NovelToon NovelToon

Ikatan Cinta Kita

BAB 1-Perdebatan Keluarga

"Kepulauan seribu, kepulauan kei, kebali, Raja Ampat, Pulo cinta. Atau mungkin tuan lebih suka tempat-tempat liburan diluar negeri seperti Seoul, Phuket, Swiss, Norwegia, atau Melbourne atau kemana tuan? katakan saja tuan ingin kemana? biar nanti saya yang beritau ke tuan besar agar beliau segera mengurus segala....." pelayan bernama Toto itu bertanya dengan membujuk.

"Tunggu-tunggu" Rahul mengangkat tangan kanannya kearah pelayan setianya itu, pertanda menyuruhnya diam.

"Maksudmu apa? Untuk apa mempromosikan tempat-tempat wisata dan luar negeri?Memangnya siapa yang mau liburan?" tanya Rahul dengan bingung.

"Tentu saja Tuan Rahul"

"Aku?" Rahul mengernyitkan keningnya "Kapan aku mengatakan padamu kalau aku ingin liburan?" tanyanya dingin.

"Euum.....maaf Tuan, sebenarnya ini perintah tuan besar. beliau ingin agar Tu......"

"Itu benar! Papa yang menyuruhnya!" Toto belum selesai bicara kala sebuah suara tiba-tiba saja menyambar dan membuyarkan percakapan mereka.

Sontak Rahul dan Toto langsung menoleh kearah sumber suara itu. Meskipun mata Rahul tidak bisa melihat pasca kecelakaan yang dialaminya dua tahun yang lalu, namun telinganya dengan jelas dapat menangkap arah sumber suara itu.

"Jadi bagaimana Hul?" tanya Helmi yang baru saja memasuki kamar tidur putra bungsunya itu.

"kamu ingin liburan kemana? kepulau, keluar kota atau keluar negeri? Katakan saja, biar papa yang urus segala keperluanmu. Kamu bisa pergi tiga hari lagi bersama pilot dan co-pilot pribadi keluarga kita.Toto yang akan mendampingimu selama disa....."

"Apa ini Pa?" belum selesai Helmi bicara, Rahul sudah memotongnya dengan nada tajam.

"Kenapa tiba-tiba Papa ngebet sekali ingin aku liburan keluar? apa maksud Papa sebenarnya?" tanya Rahul menyelidik, pikiran-pikiran negatif mulai menghampirinya.

Sedangkan ibu dan kakaknya hanya menjadi saksi dari ketegangan antara dirinya dengan ayahnya. Nyonya Lesti dan Gala, putra sulungnya hanya berdiri didepan pintu masuk dan mendengarkan percakapan ayah dan anak itu dengan perasaan gugup dan was-was.

Sepertinya mereka sudah bisa menebak adegan yang akan terjadi selanjutnya. Helmi dan putra bungsunya sama-sama memiliki sifat keras kepala. Dan itulah yang selalu menjadi pemicu perselisihan diantara keduanya.

Mereka hanya berharap Rahul tidak berpikiran yang macam-macam, perihal rencana mereka yang ingin mengirimnya keluar dari rumah untuk sementara waktu.

"Papa tidak ada maksud apa-apa, Papa hanya ingin kamu refreshing agar pikiranmu bisa sedikit lebih tenang. Sudah dua tahun lebih kamu seperti ini.Tidak kemana-mana dan tidak melakukan apa-apa. Jadi Papa rasa sekali-kali kamu butuh suasana bar....."

"Papa yakin itu alasannya?" tukas Rahul.

"Maksudmu?"

"Papa ingin aku refreshing karena Papa peduli padaku, atau karena Papa terlalu peduli dengan reputasi dan nama baik Papa? Karena itulah Papa harus menyingkirkan siapapun yang bisa menyebabkan hancurnya reputasi Papa termasuk aku?"

"Rahul!!" sergah Helmi

"Kenapa Pa? apa ada yang salah dari ucapanku? Bukankah apa yang aku katakan memang benar adanya? Bukankah bagi Papa tidak ada yang lebih penting selain reputasi dan nama baik yang harus selalu Papa jaga didepan kolega-kolega bisnis Papa? Karena itulah Papa berniat untuk menyingkirkan aku dari rumah ini dengan alasan liburan?

Agar dihari pernikahan Kak Gala yang akan kalian gelar tiga hari lagi, aku sudah tidak ada dirumah ini. Jadi fakta bahwa seorang Helmi Dirgantara yang memiliki seorang anak yang buta seperti aku akan terus tertutup dengan rapat, dan tidak akan pernah terekspos kepublik. Kenapa? karena saat ini kondisiku yang buta dan tidak berguna ini sudah mulai terendus media?"

"Rahul, dengar......" Helmi berusaha untuk tetap tenang agar tidak terpancing emosi terhadap kata-kata kasar yang dilontarkan oleh anaknya itu. Namun Rahul tidak sedikitpun memberinya kesempatan untuk buka suara. Dia terus saja menghardik ayahnya.

"Jika memang bagi Papa dan semua orang yang ada disini aku ini hanya aib dan beban, kalian bisa mengusirku dari rumah ini. Tidak perlu bersandiwara dengan berpura-pura peduli dan menyayangiku. Padahal yang kalian pedulikan hanya reputasi dan nama baik kalian saja. Karna itu namanya munafik!"

"Rahul!!" Helmi mengangkat tangannya hendak menampar Rahul. Emosi yang sedari tadi dia tahan sudah tidak bisa dibendung lagi. Kesabarannya sudah habis menghadapi sikap putra bungsunya itu.

"Papa cukup!" Lesti yang sedari tadi hanya berdiri di depan pintu dan menjadi penonton drama ayah dan anak itu, tidak bisa tinggal diam lagi melihat suaminya yang mulai kalap.

Wanita paruh baya yang masih terlihat muda dan cantik itu pun spontan langsung berlari kearah suaminya. Dan dia langsung menarik dan memegang dengan kuat tangan Helmi yang hendak mendarat di pipi putra bungsu mereka itu.

"Apa yang Papa lakukan?!"

"Biarkan Ma! aku harus memberikannya pelajaran! Anak ini benar-benar menguji kesabaranku !" Helmi menatap Rahul dengan penuh kemarahan. Semantara yang ditatap Hanya tersenyum sinis.

Dengan meraba-raba Rahul menyingkirkan tangan ibunya dengan lembut. Lalu gantian dia sendiri yang memegang tangan ayahnya dan menepuk-nepukkannya kepipinya.

"Ayo Pa tampar.....ayo tampar!! kenapa Papa diam saja? Bukankah Papa ingin menamparku?Lalu tunggu apalagi? Ayo tampar aku!!" Rahul semakin menjadi-jadi.

"Rahul cukup, tolong kendalikan emosimu" Gala berusaha melerai.

Lesti memegang lengan Rahul dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya membelai pipi anaknya itu dengan lembut

"Rahul, Mama tau kamu kecewa sama kami. Tapi percayalah nak, tidak ada satupun orang dirumah ini yang menganggapmu sebagai beban. Mama sangat menyayangimu, tolong jangan salah paham dulu sayang....." katanya dengan mata berkaca-kaca.

"Salah paham? Atas dasar apa Mama menyebutku salah paham? Bukankah semua yang aku pikirkan dan aku katakan memang benar? Apakah Mama dan kalian semua berpikir kalau aku ini anak kecil yang bisa kalian iming-imingi dengan jalan-jalan ketaman bermain? Mama bilang kalian semua menyayangiku dan tidak pernah merasa malu dengan kondisiku?"

"Baiklah, dua tahun aku hidup dalam keterpurukan setelah dokter memvonis mataku mengalami kebutaan permanen. Dua tahun aku mengucilkan diriku sendiri dengan mengurung diri didalam kamar, dan memutuskan semua interaksi dengan dunia. Dan apa yang kalian lakukan padaku? pernahkan sekali saja kalian menguatkan aku? Memberikan semangat agar aku bisa kembali bangkit?!"

Rahul berkata dengan penuh emosional. kata-katanya membuat Lesti sangat terpukul hatinya, hingga wanita yang telah melahirkannya itu meneteskan air mata.

Rahul menggelengkan kepala dan menjawab sendiri pertanyaan yang tadi dia ajukan pada keluarganya

"Tidak, justru kalian malah merasa lega dan senang dengan sikapku itu. Karna dengan begitu kalian tidak perlu bersusah payah menyembunyikan kondisiku dari publik. Mataku memang buta, aku tidak bisa melihat. Tapi telingaku sama sekali tidak tuli. Aku bisa mendengar dengan jelas setiap kali ada orang yang menanyakan keberadaanku, kalian selalu mengatakan pada mereka bahwa aku berada di luar negeri"

"Begitu juga setiap kali kalian menggelar party dirumah ini, itu adalah saat-saat dimana Papa akan sangat mewanti-wanti semua orang yang berada dirumah ini khususnya para pelayan *kalian jaga Rahul baik-baik. Jangan sampai dia keluar dari kamarnya saat pesta sedang berlangsung. Ingat, jika Rahul sampai meninggalkan kamarnya apalagi sampai muncul didepan tamu undangan, aku akan langsung memecat kalian semua*"

Rahul menirukan dialog ayahnya saat memerintah, air mata sudah berlinang diwajah tampannya.

Helmi hanya terdiam dengan wajah memerah menahan amarah mendengar ocehan anaknya. Jujur, apa yang dikatakan Rahul memang benar adanya. Kebutaannya membuat Helmi merasa kecewa dan malu untuk mengakui keberadaannya dihadapan publik.

Karena baginya hal itu bisa merusak reputasinya sebagai seorang konglomerat ternama yang hidupnya dikenal sempurna.

dia sudah berusaha keras untuk menyembuhkan anak bungsunya itu. Belasan dokter bahkan yang berasal dari luar negeri pun sudah dia datangkan. Namun nihil, vonis mereka sama saja, Rahul mengalami kebutaan permanen.

"Dan kalian semua, termasuk Mama dan juga Kakak. Bagai kerbau yang dicocok hidungnya, kalian hanya bisa menuruti apapun perintah Papa tanpa memikirkan perasaanku!" dengan senyum sinis yang merekah diwajahnya,Rahul menyingkirkan kedua tangan ibunya dari pipinya dengan lembut.

"Tapi tenang saja, yang kalian inginkan akan terjadi.Dan kenapa hanya sementara waktu? aku bahkan tidak keberatan untuk meninggalkan rumah ini dan juga kalian semua untuk selamanya"

"Rahul!! apa yang kamu katakan Nak?! kenapa kamu bicara seperti itu?!" teriak Lesti, ada ketakutan yang menyelimuti dadanya mendengar ucapan anaknya. Namun Rahul terlalu keras kepala, bentakan ibunya tak sedikitpun membuatnya goyah.

"Toto!"

"Iya Tuan"

"Bereskan semua barangku! pastikan tidak ada satupun yang tersisa! untuk tempat liburan yang tadi kamu rekomendasikan, pilih tempat yang paling jauh! tiga hari lagi kita berangkat..... agar semua orang yang ada disini bisa bernafas dengan lega!"

"Ba-baik Tuan" pelayan Toto menjawab dengan perasaan gugup dan tak enak hati.

Setelah puas berdebat dengan keluarganya, akhirnya Rahul memutuskan untuk meninggalkan kamar tidurnya itu. Tanpa mempedulikan ibunya yang terus memanggil-manggil dan hendak menyusul dirinya namun dihalangi oleh ayahnya.

Rahul berjalan dengan tangan memegang dan mengetuk-ngetukkan tongkatnya kelantai.Sementara tangan satunya lagi meraba-raba kesekitarnya.

PRAAAANG.........!!!!

Entah dia sengaja atau memang efek kebutaannya, tangannya yang meraba-raba itu mendarat pada sebuah pajangan yang ada dimeja.

Alhasil hiasan meja yang terbuat dari bahan kristal itu jatuh dan hancur berkeping-keping kelantai, membuat semua orang yang ada disana terkejut.

Helmi hanya bisa mengkretakkan gigi dengan mata melotot, menahan amarah yang sudah membuncah di dadanya melihat kelakuan Rahul. Dia tau anak bungsunya itu sengaja berbuat seperti itu untuk memancing emosinya.

*****

Pesta pernikahan Gala dan Amora yang dipenuhi dengan kemewahan dan kemeriahan, serta menjadi hari yang paling membahagiakan bagi kedua mempelai maupun keluarga, seketika langsung berubah menjadi hari yang paling berduka bagi keluarga Dirgantara.

Setelah mereka mendapat kabar bahwa, pesawat jet milik keluarga mereka yang dinaiki Rahul saat melakukan perjalanan ke luar negeri, mengalami kecelakaan hingga menyebabkan adanya korban jiwa.

Sontak saja kabar buruk itu membuat satu keluarga besar itu kalang kabut, dan langsung menemui pihak kepolisian guna mencari informasi lebih lanjut.

Pihak kepolisian mengatakan bahwa mereka telah menemukan tiga orang yang menjadi korban kecelakaan itu. Dua diantaranya telah tewas dan menjadi jenazah. Yang menurut identifikasi, kedua jenazah itu tak lain adalah pilot dan pelayan yang bekerja di keluarga besar mereka.

Bab2-Dimana Rahul?!

Sedangkan korban yang satu lagi merupakan co-pilot, dan saat ini sedang menjalani perawatan intensif di rumah sakit karena mengalami luka-luka yang cukup serius.

Lalu bagaimana dengan Rahul? Apakah dia selamat dari kecelakaan itu? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia mengalami luka-luka? Apakah ada orang yang menolongnya? Atau, apakah dia juga bernasib sama seperti pilot dan pelayan setianya itu?

Memikirkan berbagai macam kemungkinan yang bisa saja terjadi membuat keluarga besar Dirgantara, khususnya Nyonya Lesti tidak bisa tenang karena terus disergap oleh perasaan harap-harap cemas.

Pasalnya, Tim Basarnas yangyang dikerahkan oleh pihak kepolisian untuk melakukan pencarian masih belum menemukan titik terang ataupun tanda-tanda keberadaan Rahul.

"Ya Tuhan,Rahul..... ! dimana kamu nak?!Bagaimana keadaanmu?! Apa kamu baik-baik saja?! Mama tidak akan bisa memaafkan diri Mama sendiri jika sampai kamu tidak selamat Nak. Ini semua semua salah Mama, seharusnya Mama tidak membiarkanmu pergi. Maafkan Mama Rahul, huu...." Lesti terduduk lemas keatas sofa dan menangis tersedu-sedu. Memikirkan keadaan anaknya diluar sana.

Helmi bisa memahami kesedihan yang dirasakan Lesti. Karna sebagai seorang ayah, dia juga ikut merasakan hal yang sama. Helmi merangkul dan mengusap-usap pundak ibu dari anak-anaknya itu.

" Udah Ma udah. Mama jangan menyalahkan diri Mama sendiri, ini semua musibah.Mama tenang saja, pihak kepolisiankan sudah mengerahkan semua timnya untuk mencari keberadaan Rahul. Nanti Papa juga akan mengerahkan seluruh anak buah Papa untuk ikut mencari. Rahul pasti ditemukan, Mama jangan nangis terus"

Helmi berusaha menghibur dan menenangkan istrinya. Namun usahanya itu tak serta Merta membuat Lesti jadi lebih baik. Dengan perasaan campur aduk, antara merasa khawatir dan bersalah terhadap Rahul serta marah pada suaminya karena telah bersikap tidak adil terhadap anak mereka itu, Lesti bangkit dari sofa dan meluapkan amarahnya.

"Bagaimana aku bisa tenang?! Sementara aku tidak tau bagaimana keadaan anakku diluar sana! Dia mengalami kecelakaan dan dan dalam keadaan tidak bisa melihat! ibu mana yang bisa tenang?! aku bahkan tidak tau apakah anakku masih hidup atau....."

Lesti tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Tubuhnya terasa lemah dan bergetar menahan tangis. Dia tidak sanggup membayangkan hal buruk menimpa anaknya.

"Lalu siapa yang harus Mama salahkan? Apakah Mama harus menyalahkan Papa? Kalau saja Papa tidak begitu picik dengan menjadikan reputasi dan nama baik diatas segalanya, mungkin sekarang anak kita masih ada disini dan dalam keadaan baik-baik saja. Rahul benar, Mama terlalu menuruti Papa. Sampai Mama tidak pernah memikirkan perasaan anakku sendiri" ujarnya lirih dan terisak-isak.

Helmi hanya bisa diam dan pasrah disalahkan seperti itu oleh istrinya. Hatinya sangat terpukul, seombak perasaan bersalah menerjangnya. Ya, istrinya benar, ini memang salahnya. Karena terlalu dibutakan oleh kedudukan, sekarang anaknya yang menjadi korban.

Dia tidak pernah menyangka tujuannya yang ingin melindungi nama baik dan reputasi keluarganya, malah berujung bencana bagi anaknya sendiri. Kalau tau kejadiannya akan seperti ini, dia tidak akan pernah mengirim Rahul keluar negeri walau dengan resiko kebutaannya akan terekspos kepublik.

Tapi kini nasi sudah menjadi bubur. Dia hanya berharap agar Tuhan mengirim seorang malaikat yang senantiasa menjaga dan membantu anaknya dimanapun dia berada.

"Ma.....Ma udah, ini bukan waktunya kita untuk saling menyalahkan. Karena sekarang yang harus kita prioritaskan adalah mencari Rahul. Mama yang sabar, Mama harus tenang. Gala yakin Rahul pasti akan baik-baik saja. Kita doakan saja yang terbaik, agar Tuhan selalu melindungi Rahul dimanapun dia berada" Gala memeluk dan berusaha menenangkan ibunya yang sedang kalut.

Amora dan Naomi yang sedari tadi berdiri tak jauh dari mereka dan menyaksikan drama keluarga itu dengan perasaan jenuh dan jengah. Tak ada sedikit pun rasa empati yang menyentuh hati mereka akan musibah yang sedang menimpa keluarga kerabatnya itu.

Amora yang masih mengenakan gaun pengantin lengkap dengan riasan dan aksesorisnya merasa jengkel lantaran hari bahagia yang sudah dinanti-nantikannya selama ini harus kacau balau hanya gara-gara sibuta Rahul! Dasar laki-laki tidak berguna dan menyusahkan!

"Adikmu Gala..... adikmu, Mama sangat takut dan khawatir Nak. Tidak ada satupun dari korban kecelakaan itu yang bernasib baik. Co-pilot kritis dirumah sakit, Pilot dan pelayan keluarga kita tewas. Bagaimana kalau Rahul juga bernasib sama seperti.....hiks.. ." lagi-lagi Lesti tidak mampu meneruskan ucapannya, dia terus menangis dalam pelukan putra sulungnya.

"Ma istighfar, Mama tidak boleh bicara seperti itu. Jangan negatif thinking dulu. Kita harus optimis kalau Rahul bisa selamat, karena dia anak yang kuat" Gala masih terus berusaha meredakan kesedihan ibunya.

Naomi memberi kode pada anaknya melalui mata, agar ikut ambil bagian dalam adegan yang menurut mereka sangat lebay dan membosankan itu.

Mengerti akan kode yang diberikan ibunya, Amora pelan-pelan mendekati Lesti dan mengusap-usap bahu ibu mertuanya itu dengan lembut. Berusaha menarik simpati dari keluarga suaminya itu.

"Iya Ma, Gala benar, kita semua harus positif thinking. Rahul pasti selamat dan dia akan kembali berkumpul bersama kita. Toh pihak kepolisiankan sudah mengerahkan Tim Basarnas untuk terus melakukan pencarian. Jadi Mama jangan nangis lagi ya"

"Iya Mbak, saya juga yakin itu.Mbak tidak boleh berpikiran apalagi mengatakan hal yang buruk tentang Rahul. Ingat Mbak, ucapan itu adalah doa, terlebih doa seorang ibu. Mbak pasti tidak maukan hal buruk yang Mbak katakan tentang Rahul sampai beneran terjadi?" Naomi menimpali ucapan anaknya dengan sok bijak. Kedua ibu dan anak itu memang cukup lihai dalam bersandiwara.

Masih dalam keadaan terisak, Lesti menggelengkan kepalanya dengan berat. Sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan besannya.

"Ya udah Ma, inikan udah malam, Mama istirahat dulu ya. Kan seharian Mama belum istirahat, aku takut nanti Mama sakit. Yuk, aku temani Mama kekamar" Amora menambahkan nilai untuk dirinya, karena tak ingin kalah dengan akting Mamanya yang sangat perfect itu.

Lesti menuruti ajakan menantu yang baru saja menikah dengan anak sulungnya itu. Usai menemani Lesti kekamarnya, ibu dan anak itu melakukan percakapan diruangan yang agak jauh dari keramaian penghuni rumah mewah itu.

Karena hanya berdua saja, Amora dan Naomi pun kembali menjadi diri mereka sendiri. Dengan melepaskan sikap sok baik mereka yang penuh dengan kepura-puraan, akhirnya saling mengeluarkan unek-unek masing-masing, yang sedari tadi mereka pendam dihadapan keluarga Dirgantara.

"Huh..... akhirnya ya Ra, Mama bisa lepas juga dari drama lebay keluarga suami kamu itu. Kepala Mama rasanya pusing sekali, mendengar ibu mertua kamu itu ngoceh dan dan nangis-nangis seperti anak kecil"

"Sama Ma, telinga aku juga rasanya sakit mendengar tangisan lebay mereka. Kalau bukan demi menjaga image sebagai istri dan menantu yang baik bagi keluarga ini, rasanya

malas sekali aku harus berlagak sedih atas apa yang terjadi pada sibuta itu. Dan yang paling menyebalkannya lagi, pesta pernikahan mewah dan megah yang aku impi-impikan selama ini hancur berantakan gara-gara masalah ini. Padahal seharusnya kan hari ini menjadi hari yang paling menyenangkan, membahagiakan dan berkesan buat aku. Tapi malah jadi kacau balau gara-gara Rahul. Dasar laki-laki tidak berguna.... udah buta, menyusahkan lagi!"

"Ya mau bagaimana lagi sayang? kita harus sabar. Ingat, kita harus terus menjaga image baik didepan suami dan mertuamu. Soal pesta resepsi pernikahanmu yang kacau gara-gara sibuta itu, ya sudahlah biarkan saja. Yang pentingkan akadnya berjalan dengan lancar. Jadi itu artinya, sekarang kamu sudah resmi menjadi istri dari seorang Gala Joshua Dirgantara. Dan Mama yakin seyakin-yakinnya, kalau suami kamu itu yang akan menjadi pewaris tunggal Dirgantara Group. Karna siapa lagi kalau bukan dia? secara dia anak pertama, smart, sehat dan sempurna. Tidak seperti adiknya yang tidak berguna itu"

"Dan karena alasan itulah Mama menyuruhku untuk mendekati dan membuat Gala jatuh cinta padaku. Karna hanya dia satu-satunya harapan Dirgantara Group.secara.... tidak mungkin kalau Papa Helmi akan menjadikan laki-laki buta itu sebagai ahli warisnya. Karna apa yang bisa dia lakukan? Melihat saja tidak bisa, bagaimana dia akan mengelola Dirgantara Group yang perusahaannya mencapai puluhan cabang? Dan hidupku pasti akan sangat sengsara jika sampai memiliki suami seperti dia"Amora menggelengkan kepalanya diiringi senyum mencemooh yang menghiasi bibir mungilnya.

"Benar sekali sayang, kamu memang anak Mama yang paling cerdas. Sudah cantik, bisa diandalkan lagi. Tidak sia-sia Mama mendidikmu selama ini. Tidak heran juga kenapa kakak beradik itu bisa sampai tergila-gila padamu. Bahkan salah satu dari mereka sampai rela menjadi buta demi kamu" Naomi tersenyum bangga pada Amora yang dibalas dengan senyum arogan oleh putri semata wayangnya.

"oh ya sayang. bicara soal Rahul, Mama jadi penasaran, kira-kira dimana ya keberadaan dia sekarang? Dan bagaimana keadaannya? dia masih hidup, atau sudah is death ya?"terka Naomi dengan ekspresi berpikir.

"Mama pikir aku peduli dengan keberadaan pria tidak berguna itu? Dia hidup atau mati, untungnya buat kita apa?" ujar Amora sinis.

"Iya sih, tapi kamu yakin sudah tidak punya rasa apapun lagi terhadap Rahul? Biar bagaimanapun jugakan, dia mantan terindah kamu" kata Naomi dengan tatapan menggoda.

"ingat, dia jadi buta seperti itu juga karena kamu. Kalau bukan karena Rahul, mungkin saja sekarang kamu yang buta" dia kembali mengungkit kisah asmara masa lalu putrinya dengan Rahul. Kisah yang sama sekali tidak diketahui oleh keluarga besannya.

"Mama ngapain sih membahas masalah itu lagi? Kan itu hanya masa lalu. Kan bukan aku yang bikin dia buta, itu semua kecelakaan. Kagipula kitakan sudah sepakat tidak akan pernah membahas masalah itu lagi" Amora menatap kesekelilingnya. Setelah merasa yakin bahwa ruangan itu aman, dia kembali menatap Ibunya dengan sedikit melotot.

"Bagaimana kalau ada yang mendengar ucapan Mama? khususnya suami dan mertuaku? Bisa-bisa mereka semua akan kehilangan respectnya terhadap kita, dan memaksa Gala untuk menceraikanku. Mama mau aku dinikahi dan diceraikan dihari yang sama?" ujar Amora dengan nada rendah dan menekan.

"Iya maaf sayang, Mama keceplosan"

BAB 3- Pengorbananku Tak Dianggap

Sebuah mobil Lamborghini Aventador warna hijau berhenti ditepi jalan. Tepat didepan sebuah kafe yang letaknya di pinggir jalan.Dari dalam Supercar dengan harga yang ditafsir mencapai angka miliaran rupiah itu, keluar seorang pria tampan berbadan tinggi dan atletis.

Pria itu mengenakan sepatu boots warna coklat muda dengan merek borsa. Denim jeans warna hitam dipadukan dengan kaos polos warna putih, serta jaket bomber warna Dongker sebagai outer yang menutupi tubuh atletisnya. Tak ketinggalan kacamata hitam yang bertengger diatas hidungnya.

Penampilannya sungguh luar biasa dan berkarismatik. Style yang dikenakannya sangat kentara dengan bodynya yang gagah. Wajahnya yang tampan dan maskulin. Brewok tipis yang tumbuh diarea dagu dan rahangnya, membuat aura manlynya kian terpancar.

Hidung mancung, bibir tipis, serta kulitnya yang eksotis. Pesonanya mampu membuat ribuan pasang mata kaum hawa tak dapat berkedip.

Dialah Rahul Aryan Dirgantara. Pria tampan dan gagah itu tampak sedang asik bertelepon ria.

"Hallo sayang, bagaimana, acaranya sudah selesai? Ini aku sudah sampai. aku cari tempat parkir dulu ya. Baru setelah itu aku menyusulmu kedalam" ujarnya pada lawan bicaranya diseberang sana, sembari merenggut kacamata hitam yang sedari tadi dipakainya.

"Tidak perlu repot-repot cari tempat parkir beib, tunggu saja disitu. Ini aku sudah selesai kok, jadi kita bisa langsung pergi. Lihat saja kesini" suara lembut seorang gadis diseberang sana. Menuruti ucapan wanita yang sedang melakukan panggilan suara dengannya, Rahul langsung mengarahkan pandangannya pada kafe yang terletak didepannya.

Dan benar saja, ditengah keramaian pengunjung yang berlalu lalang keluar masuk kafe itu, tatapan Rahul langsung tertuju pada sosok yang sangat familiar yang baru saja keluar dari kafe elit yang sedang hits itu.

Sosok seorang gadis berambut panjang bergelombang, mengenakan Sabrina dress mini warna merah bermotif bunga-bunga dan menyembulkan sebagian bentuk pahanya yang mulus dan terawat.

Tangan kiri gadis itu memegang ponsel yang ditempelkan kedaun telinganya. Sedangkan tangan kanannya tampak melambai kearahnya dengan senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya.

Gadis itu tak lain dan tak bukan adalah Amora Fransisca, kekasihnya. Hari itu Amora bersama teman-teman semasa kuliahnya mengadakan acara reunian dikaffe, dan dia meminta Rahul untuk menjemputnya begitu acaranya selesai.

Rahul tidak pernah sekalipun mengatakan tidak pada Amora, karena dia sangat mencintai gadis itu. Wajah Rahul tampak sumringah melihat Amora.

Dia membalas lambaian tangan gadis itu seraya tersenyum cerah. Rahul sudah bersiap menghampiri pujaan hatinya itu. Namun ternyata wanita itu telah lebih dulu melangkahkan kaki menghampirinya, ditengah keramaian kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya itu.

"Sayang hati-hati!! Biar aku saja yang nyebrang! Kamu tunggu saja disana!!" Rahul berteriak panik, berusaha memperingati Amora.

Namun tampaknya percuma saja. Suaranya berbaur dengan bisingnya suara-suara kendaraan yang hilir mudik, dan volumenya lebih keras dibandingkan suara teriakan Rahul. Amora masih terus berlari-lari kecil kearahnya tanpa memperhatikan kanan kirinya.

"Amor!! sayang awas!!" Rahul berteriak sembari berlari sekuat tenaganya tatkala dia melihat sebuah mobil yang tengah melaju kencang kearah wanita tercintanya.

Rahul berhasil menjangkau Amora dengan perasaan campur aduk. Antara panik dan bingung harus berbuat apa, lantaran mobil yang sedang melesat itu hanya berjarak sekitar 20 centi lagi dari posisi sepasang kekasih itu. Reflek, Rahul langsung mendorong Amora hingga wanita itu terpental ke pinggir jalan.

Dia berhasil menyelamatkan kekasihnya dari marabahaya. Namun na'as, dia malah tidak berhasil menyelamatkan dirinya sendiri. Sampai pada akhirnya kendaraan roda empat itu menabrak tubuh atletisnya.

BRUUUKK!!!

*******

Insiden itu bak kiamat bagi Rahul. Dia begitu terguncang dan tidak bisa menerima kenyataan, lantaran harus kehilangan penglihatannya.

Terlebih lagi pasca dokter dan Tim medis mendiagnosa dirinya mengalami kebutaan permanen, dan kemungkinan besar untuk bisa melihat kembali sangat tipis. Bak tubuh yang sudah tak berjiwa, Rahul yang malang hanya bisa melalui hari-harinya yang penuh dengan nestapa.

Sungguh dia tidak mampu berdamai dengan takdirnya yang harus hidup berteman dengan kegelapan, yang mungkin saja hingga akhir hayatnya. Kecelakaan itu telah mengubah hidupnya 180 derajat.

Laki-laki tampan, gagah, perkasa, smart, energik, idaman para wanita kini sudah tak ada lagi. Yang tersisa hanyalah laki-laki buta, lemah tak berdaya. Yang hanya bisa meratapi nasibnya yang nelangsa dengan rasa putus asa.

Lengkap sudah penderitaannya saat Amora, sang kekasih yang secara tidak langsung telah menjadi penyebab dirinya menjadi seperti ini datang menemui. Bukan untuk memberi support apalagi menghiburnya, melainkan untuk menambah keterpurukan dan keterputus asaannya.

"Siapa itu?" tanya Rahul tatkala mendengar pintu terbuka serta suara langkah kaki yang perlahan-lahan mendekat padanya

"Euum....Ini aku" jawab Amora dengan nada hambar. Wajah murung Rahul langsung berubah menjadi sumringah begitu mendengar suara kekasih tercintanya.

"Amor, ini beneran kamu sayang?" Rahul beranjak dari tempat tidur dengan antusiasnya. Saking semangatnya, ditambah dengan kondisi kedua matanya yang tidak berfungsi, dia sampai menubruk meja yang ada disamping ranjangnya. Membuat benda-benda yang ada diatas meja jatuh berserakan dilantai.

Amora sedikit terkejut dengan pemandangan yang ada didepan matanya. Sungguh dia tidak pernah menyangka kalau pria setampan, segagah, secerdas dan seperfect Rahul bisa berubah drastis menjadi pria buta dan tidak berdaya seperti ini.

Rahul berusaha menggapai Amora dengan meraba-raba kedepan. Dan setelah berhasil menjangkaunya, kedua tangannya merangkum wajah mulus dan lembut Amora.

"Sayang, kamu kemana saja? Kenapa baru datang? Kamu tau aku sangat merindukanmu. Tapi sudahlah, tidak masalah. Yang penting kamu sudah ada disini sekarang. Aku sangat senang sekali!"

Rahul memeluk Amora dengan erat. Matanya berkaca-kaca karena perasaan haru. kehadiran gadis itu membuatnya bagaikan terbang kembali setelah terjatuh begitu dalam.

Sudah hampir satu pekan dia dirawat dirumah sakit usai kecelakaan itu. Namun baru sekarang Amora menjenguknya. Entah alasan apa yang menjadi penghalang wanita itu untuk menemuinya. Namun hal itu bukanlah prioritas Rahul.

"Rahul, tolong lepaskan aku" Amora berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Rahul. Dia tampak tidak senang menerima pelukan itu.

"Kenapa sayang? Biasanya kamu tidak pernah menolak setiap kali aku memelukmu. Apa ada masalah? katakan padaku"

"Kenapa tidak kamu saja yang katakan padaku, tentang vonis dokter mengenai matamu" nada bicara Amora terdengar datar.

"Dokter bilang kalau mataku....."

"Tidak akan pernah bisa melihat lagi?" tukas Amora dengan santainya. Nada suaranya tak terdengar sedih ataupun tidak enak hati sedikitpun. Rahul sedikit heran dengan maksud dari ucapan kekasihnya. Namun dia mengabaikan rasa herannya dan tetap berpikiran positif.

"Sayang, dokter hanya manusia biasa. Diagnosanya bisa saja melesetkan? Siapa tau saja suatu saat nanti akan ada keajaiban yang mungkin saja akan membuatku bisa melihat kembali....." Rahul menggenggam tangan Amora.

"Hahahaha...... Rahul, Rahul. Sejak kapan kamu hobi menonton film dan membaca novel? Kita ini hidup di dunia nyata, bukan didunia fantasi. Keajaiban yang kamu maksud itu, adanya didunia fiksi, bukan didunia nyata" Amora tertawa mencemooh sembari melepaskan tangannya dari genggaman tangan Rahul.

Rahul terhenyak mendengarnya. Entah mengapa dia merasa wanita itu sedang menghinanya. Padahal saat ini dia sedang sangat membutuhkan support dari orang-orang terdekatnya. Khususnya Amora, wanita yang sudah tiga tahun lebih mengisi relung hatinya.

"Sayang, sebenarnya apa maksudmu? Kenapa kamu mengatakan hal seperti ini padaku? Apa yang sebenarnya ingin kamu bicarakan?" Rahul berkata dengan sendu.

"Sepertinya ini adalah pertemuan terakhir kita sebagai sepasang kekasih"

"Maksudmu?"

"Ya.... maksudnya kita akhiri saja hubungan kita ini. Anggap saja tidak pernah terjadi apapun diantara kita. Atau lebih tepatnya, anggap saja kita tidak pernah saling kenal"

"Maksudnya, kamu ingin kita putus?" tanya Rahul dengan lirih. Ingin memperjelas maksud dari ucapan Amora.

"Ya....bisa dibilang seperti itu"

"Kamu bercanda kan? Kenapa tiba-tiba ingin putus? Atau...kamu hanya ingin mengeprank aku saja, iyakan? Kamu melakukan ini untuk menghiburku kan?" Rahul kembali menggenggam tangan Amora.

Dia masih berpikir dan berharap bahwa apa yang disampaikan gadis itu hanyalah sebuah lelucon. Meskipun hatinya sendiri agak ragu akan hal itu.

"Aku tau matamu sudah tidak berfungsi, tapi tidak dengan telingamu kan? Selain itu kamu juga sangat cerdaskan? Bahkan lulusan S3 diluar negeri. Masa kamu tidak bisa membedakan mana ucapan serius, dan mana yang gurauan. Lagipula apa untungnya aku mengeprankmu"

Amora berkata dengan blak-blakan, sambil melepaskan kedua tangannya dari genggaman tangan Rahul. Dia tidak sedikitpun memikirkan perasaan lelaki itu.

"Tapi kenapa Amor? apa masalahnya? Bukankah kita sudah saling mencintai selama tiga tahun lebih? Bahkan, kita sudah sepakat untuk memberitahukan keluargaku mengenai hubungan kita. Karna kita sudah siap untuk menuju ke jenjang yang lebih serius. Lalu kenapa sekarang tiba-tiba kamu ingin kita putus? Apa salahku? apa yang sudah aku lakukan?"

Rahul mendesak meminta penjelasan. Nada suaranya terdengar bergetar, Kedua tangannya memegang bahu Amora dengan perasaan ketar-ketir.

"Kamu tidak salah apa-apa Rahul. Ya aku akui, selama tiga tahun kita bersama, kamu sudah memperlakukan aku dengan sangat baik, menuruti apapun kemauanku. aku juga sangat senang dan happy karena punya pacar seperti kamu. Laki-laki tampan, tinggi, gagah dan kaya. Tapi itu dulu, saat kamu masih bisa melihat"

ujar Amora dengan arogannya. Rahul kembali terhenyak, kata-kata yang dilontarkan Amora membuat tubuhnya terpaku, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Bak disambar petir disiang bolong, sungguh dia tidak menyangka Amor yang selama ini dia kenal sebagai perempuan baik, manis, sopan dan lemah lembut bisa berubah 180 derajat menjadi wanita yang tidak berperasaan, yang tega mengeluarkan kata-kata hinaan dan cemoohan terhadap dirinya karena dia buta.

Padahal sejatinya, karena perempuan itulah dia menjadi seperti ini! Karena menyelamatkannya dari bahaya. Mengapa Amor tidak sedikitpun menghargai pengorbanannya?! Atau mungkin..... Memang inilah image asli gadis itu, yang selama ini tidak pernah ditunjukkan padanya?!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!