Tanpa mengabarkan kepulangannya, Shika mendatangi apartemen kekasihnya. Hatinya sangat bahagia, selama hampir 6 bulan lamanya menjalin hubungan jarak jauh membuat dia sangat rindu. Sesampainya didepan pintu Shika langsung menekan kode pintu apartemen dan masuk dengan pelan-pelan.
Namun semua perasaan itu hilang ketika terdengar suara aneh dari arah kamar. Ia berjalan mendekat, suara-suara aneh semakin terdengar jelas ditelinganya dari balik pintu dihadapannya. Dengan tangan gemetar ia meraih gagang pintu. Suara *rangan kekasihnya yang mencapai puncak nikmat membuat hati Shika hancur, matanya mamanas.
Bruukk
Cake yang telah disiapkannya untuk merayakan ulang tahun sang kekasih jatuh kelantai, membuat kedua orang diatas ranjang melonjak kaget.
Evan langsung menjauhkan tubuhnya dari wanita itu, lalu dengan cepat memakai pakaiannya dengan kaki gemetar menghampiri Shika
Plaaakkk
Tamparan keras mendarat dipipi Evan, perih??? tapi tak seperih dan sesakit apa yang dirasakannya. Shika berlari meninggalkan apartemen laki-laki yang telah mengisi hatinya selama lima tahun. Shika mengusap air mata yang membasahi pipi nya.
Niat hati ingin memberikan kejutan untuk sang kekasih, namun siapa sangka justru ia yang mendapatkan kejutan.
Shika duduk ditaman tak jauh dari apartemen Evan, ia tak menyangka orang yang sangat dia cintai tega mengkhianatinya. Kepercayaan dan kesetiaannya selama ini tidak ada artinya.
*******
Awan yang baru turun dari mobil tidak sengaja melihat kearah seorang gadis yang sedang duduk ditaman tak jauh dari tempatnya berdiri, saat gadis itu mengangkat wajahnya.
Deg
Ada rasa asing menjalar dihatinya, jantungnya berdetak lebih cepat. Tanpa ia sadari langkah kakinya melangkah kearah gadis itu. Awan menyodorkan sapu tangannya kepada gadis itu, wajahnya terlihat pucat ada luka dari sorot matanya.
"Kamu mau bikin mama jantungan, hah?" omel nyonya Jihan tiba-tiba sambil menjewer telinga putranya karena kesal tidak segera menyusulnya masuk kedalam restoran. Shika melongo menyaksikan adegan dua orang didepannya.
"Awwhh.. aduh ma.. sakit ma..sakit. Lepasin ma.." Rengek Awan pada sang mama.
"Mama cari-cari kamu kesana sini, mama pikir kamu diculik ternyata malah disini. Papa kamu udah nungguin, ayok temuin papa kamu." imbuhnya sambil berkacak pinggang. Tanpa sengaja matanya menangkap sosok yang berdiri dibelakang putranya, ia menggeser tubuh putranya mendekat kearah sosok itu. Awan berdecak kesal sambil mengusap telinga nya yang panas akibat ulah sang mama.
"Ya ampun kamu cantik sekali, sayang." Menatap kagum akan kecantikan Shika. Nyonya Jihan yang tadi terlihat sangat kesal terhadap anak semata wayangnya, kini rasa kesal itu hilang entah kemana.
"Siapa nama kamu, Nak?" imbuhnya.
"Shika, tante." Jawab Shika sopan.
"Kenapa kamu tidak bilang, kalau punya pacar secantik ini. Dasar anak nakal." Nyonya Jihan memukul lengan putranya gemas.
"Tapi tante aku buk---" Awan menyela ucapannya Shika.
"Maaf, ma. Awan hanya takut mama engga setuju dengan pilihan putra mama ini."
"Kamu pikir mama diskriminasi, jika gadis itu baik untukmu. Mama pasti setuju, yang terpenting bagi mama dan papa kebahagian kamu, Nak."
"Ya sudah, sekarang kita makan siang. Kamu juga ikut ya sayang." Ucapnya pada Shika, lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Setelah kepergian nyonya Jihan, Shika menatap tajam Awan. Meminta penjelasan dari ucapan laki-laki dihadapannya. Awan yang mengerti akan tatapan Shika tersenyum manis.
Astagfirullah, senyumnya manis banget. Lama-lama bisa diabetes adek bang. Ucap Shika dalam hati.
"Heii... kenapa kau mengakui aku pacarmu."
"Karena aku ingin kau menjadi pacarku."
"Tidak bisa!! aku bahkan tidak mengenalmu!"
"Kalau begitu kita kenalan." Ucapnya santai.
Apa dia salah minum obat, dasar cowok aneh! umpat Shika dalam hati.
Shika menatap kesal cowok didepannya memandang cowok itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Seketika ia terpesona dengan lelaki menyebalkan itu.
"Sudah puas memandangku??"
"T-tidak.. siapa juga yang memandangmu? Kau pikir, kau itu tampan!" jawab Shika gelagapan. Ia berusaha mengontrol diri, kalau ketahuan bisa makin besar kepala cowok aneh ini.
Awan menaikan sebelah alisnya, "Aku tidak bilang aku tampan, nona."
"Sudahlah, aku harus pergi. Kau hanya buang-buang waktu ku saja." Belum sempat Shika melangkah Awan sudah mencengkal tangannya.
"Kau tidak dengar, tadi mamaku memintamu ikut makan siang bersama, hm?"
"Itu karena ulahmu sendiri, aku tidak mau!"
"Apa kau ingin mengecewakan hati seorang Ibu?"
Shika berdecak kesal, "Kenapa juga kau harus bohong!" sungutnya kesal.
Dengan perasaan kesal Shika mengikuti langkah Awan menemui mamanya, mereka menuju restoran disamping taman itu. Ternyata sebelum bertemu Shika, nyonya Jihan dan Awan akan makan siang bersama dengan tuan Yudha yang tak lain adalah ayah Awan.
"Apa kau akan memasang wajah masammu itu?"
Shika memaksakan senyumnya, ia merasa tubuhnya sangat lelah ditambah harus berdebat dengan cowok menyebalkan ini. Nanti ia akan menjelaskan pada orang tua cowok sableng ini, kalau diantara mereka tidak ada hubungan apapun. Bahkan baru ketemu beberapa menit yang lalu, tidak mungkin kan judulnya cintaku bersemi didetik pertama.
Shika kini sudah berada dihadapan orang tua Awan, tuan Yudha yang sudah diberitahu oleh nyonya Jihan terlihat santai dengan kedatangan gadis didepannya. Shika menjadi serba salah, kedua orang didepannya menyambut dengan penuh rasa hangat. Tapi ia harus menyelesaikan kesalahpahaman ini.
"Ayo sayang dimakan, jangan diliatin aja engga bakalan bikin kenyang." ucap nyonya Jihan dengan tatapan hangat. "Apa kamu tidak suka dengan menunya? atau mau pesan yang lain?" lanjutnya.
Shika menggeleng "Tante, om. Shika, minta maaf... sebenarnya aku ini bukan pacarnya putra tante dan om."
"Apa maksud kamu, Nak?"
Nyonya Jihan dan tuan Yudha tersentak dengan pengakuan gadis dihadapannya. Raut muka nyonya Jihan seketika berubah sendu, yang awalnya berseri-seri, senyum sedari tapi tak pernah hilang dari wajah wanita yang masih terlihat cantik diusia yang tak lagi muda. Shika meringis, menatap wajah sendu wanita paruh baya didepannya. Timbul perasaan bersalah dalam hatinya, ia telah menyakiti hati wanita itu.
"Tante, maaf. Maksud Shi--" Awan segera memotong ucapan gadis itu. Ia tak tega melihat wanita yang telah melahirkannya bersedih.
"Maksudnya Shika. Ia tidak mau jadi pacar, ma, tapi Shika maunya jadi istri Awan, bukan begitu sayang." Awan mengedipkan matanya.
Sontak mata Shika melotot, bola mata bulat itu rasanya akan keluar. " "WHATSSS... ISTRI?? Istri dari Hongkong!!!"
"Benar begitu, sayang? Wah.. mama senang banget dengarnya. Mulai sekarang kamu panggil mama, sama seperti Awan." Wajah sendu wanita paruh baya itu langsung berbinar, anak laki-laki semata wayangnya menemukan wanita sesuai harapannya.
Shika menghela nafasnya, menampilkan senyum terbaik nya. Kenapa takdirnya seperti ini, baru saja dikhianati oleh kekasihnya. Sekarang ia harus terjebak dengan seorang yang tak di kenal. Kesalahan apa yang sudah dilakukan dimasa lalu sehingga ia harus berada dalam situasi seperti itu.
Shika berjalan gontai memasuki halaman rumahnya, hari ini pikiran dan tubuhnya sangat lelah. Shika menatap rumah mewah berlantai dua yang telah bertahun-tahun ditinggalkannya dengan mata berkaca-kaca, betapa merindunya Shika dengan tempat dimana ia dibesarkan. Tanpa bisa ia cegah butiran bening itu telah membasahi pipinya.
Shika telah berdiri didepan pintu utama, ia mengusap air mata dengan kedua tangannya. Menarik nafas dalam-dalam, berusaha menekan rasa sesak didadanya. Setelah sedikit tenang ia membuka pintu didepannya.
"Kakaaaakk......Aku pulaang.." Teriak Shika begitu pintu rumah dibukanya.
Dika yang baru menapaki kakinya diatas anak tangga menoleh, ketika suara teriakan yang telah lama tidak pernah terdengar lagi kediaman Anggara kini telah kembali. Ya, ciri khas seorang Shika sedari kecil selalu berteriak ketika masuk rumah sebagai tanda bahwa ia telah pulang.
"Fe. Kebiasaan kamu, teriak-teriak." tegur Dika sang kakak. Matanya memerah, hatinya lega, ia begitu bahagia melihat putri satu-satunya keluarga Anggara telah kembali kerumah.
Shika hanya cengengesan lalu memeluk kakaknya, pelukan yang sangat ia rindukan. Pelukan yang selalu memberinya rasa tenang dan nyaman. Shika tak mampu lagi menahan air matanya, rasa rindunya begitu besar.
"Rinduu.." Ucapnya dengan suara serak.
"Kakak juga sangat rindu dengan adik kecil kakak yang manja dan cengeng ini." Ucap Dika sambil mengecup puncak kepala Shika, memeluknya dengan erat. Air matanya tumpah, adik yang ia besarkan dengan cinta dan penuh kasih sayang kini berada dalam pelukannya.
Ray yang mendengar teriakan adiknya datang dari arah dapur hatinya menghangat penuh haru melihat pemandangan didepannya. Ia menyeka air matanya "Oohh...Cuma kak Dika yang dikangenin? kakak engga nih?" Seru Ray.
Shika melepaskan pelukan Dika lalu berlari kearah Ray. Shika memanyunkan bibirnya melihat Ray melipat kedua tangannya didepan dada. Ray sangat senang mengusilin adiknya, bahkan terkadang sampai Shika menangis baru ia akan berhenti.
"Kakak liat, kak Ray engga mau peluk, Fe!" adunya pada Dika.
"Ray..."
"Ck, Dasar tukang ngadu." ucapnya sambil merentangkan tangannya menyambut pelukan sang adik. Senyum diwajah Shika mengembang ia segera menghambur kedalam pelukan sang kakak, Ray membalas erat pelukan si bungsu kesayangannya.
*****
Setelah selesai makan malam, ketiga bersaudara itu berkumpul diruang keluarga menikmati kembali waktu kebersamaan mereka yang pernah hilang. Shika duduk bersandar dibahu kakak sulungnya dengan manja.
"Kak..." kedua kakaknya langsung melihat kearah Shika. Mereka paham, jika ia memanggil hanya dengan satu kata berarti ada yang ingin dikatakannya.
"Katakan, Fe." Ucap Dika.
Shika menegakkan tubuhnya duduk dengan kaki bersila, menatap kedua kakaknya secara bergantian. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum mengatakan apa yang ingin katakannya.
"Fe, akan berhenti kerja." Ucapnya setenang mungkin lalu melihat reaksi kedua kakaknya.
Dika mengerutkan keningnya "Kenapa? ada masalah?" Tanya Dika memastikan. Matanya tak lepas menatap sang adik.
Shika menggeleng, matanya mengembun satu kedipan saja tumpahlah air mata itu. "Fe, ngga mau jauh-jauh lagi dari kakak-kakak, Fe."
Melihat mata adiknya udah berkaca-kaca, Dika segera menariknya kedalam dekapan.
"Maafkan kakak, Fe. Karena kebodohan kakak, kalian berdua jadi korban."
"Kakak engga salah, jangan minta maaf. Fe, udah lupain semuanya."
"Seandainya kakak menyadarinya lebih awal, pasti kita tetap bersama sampai saat ini."
"Sudah kak, biarlah itu jadi masa lalu. Apa yang terjadi pada kita semua itu sudah takdir, yang penting sekarang kita udah bersama-sama lagi." Sahut Ray yang tidak tega melihat kakaknya itu selalu menyalahkan dirinya sendiri.
"Kamu sudah yakin dengan keputusanmu? tidak akan menyesal?" Ray meyakinkan Shika. Karena mereka tau, jadi pramugari adalah cita-citanya dari kecil.
"Fe, sangat yakin." Shika mengangguk dengan yakin.
Mereka berpelukan dengan Shika berada ditengah mereka, adik manja mereka yang selalu bikin pusing dengan segala tingkahnya kini telah tumbuh dewasa. tetapi bagi mereka Shika tetap adik kecil mereka yang tidak akan pernah tumbuh besar. Shika bahagia bisa merasakan kembali kebersamaan dengan kedua kakaknya.
"Mulai sekarang, Shika akan menguras abis isi tabungan kak Dika sama Kak Ray." Celutuknya tiba-tiba.
"Kenapa kamu jadi matre sekarang????"
*****
Keesokan pagi disebuah rumah sakit ternama dikota itu, lebih tepatnya disalah satu ruang Dokter tengah berkumpul para Dokter tampan. Salah satu dari mereka adalah pemilik dari rumah sakit itu.
"Pagiii broooo..." Sapa lelaki berlesung pipi itu. Wajahnya sangat cerah hari ini.
"Cerah banget tuh muka?"
"Iya donk, belahan jiwa gue udah ketemu." Ucapnya sambil menjatuhkan bokongnya diatas sofa.
"Tidur lo kelamaan. Bangun bro...." Arya menimpuk Awan dengan bantal sofa yang ada diruangan Rayen.
"Sialan lo, gue serius. Bahkan kedua orang tua gue udah kasih restu." Jawabnya pongah.
"Koq bisa?"
Awan pun menceritakan pertemuannya dengan Shika, dan bagaimana kedua orang tuanya menerima Shika dengan sangat baik.
"Gila lo, itu namannya lo manfaatin keadaan."
"Saran gue, mending lo jujur tentang perasaan lo. Jangan sampai dia semakin benci ama lo, walaupun kenyataannya lo emang beneran jatuh cinta sama tu cewek engga ada salahnya kan, lo dapetin hatinya dengan usaha lo sendiri bukan terpaksa karena mama lo." Jelas Rayen.
Awan mengangguk setuju dengan saran Rayen "Baiklah gue ikut saran lo, Ray. Secepatnya gue ungkapin sama dia."
"Ohh, ya... gue undang kalian berdua makan malam dirumah, adek gue udah balik dari penerbangannya. Padahal gue tadinya mau jodohin lo ama adek gue, tapi karena lo udah nemu belahan jiwa...gue batalin."
"Ya udah, buat gue aja, Ray." sahut Arya.
"Eh, Rojalii... Si sapi, lo buang dulu jauh-jauh. Baru lo minta adiknya, Ray." Seru Awan.
"Safira, Rojak... Safira bukan sapi!! Kesal Arya.
"Serah lo dah, gue sama Ray udah peringatin lo berkali-kali. Jangan sampai lo menyesal." Tegas Awan tidak mau berdebat dengan Arya.
Bukan tidak ada alasan Awan tidak menyukai tunangan sahabatnya, wanita itu hanya menginginkan uang dan harta Arya. Hatinya telah dibutakan oleh cinta sehingga ia selalu percaya apa yang perempuan jelmaan rubah itu katakan.
Beberapa kali Awan dan Ray melihat tunangan Arya jalan bersama dengan pria yang berbeda, tapi wanita licik itu selalu mengelak dengan mengatakan itu pamannya lah, sepupunya lah, saudara jauh lah, pokoknya lah lah.
Awan melihat jam dipergelangan tangannya, "Gue cabut ya, OK udah nungguin gue."
"Sekalian ajak belahan jiwa lo nanti malam." sahut Ray.
Awan beranjak meninggalkan ruangan Rayen karena ia ada jadwal operasi, baru jalan beberapa langkah, Awan berbalik menatap sahabatnya "Gue engga tau rumah ataupun nomor ponselnya!"
Sontak Rayen dan Arya tepuk jidat, bisa-bisanya seorang Awan yang super teliti melupakan hal sepenting itu. Apa benar kalau sudah terkontaminasi dengan yang namanya cinta membuat seseorang itu menjadi bodoh, buktinya sudah terlihat kepada dua laki-laki itu.
Semoga kamu tidak tertular mereka ya babang Ray...
Jika setiap pertemuan akan menyisakan luka karena perpisahan. Maka bertemu denganmu adalah luka paling manis yang kurasakan. Jika dengan membenciku menyembuhkan lukamu maka lakukanlah. Karena aku yakin, akan ada pelangi setelah hujan. Jika pada alurnya semesta mempertemukan kita lagi, maka kau lah takdirku.
"Kamu..."
Awan tersenyum "Kita emang ditakdirkan bersama, Shika."
Shika berdecak kesal "Kau mengikutiku!"
"Tidak."
"Kau pikir aku percaya? Sebaiknya kau pergi dari sini." Shika mendorong tubuh Awan. "Uugh, kenapa kau berat sekali, hah?" Pekik Shika ngos-ngosan.
"Hei, kenapa aku harus pergi? kau sendiri kenapa ada disini?"
"Aku..."
"Fe.. Sayang, kamu disini?" Ray mengerutkan keningnya, melihat Shika sedang mendorong tubuh Awan.
"Kalian udah saling kenal?"
"Tidak..!"
" Iya.."
"Ray, lo kenal cewek ini?"
"Kenal donk, dia ini hidup mati gue." Ucap Ray sambil merangkul Shika. Shika masih dalam mode judes level akut.
Awan menghela nafas pelan melihat Shika dalam rangkulan Ray, dadanya terasa sesak. "Dia, belahan jiwa gue." Lirih Awan.
"Belahan jiwa lo?" tanya Ray terkejut. Awan mengangguk sembari tersenyum kecut. Sedangkan Shika yang berada disamping Ray melirik sinis Awan.
"Jadi... ini cewek yang lo ceritain?" melirik adiknya lalu kembali menatap sahabatnya. Lagi-lagi Awan hanya mengangguk.
"Hahaahaha..."
"Kenapa lo ketawa, kampret! gue engga tau kalau dia kekasih lo."
"Dia emang kekasih hati gue, dari masih dalam kandungan sampe sebesar ini." Ray menahan tawanya.
"Lo udah di jodohin dari cewek ini masih dalam kandungan? koq lo engga pernah cerita?"
Ray menggeleng, ia menepuk bahu Awan sebenarnya ia ingin menjahilin sahabatnya itu, tapi ia tak tega raut wajah yang sedari pagi cerah, kini tampak kecewa.
"Fe, kenalin ini sohib kakak namanya Awan. Dan lo bro ini adik kesayangan gue, Fe. Yang mau gue jodohin ama elo. Ternyata lo udah nyuri start duluan." ujar Ray terkekeh.
"APAAA...!!!!! Kakak mau jodohin Fe sama cowok aneh ini, yang bener aja kak!!! kakak pikir, Fe Siti Nurbaya yang mau dijodohi sama Datuk Maringgih, OGAAAAHHH... ENGGA ADA JODOH-JODOHAN!!!" Protes Shika tidak terima rencana kakaknya, dadanya naik turun menahan emosi.
Shika menghentakkan kakinya dengan emosi yang membara meninggalkan kedua orang yang membuat moodnya jungkir balik sambil terus menggerutu. "Apa-apaan, kak Ray. Dikira adiknya yang cantik ini engga laku apa!! eitss...tapi kan gue diselingkuhin. Auu.. ah, bodo." bibirnya terus bergerak entah umpatan apa saja dikomat-kamitnya.
"Ray, tapi kenapa ia bilang namanya Shika bukan Fe?"
Ray menghela nafas dengan kasar. "Namanya Feshika Clearesta Anggara. Fe, adalah panggilan kesayangannya sejak kecil, tapi saat diluar ia akan memperkenalkan dirinya sebagai Shika. Tidak ada yang tau kalau dia adalah tuan putri dikeluarga Anggara."
Awan mengangguk "Saking misteriusnya gue sendiri aja sampai engga kenal sama adik lo. Ck, benar-benar tuan putri."
"Ray, cewek itu siapa? kinyis-kinyis gitu, kenalin donk." sela Arya ditengah obrolan mereka menanyakan gadis yang berpas-pasan dengannya diruang keluarga saat masuk tadi.
Bukannya menjawab, keduanya menatap Arya horor. Arya yang ditatap begitu menelan salivanya kasar, ia yang tak tau apa-apa menjadi bingung.
Mereka semua menikmati makan malam dengan tenang hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring. Tapi tidak dengan Shika, makanan yang masuk dimulutnya semua terasa hambar. Apalagi dengan Awan yang duduk tepat disisi kanannya, semakin membuat ia ingin secepatnya pergi dari sana.
"Wan, kamu engga mau coba kerja diperusahaan papa?"
"Engga kak, Awan udah nyaman dengan pekerjaan yang sekarang. Apa papa meminta kakak untuk membujukku?"
"Tadi siang, papa ke perusahaan. Papa ingin kamu mengambil alih dan meneruskan perusahaan. Cuma kamu satu-satunya harapan papa dan mama." ucap Dika. Awan mengangguk, ia tau sebagai anak tunggal tanggung jawab itu pasti akan diembannya suatu hari nanti.
Shika terus memperhatikan interaksi keduanya, mereka terlihat seperti adik dan kakak.
Siapa cowok aneh ini, kenapa kakak memanggil orang tuanya papa? tanya Shika dalam hati.
"Kenapa kakak manggil orang tuanya temen kak Ray dengan sebutan papa mama?" tanya Shika ia udah kepalang penasaran, jiwa keponya meronta-ronta dari pada dia mati penasaran pikirnya.
"Papa Awan dan papi sahabatan sejak mereka masih SMA, hubungan mereka sudah seperti saudara, mereka juga sama-sama merintis usaha mereka dari nol hingga besar seperti sekarang ini. Seperti halnya mami dan papi yang menanggap Awan putranya begitupun kedua orang tua Awan." jelas Dika mengerti kebingungan adiknya.
Wajar Shika tidak mengenal kedua orang tua Awan, karena sejak Shika kecil kedua orang tua Awan menetap di luar negeri. Sedangkan Awan seumuran Ray dan mereka sudah bersahabat sejak kecil, Awan kembali ke indonesia setelah lulus sekolah kedokterannya.
"Kakak akan undang papa dan mama kesini."
"Buat apa kak?" sela Shika cepat.
"Buat ngelamar kamu." jawab Dika asal.
uhuukk... uhuukk
Shika tersedak makanannya, rasa perih menjalar ditenggorokannya Awan yang duduk disampingnya dengan sigap memberikan minuman dan mengelus punggungnya tanpa Shika sadari. Karena ia sudah keburu panik dengan ucapan sang kakak.
Aduuh, gaswaaatt kalau sampai ketemu mereka. Beneran dijadiin mantu gue, jangan sampe deh amit-amit, bisa hancur dunia persilatan kalau gue jadi istri cowok aneh bin sableng ini. Aduuh... mami pasti ada salah ngidam ini, Astagfirullah.. maaf mi maaf. monolog Shika dalam hati.
Setelah selesai makan malam, Shika memilih duduk ditaman samping rumahnya, menikmati suasana malam yang sunyi dan sepi seperti hatinya. Ia menatap gelapnya langit yang bertaburan bintang, tanpa ia sadari seseorang telah berdiri dekatnya.
"Ekhem.. Boleh, duduk disini?"
Shika tersentak, "Duduk aja, engga ada papan larangan kan?" ketus Shika mengontrol dirinya yang terkejut kedatangan Awan.
Saat Awan duduk, Shika bangkit hendak beranjak pergi dari sana. Tapi tangannya dicekal Awan, Shika melirik kearah tangannya. Awan yang mengerti langsung melepaskan tangannya.
"Maaf. Bisakah kita bicara sebentar."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan." ucap Shika datar.
"Tolong, kasih aku kesempatan buat jelasin semuanya."
"Seharusnya kemarin kamu jelasin, dan itu pun pada kedua orang tuamu. Bukan padaku!" Sahut Shika dengan tatapan dingin mengalahkan kutup utara.
"Aku terpaksa, karena aku jatuh cinta sama kamu."
"Kamu pikir aku percaya ucapan kamu, kamu pikir aku percaya dengan cinta."
"Cinta hanya berlaku kepada mereka yang bisa menjajakan tubuhnya pada lelaki." Ucap Shika dengan sorot mata tajam.
"Tapi aku benar-benar mencintaimu, Shika." Ucap Awan tulus, ia berusaha meyakinkan Shika tentang perasaanya.
"Tapi sayangnya, kata-katamu membuatku muak!"
"Aku peringatkan, jangan pernah lagi muncul dihadapanku." Tegas Shika lalu beranjak pergi meninggalkan Awan.
Setelah kepergian Shika, Awan terduduk lemas dibangku taman. Menatap gelapnya malam ia yang pertama kali merasakan cinta harus menelan rasa kecewa karena penolakan dari gadis yang telah mencuri hatinya.
Shika.. aku benar-benar mencintaimu. pekiknya dalam hati.
Ray sejak tadi mengawasi adiknya, mendengarkan pembicaraan mereka. Ray tidak tau apa yang membuat adiknya menjadi sangat dingin terhadap Awan, setelah Shika pergi Ray menghampirinya.
"Lo nyerah?"
Awan menarik nafas nya dengan berat. "Dia udah mengultimatum gue!"
"Kalau cinta kejar sampai dapat, penjuangin belahan jiwa lo."
"Ruangan operasi aja lo taklukan. Seorang Fe, lo kalah?" Ledek Ray.
"Lo samain Shika gue sama OK, mereka itu dua hal yang berbeda."
"Tapi sama-sama dingin."
❄❄❄❄❄❄❄
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!