Kania tercengang mendapati surat peringatan dari bank yang menyatakan rumahnya akan dilelang dalam waktu dua minggu ke depan jika dia tidak bisa membayar utang-utangnya pada bank. Padahal, baru kemarin dia berhasil meminta waktu pada debtcolector yang akan menyita motornya, sekarang dia juga harus membayar tunggakan di bank. Dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Tidak menemukan jalan lain, Kania mencoba mengajukan pinjaman pada perusahaan. Namun sayang, lagi-lagi dia ditolak karena dia hanya pegawai biasa yang tidak bisa meminjam dalam jumlah besar.
“Apa aku ke luar negeri saja jadi TKI?”
Kania yang baru pulang bekerja dan melemparkan tasnya ke kasur. Dia ikut merebahkan diri di kasur kamarnya dan menatap langit-langit kamar yang catnya mengelupas di mana-mana.
“Tidak! Kalau aku jadi TKI, siapa yang akan mengurus utang di sini? Sekolah bahasa jadi TKI juga pasti lama, tidak mungkin aku bisa mendapat pekerjaan di luar negeri dalam waktu singkat. Bunga di bank akan semakin meningkat. Aku harus bagaimana?” Kania berteriak karena frustrasi dengan hidupnya.
Semua bermula dari ayah Kania yang ditipu oleh rekan bisnisnya. Karena utang-utang itulah sang ayah bunuh diri dan menyebabkan ibunya sakit-sakitan sampai akhirnya meninggal dunia.
Utang yang tidak memiliki asuransi itu, akhirnya menjadi beban Kania. Laki-laki dengan badan besar, tegap, dan tampang menyeramkan silih berganti menghantui hidup Kania.
Dalam kekalutan batinnya itu, Kania mengeluarkan ponsel miliknya. Dia membuka kontak telepon dan mencoba menghubungi siapa-siapa yang mungkin bisa membantu masalahnya.
Hingga akhirnya, Kania menemukan sebuah nama dari teman SMA dulu yang kini bekerja di kelab malam. Dari informasi yang Kania dapat, temannya yang bernama Farah itu menjadi pekerja malam dan bisa mendapatkan uang jutaan dalam semalam.
“Apa aku harus menjual diri? Satu-satunya yang kumiliki sekarang hanyalah keperawanan. Mungkin keperawanan bisa dibeli dengan mahal,” gumam Kania putus asa.
...****************...
Dengan tekad yang bulat dan melupakan harga diri, Kania akhirnya mendatangi kelab malam bersama Farah yang berubah nama menjadi Queen. Di tangan Queen, Kania menjelma menjadi sosok wanita seeksi yang sangat menggoda dengan pakaian super ketat. Queen lalu menawarkan Kania pada beberapa tamu eksklusif dengan harga yang fantastis tentunya karena Kania masih perawan.
Saat itu, Satria sedang menemani kliennya pergi ke kelab malam. Ia tidak sengaja mendengar saat Queen menawarkan Kania pada orang-orang penting yang pasti berduit. Laki-laki itu merasakan gaairahnya yang tiba-tiba bangkit saat melihat dari dekat penampilan Kania yang luar biasa cantik.
Jika wanita itu benar-benar perawan, pasti dia memiliki sebuah alasan khusus yang membuatnya menjual keperawanan. Dia semakin penasaran dengan sosok Kania, apalagi senyuman gadis itu membuat Satria terpikat dengan pesonanya. Jika Satria bisa memiliki gadis itu, pasti malam-malamnya tidak akan kesepian lagi.
Satria akhirnya bisa bernegosiasi dengan Queen saat Kania ke toilet dan berhasil. Satria diminta Queen untuk menunggu di sebuah ruangan VVIP yang sudah dipesan oleh Queen.
Sementara itu, Kania yang kembali dari toilet, mendapat kabar gembira dari Queen karena ada orang yang membeli keperawanannya dengan harga tinggi. Bahkan, Kania bisa menutup hampir seluruh utangnya dengan harga tersebut. Dengan perasaan bahagia bercampur takut, ia mendatangi ruang VVIP yang telah dipesan dan menemui Satria dengan gugup.
“Demi uang. Aku harus rileks. Aku telah melangkah sejauh ini, setelah semua utangku lunas, aku akan meninggalkan dunia hitam ini dan melupakan semuanya!” Kania menetralkan rasa gugupnya dengan terus menarik napas berat, hingga akhirnya dia mulai membuka pintu ruang VVIP itu.
Betapa terkejutnya Kania saat melihat Satria, pemilik perusahaan sekaligus atasannya di kantor ada di ruangan itu. Seorang bos yang tidak mungkin dia temui di kantor karena dia hanya pegawai biasa. Laki-laki beristri yang sangat terkenal di kalangan pegawai karena ketampanan dan wibawanya.
Mimpi apa semalam bisa bertemu dan bahkan Kania akan menyerahkan mahkota berharga pada atasannya sendiri. Akan tetapi, bagaimana kalau Satria mengenalinya?
Celaka! Alasan apa yang nanti akan Kania berikan?
Semakin gugup saja Kania saat harus berjalan semakin mendekati Satria. Dengan ragu-ragu dan hati berdebar seraya mengucap harap, jangan sampai laki-laki itu mengenalinya. Kania pun melangkahkan kaki jenjangnya mendekati Satria.
“Kania ya?” Laki-laki itu berdiri dan menyalami Kania dengan senyuman ramah. Wajahnya yang tampan menjadi daya tarik utama selain uangnya yang banyak.
“I-iya, Tuan.” Kania merasakan jantungnya yang semakin tidak terkendali. Kalau laki-laki ini mengenalinya, benar-benar tamat riwayat Kania.
“Baru pertama ya? Kelihatan gugup begitu. Santai saja, saya juga baru pertama jajan kok,” balas Satria tersenyum.
Kania semakin terkejut mendengarnya, tapi dia bisa bernapas lega karena kelihatannya Satria memang tidak mengenalinya.
“Daripada kamu menjual diri, bagaimana kalau kamu menjadi istri kontrak saya. Sayang sekali kecantikan kamu kalau dinikmati banyak laki-laki. Dengan saya, kebutuhan kamu akan terpenuhi, dan kamu tidak perlu menjadi wanita malam yang pasti akan membuat keluarga kamu malu,” kata Satria dengan sangat yakin.
Kania tahu betul bahwa bosnya itu sudah mempunyai istri. Jika dia menjadi istri kontraknya, bukankah dia sama saja dengan seorang perebut suami orang?
“Saya menjadi istri, Tuan?” tanya Kania. Dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Ya, kita menikah secara kontrak, dan saya akan menjamin kehidupan dan keuangan kamu selama kontrak, tapi kamu harus perawan. Saya tidak mau memiliki sesuatu yang menjadi bekas orang lain. Belum lagi risiko penyakit menular. Kalau kamu terbukti tidak perawan, kamu harus kembalikan uang saya.”
Kania berpikir keras. Harga yang ditawarkan Satria pada temannya belum bisa menutup seluruh utangnya. Kalau dia menjadi istri kontrak dan mendapat uang lebih banyak, itu pasti lebih baik daripada dia menjual diri lagi. Apalagi jika sudah tidak perawan harganya pasti akan lebih murah.
“Tapi, saya hanya bisa melayani Anda saat malam saja Tuan, karena saya harus bekerja pada siang harinya.”
“Oke, tidak masalah. Saya butuh istri yang setiap saya pulang kerja bisa melayani saya. Itu saja.”
“Oke. Deal.”
Mereka melakukan kesepakatan, lalu Satriya menyuruh seseorang untuk menyiapkan kontrak pernikahann.
Satria mengajukan banyak persyaratan. Di antaranya tidak boleh menggunakan perasaan, tidak boleh ada anak, tidak boleh sampai ketahuan istri pertama dan tidak boleh menuntut apa pun atas perjanjian itu. Kania juga mengajukan persyaratan, tidak boleh bersikap kasar dan dia hanya menjadi istri kontrak saat malam hari. Itu karena dia harus bekerja di kantor Satria pada siang harinya, meski Satriya tidak mengetahui itu.
Setelah sepakat, Satria akhirnya membawa Kania ke apartemen pribadinya dan menikah secara kontrak.
“Kamu sekarang sudah menjadi istriku, dan selama setahun ke depan, kamu harus melayaniku, menjadi pemuas hasratku sampai kontrak kita selesai,” kata Satria sembari mencium leher putih Kania yang menggoda.
“Saya masih belum berpengalaman, tapi saya janji, akan belajar dengan baik dan membuat Tuan senang,” balas Kania yang mulai merasakan gelenyar aneh saat Satria mengecup basah lehernya.
“Jangan panggil Tuan, aku suamimu Kania.” Tangan Satria mulai bergerak menyusuri lekuk tubuh Kania yang sangat ideal dan menjadi idaman.
***
Loha, ketemu lagi. Gimana novel baruku? Tinggalkan komennya ya 💋💋 Jangan lupa tekan favorite ❤ supaya dapat info update terbaru. Dan, follow juga ig author @ittaharuka.
Sekian dan terima bunga, kopi, vote, semuanya.
Satria dan Kania melewati malam indah untuk pertama kalinya. Dari pergumulan panas itu, Kania bisa membuktikan bahwa dia masih perawan, dan itu membuat Satria semakin tertarik dengan Kania.
Satria tertidur pulas setelah melewati malam indah yang sudah lama tidak dia rasakan. Kesibukan istrinya yang sangat jarang ada di rumah membuat laki-laki itu tidak bisa menahan gejolak di hatinya, apalagi saat melihat Kania pertama kali semalam, rasa penasarannya kian besar dan tidak bisa lagi ditahan. Mereka telah memulai pengkhianatan yang fatal di dalam rumah tangga Satria dan istrinya.
Kania yang kini tidak gadis lagi, terbangun dengan rasa perih yang luar biasa di bagian paling sensitif miliknya. Dia melihat laki-laki tampan yang kini menjadi suaminya sedang tertidur nyenyak dengan wajah tenang yang membuat ketampanannya kian bertambah.
Aku tidak menyangka bisa menjadi istri dari bosku sendiri. Ya walau hanya istri kontrak yang tidak ada beda dengan wanita simpanan.
Kania tersenyum memandangi wajah suaminya yang tampan. Hingga tiba-tiba, Satria menarik tubuhnya ke dalam pelukan. Laki-laki itu masih belum mau membuka matanya.
“Tuan, aku harus bersiap untuk bekerja,” kata Kania berusaha melepaskan diri dari dekapan Satria.
“Sudah kubilang jangan panggil Tuan, aku ini suamimu, Sayang,” protes Satria dengan suara seraknya.
Wajah Kania bersemu merah saat Satria memanggilnya Sayang. Walau sejak tadi malam panggilan itu terus keluar dari bibirnya, tapi Kania masih merasa aneh.
“Aku tidak mau istriku curiga kalau nanti aku salah memanggilmu, jadi kamu harus memanggilku sama seperti aku memanggilmu dan Felicia. Kamu mengerti ‘kan, Sayang?” tanya Satria yang diiringi dengan kecupan manis di pipi Kania.
“Iya, aku mengerti. Sayang,” jawab Kania dengan kaku.
Satria kembali tersenyum dan kini mendaratkan bibirnya di bibir Kania. “Aku ingin kamu menjadi sarapan spesialku pagi ini.”
“Tapi, aku harus bekerja, Sayang.”
“Sebentar saja, Sayang.”
Kania tidak bisa menolak keinginan Satria, tetapi kata sebentar yang laki-laki itu maksud malah membuat Kania hampir terlambat sampai di kantor.
...****************...
Semakin hari, Satria dan Kania semakin akrab dan sudah seperti pasangan suami istri yang normal. Kania membuat perut Satria kenyang dan memuaskannya di ranjang. Hal yang tidak dia dapatkan dari sosok istri sahnya, Felicia.
Kania bekerja sebagai staf biasa yang sangat jarang bahkan hampir tidak mungkin bisa berinteraksi dengan para petinggi apalagi CEO seperti Satria. Saat ini, Kania sedang sibuk bekerja, dan Satria mulai sibuk menanyakan kegiatan Kania. Laki-laki itu sudah seperti remaja kasmaran yang selalu ingin dekat dengan Kania.
“Sayang, jangan telfon aku terus, aku lagi kerja,” kata Kania yang akhirnya menjawab panggilan telepon suaminya itu setelah Satria mengirimkan pesan ancaman.
Laki-laki itu dengan gilanya mengatakan akan membeli perusahaan tempat Kania bekerja jika dia tidak mau menjawab telepon dari Satria.
“Aku merindukanmu, Kanya. Memangnya bos kamu sekejam apa sih sampai telfon suami sendiri aja enggak boleh?” tanya Satria kesal.
“Sayang, aku ini cuma pekerja biasa, bukan pemilik perusahaan, sepertimu. Memangnya kamu suka kalau ada pegawai kamu yang telepon di jam kerja. Jangan marah ya, aku akan membahagiakanmu nanti malam,” kata Kania dengan lembut.
“Janji ya, aku akan pulang tepat waktu hari ini.”
“Iya, Sayang.”
“Nia, sedang apa kamu? Bukannya bekerja malah asik teleponan. Kamu mau dipecat?” bentak manajer Kania yang membuat wanita itu gugup dan mematikan teleponnya.
“Maaf, Pak. Pacar saya ....”
“Pacar, pacar! Ini kantor bukan tempat pacaran, kalau mau pacaran keluar saja dari perusahaan ini. Memangnya kamu pikir perusahaan ini milik pacar kamu!” Sang manajer sudah memasang wajah sinis dengan tatapan kesal yang menganggap remeh Kania.
Ya, memang remeh. Siapa yang tahu dia istri pemilik perusahaan itu. Walau hanya istri kontrak alias simpanan.
“Maaf, Pak.” Kania tertunduk. Jika saja dia istri sah Satria, pasti laki-laki dengan perut buncit itu tidak akan berani menghinanya.
***
Hari sudah sore, dua jam lagi Kania akan pulang dan bersiap untuk membahagiakan Satria seperti janjinya. Namun, tiba-tiba saja sang manajer membawa berita bahwa mereka harus lembur karena ada beberapa masalah dalam pencocokan data gudang dengan data komputer.
Kenapa harus lembur di saat seperti ini?
Kania mulai sibuk dengan pekerjaannya karena sang manajer terus mengawasi tanpa berpaling sedikit pun. Oleh karena itulah, Kania tidak sempat memberitahu Satria bahwa dia akan pulang terlambat.
Di tempat lain, Satria sudah pulang dari kerja dan tidak menemukan Kania di apartemennya. Laki-laki itu mengerutkan kening saat menyadari Kania belum pulang. Sambil mendengus kesal, Satria menghubungi istri simpanannya itu, tapi Kania tidak mau menjawab teleponnya.
Kanya, kamu sudah melanggar kontrak kita dengan membuatku menunggu. Ini sudah malam, seharusnya kamu ada di sini.
Satria mulai menyusun banyak kata untuk memarahi Kania jika pulang nanti. Enak saja dia bisa bersikap semaunya. Memangnya dia pikir dia siapa?
Sementara itu, di kantor, Kania mencari cara supaya mereka bisa pulang. Pasalnya sudah hampir jam sembilan dan mereka belum pulang, pasti Satria sudah sangat kesal sekarang.
Berkat idenya mempengaruhi teman-temannya, Kania akhirnya bisa pulang dan segera menemui Satria. Dia sangat takut jika laki-laki itu marah dan meminta ganti rugi uang seperti yang tertera dalam kontrak, sedangkan semua uang pemberian Satria sudah dia pakai untuk membayar utang-utangnya.
Sampai di rumah, Kania menemukan apartemennya dalam keadaan gelap. Dia kecewa pada diri sendiri karena Satria pasti pergi dalam keadaan marah. Dengan langkah gontai, Kania berjalan untuk menyalakan lampu.
Alangkah terkejutnya dia saat melihat Satria sedang duduk di sofa dan menatapnya dengan tampang dinginnya. Kania mendekat dan menyentuh Satria untuk merayunya.
“Maaf, Sayang. Aku tadi lembur dadakan. Manajer aku galak banget deh sampai aku enggak sempat pegang HP,” jelas Kania sambil mengusap celana Satria. “Kamu marah banget ya, Sayang.” Mata Kania bukan tertuju pada wajah suaminya, tapi malah pada benda berharga milik Satria yang selalu terbawa perasaan. Baru disentuh sedikit saja, sudah mulai bangun.
Bukannya marah seperti yang sudah direncanakannya tadi, Satria malah tersenyum saat Kania mulai membuka celana bokser itu dan melakukan aksinya. Satriya terpesona dengan kemampuan Kania merayu. Dia mulai masuk ke dalam pesona wanita yang menjadi istri keduanya itu. Dengan kata lain, Satria telah melanggar kontrak karena menggunakan perasaannya.
“Kamu hebat, Kanya. Kamu bikin aku enggak kuat kalau kayak gini,” kata Satria sambil menahan nikmat akibat ulah Kania.
Wanita itu tidak menjawab karena mulutnya sudah penuh. Dia yang awalnya hanya ingin melunasi utang, sekarang menikmati perannya sebagai istri pemuas.
Ponsel Satria berdering, dia hanya melirik sekilas tanpa berniat menjawab saat tahu peneleponnya adalah sang istri pertama, Felicia. Istri sah dari Satria.
Kania yang terganggu dengan dering ponsel itu, akhirnya melepas milik Satria dan menatap laki-laki itu. “Sayang, istrimu telfon, kenapa tidak dijawab?” tanya Kania mulai ikut campur.
“Biarkan saja, lagipula itu bukan urusanmu, Kanya. Lakukan tugasmu karena aku akan menghukummu malam ini.” Satria meraih wajah Kania dan menciumnya dengan menggebu. Dia sudah mulai mengabaikan istrinya yang hanya sibuk dengan dunianya sendiri.
Di negara lain, Felicia menatap kesal pada layar ponselnya. Pasalnya, Satria tidak mau menjawab panggilan teleponnya.
“Kenapa tidak dijawab? Kamu sedang apa Sat? Apa sesuatu terjadi padamu?” Felicia merasakan hatinya tidak tenang, seperti ada sesuatu yang menimpa suaminya saat ini.
“Haruskah aku pulang dan menemuimu untuk memastikan? Mungkin tiga sampai lima hari tidak masalah. Aku harap kamu menyukai kejutanku, Satria.”
****
Jangan lupa jejaknya biar aku semangat buat lanjut, dan trimakasih yang sudah baca. Bab berikutnya aku jamin lebih seru, jadi jangan sampai ketinggalan 💋💋
Felicia pulang dari luar negeri dan bermaksud untuk memberi kejutan pada suaminya. Tanpa mengindahkan sambutan pelayan-pelayan, dia berjalan cepat menaiki tangga menuju kamar yang sudah enam bulan ini dia tinggalkan. Dengan penuh percaya diri, Feli membuka pintu kamar yang ternyata tidak dikunci.
“Surprise!” Raut wajah Feli mendadak berubah. Suaminya tidak ada di rumah yang membuatnya mengerutkan kening, kecewa.
Dia lalu memeriksa kamar mandi, dan tidak juga menemukan laki-laki itu. Di manakah Satria?
Dengan kesal, Feli menuruni anak tangga dan menemui para pelayan yang masih setia menundukkan kepala.
“Di mana suamiku?” tanya Feli pada para pelayan.
Salah seorang dari mereka mengangkat wajah dan mulai bicara. “Maaf, Nyonya. Tuan sudah jarang pulang beberapa minggu ini.”
Seolah tidak percaya dengan informasi yang didapat dari pelayan, Feli mengambil ponselnya dan mendengus kesal. Dia lalu mencari kontak Satria dan menghubunginya.
Terdengar nada tunggu berbunyi beberapa kali, tapi tapi Satria belum juga menjawab sampai akhirnya telepon berakhir.
“Ke mana sih dia? Apa sudah ke kantor?” gumam Feli sembari mencoba menghubungi Satria lagi.
Sementara itu di apartemennya, Kania sedang mengeringkan rambut dengan handuk mandi yang melekat di tubuhnya. Dia berjalan mendekati ponsel Satria yang terus menyala tanpa suara maupun getaran.
Wanita itu lalu melihat nama si penelepon yang ternyata adalah Felicia, istri sah suaminya. Dia mengabaikan ponsel itu dan hendak ke meja rias. Akan tetapi, tangan Satria tiba-tiba menariknya hingga terjatuh di kasur dan menimpa tubuh kekar laki-laki itu.
“Kamu ngapain, sayang? Bangunin aku pakai wangi tubuh kamu.” Satria membuka mata, tangannya bergerak membuka tali handuk yang mengikat di pinggang Kania.
“Aku tadi enggak sengaja lihat handphone kamu nyala terus, Sayang,” jawab Kania sembari memosisikan tubuh supaya nyaman.
Satria sudah berhasil mengeluarkan dua benda kenyal milik Kania dan menikmati itu, seperti bayi yang kelaparan saat bangun dari tidur.
“Istri kamu telepon lagi, Sayang. Kayaknya ada hal penting,” kata Kania. Dia melihat ponsel suaminya yang kembali menyala, dan lagi-lagi Felicia menelepon.
Satria terpaksa melepaskan aset berharga milik Kania dari mulutnya. Dengan kesal dia meraih ponselnya. “Kenapa lagi sih dia, pasti ada tas atau sepatu yang mau dia beli.”
Kania merapikan pakaiannya, tapi Satria menahan gerakannya. Laki-laki itu masih ingin bermain dengan milik Kania.
“Halo.”
“Honney, kamu ke mana saja? Aku telepon enggak diangkat terus?” tanya Felicia dari seberang sana.
“Aku baru bangun tidur, Sayang. Ada apa? Minta uang lagi?” Satria masih sibuk memainkan benda kenyal Kania yang membuat wanita itu menggigit bibir bawahnya menahan kenikmatan.
“Kamu tidur di mana? Aku di rumah tapi kamu tidak ada,” kata Felicia terdengar kesal.
“Apa!?” Satria langsung terduduk dan mengusap wajahnya dengan kasar.
Kania sampai terkejut melihat tingkah Satria. Dia buru-buru merapikan kembali pakaiannya saat Satria bergerak turun dari ranjang.
“Aku di rumah kita, kata pelayan kamu sudah lama enggak pulang. Kamu di mana sih?”
“A-aku di apartemen, Sayang. Aku cuma ingin menyendiri karena pekerjaan yang bikin stres, aku butuh suasana baru,” jelas Satria yang kemudian memakai pakaiannya. “Kapan kamu sampainya, Sayang?”
Kania sekarang paham bahwa Felicia sudah ada di rumah. Itu artinya tugasnya akan sedikit berkurang. Dia berharap Felicia akan tinggal lama supaya dia bisa bebas dari Satria.
“Baru saja aku sampai rumah. Kamu di apartemen mana, biar aku ke sana?”
“Enggak usah, Sayang. Aku lagi siap-siap mau pulang ini,” cegah Satria. “Aku matikan dulu ya, sampai ketemu di rumah, istriku. I love you.” Satria lalu mematikan teleponnya.
Kini, laki-laki itu menatap Kania yang masih memakai handuk mandinya.
“Sepertinya kita akan berpisah dulu. Aku pasti akan merindukanmu, Sayang.” Satria mencium bibir Kania dan memainkan kedua aset kembar itu dengan kedua tangannya. Tak lama, dia pun melepaskan ciumannya.
“Kabari aku kalau kamu ke sini,” kata Kania. Senyum cantik terukir di bibir itu membuat Satria merasa berat meninggalkannya.
“Hem. Jangan macam-macam di belakangku ya. Dan jangan menelepon kalau aku tidak menelepon lebih dulu,” balas Satria lalu mengusap kepala Kania dan berpamitan untuk pergi.
Kania mengangguk dan mengantarkan laki-laki itu sampai pintu apartemen. Lalu, dia menutup pintu dan menguncinya.
Setelah kepergian Satria, Kania bersorak dan menari-nari. Malam ini dia bisa tidur dengan baik tanpa harus bekerja keras, ya walau sebenarnya dia juga menikmatinya.
****
Malam ini, Kania benar-benar tidur dengan nyenyak. Dia bebas menguasai kasur berukuran besar itu sendirian. Tanpa ada tangan jahil yang tiba-tiba membangunkannya untuk bekerja.
Lain halnya dengan Satria, laki-laki itu sedang menatap istrinya yang tidur membelakanginya. Walaupun dia juga mendapatkan haknya dari Felicia, tapi Feli berbeda dengan Kania yang biasanya akan bermanja-manja di dadanya.
Feli langsung tertidur tanpa mau bercerita kegiatannya di luar negeri, berbeda dengan Kania yang biasa menceritakan banyak hal setelah mereka bercinta. Satria malah mulai memikirkan cara agar Felicia segera pergi lagi dan dia bisa bebas bersama Kania.
***
Selama di rumah, Satria sama sekali tidak menghubungi Kania. Hanya di kantor saja dia berani menghubungi istri kontraknya itu. Namun, tentu saja itu menjadi masalah besar bagi Kania yang harus bekerja. Dia harus sembunyi-sembunyi saat menerima telepon dari Satria.
“Halo, kamu sedang apa?” tanya Satria dengan datar. Dia akan pergi dengan sekretarisnya untuk menghadiri rapat di luar kantor.
Kania yang juga dari luar kantor, menerima panggilan itu. Selama tidak ketahuan oleh manajernya, dia masih bisa menjawab panggilan telepon Satria.
“Aku di kantor, Sayang. ‘Kan masih jam kerja,” jawab Kania. Dia berjalan menuju lift dan langsung berbalik badan saat tahu Satria ada di lift itu.
Matilah aku.
“Kenapa wanita itu?” tanya Satria pada sekretarisnya. Dia berjalan keluar dari lift, dan memperhatikan Kania yang membelakanginya.
Penampilan Kania saat di kantor memang biasa saja. Rambut diikat rapi, dengan make up tipis dan juga kacamata yang membuat penampilannya berbeda.
Jantung Kania berdebar keras saat tahu Satria sedang memperhatikannya.
“Saya kurang tahu, Tuan. Apa perlu saya suruh menemui Tuan?” tanya laki-laki yang merupakan sekretaris Satria.
“Tidak perlu, kita ada rapat yang lebih penting.” Satria memilih untuk mengabaikan Kania yang masih mematung di tempatnya. Dia lalu kembali fokus pada teleponnya. “Halo, kamu masih di sana?”
Kania menghela napas lega karena berhasil menghindari Satria. Akan tetapi, laki-laki itu masih bersuara di ponselnya.
“Iya, Sayang. Tadi ada bos aku. Kamu kenapa telepon? Kangen ya?” goda Kania yang kini sudah masuk ke lift.
“Ya, begitulah. Feli masih di rumah, aku tidak bisa menemuimu, Kanya.”
****
Lima hari sudah Felicia di rumah. Sikap Satria terbilang normal, tidak ada yang perlu dicurigai. Feli merasa itu hanya pikiran buruknya saja karena menurutnya, Satria masih setia dengannya. Wanita itu lalu memutuskan untuk kembali ke luar negeri karena manajernya sudah mengingatkan untuk pemotretan majalah terkemuka di sana.
Satriya kini kembali bebas, dia bisa menemui istri keduanya dan menyalurkan kerinduannya selama beberapa hari berpisah. Laki-laki itu mendatangi apartemen Kania dan langsung menciumnya dengan mesra. Sedangkan Kania, dia menyambut kepulangan Satria dengan cinta karena kini tugasnya kembali aktif.
“Aku merindukan sentuhanmu, Kanya.” Satria tidak pernah memanggil Kania dengan benar, baginya nama Kanya jauh lebih seeksi dibandingkan nama asli Kania.
“Aku juga merindukan senjatamu, Sayang,” balas Kania. Dia menuntun Satria ke ranjang dan melakukan tugasnya dengan sangat baik.
Satria merasakan hal yang sangat berbeda aaat bersama Kania. Dia merasa Kania benar-benar sosok istri yang sempurna untuknya.
Kanya, kamu memang selalu mengerti aku. Suatu hari nanti, aku akan menceraikan Felicia dan hidup bahagia denganmu.
Kembang kopinya jangan lupa 💋💋
tambahan karena ada komentar yg kurang mengena di hatiku.. dari awal novel ini menceritakan pelakor sesuai event konflik rumah tangga ya.. Yang mengharuskan ceritanya benar-benar jadi pelakor, so yang anti selingkuh, atau benci pelakor jangan lanjut..
alasan selingkuh ada di bab bab selanjutnya.. So, yang penasaran, lanjut aja Sayang 🥰🥰🥰 aku jamin seru sampai ending 💋💋
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!