di kepalanya. 'Mungkinkah?'
Sementara itu, nada gencar MC menggema seantero ballroom membawa netra coklat maskulinnya menajam seakan ingin menguliti mangsa hidup-hidup.
"Oh! Apa yang terjadi? Sepertinya sang juara bertahan kita mengganti teman wanitanya!"
"Kita lihat! Siapa gerangan wanita paling beruntung yang berhasil mencuri hati Tuan Galaksi saat ini?"
"Dia seorang gadis berwajah sendu yang sangat cantik!" Salah satu MC menyeru saat kamera menyorot wajah Aya. Tidak hanya mereka, seluruh tamu ikut terkejut dengan penampakan yang ada. Januar menarik bibir samar.
"Ingat! Urusan kita belum selesai. Jangan coba-coba kabur dariku." Januar menyeringai sinis. "Awas kalau sampai berulah!" tegasnya lagi dengan membisik ke telinga. Diikuti pergerakan melepas tubuh. Sayangnya manik liontin milik gadis itu masih bertaut di salah satu kancing jasnya. Januar tertegun meneliti barang langka tersebut lalu dengan terpaksa kembali memeluk erat daksa si pemilik wajah sendu demi bisa melepas tautan. Membuat suasana erotis semakin menguar nyata dan membakar seisi ruangan.
Lucky wheel!
Pekikan membahana dari beberapa tamu.
Januar pun berhasil melepas tubuh Aya bersamaan dengan langkah kaki sepasang MC berjalan mendekat.
"Mari cek kebenarannya! Tuan Galaksi yang terhormat, berikan sedikit penjelasan mengenai kejanggalan yang ada! Apa kabar calon istri Anda? Siapa gadis belia ini? Kapan kalian jadian dan bagaimana Anda berdua bisa terlindung dari gosip terpanas sepanjang tahun ini?"
"Tidak ada yang perlu dijelaskan! Saat mata sudah melihat dan pikiran mencerna, apa yang Anda lihat berbeda dari yang Anda baca. Tapi kenyataan tetaplah kenyataan."
Pemuda berkarakter dingin, tak ingin diatur ini tidak berniat membela diri dengan cara meredam atau pun memperkeruh keadaan. Dia hanya perlu satu pembuktian bahwa ada hal yang memang sengaja ditutup oleh gadis berwajah sendu itu. Kilatan amarah jelas terpampang di wajah kaku miliknya.
Aya menunduk pasrah. Sementara Januar sudah siap memasang wajah datarnya seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
"Tapi ini sangat berbeda, Tuan Galaksi. Apakah Anda benar-benar memiliki cerminan lain di luar sana, dan hari ini publik melihatnya?! Lalu bagaimana dengan rencana penikahan yang tinggal menghitung hari?"
"Aku tidak pernah menipu siapapun dalam bentuk apa pun. Semua orang harus bisa mencerna baik-baik setiap detail persoalan yang tampil di publik," tegasnya lagi. Satu lirikan tajam dengan rahang mengeras berhasil membungkam keingintahuan MC yang membawa nama publik.
“Mari sambut the next Top Couple di tahun ter-hoki ini! 'Galaksi Junior Couple'! Cantik-tampan bagai pinang dibelah dua!”
Gelegar riuh suara Master of Ceremony menarik perhatian seisi ballroom. Seringai bangga dari berbagai pihak pun menggaung.
Bahkan ada yang mengira bahwa Januar dan Aya ini pasangan nyata yang sedang mengisi acara pemilihan Top Couple di chanel Adiyasa malam itu.
“Aktingnya Bagus! Prianya sangat cocok jadi hero.”
"Kesan erotisnya dapat!"
"Pantas jadi Top Couple!"
Demikian komentar bermunculan.
Saat semua mata memandang takjub, Aya melirik singkat ke salah satu sudut ruangan dan mendapati sang ayah, Tuan Ibrahim Dikara memandangnya tidak percaya.
'Papa pasti terluka.'
Batinnya sedih membaur malu. Ingin segera menenggelamkan diri ke dasar bumi, namun tak tahu bagaimana caranya.
Di sudut lain, Tuan Beryl dan Nyonya Lusia memandang berang ke arah panggung. Tidak terima karena baginya Januar telah meremehkan putri semata wayang mereka, Ratu Ellen.
“Pemuda macam apa dia?” Tuan Beryl berkomentar pedas. “Punya kekasih, tapi menggandeng gadis lain?” Lalu angguki oleh Nyonya Lusia.
“Anak tak tahu diuntung,” geram Nyonya Clara.
“Hei! Apa yang dia lakukan? Ini perhelatan akbar! Seluruh dunia melihat hal yang memalukan!” gerutu Nyonya Clara pada suami dan mertuanya, Tuan Permana.
“Sudah kubilang, Menantu!” ujar Tuan Permana menengahi. “Nuar bukan lagi anak kecil yang mau diatur seenaknya.” Memori di kepalanya berputar ke saat mana ia melayangkan peringatan tegas kepada sang cucu, 'Tentukan dua hari lagi, bawa gadis pilihanmu kepadaku atau terima perjodohan!' Pria renta itu tersenyum samar.
'Jadi ini jawaban setelah kuberi dia waktu berpikir!' Matanya melirik singkat ke arah putranya, Gala Dirga yang tengah menanggapi kemarahan sang istri.
“Maka biarkan dia bertanggung jawab sendiri atas tindakan yang sudah ia perbuat.” Begitu Gala menimpal bijak. Masih terdengar jelas hiruk pikuk suara meriah membahas pasangan terbaik tahun terhoki itu.
“Aku tidak setuju, Pa.” Clara mendesis kasar, merasa suaminya memihak kepada sang ayah yang membela putra sulungnya. “Pokoknya perempuan asing itu tidak boleh masuk di kehidupan anak kita, apapun dalilnya,” cetusnya lagi.
Gala Dirga tertunduk dan Tuan Permana hanya menarik bibir samar. Sementara itu, di sudut kamera yang lain, seseorang bermata kucing memandang puas ke arah panggung di mana tampak Januar dan Aya sama-sama tertawa sungkan akibat perasaannya diobok-obok oleh MC. Senyum samar melengkung di bibir yang tampak seksi dan menantang.
"Bahkan dunia berasa begitu sempit," ujarnya dingin sembari mengerling singkat pada seorang pria berkacamata, berkumis tebal yang berdiri menyamping.
Dari arah jajaran tamu, Tuan Ibra memindai keberadaan keluarga Galaksi secara bergantian dengan pandangan sulit dibaca. Merasa terancam dengan respon dan sikap mereka terhadap putri tercintanya, Aya Sofia Amaira.
"Ohh! Apa yang terjadi padanya?" Terdengar nada protes Nyonya Clara yang fokus ke panggung, namun tidak mampu mengalihkan perhatian ketiga pria hebat tersebut.
Baik Ibrahim sendiri, maupun Permana atau Gala Dirga, sama-sama bungkam dan saling melempar pandangan menegang. Tak ada yang mau mengalah hingga mencipta suasana kian mencekam.
Pun Nyonya Clara tidak peduli, malah dengan gencar merutuki nasib malang yang menimpa keluarganya. Terutama merasa sangat malu akibat tingkah laku Januar yang menurutnya berlebihan dengan menjadi pahlawan kesiangan pada seorang gadis asing di depan seribu tamu kebesaran. Main peluk-pelukan, lagi.
“Siapa gadis jago akting itu?” celetuknya geram. "Bahkan tidak ada yang tahu dia berasal dari keluarga mana!" Ucapannya kali ini berhasil mengacaukan konsentrasi sesama yang sempat mencekam.
"Sepertinya dia bukan orang sini!" Gala Dirga tiba-tiba ikut menimpali.
"Bagaimana ada orangtua yang tidak tahu mendidik putrinya hingga membuat malu ke semua orang?" Clara masih mengumpat tidak percaya.
Mendengarnya, Tuan Ibra di meja sebelah mulai tersulut emosi dan bangkit dari duduknya.
"Jaga ucapan anda, Nyonya Galaksi yang baik! Gadis itu mengalami kendala psikis dan putramu muncul lalu menolongnya. Maka tidak perlu mencurigai apa pun."
Dengan suara berat menyerang wanita yang sedang menghina keluarga kecilnya. Entahlah! Kini putri sulungnya terjebak dalam pemilihan Top Couple bersama putra keluarga yang entah memiliki hubungan apa dengannya di masa lalu. Ia bahkan sama sekali tidak ingin mengenangnya lagi.
"Hooo! Jadi anda membela gadis yang sudah mencoreng nama baik dan kehormatan keluarga kami? Anda ingin menjadi pahlawan seperti putra kami? Memangnya dia siapamu, Tuan Dikara yang baik?" cetusnya tidak terima.
"Sesungguhnya menghina anak orang itu tidak baik! Andai ini persekongkolan, maka tidak hanya gadis itu, tapi putramu pun pantas dicurigai di sini!"
"Hei! Dia berbicara seakan gadis itu putrinya!" cecar Nyonya Clara tak mau kalah.
Nyonya Edel yang menyadari itu, serta merta menarik lengan Ibra hingga keduanya mundur beberapa langkah dari tempat semula. Ia mencoba menahan amarah suaminya. "Sabar, Pa! Jika kalian beradu urat di sini, apa kabar dunia? Lihat sana! Ada wartawan, ada kamera. Apa Papa tidak khawatir menjadi sorotan umum?"
"Tidak akan kubiarkan mereka menghina putriku!" tukas Ibra tidak terima. Tubuhnya siap merespon ucapannya. Tapi Edel lebih sigap.
"Tahan, Pa!" Wanita ini menahan pergerakan suaminya dan mengingatkan bahwa Aya tidak datang bersama mereka ke acara tersebut. "Besar kemungkinan keluarga Galaksi benar-benar tidak tahu kalau Aya itu putrimu," bisiknya pelan, namun menekan. "Bayangkan saja, bagaimana respons mereka jika tiba-tiba mengetahui ini? Bisa saja wanita itu lepas kendali lalu menyerang Aya di depan semua orang."
"Itu tidak bisa dibiarkan!" Tekadnya bulat ingin memisahkan sang anak dari Januar Galaksi. Apalagi Clara begitu berapi-api ingin mengadili putri tercintanya itu.
Memasuki sesi penutupan acara, Aya bergegas keluar dari area panggung melewati akses lain demi menemui sang ayah. Akan tetapi, seorang wanita mencegat lalu mendaratkan sebuah tamparan keras ke pipi mulusnya.
Plakk!
Dia Nyonya Lusia. Wanita paruh baya dengan polesan bibir berwarna hitam menampilkan kesan paling berani. Kilat amarah menguar dari sorot netra yang menyala.
"Sini, biar kutunjukkan batasamu!" Satu tamparan keras mendarat di pipinya dan Aya meringis.
"Itu belum seberapa dibanding rasa sakit hati putriku!" geramnya penuh permusuhan. "Kau tahu sedang berhadapan dengan siapa?" Aya menggeleng samar.
"Apa salah Aya, Tante?" desahnya dalam gugup.
"Salahmu adalah," meruncing telunjuk ke dada Aya, "berani menjadi benalu dalam hubungan putriku dengan calon suaminya!" serunya galak dan Aya terperangah.
"Maksud Tante apa? Siapa yang merebut siapa?"
"Jangan pura-pura lugu! Kau baru saja merebut pasangan putriku di atas sana." Lusia menunjuk ke arah panggung.
"I-itu tidak benar! Tante salah paham," sanggahnya panik. Wanita itu tertawa sinis.
"Ratu Ellen dan Tuan Januar Galaksi akan segera menikah!" Bentakannya menggaung, memicu perhatian sekeliling. "Lalu kau sengaja merusak hubungan mereka." Sebagian orang tampak sudah mulai saling berbisik. Mata Aya membulat penuh. Ia baru menyadari satu hal.
'Jadi benar, dia Tuan Galaksi yang diidolakan semua orang?' batinnya membenarkan dugaan yang sebelumnya melintas di kepala. Tidak menyangka akan berhadapan langsung dengan pemimpin besar Galaksi Group di mana selama ini, Kantin Perusahaan besar itu menjadi tempat langganannya menggelar lapak roti, Aya Bakery.
Aya masih memegang pipinya, perih. Nasib sial membawa dia kepada amukan seekor macan betina yang siap memangsa musuh.
"Gadis murahan sepertimu hanya bisa membuat malu keluarga terhormat ini! Gara-gara kau, putriku sekarang jadi bulan-bulanan wartawan!"
"Maaf, Tante salah orang. Aya bukan murahan. " Rasa sakit menjalar di relung hati membuat gadis itu tak kuasa menahan bulir bening yang siap mengucur.
"Cepat minta maaf ke media, atau kau akan tahu akibatnya!" ancam Nyonya Lusia dengan pandangan berapi-api. Amarahnya pun benar-benar menuncak.
Plakkk!
Argh!
"Tamparan kedua untuk membayar rasa malu putriku!" Kali ini lebih keras. "Kita lihat apa kau masih bisa ditolong oleh seseorang, haa?" Tangannya sudah mendorong tubuh Aya hingga terhuyung dan siap terjerembab. Namun seseorang telah lebih dulu menangkup kedua lengan mulusnya.
"Jaga sikap Anda, Nyonya!" Gelegar suara penuh amarah terdengar menyentak dengan rahang mengeras. "Ibu terhormat tidak akan pernah mengemis kepada seorang pria yang dengan tegas menolak cinta putrinya." Seorang berkacamata tebal dan berkumis lebat berucap lantang. Lusia memicing.
"Siapa kau beraninya melawanku?!" balasnya lantang sesaat setelah menyadari ada seorang pria berpenampilan kutu buku muncul menyelamatkan gadis tersebut. Pria itu tertawa sinis.
"Aku, orang yang tidak pernah membiarkan wanita ditindas oleh siapa pun termasuk oleh makhluk sebangsanya," ujarnya menekan. Lusia mendengus marah. Bagaimana mungkin orang asing ini mengetahui perihal cinta putrinya ditolak tegas oleh Januar? Wanita itu memindai sinis penampilan si pria dari atas hingga ke bawah.
"Kenapa? Ada yang aneh di penampilanku, Nyonya?" serangnya tak kalah sinis. Lusia tertawa miring.
"Karena orang kolot sepertimu tidak layak berada di tengah acara sebesar ini," ucapnya memancing amarah, "Pantas saja kau sampai mencampuri urusan pribadi orang lain," ejeknya memancing. Pria itu berbalik menertawakannya.
"Anda yang tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, Nyonya!" tantangnya sinis. "Gadis ini sudah tak berdaya, tapi anda terus menganiaya."
Menyadarinya, Aya sedari tadi terisak di dalam tangkupan telapak tangan si pria misterius mendadak menarik diri dari sana. Meberanikan diri mengangkat wajah ke atas meski tubuhnya masih bergetar. Instingnya mengatakan seperti mengenal suara dan sorot jernih di balik kacamata tebal dan kumis lebat yang membalut.
"Kau?! Bukannya kau ...." ujarnya ingin menebak, akan tetapi seseorang lain yang entah muncul dari mana tiba-tiba sudah lebih dulu menguasai pergerakannya. Dia bahkan lebih siaga menarik tubuh Aya lalu menekan hingga tetap berada dalam kungkungan posesifnya.
Begitu dekat tak berjarak. Bahkan Aya bisa merasakan debaran jantung di balik jas elitnya. Aura maskulin ikut menguarkan aroma mint sama seperti ia rasa beberapa menit yang lalu. Milik orang pertama yang telah berhasil menenteramkan jiwanya dengan cara berbeda pula.
"Jaga batasanmu, Nyonya Lusia." Kali ini dia benar-benar mengenali dan menghafal pemilik suara datar itu. Januar Galaksi. Membuat pandangannya seketika berkunang. Bahkan jantung dan nadinya ikut berpacu seperti di atas panggung tadi.
"Ah, Nak Januar?" Begitu pun Nyonya Lusia, mendadak gugup mendapati siapa yang hadir. "M-maafkan tante! I-ini tidak seperti yang kau duga," dalihnya membata. Pemuda yang paling disegani banyak orang ini terlanjur menatapnya dengan pandangan gelap.
"Aku tidak akan mengampuni siapa pun berani menyerang orang lain," sahutnya datar. "Apalagi dengan calon istriku!" lanjutnya menekan kata terakhir di kalimatnya.
Sementara itu, sepasang mata jernih dari balik kacamata tebal memandangi wajah Januar dengan tatapan nelangsa. Aya memastikan itu berasal dari pria berkumis tebal yang pertama kali datang menolongnya saat singa betina mengamuk.
"Apa?" Nyonya Lusia terperangah. Tidak percaya mendengar pengakuan refleks dari seorang Januar yang identik menolak perjodohan lantaran menganggap urusan wanita terlalu payah! Lalu malam ini? Wanita itu mencoba menajamkan memori dan pendengarannya, namun hasilnya tetap sama. Januar akan menjadikan seorang gadis asing sebagai calon Nyonya Galaksi di generasi ini.
'Merusak keturunan namanya!'
Batin Nyonya Lusia tiada henti mengumpat kesal di sela langkah gesit. Menghindari perlakuan Januar yang telah mempermalukan dirinya di depan banyak orang.
"Boro-boro meredam opini publik, malah semakin memanas!" umpatnya. Meski di tempat kejadian hanya ada sebagian peserta calon Top Couple dan beberapa kru Adiyasa Couple TV yang melakukan pembenahan.
"Ah! Nyonya Lusia. Apa kabarmu, Jeng?" sapa Nyonya Edel yang kebetulan ia tabrak tanpa sengaja lantaran berjalan sambil marah-marah.
"Sedang tidak baik-baik saja!" balasnya ketus.
"Hai! Apa yang terjadi?"
"Anak sialan itu sudah membunuh harga diriku di depan semua orang!" desisnya kesal sembari mengarahkan telunjuk ke arah Januar.
Edel memindai dan mendapti pemuda itu tengah menggandeng posesif lengan anak tirinya, Aya. Ia pun ikut menggeram.
"Ah, hanya rintangan kecil," desisnya mencoba mengalihkan suasana hati yang mendadak kacau.
"Kita harus bicara, Anggraini." Nyonya Lusia menarik paksa lengan Edel tanpa peduli kalau tindakannya semakin mengundang komentar dari beberapa orang di sekitar.
"Kita ngopi santai dulu, Sist," tawar si licik Edel berupaya menarik lengannya.
"Tak perlu basa-basi! Katakan sekarang! Di mana kau menyembunyikan putrinya Haura?"
"Mana kutahu! Kau cari saja sendiri. Atau bila perlu tanya langsung ke ayahnya."
"Percuma kutugaskan kau masuk ke dalam keluarga bedebah, itu kalau mengurus seorang anak perempuan saja, kau tidak bisa!" cetusnya galak.
"Hhh! Lusia yang baik, tidak segampang kau kira. Ini bukan permainan petak umpet biasa! Gadis kecil itu memiliki segala kekuatan di jalur hukum. Kau tidak akan mendapat apapun dengan melenyapkannya begitu saja. Perlu taktik hebat, besty! Ingat, Ibra belum mati!"
"Aku tidak peduli! Yang terpenting dendamku kepada Haura Mayanti bisa terbalaskan! Jika kau lelet, maka aku yang bertindak."
"Jangan gegabah, Nyonya! Aku bahkan bisa membelot jika kau terus menuntut," ujarnya mengingatkan.
"Sial! Kau mengancamku? Kupastikan bukti serangan Pasar Galaksi akan segera terkuak, dan kau akan membusuk penjara!" balasnya tak mau kalah.
"Tenang! Nyonya Lusia. Tetaplah bermain cantik. Karena gadis malang itu telah berhasil masuk perangkap besarku. Bahkan lebih besar dari sebelumnya." Edel mengerling singkat ke sebuah pergerakan di depan sana.
"Lihat!"
Memaksa si penyuka lipstik hitam pun ikut menoleh dengan mata membulat.
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!